Semenjak kejadian malam itu, aku dan mas Dika menghabiskan hari - hariku bersamanya. Kami menikmati waktu bersama sebelum mbak Lara kembali. Banyak kami lakukan berdua, bercumbu dan bermain bersama. Mas Dika sangat menyenangkan, dia juga orang yang sangat humoris. Kami layaknya sepasang kekasih baru yang sedang kasmaran. Kami saling memadu kasih berdua.
"Elsa! Kamu cantik ya?" Gombal mas Dika. "Ah Mas! Mas sukanya ngegomabalin doang!" Balasku. "Beneran! Mas nggak bohong! Sumpah deh Mas nggak bohong!" Mas Dika berusaha meyakinkan. Mas Dika terus memuji kecantikanku. Aku dengan kakakku Lara memang dikaruniai penampilan yang cantik dan menarik. Mbak Lara dengan tubuh proposionalnya dan rambut hitam panjang. Sedangkan aku dengan wajah yang terlihat imut kata banyak orang - orang. Mas Dika sangat beruntung memiliki mbak Lara sebagai istrinya. Dulu memang mereka dijuluki sepasang suami istri yang sangat serasi. Mas Dika yang ganteng dan tubuh tinggi, sedangkan mbak Lara perempuan yang cantik. Mereka dulu juga sangat kompak. Tapi sekarang malah seperti ini, mereka kebanyakan bertengkar daripada bermesraan. Sudah lima hari mbak Lara pergi ke luar kota bersama rekan kerjanya. Rencananya besok mbak Lara akan kembali pulang. Ini adalah malam terakhir bagi aku dan mas Dika. Sesuai perjanjianku dengan mas Dika, kami akan mengakhiri hubungan kami setelah mbak Lara kembali. "Mas! Sepertinya mbak Lara akan kembali besok Mas! Sesuai janji kita, kita akan mengakhiri semua ini. Aku nggak mau menyakiti hati kakakku kalau mbak Lara tahu tentang hubungan kita!" Ucapku yang berada dalam rangkulan mas Dika. Mas Dika menghela nafas panjang. Sepertinya dia keberatan dengan ucapanku. Tapi keputusanku sudah bulat, aku tak akan mengkhiananti mbak Lara lagi. "Apa nggak bisa kita seperti ini terus Elsa? Sejujurnya Mas sangat keberatan kalau harus mengakhiri hubungan kita ini! Mas terlanjur menyukaimu dan mencintaimu!" Ucap mas Dika lirih. Aku segera mengahadap mas Dika dan menatap matanya. "Mas! Kamu harus sadar Mas! Hubungan kita ini, hubungan terlarang Mas! Kamu itu suami dari mbak Lara! Kakak kandungku sendiri Mas! Harus kita akui kalau hubungan kita ini salah Mas! Ini seharusnya tak boleh terjadi!" Aku mengingatkan mas Dika supaya tidak terbawa nafsu. "Mas tahu El! Apa Mas bisa mengendalikan rasa ini? Nggak El! Mas sudah terlanjur mencintaimu!" Ucap mas Dika. Aku kembali meyakinkan mas Dika untuk sadar. Aku tahu dia hanya terbawa suasana. Aku tahu belahan hati ya selama ini adalah mbak Lara. Aku cuman pelampiasan sementara bagi mas Dika. Dan hubungan ini harus kami akhiri segera. "Mas! Kamu harus tahu! Ini sebenarnya tak boleh terjadi! Aku tahu kalau aku ini hanya pelampiasan Mas untuk sementara. Aku juga tahu Mas! Kalau hubungan Mas dengan mbak Lara sedang tidak baik! Tapi setelah berjalan waktu nanti, Mas dan mbak Lara pasti akan membaik! Dan untuk hubungan kita cukup sampai disini saja!" Ucapku tegas. "Tapi bagaimana dengan dirimu? Sebenarnya bagaimana perasaanmu dengan Mas?" Tanya mas Dika. Aku terdiam mendengar pertanyaan mas Dika. Sejujurnya tentu aku akan merasa sedih dengan berakhirnya huhungan ini. Tapi aku sadar kalau hubungan ini tidak mungkin. Aku seharusnya tidak memulai hubungan terlarang ini. Aku telah mengkhianati mbak Lara, kakak ku sendiri. "Kenapa kamu diam Elsa? Apa kamu tidak mencintai Mas?" Tanya mas Dika sekali lagi. "Mas! Jujur aku memang menyayangimu Mas! Aku senang ketika berada di dekatmu! Bahkan sejak pertama kali aku mengenalmu! Aku tahu kamu orang yang baik. Apalagi perhatianmu selama ini padaku Mas! Kamu bahkan memperlakukanku seperti adikmu sendiri! Sejak saat itu aku menyukaimu! Tapi aku sadar Mas! Kamu adalah milik mbak Lara! Dan akan tetap menjadi milik mbak Lara!" Aku menceritakan isi hatiku pada mas Dika yang aku sayangi. "Terus kenapa kamu mau menjalin hubungan seperti ini dengan Mas? Bahkan kamu rela memberikan keperawananmu pada Mas!" Tanya mas Dika kembali. "Awalnya aku hanya merasa kasihan padamu Mas! Aku tahu kamu sudah lama tidak merasakan sentuhan dari mbak Lara. Dan aku tahu kamu butuh itu Mas! Ditambah lagi aku memang menyayangimu! Tidak hanya sebagai abang iparku! Tapi juga sebagai sosok laki - laki yang aku kagumi! Ya, aku memang mengagumimu Mas! Aku mengagumimu sebagai sosok laki - laki yang sempurna!" Ucapku. Mas Dika kemudian terdiam dan menundukan kepalanya. Tak lama setelah itu mas Dika kembali menatapku sambil tersenyum. Aku rasa dia sudah mulai mengerti. "Baiklah El! Kita akan mengakhiri hubungan ini setelah Lara kembali!" Ucap mas Dika yang kembali memelukku. "Ayo kita akhiri dengan hal yang menyenangkan El! Ini malam terakhir kita untuk bersenang - senang. Mas akan beri kesan yang tak akan pernah kamu lupakan seumur hidup Elsa!" Mas Dika kemudian kembali menindih tubuhku. Dia kemudian menciumi bibirku kembali. Aku rasa entah sudah berapa banyak mas Dika menciumi bibirku hari ini. Semenjak malam itu, mas Dika dan aku tak henti - hentinya bergelut manja. Setiap aku pulang sekolah, mas Dika akan menyambutku langsung. Mas Dika bahkan sangat bersemangat ketika bersamaku. Sepertinya mas Dika sedang mendapat sebuah mainan baru. Mas Dika tak hentinya mencumbui bibirku. Tangannya begitu lembut menyentuh tubuhku. Mas Dika begitu memanjakanku dengan sentuhan - sentuhan yang ia berikan. Mas Dika memang ahli dalam memanjakan wanita. "Aaahhh Maaassa..." Erangku ketika mas Dika mencoba memasukan jari - jarinya kedalam belahan kewanitaanku. Dia terus menyodok - nyodokan jaring di celah sempit itu. Sambil sesekali memainkan jarinya di klitorisku. Aku sangat menikmati permainan mas Dika. "Maasshh... Enak ehhmmmm...." Aku rasa celah sempit itu berubah menjadi mata air yang terus mengalir. Celah itu sudah basah dengan banyak lendir yang keluar dari dalam lubang itu. Aku merasakan betapa lembutnya jari - jari mas Dika menyentuh selangkanganku. Tidak itu saja, bibir mas Dika terus mencumbui tubuhku yang sudah tak memiliki pakaian sehelai benangpun. Lidahnya menjelajahi semuanya. Sekarang mas Dika mulai turun dan terus memainkan ludahnya. Sekarang ciuman mas Dika sudah berada di gundukan kecil dibawah pusarku. Mas Dika terus melanjutkan sampai ke celah yang sudah becek karena permainan jari mas Dika. Mas Dika langsung menciumi dan memainkan lidahnya kedaerah klitorisku. Hingga aku menggelinjang keenakan. "Enaaakk... Maass! Terus!" Aku menekan kepala mas Dika lebih dalam ke selangkanganku. Aku meremas rambutnya kuat. Cukup lama mas Dika memainkan lidahnya di selangkanganku itu. Aku benar - benar dimanjalan mas Dika disaat - saat terakhir mbak Lara pulang. Aku sangat kagum dengan suami kakakku ini. Dia begitu ahli dalam hal bercinta. Aku tak habis pikir kenapa mbak Lara memperlakukan mas Dika seperti itu. Dia tak menghargai mas Dika. Bahkan mas Dika meminta untuk dilayani saja, mbak Lara sering menolaknya. Aku tak mengerti apa yang salah dari mas Dika bagi mbak Lara. Selain baik dan ganteng, dia juga orang yang bertanggung jawab. Dan ditambah lagi, miliknya yang super besar dan panjang itu merupakan daya tariknya sebagai laki - laki. Mas Dika benar - benar laki - laki sempurna menurutku. *** Aktivitas kami terhenti sejenak setelah kami mendengar bunyi ponsel yang ada disampingku. Aku segera meraihnya ponsel itu dan kulihat siapa yang menelpon. Ternyata yang menelpon adalah mbak Lara kakakku. Aku jadi bingung, apakah harus aku angkat atau tidak. Karena mas Dika masih saja menjilati selangkanganku sehingga aku kehilangan fokus. "Mas Dika! Mbak Lara menelpon!" Ucapku. Mas Dika seketika mendongak keatas. Dia menatap layar ponselku yang aku hadapkan kearahnya. "Angkat saja!" Perintah mas Dika. "Tapi Mas!" Balasku protes pada mas Dika. "Sudah... Dia nggak akan tahu kok! Pintar - pintar kamu saja jawabnya!" Perintah mas Dika lagi. Kemudian mas Dika kembali melanjutkan aktivitaa oralnya. Aku mengikuti perintah mas Dika untuk mengangkat telepon mbak Lara. "Halo Mbak!" Ucap ku sambil menikmati jilatan mas Dika. "Halo Elsa! Kamu lagi dimana?" Tanya mbak Lara. "Lagi di... Rumah Mbak! Isshhh...aaahhh...!" Aku tak bisa menahan diri untuk menikmati permainan lidah mas Dika. "Mas mu ada di sana Elsa?" Tanya mbak Lara lagi. "Aaa ada Mbak!" Jawabku kembali. "Sedang apan Mas mu Elsa?" Tanya mbak Lara lagi. "Sedang.... Makan es krim mbak!" Jawabku ngasal. "Makan eskrim? Tumben - tumbennya Mas mu makan eskrim? Lagi ada acara apa?" Tanya mbak Lara makin kepo. "Uuuhhh... Nggak tahu Mbaaakk! Iissshhh.... Ahhh...!" Aku makin tak tahan dengan lidahnya mas Dika yang makin menusukku kedalam. "Terus kamu lagi ngapai? Kok suara aneh gitu?" Kalian lagi ngapain sih?" Tanya mbak Lara makin penasaran. "Ini Mbak! Aku lagi makan rujak! Pedas - pedas manis Mbak!" Jawabku makin ngasal. "Makan rujak? Sejak kapan kamu suka makan rujak?" Tanya mbak Lara makin heran. "Sejaak... Mas Dika yang bawa Mbak! Aku jadi suka!" Aku mencoba meyakinkan mbak Lara. Ternyata aku ahli juga dalan hal berbohong. Mbak Lara bisa saja tertipu. Padahal dia tahu sendiri bagaimana rasanya dirujak suaminya itu. Pasti pedas - pedas manis. "Oh Mas Dika yang bawain! Dia emang suka bawa rujak sih! Apalagi rujak kuah kacang, dia sangat suka sekali itu!" Balas mbal Lara yang percaya dengan ucapanku. "Terus sejak kapan Mas mu itu suka makan eskrim? Aku belum pernah lihat dia makan eskrim!" Ujar mbak Lara. "Itu mas Dika makan eskrim ku mbak! Mas Dika tadi minta eskrimku! Katanya cuaca lagi panas! Terus kami tukara, mas Dika dengan eskrim ku. Dan aku minta rujaknya mas Dika!" Ucapku makin mengada - ada. Mas Dika kemudian tersenyum tipis mendengar omonganku dengan mbak Lara. Dia kemudian makin jahil mengerjaiku. "Aaaww... Issh..." Mas Dika menggigit kecil belahan intimku. Sehingga aku sedikit kesakitan, tapi rasanya sangat enak. "Kenapa El?" Tanya mbak Lara penasaran. "Nggak apa - apa kok Mbak. Ada semut yang menggigitku Mbak!" Jawabku. "Semut? Semut apa yang menggigitmu?" "Ini Mbak semut! Dia suka sekali menggigitku Mbak! Mungkin aku terlalu manis ya Mbak! Makanya semut pada suka menggigitku!" Gurauku. "Alah kamu ini! Ada - ada saja!" " Elsa! Kamu bilangin sama Masmu! Jangan asik makan eskrim saja! Makan nasi tu sana! Nanti dia bisa sakit perut!" Perintah mbak Lara. "Mbak bilang saja sendir sama mas Dika Mbak! Tuh orangnya disana!" "Nggak ah! Kamu saja yang bilang! Mbak nggak mau! Mbak masih marah sama Mas mu!" Ucap mbak Lara. "Kenapa marah sih Mbak? Nih katanya mas Dika kangen sama Mbak!" Gurauku. "Mbak percaya! Kalau Mas mu itu kangen, pasti dia yang akan telepon Mbak! Ini nggak sama sekali! Mas mu itu nggak ada tanya kabar Mbak gimana!" "Aduhhh.... Isshh... Oohh...!" Erangku. "Kenapa? Kepedasan lagi? Udah! Jangan ngerujak lagi!" Nanti perutmu sakit! Kalian ini sama saja! Yang satu asik ngerujak, yang satu lagi jilati eskrim!" "Oh ya sudahlah! Mbak sudahi dulu ya! Bilang sama mas Dika kalau Mbak akan pulang besok! Kamu baik - baik ya sama Mas mu itu!" Ucal mbal Lara. "Iyaa Mbak!" Ucapku. Mbak Lara langsung mematikan teleponnya. Setelah telepon mbal Lara mati, mas Dika kemudian tertawa terbahak - bahak. Dia merasa terhibur dengan omongan aku dengan mbak Lara melalui telepon tadi. "Hahaha.... Lucu sekali kamu El!" Ucap mas Dika. "Apanya yang lucu Mas? Mas ini pasti sengaja kan buat aku seperti itu?" Kesalku pada mas Dika. "Hahaha...." Mas Dika kembali menjilatiku. Kami kembali melanjutkan permainan kami. Kami menikmati malam yang tersisa bagi kami, sebelum mbak Lara kembali.Pagi - pagi sekali kami bangun setelah pertempuran semalam. Kami harus bersiap untuk beres - beres karena mbak Lara akan pulang. Agar mbak Lara tidak curiga nantinya. Aku membangunkan mas Dika yang tidur di kamarku."Mas! Bangun Mas!" Aku menepuk - nepuk tubuhnya mas Dika agar bangun."Eeennnggggmmmh..." Mas Dika menggeliat karena kebangun olehku."Ayo bangun Mas! Sekarang sudah pagi! Sebentar lagi mbak Lara pulang! Nanti kalau dia lihat Mas di kamarku gimana? Bisa berabe Mas!" Ucapku meminta mas Dika agar bangun segera."Udah pagi ya?" Tanya mas Dika yang kemudian menutup matanya kembali."Ayo bangun Mas! Kami pindah ke kamarmu saja kalau mau tidur lagi! Jangan tidur di sini!" Pintaku pada mas Dika."Iya iya! Bentar lagi ya El!" Ucap mas Dika yang masih nggak mau bangun."Nggak! Mas harus bangun sekarang! Mas tidur di kamar Mas saja! Sebentar lagi mbak Lara pulang Mas! Aku nggak mau mbal Lara nanti curiga kalau melihat Mas masih di sini!" Ucapku."Iya deh! Bawel amat!" Ucap mas Dika
Sepulangnya mbak Lara, kami berusaha bersikap seperti biasa. Mas Dika memperlakukan aku kembali seperti biasa sebelum kejadian mbak Lara pergi. Aku cukup senang melihat mbak Lara dan mas Dika akur lagi. Tampak mbak Lara kembali bermanja - manja pada mas Dika. Sejujurnya disatu sisi aku merasa senang dengan akurnya mereka. Tapi disisi lain, hatiku mulai merasakan sedikit cemburu dengan kedekatan mereka.Aku bahkan tak sengaja melihat mbak Lara dan mas Dika yang sedang bermesraan berdua. Mereka tampak bercengkrama di ruang tengah. Aku memperhatikannya dari jauh kemesraan itu."Lara! Selama kamu di luar kota ngapain saja Ra? Kok lama gitu? Kerjaannya ngapain aja disana?" Tanya mas Dika pada Mbak Lara."Biasalah Mas! Bertemu dengan nasabah banyak banget! Terus ketemu sama rekan - rekan kerja yang ada di sana!" Jawab mbak Dika."Tiap bulan ketemu nasabah terus! Memang sebanyak apa sih nasabah kamu di sana?""Ya mau gimana lagi Mas! Namanya juga tuntutan pekerjaan! Harus rajin! Kalau nggak
Revan kembali menyatakan cintanya padaku. Sudah seringkali Revan mengungkapkannya padaku. Tapi aku selalu menolaknya. Bukan karena alasan fisik ataupun yang lain. Revan orangnya sangat tampan dan dia juga orang yang friendly kepada siapa saja. Dia juga luwes dalam bergaul. Tapi aku entah kenapa aku tidak tertarik dengannya.Sejujurnya aku lebih menyukai pria yang lebih tua dariku dan juga terlihat dewasa. Seperti mas Dika, dia adalah tipe laki - laki impianku. Aku tidak juga membenci Revan, aku sebenarnya menyukai Revan, tapi itu hanya sebatas suka. Dan kali ini dia juga kembali menyatakan cinta padaku. Aku bingung harus menjawab apa. Karena aku sudah seringkali menolaknya. Bahkan aku juga pernah menggantung perasaannya. Tapi dia masih saja gigih untuk mendekatiku."Gimana El? Kamu mau nggak jadi pacarku?" Tanya Revan kembali."Gimana ya Rev! Aku bukannya tidak menyukaimu! Sejujurnya aku senang bisa dekat denganmu. Tapi aku nggak tahu bagaimana sebenarnya perasaan yang aku miliki untu
Mas Dika terus berupaya memperkaosku. Aku tak bisa menahannya, dia terlalu kuat. Mas Dika makin berani menyentuhku, mendaratkan ciumannya di bibirku dan bahkan menjilati belahan selangkanganku.Jilatan mas Dika membuatku hilang kendali. Aku mulai menikmati setiap sentuhan lidah mas Dika. Mas Dika dengan rakusnya menjilati belahan itu sampai terasa becek dan geli - geli nikmat. Yang membuatku makin terbawa suasana menikmatinya."Jangan Maasss.... Aduuuuhh... Aaahhh..." Aku menggelinjang nikmat. Mas Dika tiada hentinya memaikan lidahnya di sana. Bahkan ia mulain menusuk - nusuk belahan itu dengan lidahnya. Ia juga memainkan klitorisku. Aku yang tadinya memberontak, kini mulai pasrah menikmat permainan mas Dika.Setelah puas bermain di area selangkanganku, mas Dika mengehentikannya seketika. Dia kemudian kembali duduk di hadapanku. Dengan senyuman manisnya, ia melepaskan seluruh pakaiannya. Kini mas Dika ikut telanjang bulat dihadapanku. Lalu ia memainkan batang kejantanannya yang membes
Aku mulai bosan dengan aktivitas ku kali ini. Aku juga mulai bosan dengan suasana rumah. Ketemu mas Dika dan juga mbak Lara yang tiap harinya bertengkar terus. Akibatnya aku mulai tak betah di rumah. Aku akhirnya meminta Revan untuk nongkrong keluar."Rev! Kamu lagi ngapain?" Tanyaku melalui sambungan telepon."Di rumah saja El!? Jawab Revan. " Emang kenapa?" Tanya Revan."Kita keluar yuk!" Ajak ku pada Revan. "Aku suntuk nih di rumah!" Tambah ku."Oh kebetulan sekali El. Tadi temen- temen aku ngajak nongkrong. Gimana kalau kamu ikut aku?" Tanya Revan."Ok Rev! Kamu jemput aku ya!"Akupun segera siap - siap untuk pergi. Aku mengganti pakaianku dengan rapi dan setelah itu menunggu Revan datang menjemputku.Tak lama setelah itu Revan datang menjemputku dengan mobilnya. Aku segera keluar menghampiri mobil Revan yang sudah terparkir di depan rumah."Hai El! Sudah lama nunggu?" Tanya Revan saat aku masuk kedalam mobilnya."Nggak juga Rev! Yuk kita jalan!" Jawabku.Revanpun melajukan mobiln
Perjalan kami lanjutkan dan berharap kami akan segera mencapai puncak. Kami sudah sama - sama keletihan. Kami berhenti kembali untuk istirahat. Tenaga kami benar - benar sudah terkuras. Air minum yang kami bawa khusus untuk perjalanan mendaki sudah semakin menipis."Nan! Istirahat dulu yuk! Cewek gua sudah sangat kecapekan nih!" Ucap Revan yang melihatku sudah sangat keletihan."Ok! Kita istirahat dulu di sini! Sebentar lagi kita akan mencapai lereng yang landai diatas sana. Kita akan mendirikan tenda di sana nanti!" Ucap Adnan.Kami langsung kembali mencari tempat untuk istirahat. Aku menyandar di bahunya Revan. Kali ini tenagaku benar - benar habis terkuras. Revan kemudian meraih air minum dan memberikannya untukku."Minum dulu El!" Pintanya. Aku kemudian meneguk air yang diberikan Revan untuk ku. Aku meneguknya cukup banyak. Rasa haus yang menderaku serasa hilang seketika. Aku mengeluarkan makanan kecil dari tas ranselku."Yuk ngemil dulu guys!" Aku memberikan ke teman - teman Reva
Seluruh kepalaku terasa nyut - nyutan saking pegalnya. Apalagi kaki ku yang sudah tak tertahankan lagi. Pengalaman pertama ku mendaki gunung membuat tubuhku terasa nyeri. Revan mengantarkan ku kembali pulang, setelah dua malam berkemah di puncak gunung yang baru pertama kali aku daki."Rev, makasih ya Rev! Sudah mengantarkan ku pulang!" Ucapku pada Revan. "Kamu nggak masuk ke dalam dulu?" Aku mengajak Revan untuk singgah di rumahku."Nggak usah El! Aku balik saja ke rumah! Aku tahu kok, kamu pasti capek dan ingin istirahat! Sebaiknya aku pulang saja!" Balas Revan yang tidak mau singgah dahulu.Akupun keluar dari mobil Revan dan segera masuk ke dalam rumah. Aku melangkahkan kaki ku pelan, karena aku merasa kaki ku sudah pegal sekali. Aku juga ingin mandi terlebih dahulu, karena sudah dua hari aku tidak mandi. Seluruh badanku sudah bau keringat."Duh bau badanku! Aku sendiri tak tahan dengan bau badanku, apalagi orang lain." Aku menyipitkan mata dan menutup hidungku ketika mencium bau b
Mereka tak bosan - bosannya terus bertengkar. Aku tak mengerti apa yang ada dijalan pikiran mereka. Hampir tiap hari rumah ini terjadi keributan. Akupun sudah sangat capek mendengar pertengkaran mereka. Entah kapan semua ini akan berakhir.Kali ini yang jadi bahan pertengkaran mbak Lara dengan mas Dika adalah masalah chat mbak Lara dengan seseorang yang mematik api kecemburuan pada mas Dika. Entah bagaimana caranya mas Dika sampai bisa melihat chat antara mbak Lara dengan orang tersebut. Tapi yang pasti itu membuat mas Dika menjadi naik darah."Aku jujur Mas! Chat itu hanyalah chat biasa antara aku dan teman - temanku. Panggilan sayang atau apa, itu biasa Mas! Percayalah Mas!" Ucap mbak Lara yang terus mencoba menenangkan mas Dika yang emosian. Tapi mas Dika hanya diam dan mencoba meredam api cemburunya itu. Dia tampak terduduk di sebuah kursi yang ada di dekat mereka. Sementara mbak Lara kembali membujuk mas Dika agar percaya padanya. Aku yang tak tahu apa - apa hanya bisa melihat me