Perjalan kami lanjutkan dan berharap kami akan segera mencapai puncak. Kami sudah sama - sama keletihan. Kami berhenti kembali untuk istirahat. Tenaga kami benar - benar sudah terkuras. Air minum yang kami bawa khusus untuk perjalanan mendaki sudah semakin menipis."Nan! Istirahat dulu yuk! Cewek gua sudah sangat kecapekan nih!" Ucap Revan yang melihatku sudah sangat keletihan."Ok! Kita istirahat dulu di sini! Sebentar lagi kita akan mencapai lereng yang landai diatas sana. Kita akan mendirikan tenda di sana nanti!" Ucap Adnan.Kami langsung kembali mencari tempat untuk istirahat. Aku menyandar di bahunya Revan. Kali ini tenagaku benar - benar habis terkuras. Revan kemudian meraih air minum dan memberikannya untukku."Minum dulu El!" Pintanya. Aku kemudian meneguk air yang diberikan Revan untuk ku. Aku meneguknya cukup banyak. Rasa haus yang menderaku serasa hilang seketika. Aku mengeluarkan makanan kecil dari tas ranselku."Yuk ngemil dulu guys!" Aku memberikan ke teman - teman Reva
Seluruh kepalaku terasa nyut - nyutan saking pegalnya. Apalagi kaki ku yang sudah tak tertahankan lagi. Pengalaman pertama ku mendaki gunung membuat tubuhku terasa nyeri. Revan mengantarkan ku kembali pulang, setelah dua malam berkemah di puncak gunung yang baru pertama kali aku daki."Rev, makasih ya Rev! Sudah mengantarkan ku pulang!" Ucapku pada Revan. "Kamu nggak masuk ke dalam dulu?" Aku mengajak Revan untuk singgah di rumahku."Nggak usah El! Aku balik saja ke rumah! Aku tahu kok, kamu pasti capek dan ingin istirahat! Sebaiknya aku pulang saja!" Balas Revan yang tidak mau singgah dahulu.Akupun keluar dari mobil Revan dan segera masuk ke dalam rumah. Aku melangkahkan kaki ku pelan, karena aku merasa kaki ku sudah pegal sekali. Aku juga ingin mandi terlebih dahulu, karena sudah dua hari aku tidak mandi. Seluruh badanku sudah bau keringat."Duh bau badanku! Aku sendiri tak tahan dengan bau badanku, apalagi orang lain." Aku menyipitkan mata dan menutup hidungku ketika mencium bau b
Mereka tak bosan - bosannya terus bertengkar. Aku tak mengerti apa yang ada dijalan pikiran mereka. Hampir tiap hari rumah ini terjadi keributan. Akupun sudah sangat capek mendengar pertengkaran mereka. Entah kapan semua ini akan berakhir.Kali ini yang jadi bahan pertengkaran mbak Lara dengan mas Dika adalah masalah chat mbak Lara dengan seseorang yang mematik api kecemburuan pada mas Dika. Entah bagaimana caranya mas Dika sampai bisa melihat chat antara mbak Lara dengan orang tersebut. Tapi yang pasti itu membuat mas Dika menjadi naik darah."Aku jujur Mas! Chat itu hanyalah chat biasa antara aku dan teman - temanku. Panggilan sayang atau apa, itu biasa Mas! Percayalah Mas!" Ucap mbak Lara yang terus mencoba menenangkan mas Dika yang emosian. Tapi mas Dika hanya diam dan mencoba meredam api cemburunya itu. Dia tampak terduduk di sebuah kursi yang ada di dekat mereka. Sementara mbak Lara kembali membujuk mas Dika agar percaya padanya. Aku yang tak tahu apa - apa hanya bisa melihat me
Aku tak menyangka mbak Lara sudah ada di belakang kami. Keringat dingin sudah membanjiri tubuhku. Aku takut mbak Lara mendengarkan pembicaraan aku dengan Mas Dika."Mbak Lara! Sejak kapan Mbak di sini?" Tanyaku gelagapan."Kalian ngapain? Apa yang kalian bicarakan?" Tanya mbak Lara. Jantungku langsung mereda. Detakkan jantungku yang seakan memberontak tadi, akhirnya mereda kembali. Sepertinya mbak Lara tidak mendengar apa yang kami bicarakan tadi."Oh nggak kok Mbak!" Jawabku. "Kami cuman ngomongin hal yang biasa!" Aku terpaksa berbohong pada mbak Lara. Aku tidak mau mbak Lara mengetahui tentang hubungan gelap kami."Nggak! Bukan itu! Mbak tadi dengar pembicaraan kalian!" Ucapan mbak Lara membuat jantungku kembali mau copot. Aku tak menyangka mbak Lara mendengar pembicaraan kami. Aku hanya bisa menunduk karena takut. Mbak Lara pasti marah padaku karena aku telah mengkhianati mbak Lara."Mas Dika! Mas kenapa sih mengadu dengan Elsa tentang permasalahan kita?" Dia masih kecil Mas! Dia t
Revan membawaku datang ke rumahnya. Rumahnya tampak megah dan besar. Aku tak menyangka Revan adalah anak dari orang kaya. Tapi gaya hidup Revan lebih cenderung sederhana."Minum apa El?" Revan menawarkan minuman padaku."Oh nggak usah repot - repot Rev!" Ucapku yang menolak tawaran Revan."Baiklah El! Tapi kalau kamu haus atau lapar, nanti bilang ke aku! Aku akan meminta Bibi membuatkan makanan untuk mu!" Ucap Revan yang di balas dengan senyuman ku."Aku mau mandi bentar ya dan ganti baju dulu! Gerah nih El! Kamu tunggu di sini! Aku hanya sebentar kok!" Ucap Revan."Ok. Kamu tenang saja Rev! Aku kelihatannya betah kok di sini!" Balasku dengan senyuman.Revan kemudian pergi ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya sendiri. Sedangkan aku menunggu di dalam kamar Revan yang besar ini. Kamar Revan sangat bersih dan rapi, serta dengan pemandangan dari jendela yang indah. Langsung menghadap ke luar rumah.Aku melihat - lihat semua barang yang ada di kamar Revan. Kamar yang sangat khas deng
Aku melihat keluguan Revan yang gemetaran ketika akan memijat punggungku. Saking groginya Revan memilih untuk pergi dengan berpura - pura untuk mengambil air minum. Padahal sebenarnya Revan sudah on."Ambilin aku juga ya Rev! Aku juga haus!" Pintaku pada Revan yang ingin mengambil air minum."Ok El!" Ucap Revan yang kemudian pergi meninggalkan ku di kamarnya untuk mengambil minuman.Aku menunggu Revan yang pergi ke dapur. Sambil menonton film yang diputar Revan, aku menunggunya untuk kembali. Revan cukup lama untuk lama. Aku tak tahu entah apa yang dibuatnya di belakang. Hampir lima belas menit aku menunggunya di kamar Revan."Revan lagi ngapain sih? Kok lama ya?" Tanya ku dalam hati. Aku masih ingin melihat kelakuan Revan yang grogi karena bersamaku. Lagian Revan belum selesai memijat pinggangku. Pinggangku masih merasa sakit - sakit.Setelah lama menunggu, akhirnya Revan datang dengan membawa dua gelas jus dan cemilan. Dengan senyum semeringah Revan membawanya dan menaruh di depanku
Aku melihat keluguan Revan yang gemetaran ketika akan memijat punggungku. Saking groginya Revan memilih untuk pergi dengan berpura - pura untuk mengambil air minum. Padahal sebenarnya Revan sudah on."Ambilin aku juga ya Rev! Aku juga haus!" Pintaku pada Revan yang ingin mengambil air minum."Ok El!" Ucap Revan yang kemudian pergi meninggalkan ku di kamarnya untuk mengambil minuman.Aku menunggu Revan yang pergi ke dapur. Sambil menonton film yang diputar Revan, aku menunggunya untuk kembali. Revan cukup lama untuk lama. Aku tak tahu entah apa yang dibuatnya di belakang. Hampir lima belas menit aku menunggunya di kamar Revan."Revan lagi ngapain sih? Kok lama ya?" Tanya ku dalam hati. Aku masih ingin melihat kelakuan Revan yang grogi karena bersamaku. Lagian Revan belum selesai memijat pinggangku. Pinggangku masih merasa sakit - sakit.Setelah lama menunggu, akhirnya Revan datang dengan membawa dua gelas jus dan cemilan. Dengan senyum semeringah Revan membawanya dan menaruh di depanku
Mbak Lara kelihatan sangat panik dengan perginya mas Dika dari rumah. Aku juga tak menyangka kenapa mas Dika memilih untuk pergi. Aku tahu mas Dika mungkin merasa sudah tak tahan dengan kondisi rumah tangganya yang kacau. Tapi tidak seharusnya mas Dika pergi begini."El! Tolong Mbak El! Kita cari mas Dika El! Mbak nggak mau kalau mas Dika meninggalkan Mbak El!" Ucap mbak Lara. Mbak Lara terus menangis, dia tidak rela mas Dika pergi."Mbak sudah pernah menelpon mas Dika Mbak?" Tanyaku pada mbak Lara."Sudah El! Tapi mas Dika ponselnya mati!" Jawab mbak Lara."Terus, apa Mbak sudah pernah menghubungi keluarga mas Dika Mbak? Mungkin saja mas Dik kembali ke kampungnya!" Tanya aku kembali."Baik El! Mbak akan coba menghubungi Ibunya di kampung. Mungkin benar saja mas Dika pulang El!" Jawab mbak Lara. Mbak Lara segera mengambil ponselnya dan mencari nomor telepon orang tua mas Dika yang ada di kampung. Setelah menemukannya, mbak Lara langsung menghubungi nomor tersebut. Dan tak lama kemudia
Mas Dika terlalu dekat denganku. Wajahnya yang manis, ditambah dengan penerangan dari ponsel. Itu membuat mas Dika makin ganteng menurutku. Aku tak sabar lagi ingin melumat bibirnya itu dengan segera. Sepertinya candu dalam diriku sangat susah hilang. Karena ada saja kesempatan untukku bisa berduaan dengan mas Dika.Dengan jarak sedekat ini, aku bisa saja melayangkan ciumanku pada mas Dika. Abang ipar aku itu benar - benar menggoda. Aku yakin, siapapun dalam kondisi ini tidak akan bisa bertahan untuk segera melumat bibir indah milik mas Dika itu."Mas Dika benar - benar sempurna!" Pujiku dalam hati. Seketika aku kembali tersadar kalau aku tidak boleh terbawa godaan. Namun setan dalam hatiku terus berbisik untuk segera mencumbu mas Dika yang sedang konsentrasi itu. Imanku seakan naik turun secara drastis."El! Sekarang kamu ngerti kan?" Tanya mas Dika yang seketika lamunanku jadi buyar."Eh iya Mas! A ha!" Jawabku tiba - tiba."Apanya yang ita El?" Tanya mas Dika kembali."Itu... A...
Aku memutuskan menerima bantuan mas Dika untuk menyelesaikan tugas fisika yang membuat otakku buntu itu. Tapi aku masih berusaha untuk menahan diri agar tidak terlalu dekat dengan mas Dika. Karena kalau sampai aku dekat - dekat dengannya, aku pasti akan tergoda lagi. Apalagi pesona mas Dika sudah meracuni pikiranku."Ayo geser sini! Ngapain jauh - jauhan begitu duduknya? Mas susah untuk menjelaskan sama kamu! Sudah dekat saja otakmu masih susah menerima penjelasan dari Mas! Apalagi kalau jauh begitu duduknya!" Ucap mas Dika yang memintaku untuk mendekat duduknya dengan dirinya."Iya iya!" Ucapku judes. "Makin dekat duduknya makin nggak bisa otakku menerima pelajaran darimu Mas!" Ucapku dalam hati. Aku kemudian menggeser dudukku dekat mas Dika. Kemudian mas Dika mengambil buku ku dan mempelajarinya terlebih dahulu lalu mengajarkan kembali padaku."Sini bukunya! Mas pelajari dulu sebentar!" Ucap mas Dika yang langsung mengambil bukuku dari tanganku. Aku membiarkan mas Dika mempelajari s
ke dalam rumah."Iya Mas!" Ucapku pada mas Dika.Perasaan canggung menghampiri diriku kala bertemu dengan mas Dika. Hubunganku dengan mas Dika tidak seperti dulu lagi. Biasanya aku tak akan pernah canggung dengan mas Dika. Bahkan aku sering bermanja dengannya. Mas Dika juga sering bercanda denganku. Tapi setelah kejadian itu, aku dan mas Dika tampak memiliki batas. Aku jadi merindukan masa - masa itu bersama mas Dika. Andai aku bisa memutar kembali waktu, tentu aku tak akan pernah melakukan perbuatan terlarang itu bersama mas Dika. Sekarang bahkan sudah terlambat. Ingin bermanja - manja dengan mas Dika rasanya sudah tak mungkin lagi. Bahkan untuk dekat - dekat dengannya pasti akan terulang lagi perbuatan terlarang itu. Aku mulai sekarang harus jaga jarak dengannya."Kamu sudah makan El!" Tanya mas Dika padaku."Belum sih Mas!" Jawabku pada mas Dika."Tadi Mas ada bawa makanan pulang! Kamu makanlah dulu! Nanti kamu bisa lemas karena lapar!" Ucap mas Dika yang menyuruhku agar segera mak
Ketika pulang sekolah, aku lebih memilih untuk berlama - lama di luar. Aku sengaja tidak langsung balik kerumah, karena cuman ada mas Dika di rumah. Aku harus jaga jarak dengan mas Dika. Aku nggak mau tekadku untuk tidak akan tergoda lagi dengan mas Dika, jadi gagal karena pesona mas Dika yang menggoda bagiku.Mas Dika memang orang yang sangat rupawan, terbukti dulu pernah mbak Lara sampai berantem dengan perempuan lain gara - gara ingin menggoda mas Dika. Bahkan tidak hanya satu orang saja yang berusaha mendekati mas Dika. Tapi sangat banyak perempuan - perempuan yang kepincut dengannya. Penampilannya yang gagah, dulu juga mas Dika termasuk pria yang mapan dengan pekerjaan yang bagus. Mungkin namanya juga jodoh, mas Dika lebih memilih mbak Lara daripada perempuan lain.Teman - teman sekolahku juga banyak kepincut dengan pesona mas Dika. Dulu pernah mas Dika menjemputku ke sekolah. Karena aku belum boleh membawa mobil oleh mbak Lara, mas Dika lah yang sering mengantar ku ke sekolah. S
Sudah seminggu kerharmonisan mas Dika dan mbak Lara kembali terbentuk. Bak pengantin baru, mereka menunjukan betapa bahagianya mereka sudah kembali akur lagi. Mbak Lara mungkin benar - benar menyesal karena sudah menelantarkan mas Dika dulu, dan sekarang ia mencoba memperbaiki kesalahannya. Mas Dika juga tampak bahagia dengan keadaan sekarang.Karena kamarku yang bersebelahan dengan mbak Lara dan mas Dika, aku seakan tak bisa dibuat tidur oleh mereka. Bukannya aku merasa gelisah dengan kedekatan mereka lagi, tapi hampir tiap malam aku melihat atau mendengar erangan mbak Lara. Kadang aku juga merasa kesal dengan mereka yang tidak bisa mengontrol diri mereka agar tidak mengeluarkan suara ketika berhubungan intim. Ini bahkan suaranya lebih parah lagi daripada sejal awal - awal menikah. Aku tidak merasa mereka begitu, sekarang malahan suara erangan mbal Lara sampai merusak gendang telingaku."Ahhh.... Ahhh... Aduhhh Massss! Enak sekali sodokan mu Mas! Lebih dalam Masss!" Ucap mbak Lara ya
Setelah mobil bergoyang itu, aku dan mas Dika memutuskan akan kembali pulang. Rencana kami yang akan jalan - jalan tadi akhirnya batal. Aku nggak tahu apa yang merasuki diriku barusan. Semua seperti aku yang hilang kendali. Hanya karena nafsu semata, aku kembali melakukan kembali dengan mas Dika.Setelah sampai di rumah orang tua mas Dika, aku langsung masuk kedalam rumah. Aku pergi membersihkan diri setelah kejadian mobil bergoyang. Aku merasa bersalah atas kejadian tadi. Aku saat itu banyak diam dan tak banyak bicara. Aku lebih mencoba menghindar dari mas Dika.***Pagi ini kami akan pergi kembali pulang ke rumah. Mas Dika akan ikut bersama kami. Dia yang akan menyetir mobil sampai ke rumah. Kami akan menempuh perjalanan delapan jam kembali yang akan membuat tubuh kami akan terasa capek dan pegal - pegal."Ibuk! Pak! Kami mau pamit Buk! Pak! Kami akan kembali ke kota!" Ucap mas Dika kepada kedua orang tuanya."Iya! Kalian hati - hati ya! Jangan ngebut - ngebut bawa mobilnya! Kalau c
Mas Dika melajukan mobilnya perlahan - lahan. Karena kondisi jalan yang tidak bagus. Aku menghadap keluar kaca mobil. Aku tak berani memulai pembicaraan. Sepertinya mas Dika juga sama, dia tak banyak bicara. Kami seakan seperti dua orang yang lagi marahan dan tak saling tegur sapa. Entah kemana mas Dika akan membawaku, yang jelas aku sungguh sama tak peduli lagi dengan pemandangan di kampung itu. Walau pemandangan perkampungan ini sangatlah indah."El!" Sapa mas Dika yang memulai pembicaraan diantara kami. Dengan perasaan canggung, aku menoleh melihat mas Dika. Mas Dika benar - benar sudah membuatku jatuh hati. Wajahnya yang rupawan dan perawakannya yang dewasa. Membuat aku tak bisa berpikir panjang kalau yang ada bersamaku saat ini adalah suami dari kakakku sendiri."Ya Mas!" Balasku dengan suara lirih. Tapi kami kembali dan tak melanjutkan pembicaraan. Kami tidak tahu harus memulai pembicaraan dari mana. Hingga aku dan mas Dika kembali diam - diaman. Karena suasana yang sunyi sepi s
"Oouuhh Maaasshh lebih dalam lagi Maas!" Enak Mas! Yang mentok Maass!" Ucap mbak Lara sambil menahan agar tidak terlalu bersuara. Otak ku jadi ngebleng mendengar rintihan mbak Lara. Mereka benar - benar tidak bisa menahan diri untuk menunda dulu sampai balik lagi ke rumah. Bahkan ketika ada aku yang di dekat merekapun, mereka bergenjotan berdua. Telinga dan mataku pun tak bisa aku ajak kompromi. Panca indra ku seakan makin peka mendengar keduanya mengerang."Duh sial! Kenapa aku harus terjebak di situasi seperti ini?" Ucapku dalam hati yang tidak bisa tidur karena mbak Lara dan mas Dika. Mereka berdua bersetubuh disaat aku ada bersamanya. Mereka bahkan sama sekali tidak memikirkan ku. Erangan mbak Lara makin lama makin kuat. Dia seakan tak bisa menahan suaranya agar tidak keluar. Mas Dika juga tidak memikirkanku yang ada di dekatnya."Eeuuhhh Massss... Enaaakk Mass! Lebih kuat Mas! Lebih dalam! Yang enak Mas!" Ucap mbak Lara sambil ngos - ngosan. Aku yang lama - kelamaan mendengar set
Kurang lebih jam empat sore kami sudah sampai ke kampung mas Dika. Aku segera memakirkan kendaraan kami tepat di depan rumah mas Dika. Suasana kampung sangat terasa sekali di sini. Banyak pemandangan - pemandangan yang memanjakan mata di kampung ini. "Assalamualaikum Ibuk.... Ucap mbak Lara yang langsung masuk ke dalam rumah dan menyalami Ibu mas Dika dan juga Bapaknya. Akupun ikut menyalami mereka berdua. Aku juga memang merasa cukup dekat dengan mereka. Karena setiap mas Dika dan mbak Lara pulang kampung. Aku akan selalu ikut. Tak pernah mereka meninggalkanku sendiri kala mereka pulang kampung. "Waalaikumsalam..." Balas Ibu mas Dika. "Duduk dulu Nak! Perintah Ibu mas Dika. Aku dan mbak Lara kemudian duduk di ruang tamu rumahnya Ibu mas Dika. "Iya Buk!" Jawab mbak Lara. Setelah beberapa saat, mbak Lara kemudian menanyakan dimana mas Dika sekarang. "Mas Dika mana Buk? Kok Lara nggak lihat!" Tanya mbak Lara yang sudah tidak sabar untuk ketemu mas Dika. "Dika nya sedang di belakang