Ketika pulang sekolah, aku lebih memilih untuk berlama - lama di luar. Aku sengaja tidak langsung balik kerumah, karena cuman ada mas Dika di rumah. Aku harus jaga jarak dengan mas Dika. Aku nggak mau tekadku untuk tidak akan tergoda lagi dengan mas Dika, jadi gagal karena pesona mas Dika yang menggoda bagiku.Mas Dika memang orang yang sangat rupawan, terbukti dulu pernah mbak Lara sampai berantem dengan perempuan lain gara - gara ingin menggoda mas Dika. Bahkan tidak hanya satu orang saja yang berusaha mendekati mas Dika. Tapi sangat banyak perempuan - perempuan yang kepincut dengannya. Penampilannya yang gagah, dulu juga mas Dika termasuk pria yang mapan dengan pekerjaan yang bagus. Mungkin namanya juga jodoh, mas Dika lebih memilih mbak Lara daripada perempuan lain.Teman - teman sekolahku juga banyak kepincut dengan pesona mas Dika. Dulu pernah mas Dika menjemputku ke sekolah. Karena aku belum boleh membawa mobil oleh mbak Lara, mas Dika lah yang sering mengantar ku ke sekolah. S
ke dalam rumah."Iya Mas!" Ucapku pada mas Dika.Perasaan canggung menghampiri diriku kala bertemu dengan mas Dika. Hubunganku dengan mas Dika tidak seperti dulu lagi. Biasanya aku tak akan pernah canggung dengan mas Dika. Bahkan aku sering bermanja dengannya. Mas Dika juga sering bercanda denganku. Tapi setelah kejadian itu, aku dan mas Dika tampak memiliki batas. Aku jadi merindukan masa - masa itu bersama mas Dika. Andai aku bisa memutar kembali waktu, tentu aku tak akan pernah melakukan perbuatan terlarang itu bersama mas Dika. Sekarang bahkan sudah terlambat. Ingin bermanja - manja dengan mas Dika rasanya sudah tak mungkin lagi. Bahkan untuk dekat - dekat dengannya pasti akan terulang lagi perbuatan terlarang itu. Aku mulai sekarang harus jaga jarak dengannya."Kamu sudah makan El!" Tanya mas Dika padaku."Belum sih Mas!" Jawabku pada mas Dika."Tadi Mas ada bawa makanan pulang! Kamu makanlah dulu! Nanti kamu bisa lemas karena lapar!" Ucap mas Dika yang menyuruhku agar segera mak
Aku memutuskan menerima bantuan mas Dika untuk menyelesaikan tugas fisika yang membuat otakku buntu itu. Tapi aku masih berusaha untuk menahan diri agar tidak terlalu dekat dengan mas Dika. Karena kalau sampai aku dekat - dekat dengannya, aku pasti akan tergoda lagi. Apalagi pesona mas Dika sudah meracuni pikiranku."Ayo geser sini! Ngapain jauh - jauhan begitu duduknya? Mas susah untuk menjelaskan sama kamu! Sudah dekat saja otakmu masih susah menerima penjelasan dari Mas! Apalagi kalau jauh begitu duduknya!" Ucap mas Dika yang memintaku untuk mendekat duduknya dengan dirinya."Iya iya!" Ucapku judes. "Makin dekat duduknya makin nggak bisa otakku menerima pelajaran darimu Mas!" Ucapku dalam hati. Aku kemudian menggeser dudukku dekat mas Dika. Kemudian mas Dika mengambil buku ku dan mempelajarinya terlebih dahulu lalu mengajarkan kembali padaku."Sini bukunya! Mas pelajari dulu sebentar!" Ucap mas Dika yang langsung mengambil bukuku dari tanganku. Aku membiarkan mas Dika mempelajari s
Mas Dika terlalu dekat denganku. Wajahnya yang manis, ditambah dengan penerangan dari ponsel. Itu membuat mas Dika makin ganteng menurutku. Aku tak sabar lagi ingin melumat bibirnya itu dengan segera. Sepertinya candu dalam diriku sangat susah hilang. Karena ada saja kesempatan untukku bisa berduaan dengan mas Dika.Dengan jarak sedekat ini, aku bisa saja melayangkan ciumanku pada mas Dika. Abang ipar aku itu benar - benar menggoda. Aku yakin, siapapun dalam kondisi ini tidak akan bisa bertahan untuk segera melumat bibir indah milik mas Dika itu."Mas Dika benar - benar sempurna!" Pujiku dalam hati. Seketika aku kembali tersadar kalau aku tidak boleh terbawa godaan. Namun setan dalam hatiku terus berbisik untuk segera mencumbu mas Dika yang sedang konsentrasi itu. Imanku seakan naik turun secara drastis."El! Sekarang kamu ngerti kan?" Tanya mas Dika yang seketika lamunanku jadi buyar."Eh iya Mas! A ha!" Jawabku tiba - tiba."Apanya yang ita El?" Tanya mas Dika kembali."Itu... A...
Aku terbangun dalam tidurku. Kuraih handphone yang terletak di atas laci yang ada di sebelah ranjang tempat tidur. Hari menunjukan pukul 01.20 dini hari. Aku pergi keluar kamar menuju dapur untuk mengambil air minum karena aku haus. Kulangkahkan kaki perlahan keluar kamar. Di perjalan menuju dapur, aku di kagetkan dengan suara seseorang. Aku pikir itu mungkin dari kamar kakakku yang letaknya berdekatan dengan kamarku. Tapi aku salah, suara itu ternyata bukan dari kamar kakakku mbak Lara. Akupun penasaran dengan suara itu. Aku terus telusuri darimana suara itu berasal. Suara itu sangat kuat berasal dari ruang tamu yang ada di depan. Ku segerakan mengintip siapa yang membuat suara itu. Alangkah kagetnya aku melihat ada seseorang yang duduk di sofa ruang tamu.Orang itu adalah mas Dika, ia sedang melakukan sesuatu yang membuat mataku terbelalak. Ya, mas Dika sekarang dalam keadaan telanjang dan mengusap - usap alat kelaminnya sambil menonton sebuah video dari handphonenya. Kurasa mas Dik
"Pagi semua! Pagi kak Lara! Pagi mas Dika!" Aku menyapa kakakku dan abang iparku yang sedang sarapan pagi di ruang makan."Pagi juga Elsa!" Balas kakakku mbak Lara."Pagi Elsa!" Mas Dika juga membalas sapaanku."Udah siap sekolah nih?" Tanya mbak Lara."Iya mbak. Nanti aku nebeng lagi ya ke sekolah bareng Mbak!" Aku meminta mbak Lara untuk mengantarku kesekolah."Iya! Kamu makan dulu sarapanya!" Balas mbak Lara.Aku adalah siswi yang duduk dikelas 3 sekolah menengah atas. Beberapa bulan lagi aku akan ujian kelulusan. Aku tinggal dengan kakak perempuanku, namanya mbak Lara. Dan dia sudah memiliki seorang suami, namanya mas Dika, tapi sayangnya setelah lima tahun menikah, mereka masih saja belum memiliki seorang anak. Sangat kasihan juga, mungkin belum rezeki mereka untuk dikarunia anak.Mbak lara adalah seorang maneger disalah satu bank swasta yang ada di kotaku. Dia adalah satu - satunya saudaraku. Orang tua kami sudah sangat lam meninggal. Papaku yang pergi duluan semenjak aku berumu
Malam itu aku tidak bisa tidur. Di luar sangat berisik hingga membuat mataku tak bisa aku pejamkan. Mas Dika dan mbak Lara kembali bertengkar. Entah apa yang mereka ributkan. Tapi suara mbak Lara begitu lantang terdengar."KAMU MAS NGGAK PERNAH NGERTIIN AKU! AKU TUH CAPEK MAS KERJA DARI PAGI HINGGA MALAM! KAMU ITU TAK PERNAH NGERTI! MAUNYA CUMAN NGOMEL MULU! AKU CAPEK MAS!" Mbak Lara begitu lantang membentak mas Dika."AKU TAK PERNAH NGERTIIN KAMU? KAMU TU YANG NGGAK PERNAH NGERTIIN AKU! KAMU NGGAK PEDULI BAGAIMANA PERASAAN AKU! AKU INI SUAMI MU LARA! JADI TOLONG HARGAI AKU!""HARGAI APA MAS? KAMU ITU YANG SEPERTI ANAK KECIL! TIDAK MAU MENGALAH!""AKU TAK MAU MENGALAH? BUKANKAH SELAMA INI AKU YANG TERUS MENGALAH? TERUS KAMU APA? KAMU MAKIN MENJADI - JADI MERENDAHKAN HARGA DIRI AKU!"Mereka tampak bertengkar hebat malam itu. Tidak ada satupun diantara mereka yang mau mengalah. Aku tak begitu mengerti apa masalah mereka. Tapi mereka sangat sering tak terlihat akur."Aku hanya meminta se
Mbak Lara dan mas Dika masih belum baikan. Mereka masih saling diam - diaman. Sudah dua hari mereka tak saling tegur satu sama lain. Mas Dika juga tampak lebih sering diam dan tak mau banyak bicara. Bahkan untuk makanpun mereka tak mau saling bersama lagi. Mereka sering sendiri - sendiri. Begitupun juga mbak Lara, dia juga masih keras kepala dan tak mau mengalah. Dia sepertinya juga tak ambil pusing jika mas Dika mencuekannya.Hari ini mbak Lara akan keluar kota. Kali ini Mbak Lara akan pergi sedikit lebih lama. Sekarang kami akan tinggal berdua lagi dengan mas Dika. Mas Dika juga tidak melarang mbak Lara. Dia terlihat tak memperdulikan mbak Lara akan pergi. Bahkan pada saat mbak Lara pergipun, mas Dika lebih memilih menghindar dan pergi keluar rumah."Elsa...!" Terdengar suara mbak Lara memanggilku dari luar kamarku."Iya mbak! Ada apa?" Aku menyahutinya dan pergi kekuar kamar. Mbak Lara ternyata sudah berada di depan kamarku dengan meneteng koper."Mbak rencananya akan kekuar kota.
Mas Dika terlalu dekat denganku. Wajahnya yang manis, ditambah dengan penerangan dari ponsel. Itu membuat mas Dika makin ganteng menurutku. Aku tak sabar lagi ingin melumat bibirnya itu dengan segera. Sepertinya candu dalam diriku sangat susah hilang. Karena ada saja kesempatan untukku bisa berduaan dengan mas Dika.Dengan jarak sedekat ini, aku bisa saja melayangkan ciumanku pada mas Dika. Abang ipar aku itu benar - benar menggoda. Aku yakin, siapapun dalam kondisi ini tidak akan bisa bertahan untuk segera melumat bibir indah milik mas Dika itu."Mas Dika benar - benar sempurna!" Pujiku dalam hati. Seketika aku kembali tersadar kalau aku tidak boleh terbawa godaan. Namun setan dalam hatiku terus berbisik untuk segera mencumbu mas Dika yang sedang konsentrasi itu. Imanku seakan naik turun secara drastis."El! Sekarang kamu ngerti kan?" Tanya mas Dika yang seketika lamunanku jadi buyar."Eh iya Mas! A ha!" Jawabku tiba - tiba."Apanya yang ita El?" Tanya mas Dika kembali."Itu... A...
Aku memutuskan menerima bantuan mas Dika untuk menyelesaikan tugas fisika yang membuat otakku buntu itu. Tapi aku masih berusaha untuk menahan diri agar tidak terlalu dekat dengan mas Dika. Karena kalau sampai aku dekat - dekat dengannya, aku pasti akan tergoda lagi. Apalagi pesona mas Dika sudah meracuni pikiranku."Ayo geser sini! Ngapain jauh - jauhan begitu duduknya? Mas susah untuk menjelaskan sama kamu! Sudah dekat saja otakmu masih susah menerima penjelasan dari Mas! Apalagi kalau jauh begitu duduknya!" Ucap mas Dika yang memintaku untuk mendekat duduknya dengan dirinya."Iya iya!" Ucapku judes. "Makin dekat duduknya makin nggak bisa otakku menerima pelajaran darimu Mas!" Ucapku dalam hati. Aku kemudian menggeser dudukku dekat mas Dika. Kemudian mas Dika mengambil buku ku dan mempelajarinya terlebih dahulu lalu mengajarkan kembali padaku."Sini bukunya! Mas pelajari dulu sebentar!" Ucap mas Dika yang langsung mengambil bukuku dari tanganku. Aku membiarkan mas Dika mempelajari s
ke dalam rumah."Iya Mas!" Ucapku pada mas Dika.Perasaan canggung menghampiri diriku kala bertemu dengan mas Dika. Hubunganku dengan mas Dika tidak seperti dulu lagi. Biasanya aku tak akan pernah canggung dengan mas Dika. Bahkan aku sering bermanja dengannya. Mas Dika juga sering bercanda denganku. Tapi setelah kejadian itu, aku dan mas Dika tampak memiliki batas. Aku jadi merindukan masa - masa itu bersama mas Dika. Andai aku bisa memutar kembali waktu, tentu aku tak akan pernah melakukan perbuatan terlarang itu bersama mas Dika. Sekarang bahkan sudah terlambat. Ingin bermanja - manja dengan mas Dika rasanya sudah tak mungkin lagi. Bahkan untuk dekat - dekat dengannya pasti akan terulang lagi perbuatan terlarang itu. Aku mulai sekarang harus jaga jarak dengannya."Kamu sudah makan El!" Tanya mas Dika padaku."Belum sih Mas!" Jawabku pada mas Dika."Tadi Mas ada bawa makanan pulang! Kamu makanlah dulu! Nanti kamu bisa lemas karena lapar!" Ucap mas Dika yang menyuruhku agar segera mak
Ketika pulang sekolah, aku lebih memilih untuk berlama - lama di luar. Aku sengaja tidak langsung balik kerumah, karena cuman ada mas Dika di rumah. Aku harus jaga jarak dengan mas Dika. Aku nggak mau tekadku untuk tidak akan tergoda lagi dengan mas Dika, jadi gagal karena pesona mas Dika yang menggoda bagiku.Mas Dika memang orang yang sangat rupawan, terbukti dulu pernah mbak Lara sampai berantem dengan perempuan lain gara - gara ingin menggoda mas Dika. Bahkan tidak hanya satu orang saja yang berusaha mendekati mas Dika. Tapi sangat banyak perempuan - perempuan yang kepincut dengannya. Penampilannya yang gagah, dulu juga mas Dika termasuk pria yang mapan dengan pekerjaan yang bagus. Mungkin namanya juga jodoh, mas Dika lebih memilih mbak Lara daripada perempuan lain.Teman - teman sekolahku juga banyak kepincut dengan pesona mas Dika. Dulu pernah mas Dika menjemputku ke sekolah. Karena aku belum boleh membawa mobil oleh mbak Lara, mas Dika lah yang sering mengantar ku ke sekolah. S
Sudah seminggu kerharmonisan mas Dika dan mbak Lara kembali terbentuk. Bak pengantin baru, mereka menunjukan betapa bahagianya mereka sudah kembali akur lagi. Mbak Lara mungkin benar - benar menyesal karena sudah menelantarkan mas Dika dulu, dan sekarang ia mencoba memperbaiki kesalahannya. Mas Dika juga tampak bahagia dengan keadaan sekarang.Karena kamarku yang bersebelahan dengan mbak Lara dan mas Dika, aku seakan tak bisa dibuat tidur oleh mereka. Bukannya aku merasa gelisah dengan kedekatan mereka lagi, tapi hampir tiap malam aku melihat atau mendengar erangan mbak Lara. Kadang aku juga merasa kesal dengan mereka yang tidak bisa mengontrol diri mereka agar tidak mengeluarkan suara ketika berhubungan intim. Ini bahkan suaranya lebih parah lagi daripada sejal awal - awal menikah. Aku tidak merasa mereka begitu, sekarang malahan suara erangan mbal Lara sampai merusak gendang telingaku."Ahhh.... Ahhh... Aduhhh Massss! Enak sekali sodokan mu Mas! Lebih dalam Masss!" Ucap mbak Lara ya
Setelah mobil bergoyang itu, aku dan mas Dika memutuskan akan kembali pulang. Rencana kami yang akan jalan - jalan tadi akhirnya batal. Aku nggak tahu apa yang merasuki diriku barusan. Semua seperti aku yang hilang kendali. Hanya karena nafsu semata, aku kembali melakukan kembali dengan mas Dika.Setelah sampai di rumah orang tua mas Dika, aku langsung masuk kedalam rumah. Aku pergi membersihkan diri setelah kejadian mobil bergoyang. Aku merasa bersalah atas kejadian tadi. Aku saat itu banyak diam dan tak banyak bicara. Aku lebih mencoba menghindar dari mas Dika.***Pagi ini kami akan pergi kembali pulang ke rumah. Mas Dika akan ikut bersama kami. Dia yang akan menyetir mobil sampai ke rumah. Kami akan menempuh perjalanan delapan jam kembali yang akan membuat tubuh kami akan terasa capek dan pegal - pegal."Ibuk! Pak! Kami mau pamit Buk! Pak! Kami akan kembali ke kota!" Ucap mas Dika kepada kedua orang tuanya."Iya! Kalian hati - hati ya! Jangan ngebut - ngebut bawa mobilnya! Kalau c
Mas Dika melajukan mobilnya perlahan - lahan. Karena kondisi jalan yang tidak bagus. Aku menghadap keluar kaca mobil. Aku tak berani memulai pembicaraan. Sepertinya mas Dika juga sama, dia tak banyak bicara. Kami seakan seperti dua orang yang lagi marahan dan tak saling tegur sapa. Entah kemana mas Dika akan membawaku, yang jelas aku sungguh sama tak peduli lagi dengan pemandangan di kampung itu. Walau pemandangan perkampungan ini sangatlah indah."El!" Sapa mas Dika yang memulai pembicaraan diantara kami. Dengan perasaan canggung, aku menoleh melihat mas Dika. Mas Dika benar - benar sudah membuatku jatuh hati. Wajahnya yang rupawan dan perawakannya yang dewasa. Membuat aku tak bisa berpikir panjang kalau yang ada bersamaku saat ini adalah suami dari kakakku sendiri."Ya Mas!" Balasku dengan suara lirih. Tapi kami kembali dan tak melanjutkan pembicaraan. Kami tidak tahu harus memulai pembicaraan dari mana. Hingga aku dan mas Dika kembali diam - diaman. Karena suasana yang sunyi sepi s
"Oouuhh Maaasshh lebih dalam lagi Maas!" Enak Mas! Yang mentok Maass!" Ucap mbak Lara sambil menahan agar tidak terlalu bersuara. Otak ku jadi ngebleng mendengar rintihan mbak Lara. Mereka benar - benar tidak bisa menahan diri untuk menunda dulu sampai balik lagi ke rumah. Bahkan ketika ada aku yang di dekat merekapun, mereka bergenjotan berdua. Telinga dan mataku pun tak bisa aku ajak kompromi. Panca indra ku seakan makin peka mendengar keduanya mengerang."Duh sial! Kenapa aku harus terjebak di situasi seperti ini?" Ucapku dalam hati yang tidak bisa tidur karena mbak Lara dan mas Dika. Mereka berdua bersetubuh disaat aku ada bersamanya. Mereka bahkan sama sekali tidak memikirkan ku. Erangan mbak Lara makin lama makin kuat. Dia seakan tak bisa menahan suaranya agar tidak keluar. Mas Dika juga tidak memikirkanku yang ada di dekatnya."Eeuuhhh Massss... Enaaakk Mass! Lebih kuat Mas! Lebih dalam! Yang enak Mas!" Ucap mbak Lara sambil ngos - ngosan. Aku yang lama - kelamaan mendengar set
Kurang lebih jam empat sore kami sudah sampai ke kampung mas Dika. Aku segera memakirkan kendaraan kami tepat di depan rumah mas Dika. Suasana kampung sangat terasa sekali di sini. Banyak pemandangan - pemandangan yang memanjakan mata di kampung ini. "Assalamualaikum Ibuk.... Ucap mbak Lara yang langsung masuk ke dalam rumah dan menyalami Ibu mas Dika dan juga Bapaknya. Akupun ikut menyalami mereka berdua. Aku juga memang merasa cukup dekat dengan mereka. Karena setiap mas Dika dan mbak Lara pulang kampung. Aku akan selalu ikut. Tak pernah mereka meninggalkanku sendiri kala mereka pulang kampung. "Waalaikumsalam..." Balas Ibu mas Dika. "Duduk dulu Nak! Perintah Ibu mas Dika. Aku dan mbak Lara kemudian duduk di ruang tamu rumahnya Ibu mas Dika. "Iya Buk!" Jawab mbak Lara. Setelah beberapa saat, mbak Lara kemudian menanyakan dimana mas Dika sekarang. "Mas Dika mana Buk? Kok Lara nggak lihat!" Tanya mbak Lara yang sudah tidak sabar untuk ketemu mas Dika. "Dika nya sedang di belakang