"Pagi semua! Pagi kak Lara! Pagi mas Dika!" Aku menyapa kakakku dan abang iparku yang sedang sarapan pagi di ruang makan.
"Pagi juga Elsa!" Balas kakakku mbak Lara. "Pagi Elsa!" Mas Dika juga membalas sapaanku. "Udah siap sekolah nih?" Tanya mbak Lara. "Iya mbak. Nanti aku nebeng lagi ya ke sekolah bareng Mbak!" Aku meminta mbak Lara untuk mengantarku kesekolah. "Iya! Kamu makan dulu sarapanya!" Balas mbak Lara. Aku adalah siswi yang duduk dikelas 3 sekolah menengah atas. Beberapa bulan lagi aku akan ujian kelulusan. Aku tinggal dengan kakak perempuanku, namanya mbak Lara. Dan dia sudah memiliki seorang suami, namanya mas Dika, tapi sayangnya setelah lima tahun menikah, mereka masih saja belum memiliki seorang anak. Sangat kasihan juga, mungkin belum rezeki mereka untuk dikarunia anak. Mbak lara adalah seorang maneger disalah satu bank swasta yang ada di kotaku. Dia adalah satu - satunya saudaraku. Orang tua kami sudah sangat lam meninggal. Papaku yang pergi duluan semenjak aku berumur sepuluh tahun. Kemudian Mamaku ikut mendahului kami selang tiga tahun semenjak Papaku meninggal. Setelah Papa meninggal, Mamakulah yang menjadi tulang punggung. Mama yang membiayai semua keperluan kami. Sedangkan Kakakku baru masuk kuliah. Setelah Mama ikut pergi meninggalkan kami selamanya. Mbak Lara yang sekarang menggantikan posisi Mama. Dia menjadi tulang punggung keluargaku. Dia bekerja banting tulang untuk membiayai kebutuhan hidup kami dan juga untuk membiayai sekolahku. Dan untung saja mbak Lara mendapatkan beasiswa sampai lulus kuliah. Itu sangat membantu mbak Lara. Setelah lulus kuliah, ia langsung diterima kerja ditempat dia bekerja sekarang. Dan saat ini kariernya sangat cemerlang dan baru dipromosikan menjadi maneger setahun ini. Sementara abang iparku mas Dika, dua tahun yang lalu ia di PHK di perusahaan tempat ia bekerja. Menurutnya dia difitnah teman kerjanya sampai ia dikeluarkan dari perusahaan tersebut. Itu sangat memukul mentalnya. Disaat karier istrinya sedang bagus - bagusnya, dia malah terkena PHK. Dan sekarang dia bekerja sebagai pengemudi taksi online. Semenjak kejadian PHK mas Dika, hubungan kakakku dengan abang iparku jadi renggang. Mereka sering berantem dan bahkan sempat ingin berpisah. Tapi entah kenapa sampai saat ini hubungan mereka masih bertahan. Mungkin masih ada cinta dalam diri mereka sehingga mereka memutuskan tetap bersama. Walau seringkali cekcok yang terjadi antara mereka. Dan aku tidak begitu ingin ikut campur dalam urusan rumah tangga mereka. Karena aku sendiri belum paham tentang membina sebuah keluarga. Sebenarnya mas Dika dan mbak Lara itu sudah sangat lama berpacaran. Bahkan ketika mereka masih duduk di sekolah menengah atas. Hubungan mereka juga direstui oleh orang tua kami. Mama juga sangat mengenal mas Dika. Hubungan mereka sebelum mas Dika kena PHK sangatlah baik. Mereka juga sangat kelihatan keluarga harmonis. Tapi sayangnya, semenjak mbak Lara naik jabatan. Mbak Lara seringkali merendahkan mas Dika. Itu membuat mas Dika seringkali naik darah dan terjadi perdebatan diantara mereka. Tapi mas Dika selalu mengalah dan meminta maaf pada mbak Lara. Dan membuat hubungan mereka kembali membaik. Sebenarnya aku sangat kasihan dengan mas Dika. Sebagai lelaki tentu ia punya harga diri yang harus ia pertahankan. Tapi mungkin karena dia sangat mencintai mbak Lara, ia selalu memilih untuk mengalah. *** "Mas aku pamit dulu ya!" Mbak Lara minta izin untuk pergi kerja. Akupun juga sama, ingin pergi ke sekolah. "Nanti aku pulang telat. Ada lembur hari ini dan aku tak bisa meninggalkannya. Mas jangan tunggu aku! Mas tidur saja dulu! Aku akan bawa kunci cadangan!" "Baiklah!" Mas Dika menuruti apa perkataan mbak Lara. Mbak Lara memang sering pulang malam. Alasannya banyak kerja yang harus ia selesaikan. Aku sangat sering tinggal berdua dengan mas Dika. Walaupun mbak Lara bilang tidak usah menunggunya, tapi mas Dika selalu saja menunggunya di ruang tamu. Ia seringkali membukakan pintu untuk mbak Lara. Kalau hitung - hitung, aku memang lebih sering bertemu dengan abang iparku itu dibandingkan bertemu mbak Lara. Mbak Lara bahkan sering keluar kota meninggalkan kami berdua. Walaupun demikian, mas Dika selalu bersabar dan membiarkan mbak Lara pergi. Mungkin karena dia tidak ingin berantem dengan mbak Lara makanya dia mengizinkannya pergi. Mas Dika sangat baik padaku. Dia juga sangat menyayangiku layaknya adiknya sendiri. Kami cukup dekat dan tak canggung untuk tinggal berdua di rumah. Mas Dika sering menemaniku, bahkan dia juga tak segan membantuku untuk menyelasikan tugas rumahku. Dia sosok yang pintar dan juga beribawa mengajarkanku tugas - tugas sekolah. Aku sangat bersyukur mempunyai abanh ipar sepertinya. **** "Mas Dika! Ajarkan aku dong soal matematika ini! Aku nggak ngerti pembahasan soal - soal ini!" "Yang mana?" "Ini mas! Tentang persamaan linear!" "Oh... Sini Mas bantu!" Mas Dika kemudian membantuku menjelaskan kepadaku tugas matematika. Mas Dika dulu merupakan anak yang pintar di sekolah. Dia juga merupakan ketua osis di sekolahnya dulu. Dia juga sering ikut lomba di berbagi kejuaraan bidang studi di sekolah. Bahkan sampai sekarangpun ia masih menguasainya. Aku sangat sering meminta bantuannya. "Mbak Lara pulang telat lagi ya Mas?" Tiba - tiba aku menanyakan mbak Lara yang masih saja belum pulang kerja. "Iya El! Sepertinya lembur lagi!" "Kerjaan mbak Lara tidak ada henti - hentinya ya Mas!" "Iya kayaknya El! Mungkin karena sekarang mbak mu sudah naik jabatan, makanya pekerjaannya tambah banyak." "Mas Dika nggak kesepian ditinggal terus sama mbak Lara?" Aku memberanikan diri untuk menanyai mas Dika. "Kesepian? Nggak tuh! Kan ada kamu!" Ucap mas Dika yang kelihatan sedang mencoba menghibur dirinya sendiri. "Ah Mas ini! Kan beda kalau sama aku!" "Mbak Lara mu itu sedang banyak kerjaan! Jadinya Mas harus memaklumi!" Mas Dika masih saja membela mbak Lara. "Tapi kan Mas juga butuh mbak Lara kan? Seharusnya mbak Lara juga harus bisa mengatur waktunya untuk Mas!" "Mbak Lara mu itu tidak perlu harus mengatur waktunya untuk bersama Mas! Kan tiap hari juga mbak Lara mu itu ketemu Mas!" "Kan itu beda Mas!" "Beda gimananya? Sudahlah! Kamu masih anak kecil saja sudah memikirkan masalah orang dewasa!" Mas Dika mengetok kepalaku dengan pelan dengan tanggannya. Mas Dika dan aku dengan berjalannya waktu membuat kami sangat dekat. Aku sangat merasa nyaman kalau berada di dekatnya. Dia begitu dewasa sebagai seorang pria. Bagiku mas Dika itu sosok yang sangat penyayang dan lemah lembut kepada wanita. Dia memang sasok yang aku idam - idamkan kalau memilih seorang suami. Selain itu, dirinya merupakan sosok laki - laki sejati menurutku. Tubuhnya yang atletis dan bau tubuhnya yang wangi, membuatku sangat merasa nyaman. Saat mas Dika mengajariku, seringkali aku salah fokus dengannya. Tatapan matanya sering membuatku salah tingkah. Senyumannya sering membuat hatiku berdebar. "Aduuhhh... Ada apa dengan diriku? Ini nggak mungkin, jangan sampai aku jatuh cinta! Sadar Elsa! Sadarlah! Jangan sampai kamu tertarik dengan saudara iparmu sendiri!" Elsa berusaha menyadarkan dirinya agar jangan punya perasaan yang aneh - aneh terhadap abang iparnya itu.Malam itu aku tidak bisa tidur. Di luar sangat berisik hingga membuat mataku tak bisa aku pejamkan. Mas Dika dan mbak Lara kembali bertengkar. Entah apa yang mereka ributkan. Tapi suara mbak Lara begitu lantang terdengar."KAMU MAS NGGAK PERNAH NGERTIIN AKU! AKU TUH CAPEK MAS KERJA DARI PAGI HINGGA MALAM! KAMU ITU TAK PERNAH NGERTI! MAUNYA CUMAN NGOMEL MULU! AKU CAPEK MAS!" Mbak Lara begitu lantang membentak mas Dika."AKU TAK PERNAH NGERTIIN KAMU? KAMU TU YANG NGGAK PERNAH NGERTIIN AKU! KAMU NGGAK PEDULI BAGAIMANA PERASAAN AKU! AKU INI SUAMI MU LARA! JADI TOLONG HARGAI AKU!""HARGAI APA MAS? KAMU ITU YANG SEPERTI ANAK KECIL! TIDAK MAU MENGALAH!""AKU TAK MAU MENGALAH? BUKANKAH SELAMA INI AKU YANG TERUS MENGALAH? TERUS KAMU APA? KAMU MAKIN MENJADI - JADI MERENDAHKAN HARGA DIRI AKU!"Mereka tampak bertengkar hebat malam itu. Tidak ada satupun diantara mereka yang mau mengalah. Aku tak begitu mengerti apa masalah mereka. Tapi mereka sangat sering tak terlihat akur."Aku hanya meminta se
Mbak Lara dan mas Dika masih belum baikan. Mereka masih saling diam - diaman. Sudah dua hari mereka tak saling tegur satu sama lain. Mas Dika juga tampak lebih sering diam dan tak mau banyak bicara. Bahkan untuk makanpun mereka tak mau saling bersama lagi. Mereka sering sendiri - sendiri. Begitupun juga mbak Lara, dia juga masih keras kepala dan tak mau mengalah. Dia sepertinya juga tak ambil pusing jika mas Dika mencuekannya.Hari ini mbak Lara akan keluar kota. Kali ini Mbak Lara akan pergi sedikit lebih lama. Sekarang kami akan tinggal berdua lagi dengan mas Dika. Mas Dika juga tidak melarang mbak Lara. Dia terlihat tak memperdulikan mbak Lara akan pergi. Bahkan pada saat mbak Lara pergipun, mas Dika lebih memilih menghindar dan pergi keluar rumah."Elsa...!" Terdengar suara mbak Lara memanggilku dari luar kamarku."Iya mbak! Ada apa?" Aku menyahutinya dan pergi kekuar kamar. Mbak Lara ternyata sudah berada di depan kamarku dengan meneteng koper."Mbak rencananya akan kekuar kota.
Aku merasakan betapa rakusnya mas Dika mencium bibirku. Dia melumat bibir ku seakan dia sudah lama tak bercinta. Tangan mas Dika sudah mulai bergerilya di tubuhku. dia mengangkat pakaianku yang malam itu hanya pakai mini dress. Aku sudah tak peduli lagi dengan apapun. Kami berpelukan dan berciuman sangat lama. Sekalarang tangan mas Dika sudah menyentuh bagian dalam punggungku. Tangannya terus kebawah meremas bokongku yang hanya pakai CD."Ouhmm...." Aku mengerang.Mas Dika menghentikan ciumannya. Dia kembali menatap wajahku dan aku juga menatap wajahnya. Kami saling berpandangan. Wajah mas Dika sangat rupawan. Tak ada sepatah katapun keluar dari mulut kami waktu itu. Kemudian tiba - tiba mas Dika membopongku. Dia membawaku ke kamarku. Diperjalanan pergi ke kamar kami terus bertatap - tatapan.Akhirnya kami sampai ke kamarku. Mas Dika membaringkan tubuhku ke ranjang tempat tidur. Ia kemudian membuka baju kaosnya dan terlihat dadanya yang bidang. Kini diapun membuka celananya dihadapank
Aku merasakan betapa rakusnya mas Dika mencium bibirku. Dia melumat bibir ku seakan dia sudah lama tak bercinta. Tangan mas Dika sudah mulai bergerilya di tubuhku. dia mengangkat pakaianku yang malam itu hanya pakai mini dress. Aku sudah tak peduli lagi dengan apapun. Kami berpelukan dan berciuman sangat lama. Sekalarang tangan mas Dika sudah menyentuh bagian dalam punggungku. Tangannya terus kebawah meremas bokongku yang hanya pakai CD."Ouhmm...." Aku mengerang.Mas Dika menghentikan ciumannya. Dia kembali menatap wajahku dan aku juga menatap wajahnya. Kami saling berpandangan. Wajah mas Dika sangat rupawan. Tak ada sepatah katapun keluar dari mulut kami waktu itu. Kemudian tiba - tiba mas Dika membopongku. Dia membawaku ke kamarku. Diperjalanan pergi ke kamar kami terus bertatap - tatapan.Akhirnya kami sampai ke kamarku. Mas Dika membaringkan tubuhku ke ranjang tempat tidur. Ia kemudian membuka baju kaosnya dan terlihat dadanya yang bidang. Kini diapun membuka celananya dihadapank
Kami kelelahan sehabis bertempur semalaman. Mas Dika dan aku tertidur pulas di kamarku. Kami saling berpelukan layaknya pengantin baru. Kami berpelukan dalam keadaan telanjang yang hanya ditutupi oleh selimut.Ditengah malam aku merasakan kembali ada yang sedang menciumi dadaku. Antara sadar dan tidak, aku meresakan ada yang menyetuh selangkanganku. Ada tangan yang mengusap - usap tubuhku dan juga ciuman dileherku.Aku terbangun dan perlahan kubuka mataku. Mas Dika sekarang kembali mencumbuku. Dia menciumi leherku hingga dadaku. Tak ada yang dilewatkannya, hingga kupingku pun diciuminya."Oohh mas Dika!" Lirihku keenakkan.Mas Dika tak memperdulikannya. Dia terus menciumi leherku dan menggigit - gigit kecil hingga meninggalkan bekas disana. Sekarang mas Dika tepat berada diatasku. Dia menindih tubuhku dalam keadaan telanjang. Aku sangat menikmati setiap apa yang dia lakukan."Mas Masukim lagi ya!" Mas Dika berniat untuk menusukku lagi dengan batang supernya. Dia kemudian memberikan ai
Semenjak kejadian malam itu, aku dan mas Dika menghabiskan hari - hariku bersamanya. Kami menikmati waktu bersama sebelum mbak Lara kembali. Banyak kami lakukan berdua, bercumbu dan bermain bersama. Mas Dika sangat menyenangkan, dia juga orang yang sangat humoris. Kami layaknya sepasang kekasih baru yang sedang kasmaran. Kami saling memadu kasih berdua."Elsa! Kamu cantik ya?" Gombal mas Dika."Ah Mas! Mas sukanya ngegomabalin doang!" Balasku."Beneran! Mas nggak bohong! Sumpah deh Mas nggak bohong!" Mas Dika berusaha meyakinkan.Mas Dika terus memuji kecantikanku. Aku dengan kakakku Lara memang dikaruniai penampilan yang cantik dan menarik. Mbak Lara dengan tubuh proposionalnya dan rambut hitam panjang. Sedangkan aku dengan wajah yang terlihat imut kata banyak orang - orang.Mas Dika sangat beruntung memiliki mbak Lara sebagai istrinya. Dulu memang mereka dijuluki sepasang suami istri yang sangat serasi. Mas Dika yang ganteng dan tubuh tinggi, sedangkan mbak Lara perempuan yang canti
Pagi - pagi sekali kami bangun setelah pertempuran semalam. Kami harus bersiap untuk beres - beres karena mbak Lara akan pulang. Agar mbak Lara tidak curiga nantinya. Aku membangunkan mas Dika yang tidur di kamarku."Mas! Bangun Mas!" Aku menepuk - nepuk tubuhnya mas Dika agar bangun."Eeennnggggmmmh..." Mas Dika menggeliat karena kebangun olehku."Ayo bangun Mas! Sekarang sudah pagi! Sebentar lagi mbak Lara pulang! Nanti kalau dia lihat Mas di kamarku gimana? Bisa berabe Mas!" Ucapku meminta mas Dika agar bangun segera."Udah pagi ya?" Tanya mas Dika yang kemudian menutup matanya kembali."Ayo bangun Mas! Kami pindah ke kamarmu saja kalau mau tidur lagi! Jangan tidur di sini!" Pintaku pada mas Dika."Iya iya! Bentar lagi ya El!" Ucap mas Dika yang masih nggak mau bangun."Nggak! Mas harus bangun sekarang! Mas tidur di kamar Mas saja! Sebentar lagi mbak Lara pulang Mas! Aku nggak mau mbal Lara nanti curiga kalau melihat Mas masih di sini!" Ucapku."Iya deh! Bawel amat!" Ucap mas Dika
Sepulangnya mbak Lara, kami berusaha bersikap seperti biasa. Mas Dika memperlakukan aku kembali seperti biasa sebelum kejadian mbak Lara pergi. Aku cukup senang melihat mbak Lara dan mas Dika akur lagi. Tampak mbak Lara kembali bermanja - manja pada mas Dika. Sejujurnya disatu sisi aku merasa senang dengan akurnya mereka. Tapi disisi lain, hatiku mulai merasakan sedikit cemburu dengan kedekatan mereka.Aku bahkan tak sengaja melihat mbak Lara dan mas Dika yang sedang bermesraan berdua. Mereka tampak bercengkrama di ruang tengah. Aku memperhatikannya dari jauh kemesraan itu."Lara! Selama kamu di luar kota ngapain saja Ra? Kok lama gitu? Kerjaannya ngapain aja disana?" Tanya mas Dika pada Mbak Lara."Biasalah Mas! Bertemu dengan nasabah banyak banget! Terus ketemu sama rekan - rekan kerja yang ada di sana!" Jawab mbak Dika."Tiap bulan ketemu nasabah terus! Memang sebanyak apa sih nasabah kamu di sana?""Ya mau gimana lagi Mas! Namanya juga tuntutan pekerjaan! Harus rajin! Kalau nggak
ke dalam rumah."Iya Mas!" Ucapku pada mas Dika.Perasaan canggung menghampiri diriku kala bertemu dengan mas Dika. Hubunganku dengan mas Dika tidak seperti dulu lagi. Biasanya aku tak akan pernah canggung dengan mas Dika. Bahkan aku sering bermanja dengannya. Mas Dika juga sering bercanda denganku. Tapi setelah kejadian itu, aku dan mas Dika tampak memiliki batas. Aku jadi merindukan masa - masa itu bersama mas Dika. Andai aku bisa memutar kembali waktu, tentu aku tak akan pernah melakukan perbuatan terlarang itu bersama mas Dika. Sekarang bahkan sudah terlambat. Ingin bermanja - manja dengan mas Dika rasanya sudah tak mungkin lagi. Bahkan untuk dekat - dekat dengannya pasti akan terulang lagi perbuatan terlarang itu. Aku mulai sekarang harus jaga jarak dengannya."Kamu sudah makan El!" Tanya mas Dika padaku."Belum sih Mas!" Jawabku pada mas Dika."Tadi Mas ada bawa makanan pulang! Kamu makanlah dulu! Nanti kamu bisa lemas karena lapar!" Ucap mas Dika yang menyuruhku agar segera mak
Ketika pulang sekolah, aku lebih memilih untuk berlama - lama di luar. Aku sengaja tidak langsung balik kerumah, karena cuman ada mas Dika di rumah. Aku harus jaga jarak dengan mas Dika. Aku nggak mau tekadku untuk tidak akan tergoda lagi dengan mas Dika, jadi gagal karena pesona mas Dika yang menggoda bagiku.Mas Dika memang orang yang sangat rupawan, terbukti dulu pernah mbak Lara sampai berantem dengan perempuan lain gara - gara ingin menggoda mas Dika. Bahkan tidak hanya satu orang saja yang berusaha mendekati mas Dika. Tapi sangat banyak perempuan - perempuan yang kepincut dengannya. Penampilannya yang gagah, dulu juga mas Dika termasuk pria yang mapan dengan pekerjaan yang bagus. Mungkin namanya juga jodoh, mas Dika lebih memilih mbak Lara daripada perempuan lain.Teman - teman sekolahku juga banyak kepincut dengan pesona mas Dika. Dulu pernah mas Dika menjemputku ke sekolah. Karena aku belum boleh membawa mobil oleh mbak Lara, mas Dika lah yang sering mengantar ku ke sekolah. S
Sudah seminggu kerharmonisan mas Dika dan mbak Lara kembali terbentuk. Bak pengantin baru, mereka menunjukan betapa bahagianya mereka sudah kembali akur lagi. Mbak Lara mungkin benar - benar menyesal karena sudah menelantarkan mas Dika dulu, dan sekarang ia mencoba memperbaiki kesalahannya. Mas Dika juga tampak bahagia dengan keadaan sekarang.Karena kamarku yang bersebelahan dengan mbak Lara dan mas Dika, aku seakan tak bisa dibuat tidur oleh mereka. Bukannya aku merasa gelisah dengan kedekatan mereka lagi, tapi hampir tiap malam aku melihat atau mendengar erangan mbak Lara. Kadang aku juga merasa kesal dengan mereka yang tidak bisa mengontrol diri mereka agar tidak mengeluarkan suara ketika berhubungan intim. Ini bahkan suaranya lebih parah lagi daripada sejal awal - awal menikah. Aku tidak merasa mereka begitu, sekarang malahan suara erangan mbal Lara sampai merusak gendang telingaku."Ahhh.... Ahhh... Aduhhh Massss! Enak sekali sodokan mu Mas! Lebih dalam Masss!" Ucap mbak Lara ya
Setelah mobil bergoyang itu, aku dan mas Dika memutuskan akan kembali pulang. Rencana kami yang akan jalan - jalan tadi akhirnya batal. Aku nggak tahu apa yang merasuki diriku barusan. Semua seperti aku yang hilang kendali. Hanya karena nafsu semata, aku kembali melakukan kembali dengan mas Dika.Setelah sampai di rumah orang tua mas Dika, aku langsung masuk kedalam rumah. Aku pergi membersihkan diri setelah kejadian mobil bergoyang. Aku merasa bersalah atas kejadian tadi. Aku saat itu banyak diam dan tak banyak bicara. Aku lebih mencoba menghindar dari mas Dika.***Pagi ini kami akan pergi kembali pulang ke rumah. Mas Dika akan ikut bersama kami. Dia yang akan menyetir mobil sampai ke rumah. Kami akan menempuh perjalanan delapan jam kembali yang akan membuat tubuh kami akan terasa capek dan pegal - pegal."Ibuk! Pak! Kami mau pamit Buk! Pak! Kami akan kembali ke kota!" Ucap mas Dika kepada kedua orang tuanya."Iya! Kalian hati - hati ya! Jangan ngebut - ngebut bawa mobilnya! Kalau c
Mas Dika melajukan mobilnya perlahan - lahan. Karena kondisi jalan yang tidak bagus. Aku menghadap keluar kaca mobil. Aku tak berani memulai pembicaraan. Sepertinya mas Dika juga sama, dia tak banyak bicara. Kami seakan seperti dua orang yang lagi marahan dan tak saling tegur sapa. Entah kemana mas Dika akan membawaku, yang jelas aku sungguh sama tak peduli lagi dengan pemandangan di kampung itu. Walau pemandangan perkampungan ini sangatlah indah."El!" Sapa mas Dika yang memulai pembicaraan diantara kami. Dengan perasaan canggung, aku menoleh melihat mas Dika. Mas Dika benar - benar sudah membuatku jatuh hati. Wajahnya yang rupawan dan perawakannya yang dewasa. Membuat aku tak bisa berpikir panjang kalau yang ada bersamaku saat ini adalah suami dari kakakku sendiri."Ya Mas!" Balasku dengan suara lirih. Tapi kami kembali dan tak melanjutkan pembicaraan. Kami tidak tahu harus memulai pembicaraan dari mana. Hingga aku dan mas Dika kembali diam - diaman. Karena suasana yang sunyi sepi s
"Oouuhh Maaasshh lebih dalam lagi Maas!" Enak Mas! Yang mentok Maass!" Ucap mbak Lara sambil menahan agar tidak terlalu bersuara. Otak ku jadi ngebleng mendengar rintihan mbak Lara. Mereka benar - benar tidak bisa menahan diri untuk menunda dulu sampai balik lagi ke rumah. Bahkan ketika ada aku yang di dekat merekapun, mereka bergenjotan berdua. Telinga dan mataku pun tak bisa aku ajak kompromi. Panca indra ku seakan makin peka mendengar keduanya mengerang."Duh sial! Kenapa aku harus terjebak di situasi seperti ini?" Ucapku dalam hati yang tidak bisa tidur karena mbak Lara dan mas Dika. Mereka berdua bersetubuh disaat aku ada bersamanya. Mereka bahkan sama sekali tidak memikirkan ku. Erangan mbak Lara makin lama makin kuat. Dia seakan tak bisa menahan suaranya agar tidak keluar. Mas Dika juga tidak memikirkanku yang ada di dekatnya."Eeuuhhh Massss... Enaaakk Mass! Lebih kuat Mas! Lebih dalam! Yang enak Mas!" Ucap mbak Lara sambil ngos - ngosan. Aku yang lama - kelamaan mendengar set
Kurang lebih jam empat sore kami sudah sampai ke kampung mas Dika. Aku segera memakirkan kendaraan kami tepat di depan rumah mas Dika. Suasana kampung sangat terasa sekali di sini. Banyak pemandangan - pemandangan yang memanjakan mata di kampung ini. "Assalamualaikum Ibuk.... Ucap mbak Lara yang langsung masuk ke dalam rumah dan menyalami Ibu mas Dika dan juga Bapaknya. Akupun ikut menyalami mereka berdua. Aku juga memang merasa cukup dekat dengan mereka. Karena setiap mas Dika dan mbak Lara pulang kampung. Aku akan selalu ikut. Tak pernah mereka meninggalkanku sendiri kala mereka pulang kampung. "Waalaikumsalam..." Balas Ibu mas Dika. "Duduk dulu Nak! Perintah Ibu mas Dika. Aku dan mbak Lara kemudian duduk di ruang tamu rumahnya Ibu mas Dika. "Iya Buk!" Jawab mbak Lara. Setelah beberapa saat, mbak Lara kemudian menanyakan dimana mas Dika sekarang. "Mas Dika mana Buk? Kok Lara nggak lihat!" Tanya mbak Lara yang sudah tidak sabar untuk ketemu mas Dika. "Dika nya sedang di belakang
Ditengah keterpurukan mbak Lara yang hampir putus asa mencari mas Dika yang menghilang. Kini mbak Lara hanya banyak melamun seorang diri. Aku merasa sangat kasihan dengan keadaannya yang sekarang. Bahkan mbak Lara sudah beberapa hari ini tidak masuk kerja. Dia mengatakan kalau dia tidak bisa fokus untuk melakukan pekerjaannya saat ini. Maka dari itu ia mengambil cuti untuk beberapa hari ke depan."Sabar Mbak! Mbak jangan seperti ini terus dong! Nanti Mbak bisa sakit Mbak!" Ucapku menasehati mbak Lara. Tapi Mbak seakan tak memperdulikan ku."Memang Mbak! Penyesalan itu datangnya belakangan! Mbak boleh merasa bersalah! Tapi Mbak jangan seperti ini! Lebih baik Mbak perbaiki semua ini kedepannya. Dan biarkan mas Dika pergi dulu untuk sementara! Mungkin dia butuh waktu untuk menenangkan diri Mbak! Kalau mas Dika sudah merasa baikan, ia akan datang kembali Mbak! Yang penting Mbak sabar dan terus berdoa! Agar mas Dika dibukakan pintu hatinya untuk memaafkan Mbak! Dan kembali lagi bersama Mba
Mbak Lara kelihatan sangat panik dengan perginya mas Dika dari rumah. Aku juga tak menyangka kenapa mas Dika memilih untuk pergi. Aku tahu mas Dika mungkin merasa sudah tak tahan dengan kondisi rumah tangganya yang kacau. Tapi tidak seharusnya mas Dika pergi begini."El! Tolong Mbak El! Kita cari mas Dika El! Mbak nggak mau kalau mas Dika meninggalkan Mbak El!" Ucap mbak Lara. Mbak Lara terus menangis, dia tidak rela mas Dika pergi."Mbak sudah pernah menelpon mas Dika Mbak?" Tanyaku pada mbak Lara."Sudah El! Tapi mas Dika ponselnya mati!" Jawab mbak Lara."Terus, apa Mbak sudah pernah menghubungi keluarga mas Dika Mbak? Mungkin saja mas Dik kembali ke kampungnya!" Tanya aku kembali."Baik El! Mbak akan coba menghubungi Ibunya di kampung. Mungkin benar saja mas Dika pulang El!" Jawab mbak Lara. Mbak Lara segera mengambil ponselnya dan mencari nomor telepon orang tua mas Dika yang ada di kampung. Setelah menemukannya, mbak Lara langsung menghubungi nomor tersebut. Dan tak lama kemudia