Share

Pertengkaran

Malam itu aku tidak bisa tidur. Di luar sangat berisik hingga membuat mataku tak bisa aku pejamkan. Mas Dika dan mbak Lara kembali bertengkar. Entah apa yang mereka ributkan. Tapi suara mbak Lara begitu lantang terdengar.

"KAMU MAS NGGAK PERNAH NGERTIIN AKU! AKU TUH CAPEK MAS KERJA DARI PAGI HINGGA MALAM! KAMU ITU TAK PERNAH NGERTI! MAUNYA CUMAN NGOMEL MULU! AKU CAPEK MAS!" Mbak Lara begitu lantang membentak mas Dika.

"AKU TAK PERNAH NGERTIIN KAMU? KAMU TU YANG NGGAK PERNAH NGERTIIN AKU! KAMU NGGAK PEDULI BAGAIMANA PERASAAN AKU! AKU INI SUAMI MU LARA! JADI TOLONG HARGAI AKU!"

"HARGAI APA MAS? KAMU ITU YANG SEPERTI ANAK KECIL! TIDAK MAU MENGALAH!"

"AKU TAK MAU MENGALAH? BUKANKAH SELAMA INI AKU YANG TERUS MENGALAH? TERUS KAMU APA? KAMU MAKIN MENJADI - JADI MERENDAHKAN HARGA DIRI AKU!"

Mereka tampak bertengkar hebat malam itu. Tidak ada satupun diantara mereka yang mau mengalah. Aku tak begitu mengerti apa masalah mereka. Tapi mereka sangat sering tak terlihat akur.

"Aku hanya meminta sedikit waktumu untuk aku! Itu saja! Tapi kenapa kamu tak mengerti itu Lara? Aku sebagai seorang suami juga butuh perhatian dari kamu! Dan kamu tak pernah memberi itu!"

"Kamu tahu sendiri kan Mas! Aku tu sangat capek pergi pagi, pulang malam demi keluarga kita!"

"Demi keluarga kita? Itu demi dirimu sendiri Lara! Kamu nggak pernah memikirkan keluarga kita! Semenjak kamu naik jabatan, kamu mulai berubah! Kamu nggak peduli lagi sama aku! Sama keluarga ini! Yang kamu pedulikan hanya kerja, kerja dan kerja! Waktumu hanya habis dengan pekerjaanmu! Dengan aku? Kamu nggak punya waktu sama sekali!"

"CUKUP MAS! Aku sudah lelah dengan semua ini! Kamu memang tidak peduli dengan perasaan aku! Dan sekarang kamu malah menyalahkan semua padaku! Aku naik jabatan, karena itu adalah hasil kerja kerasku Mas! Seharusnya kamu bangga akan hal itu!"

"Aku nggak tidak ada masalah dengan pekerjaanmu Lara! Aku cuman minta sedikit waktumu untuk aku! Apa aku salah?"

"Memang nggak salah Mas! Tapi tidak untuk sekarang! Kamu tahukan aku akhir - akhir ini banyak kerjaan?"

"Kerjaan lagi! Kerjaan lagi yang ada di otakmu Lara! Apa kamu tak pernah sekalipun memikirkan aku?"

"Kalau aku nggak kerja kita akan makan apa? Bagaimana cara membayar semua tagihan rumah ini? Pikir Mas!"

"Aku bisa Lara! Aku bisa menghidupi kamu! Keluarga ini!"

"Dengan jadi sopir taksi online? Dengan penghasilanmu jadi sopir taksi online nggak akan cukup Mas! Sudahlah Mas! Kamu terima saja kalau aku lebih baik darimu Mas! Dengan kamu cukup duduk - duduk dirumah saja, aku masih bisa memenuhi kebutuhan hidup kita!" Lara sangat meremehin Dika.

"Kamu jangan remehin pekerjaan ku Lara! Walau aku hanya menjadi sopir taksi online, setidaknya aku masih bertanggung jawab sebagai kepala keluarga!"

"Dengan cara apa? Apa bisa kamu Mas dengan menjadi sopir memenuhi semua kebutuhan kita? Bayar tagihan listrik rumah ini saja kamu nggak bisa!"

"LARAAAA!!! Jaga ucapanmu! Aku masih suamimu!"

"Karena aku masih menganggap kamu suamiku Mas! Aku kerja banting tulang membantu keluarga ini! Kamu ngerti nggak Mas!"

"Sudahlah Mas! Aku tak mau lagi berdebat denganmu! Aku mau tidur! Aku mau istirahat. Kamu jangan ganggu aku!"

"Terserah!" Mas Dika sepertinya sangat kecewa dengan mbak Lara. Dia terdengar membanting pintu kamarnya dan pergi tidur di luar.

Malam itu mas Dika dan mbak Lara kembali tidur terpisah. Mbak Lara tidur di kamarnya, sedangkan mas Dika tidur di sofa ruang tamu. Mereka memang sangat sering ribut berdua. Dan jika mereka ribut, mereka akan tidur berpisah. Aku sangat sering menyaksikan kalau mas Dika sangat sering termenung. Dimatanya terlihat jelas ada kesedihan di hatinya. Tapi aku tak bisa berbuat apa - apa. Karena aku masih belum dewasa dan belum mengerti tentang sebuah rumah tangga.

Mas Dika nampak termenung seorang diri. Aku merasakan kesedihan mas Dika begitu dalam. Dia sebenarnya sangat mencintai mbak Lara. Makanya sampai saat ini dia masih bertahan dengan mbak Lara yang begitu tempramen. Dia begitu tampak sabar menahan semua ocehan mbak Lara. Walau kadang dia nggak tahan dan lepas kendali. Akhirnya akan terjadi pertengkaran seperti malam ini.

Bahkan aku juga sering melihat mas Dika menangis di ruang tamu jika ia bertengkar dengan mbak Lara. Aku melihatnya juga sangat kasihan. Seandainya aku bisa menghiburnya, tentu akan aku lakukan. Aku juga sangat menyayanginya sebagai saudara iparku.

***

Paginya mereka bangun seperti biasa. Namun mereka tampak tak saling bicara satu sama lain. Mungkin karena ribut semalam mereka jadi diam - diaman. Aku juga tak berani bertanya. Karena aku juga takut disemprot mbak Lara. Karena mbak Lara kalau lagi marah, sangat menakutkan. Aku sangat takut padanya, apalagi semenjak ia naik jabatan. Dia begitu berubah, dulunya dia sangat perhatian. Sekarang begitu dingin sikapnya. Dia juga sering marah - marah kalau di rumah. Bahkan hal kecilpun kalau ia lihat kalau ia tidak suka, pasti keluar semua sikap cerewetnya. Tak terkecuali aku pasti akan terkena imbasnya. Tapi kulihat mas Dika terlalu sabar menghadapi mbak Lara yang jadi tempramen.

Pagi itu tak ada sarapan dihidangkan. Aku juga tidak berani membahasnya. Karena salah - salah sedikit, tentu aku yang akan jadi korban tempramen mbak Lara. Kalau sudah seperti itu, aku akan langsung pergi kesekolah menaiki taksi.

Ketika aku mau berangkat ke sekolah, kulihat mas Dika masih tertidur di sofa ruang tamu. Wajah yang masih terlihat tampan, bahkan saat tidurpun ia tetap menawan. Aku tak ingin membangunkannya, mungkin dirinya sedang kecapekan sehabis berantam semalam. Entah sampai jam berapa mereka selesai bertengkar. Namun yang pasti itu sudah sangat larut malam.

Aku sebenarnya sangat kasihan pada mas Dika. Semenjak dia di PHK, kehidupannya dengan mbak Lara jadi berubah. Ditambah lagi dengan karier mbak Lara yang semakin hari semakin membaik. Ada kesenjangan yang terjadi diantara mereka. Mereka seringkali berdebat dengan hal nggak jelas. Mereka sering kali ribut dengan sebuah masalah.

Aku juga sebagai adik mbak Lara juga nggak enak hati melihat pertengkaran mereka. Padahal dulu mereka sangat harmonis. Mas Dika sangat baik, bahkan dia tidak mempermasalahkanku untuk tinggal bersama mereka. Bahkan dulu, sewaktu mas Dika masih bekerja. Mas Dika lah yang membiayai sekolahku.

Tapi sekarang, sepertinya mbak Lara sudah melupakan semua perjuangan mas Dika dulu. Saat mereka mulai dari nol, mas Dika begitu sabar dan bertanggung jawab dengan keluarganya. Aku menjadi saksi hidup perjuangan mereka.

Dengan alasan itu aku mengagumi sosok mas Dika. Aku memimpikan akan mendapatkan sosok laki - laki seperti mas Dika. Sosok yang penyayang dan bertanggung jawab dengan keluaranya. Dan tentu juga dengan kegantengannya sebagai nilai plus untuknya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status