Kami kelelahan sehabis bertempur semalaman. Mas Dika dan aku tertidur pulas di kamarku. Kami saling berpelukan layaknya pengantin baru. Kami berpelukan dalam keadaan telanjang yang hanya ditutupi oleh selimut.
Ditengah malam aku merasakan kembali ada yang sedang menciumi dadaku. Antara sadar dan tidak, aku meresakan ada yang menyetuh selangkanganku. Ada tangan yang mengusap - usap tubuhku dan juga ciuman dileherku. Aku terbangun dan perlahan kubuka mataku. Mas Dika sekarang kembali mencumbuku. Dia menciumi leherku hingga dadaku. Tak ada yang dilewatkannya, hingga kupingku pun diciuminya. "Oohh mas Dika!" Lirihku keenakkan. Mas Dika tak memperdulikannya. Dia terus menciumi leherku dan menggigit - gigit kecil hingga meninggalkan bekas disana. Sekarang mas Dika tepat berada diatasku. Dia menindih tubuhku dalam keadaan telanjang. Aku sangat menikmati setiap apa yang dia lakukan. "Mas Masukim lagi ya!" Mas Dika berniat untuk menusukku lagi dengan batang supernya. Dia kemudian memberikan air ludahnya dan mengusapkan ke kemaluannya itu. Sekarang dia sudah siap untuk memasukannya. "Aahh...!" Aku menahan pinggul mas Dika karena masih merasakan perih. "Pelan Mass!!!" Kurasa lubangku masih sempit dan tak bisa dilalui batang kemaluan mas Dika. Tapi mas Dika memaksa untuk memasukannya. Hingga membuatku merasakan perih. "Perih Mas! Sakiiitt!!!" "Sabar dulu sayaang! Bentar lagi bakalan enak kok! Kamu tahan ya! Dikit lagi pasti merasakan nikmatnya sodokan barang Mas!" Mas Dika terus menggenjotku. Kurasakan sesak di dalam lubang kemaluanku. Dan benar saja, batang mas Dika telah masuk hampir seluruhnya kedalam lubangku. Kurasakan ada darah yang mengalir lagi di celah belahan selangkanganku. Aku terpaksa menahan perihnya ditusuk - tusuk senjatanya mas Dika. Air mataku tak terasa sudah mengalir di pipi. Aku meringis kesakitan. "Sudah Mas! Sakiiit...! Perih Maass! Barangnya Mas sangat besar! Serasa merobek belahan selangkanganku Mas!" "Sabar sayaang! Sebentar lagi bakalan enak kok! Kamu tahan dulu!" "Tapi sakiiit Masss!!!" "Itu karena lubang mu masih sempit sayaaang! Sebentar lagi pasti akan terasa pas! Dan akan terasa enak sayang! Percaya sama Mas!" Akupun menurut saja ketika mas Dika menyuruhku menahan sakit. Aku hanya bisa pasrah menahan setiap sodokan senjata mas Dika. Mungkin hampir 15 menit aku menahan perih. Tapi lama kelamaan, rasa sakit itu mulai hilang. Rasa sakit dan perih yang aku rasa berubah enak dan nikmat. Aku mulai mendesah nikmat setiap sodokan mas Dika. "Oohhh.... Oohhh... Enak Mas! Lagi Mas! Terus!!! Yang kuat Mas! Lagi Mas! Lagi dalam lagi!" Aku meracau membuat mas Dika makin semangat. Aku menggoyangkan pinggulku untuk membantu mas Dika mencapai kenikmatan yang maksimal. Sungguh luar biasa permainan mas Dika. Batang kemaluannya itu memang super. Hampir setengah jam mas Dika menggenjotku. Tapi dia masih saja kuat dan tahan lama. Aku yang sudah mulai menikmati setiap genjotan mas Dika, sekarang sudah merasa ada yang aneh di tubuhku. Badanku mulai gemetaran, selangkanganku mulai sangat terasa geli - geli nikmat. Aku mencapai kenikmatan yang maksimal. Bersamaan dengan setiap genjotan mas Dika, aku merasakan ada yang ingin keluar di lubang selangkangan. Berasa ingin pipis, tapi bukan air seni. Belahanku sekarang makin becek dan mengeluarkan bunyi. Plokk plokk plokk... "Enak Mas! Yang kuat Mas! Ayo Mass! Lebi cepat Mas! Ah ah ah... Aaaahhhh....!" Aku melenguh kencang. Aku telah mencapai puncaknya. Aku merasa seluruh tubuhku gemetaran. Tubuhku serasa lelah, tapi mas Dika masih menggenjotku. Mungkin hampir sejam kami bergelenjotan di ranjang. Ku lihat nafas mas Dika mulai tak terkendali. Dia terengah - engah sambil menggenjot selangkanganku. Di akhir mas Dika mencapai puncaknya, mas Dika langsung mencabut batang pusakanya. Kemudian dia kembali masturbasi di atas ku. Benar saja, mas Dika mencapai puncaknya dan menyemprotkan kembali cairan putih kentalnya. Kali ini tepat mengenai wajahku. Aku menikmati setiap tetes yang dikeluarkan kemaluan mas Dika. Aku merasa sangat puas dengan permainan mas Dika. Dan tak terasa aku kembali tertidur akibat kelelahan digenjot mas Dika hampir sejaman. Kami kembali tertidur bersama. Kali ini kami tidak saling berpelukan. Tubuh kami sangat kelelahan. Bahkan untuk membersihkan diri saja kami tidak sanggup. Dan lebih memilih tidur bersebelahan. *** Alarm ku telah berbunyi, itu bertanda hari sudah menunjukan pukul 06.00. Aku segera bangkit dan menoleh kesamping. Kulihat mas Dika masih tertidur pulas dalam keadaan telanjang. Tubuhnya sangat seksi sekali. Aku tersenyum memandang tubuhnya itu. Aku tak pernah menyangka akan tidur dengan abang iparku sendiri. Aku kemudian turun dari ranjang tempat tidurku. Ku cari handuk untukku segera mandi. Aku berjalan sedikit agak mengangkang. Aku masih sedikit merasa perih. Aku berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarku. Di dalam kamar mandi, kembali kuputar kran air sehingga keluar air dari shower kamar mandiku. Ku basahi tubuhku dengan air yang mengalir itu. Kurasakan ada rasa perih di sekitar selangkanganku waktu terkena air shower. Ku coba melihat, ada tetesan darah yang mengalir mengikuti aliran air dipahaku. Mungkin itu darah keperawananku yang telah aku berikan pada mas Dika. Aku tersenyum bahagia memberikannya pada mas Dika. Karena aku merasa, kalau aku mencintai suami dari kakak kandungku. Aku rela menjadi orang kedua kakakku. Dan aku juga rela menjadi pemuas nafsu abang iparku jika ia tidak dapat memperolehnya dari kakakku. Aku siap menggantikan peran kakakku diatas ranjang. *** Aku buru - buru berangkat ke sekolah. Kubangunkan mas Dika yang masih terlelap di ranjang tempat tidurku. "Mas! Mas Dika! Bangun Mas! Aku mau berangkat sekolah dulu Mas!" Eengmmm.... Mas Dika menggeliat bangun tidur. "Kamu mau pergi El?" "Iya Mas! Aku berangkat sekolah dulu!" Mas Dika tersenyum padaku. Dari tatapannya, dia pasti sangat bahagia saat ini. Aku juga merasa senang telah membuat mas Dika bahagia. "Kenapa Mas? Kok senyum - senyum?" Mas Dikapun menggelengkan kepala. "Nggak kok El! Mas cuman lagi bahagia saja! Coba dari dulu kita bisa seperti ini!" Mas Dika kemudian kembali merangkulku sehingga ku jatuh kepangkuannya. Mas Dika kemudian mengoba menciumku bibir ku kembali. "Sudah ah Mas! Aku mau sekolah!" "Sebentar saja kok!" "Jangan Mas!" Aku kembali bangun san segera kurapikan kembali bajuku. "Elsa...! Sekali lagi makasih ya! Mas sangat menikmati malam indah ini berdua denganmu!" Aku memberikan senyuman pada mas Dika. "Mas Berharap, Mas akan tetap bisa merasakan hal - hal indah seperti ini lagi El!" "Jangan berharap berlebih Mas! Mas itu masih milik mbak Lara! Kita melakukannya cukup sekali ini saja Mas! Aku nggak mau kalau sampai mbak Lara tahu tentang kita pernah tidur bareng Mas!" "Mas tahu Elsa! Mas juga akan menyimpan rahasia ini! Tapi selama Mbak mu keluar kota, kamu mau kan melakukannya lagi dengan Mas? Mas janji! Sampai Mbak mu kembali El!" Akupun tersenyum mengangguk mengiyakan permintaan mas Dika. Mumpung mbak Lara pergi, kami mengambil kesempatan ini untuk bercinta. Aku tahu kalau ini salah, tapi hatiku tidak bisa bohong. Aku juga menyukai permainan ini. Hari ini kami membuat sebuah janji. Hubungan terlarangku dengan mas Dika akan berakhir sampai mbak Lara kembali pulang. Aku nggak mau mbak Lara tahu rahasia ini. Aku mengagumi mas Dika dan sangat menyukainya, tapi mbak Lara adalah kakakku. Aku sangat menghormatinya dan juga sangat menyayanginya. Aku juga tidak ingin mbak Lara sakit hati. Aku hanya ingin menikmati suami dari kakakku tanpa harus mengambilnya dariku.Semenjak kejadian malam itu, aku dan mas Dika menghabiskan hari - hariku bersamanya. Kami menikmati waktu bersama sebelum mbak Lara kembali. Banyak kami lakukan berdua, bercumbu dan bermain bersama. Mas Dika sangat menyenangkan, dia juga orang yang sangat humoris. Kami layaknya sepasang kekasih baru yang sedang kasmaran. Kami saling memadu kasih berdua."Elsa! Kamu cantik ya?" Gombal mas Dika."Ah Mas! Mas sukanya ngegomabalin doang!" Balasku."Beneran! Mas nggak bohong! Sumpah deh Mas nggak bohong!" Mas Dika berusaha meyakinkan.Mas Dika terus memuji kecantikanku. Aku dengan kakakku Lara memang dikaruniai penampilan yang cantik dan menarik. Mbak Lara dengan tubuh proposionalnya dan rambut hitam panjang. Sedangkan aku dengan wajah yang terlihat imut kata banyak orang - orang.Mas Dika sangat beruntung memiliki mbak Lara sebagai istrinya. Dulu memang mereka dijuluki sepasang suami istri yang sangat serasi. Mas Dika yang ganteng dan tubuh tinggi, sedangkan mbak Lara perempuan yang canti
Pagi - pagi sekali kami bangun setelah pertempuran semalam. Kami harus bersiap untuk beres - beres karena mbak Lara akan pulang. Agar mbak Lara tidak curiga nantinya. Aku membangunkan mas Dika yang tidur di kamarku."Mas! Bangun Mas!" Aku menepuk - nepuk tubuhnya mas Dika agar bangun."Eeennnggggmmmh..." Mas Dika menggeliat karena kebangun olehku."Ayo bangun Mas! Sekarang sudah pagi! Sebentar lagi mbak Lara pulang! Nanti kalau dia lihat Mas di kamarku gimana? Bisa berabe Mas!" Ucapku meminta mas Dika agar bangun segera."Udah pagi ya?" Tanya mas Dika yang kemudian menutup matanya kembali."Ayo bangun Mas! Kami pindah ke kamarmu saja kalau mau tidur lagi! Jangan tidur di sini!" Pintaku pada mas Dika."Iya iya! Bentar lagi ya El!" Ucap mas Dika yang masih nggak mau bangun."Nggak! Mas harus bangun sekarang! Mas tidur di kamar Mas saja! Sebentar lagi mbak Lara pulang Mas! Aku nggak mau mbal Lara nanti curiga kalau melihat Mas masih di sini!" Ucapku."Iya deh! Bawel amat!" Ucap mas Dika
Sepulangnya mbak Lara, kami berusaha bersikap seperti biasa. Mas Dika memperlakukan aku kembali seperti biasa sebelum kejadian mbak Lara pergi. Aku cukup senang melihat mbak Lara dan mas Dika akur lagi. Tampak mbak Lara kembali bermanja - manja pada mas Dika. Sejujurnya disatu sisi aku merasa senang dengan akurnya mereka. Tapi disisi lain, hatiku mulai merasakan sedikit cemburu dengan kedekatan mereka.Aku bahkan tak sengaja melihat mbak Lara dan mas Dika yang sedang bermesraan berdua. Mereka tampak bercengkrama di ruang tengah. Aku memperhatikannya dari jauh kemesraan itu."Lara! Selama kamu di luar kota ngapain saja Ra? Kok lama gitu? Kerjaannya ngapain aja disana?" Tanya mas Dika pada Mbak Lara."Biasalah Mas! Bertemu dengan nasabah banyak banget! Terus ketemu sama rekan - rekan kerja yang ada di sana!" Jawab mbak Dika."Tiap bulan ketemu nasabah terus! Memang sebanyak apa sih nasabah kamu di sana?""Ya mau gimana lagi Mas! Namanya juga tuntutan pekerjaan! Harus rajin! Kalau nggak
Revan kembali menyatakan cintanya padaku. Sudah seringkali Revan mengungkapkannya padaku. Tapi aku selalu menolaknya. Bukan karena alasan fisik ataupun yang lain. Revan orangnya sangat tampan dan dia juga orang yang friendly kepada siapa saja. Dia juga luwes dalam bergaul. Tapi aku entah kenapa aku tidak tertarik dengannya.Sejujurnya aku lebih menyukai pria yang lebih tua dariku dan juga terlihat dewasa. Seperti mas Dika, dia adalah tipe laki - laki impianku. Aku tidak juga membenci Revan, aku sebenarnya menyukai Revan, tapi itu hanya sebatas suka. Dan kali ini dia juga kembali menyatakan cinta padaku. Aku bingung harus menjawab apa. Karena aku sudah seringkali menolaknya. Bahkan aku juga pernah menggantung perasaannya. Tapi dia masih saja gigih untuk mendekatiku."Gimana El? Kamu mau nggak jadi pacarku?" Tanya Revan kembali."Gimana ya Rev! Aku bukannya tidak menyukaimu! Sejujurnya aku senang bisa dekat denganmu. Tapi aku nggak tahu bagaimana sebenarnya perasaan yang aku miliki untu
Mas Dika terus berupaya memperkaosku. Aku tak bisa menahannya, dia terlalu kuat. Mas Dika makin berani menyentuhku, mendaratkan ciumannya di bibirku dan bahkan menjilati belahan selangkanganku.Jilatan mas Dika membuatku hilang kendali. Aku mulai menikmati setiap sentuhan lidah mas Dika. Mas Dika dengan rakusnya menjilati belahan itu sampai terasa becek dan geli - geli nikmat. Yang membuatku makin terbawa suasana menikmatinya."Jangan Maasss.... Aduuuuhh... Aaahhh..." Aku menggelinjang nikmat. Mas Dika tiada hentinya memaikan lidahnya di sana. Bahkan ia mulain menusuk - nusuk belahan itu dengan lidahnya. Ia juga memainkan klitorisku. Aku yang tadinya memberontak, kini mulai pasrah menikmat permainan mas Dika.Setelah puas bermain di area selangkanganku, mas Dika mengehentikannya seketika. Dia kemudian kembali duduk di hadapanku. Dengan senyuman manisnya, ia melepaskan seluruh pakaiannya. Kini mas Dika ikut telanjang bulat dihadapanku. Lalu ia memainkan batang kejantanannya yang membes
Aku mulai bosan dengan aktivitas ku kali ini. Aku juga mulai bosan dengan suasana rumah. Ketemu mas Dika dan juga mbak Lara yang tiap harinya bertengkar terus. Akibatnya aku mulai tak betah di rumah. Aku akhirnya meminta Revan untuk nongkrong keluar."Rev! Kamu lagi ngapain?" Tanyaku melalui sambungan telepon."Di rumah saja El!? Jawab Revan. " Emang kenapa?" Tanya Revan."Kita keluar yuk!" Ajak ku pada Revan. "Aku suntuk nih di rumah!" Tambah ku."Oh kebetulan sekali El. Tadi temen- temen aku ngajak nongkrong. Gimana kalau kamu ikut aku?" Tanya Revan."Ok Rev! Kamu jemput aku ya!"Akupun segera siap - siap untuk pergi. Aku mengganti pakaianku dengan rapi dan setelah itu menunggu Revan datang menjemputku.Tak lama setelah itu Revan datang menjemputku dengan mobilnya. Aku segera keluar menghampiri mobil Revan yang sudah terparkir di depan rumah."Hai El! Sudah lama nunggu?" Tanya Revan saat aku masuk kedalam mobilnya."Nggak juga Rev! Yuk kita jalan!" Jawabku.Revanpun melajukan mobiln
Perjalan kami lanjutkan dan berharap kami akan segera mencapai puncak. Kami sudah sama - sama keletihan. Kami berhenti kembali untuk istirahat. Tenaga kami benar - benar sudah terkuras. Air minum yang kami bawa khusus untuk perjalanan mendaki sudah semakin menipis."Nan! Istirahat dulu yuk! Cewek gua sudah sangat kecapekan nih!" Ucap Revan yang melihatku sudah sangat keletihan."Ok! Kita istirahat dulu di sini! Sebentar lagi kita akan mencapai lereng yang landai diatas sana. Kita akan mendirikan tenda di sana nanti!" Ucap Adnan.Kami langsung kembali mencari tempat untuk istirahat. Aku menyandar di bahunya Revan. Kali ini tenagaku benar - benar habis terkuras. Revan kemudian meraih air minum dan memberikannya untukku."Minum dulu El!" Pintanya. Aku kemudian meneguk air yang diberikan Revan untuk ku. Aku meneguknya cukup banyak. Rasa haus yang menderaku serasa hilang seketika. Aku mengeluarkan makanan kecil dari tas ranselku."Yuk ngemil dulu guys!" Aku memberikan ke teman - teman Reva
Seluruh kepalaku terasa nyut - nyutan saking pegalnya. Apalagi kaki ku yang sudah tak tertahankan lagi. Pengalaman pertama ku mendaki gunung membuat tubuhku terasa nyeri. Revan mengantarkan ku kembali pulang, setelah dua malam berkemah di puncak gunung yang baru pertama kali aku daki."Rev, makasih ya Rev! Sudah mengantarkan ku pulang!" Ucapku pada Revan. "Kamu nggak masuk ke dalam dulu?" Aku mengajak Revan untuk singgah di rumahku."Nggak usah El! Aku balik saja ke rumah! Aku tahu kok, kamu pasti capek dan ingin istirahat! Sebaiknya aku pulang saja!" Balas Revan yang tidak mau singgah dahulu.Akupun keluar dari mobil Revan dan segera masuk ke dalam rumah. Aku melangkahkan kaki ku pelan, karena aku merasa kaki ku sudah pegal sekali. Aku juga ingin mandi terlebih dahulu, karena sudah dua hari aku tidak mandi. Seluruh badanku sudah bau keringat."Duh bau badanku! Aku sendiri tak tahan dengan bau badanku, apalagi orang lain." Aku menyipitkan mata dan menutup hidungku ketika mencium bau b
ke dalam rumah."Iya Mas!" Ucapku pada mas Dika.Perasaan canggung menghampiri diriku kala bertemu dengan mas Dika. Hubunganku dengan mas Dika tidak seperti dulu lagi. Biasanya aku tak akan pernah canggung dengan mas Dika. Bahkan aku sering bermanja dengannya. Mas Dika juga sering bercanda denganku. Tapi setelah kejadian itu, aku dan mas Dika tampak memiliki batas. Aku jadi merindukan masa - masa itu bersama mas Dika. Andai aku bisa memutar kembali waktu, tentu aku tak akan pernah melakukan perbuatan terlarang itu bersama mas Dika. Sekarang bahkan sudah terlambat. Ingin bermanja - manja dengan mas Dika rasanya sudah tak mungkin lagi. Bahkan untuk dekat - dekat dengannya pasti akan terulang lagi perbuatan terlarang itu. Aku mulai sekarang harus jaga jarak dengannya."Kamu sudah makan El!" Tanya mas Dika padaku."Belum sih Mas!" Jawabku pada mas Dika."Tadi Mas ada bawa makanan pulang! Kamu makanlah dulu! Nanti kamu bisa lemas karena lapar!" Ucap mas Dika yang menyuruhku agar segera mak
Ketika pulang sekolah, aku lebih memilih untuk berlama - lama di luar. Aku sengaja tidak langsung balik kerumah, karena cuman ada mas Dika di rumah. Aku harus jaga jarak dengan mas Dika. Aku nggak mau tekadku untuk tidak akan tergoda lagi dengan mas Dika, jadi gagal karena pesona mas Dika yang menggoda bagiku.Mas Dika memang orang yang sangat rupawan, terbukti dulu pernah mbak Lara sampai berantem dengan perempuan lain gara - gara ingin menggoda mas Dika. Bahkan tidak hanya satu orang saja yang berusaha mendekati mas Dika. Tapi sangat banyak perempuan - perempuan yang kepincut dengannya. Penampilannya yang gagah, dulu juga mas Dika termasuk pria yang mapan dengan pekerjaan yang bagus. Mungkin namanya juga jodoh, mas Dika lebih memilih mbak Lara daripada perempuan lain.Teman - teman sekolahku juga banyak kepincut dengan pesona mas Dika. Dulu pernah mas Dika menjemputku ke sekolah. Karena aku belum boleh membawa mobil oleh mbak Lara, mas Dika lah yang sering mengantar ku ke sekolah. S
Sudah seminggu kerharmonisan mas Dika dan mbak Lara kembali terbentuk. Bak pengantin baru, mereka menunjukan betapa bahagianya mereka sudah kembali akur lagi. Mbak Lara mungkin benar - benar menyesal karena sudah menelantarkan mas Dika dulu, dan sekarang ia mencoba memperbaiki kesalahannya. Mas Dika juga tampak bahagia dengan keadaan sekarang.Karena kamarku yang bersebelahan dengan mbak Lara dan mas Dika, aku seakan tak bisa dibuat tidur oleh mereka. Bukannya aku merasa gelisah dengan kedekatan mereka lagi, tapi hampir tiap malam aku melihat atau mendengar erangan mbak Lara. Kadang aku juga merasa kesal dengan mereka yang tidak bisa mengontrol diri mereka agar tidak mengeluarkan suara ketika berhubungan intim. Ini bahkan suaranya lebih parah lagi daripada sejal awal - awal menikah. Aku tidak merasa mereka begitu, sekarang malahan suara erangan mbal Lara sampai merusak gendang telingaku."Ahhh.... Ahhh... Aduhhh Massss! Enak sekali sodokan mu Mas! Lebih dalam Masss!" Ucap mbak Lara ya
Setelah mobil bergoyang itu, aku dan mas Dika memutuskan akan kembali pulang. Rencana kami yang akan jalan - jalan tadi akhirnya batal. Aku nggak tahu apa yang merasuki diriku barusan. Semua seperti aku yang hilang kendali. Hanya karena nafsu semata, aku kembali melakukan kembali dengan mas Dika.Setelah sampai di rumah orang tua mas Dika, aku langsung masuk kedalam rumah. Aku pergi membersihkan diri setelah kejadian mobil bergoyang. Aku merasa bersalah atas kejadian tadi. Aku saat itu banyak diam dan tak banyak bicara. Aku lebih mencoba menghindar dari mas Dika.***Pagi ini kami akan pergi kembali pulang ke rumah. Mas Dika akan ikut bersama kami. Dia yang akan menyetir mobil sampai ke rumah. Kami akan menempuh perjalanan delapan jam kembali yang akan membuat tubuh kami akan terasa capek dan pegal - pegal."Ibuk! Pak! Kami mau pamit Buk! Pak! Kami akan kembali ke kota!" Ucap mas Dika kepada kedua orang tuanya."Iya! Kalian hati - hati ya! Jangan ngebut - ngebut bawa mobilnya! Kalau c
Mas Dika melajukan mobilnya perlahan - lahan. Karena kondisi jalan yang tidak bagus. Aku menghadap keluar kaca mobil. Aku tak berani memulai pembicaraan. Sepertinya mas Dika juga sama, dia tak banyak bicara. Kami seakan seperti dua orang yang lagi marahan dan tak saling tegur sapa. Entah kemana mas Dika akan membawaku, yang jelas aku sungguh sama tak peduli lagi dengan pemandangan di kampung itu. Walau pemandangan perkampungan ini sangatlah indah."El!" Sapa mas Dika yang memulai pembicaraan diantara kami. Dengan perasaan canggung, aku menoleh melihat mas Dika. Mas Dika benar - benar sudah membuatku jatuh hati. Wajahnya yang rupawan dan perawakannya yang dewasa. Membuat aku tak bisa berpikir panjang kalau yang ada bersamaku saat ini adalah suami dari kakakku sendiri."Ya Mas!" Balasku dengan suara lirih. Tapi kami kembali dan tak melanjutkan pembicaraan. Kami tidak tahu harus memulai pembicaraan dari mana. Hingga aku dan mas Dika kembali diam - diaman. Karena suasana yang sunyi sepi s
"Oouuhh Maaasshh lebih dalam lagi Maas!" Enak Mas! Yang mentok Maass!" Ucap mbak Lara sambil menahan agar tidak terlalu bersuara. Otak ku jadi ngebleng mendengar rintihan mbak Lara. Mereka benar - benar tidak bisa menahan diri untuk menunda dulu sampai balik lagi ke rumah. Bahkan ketika ada aku yang di dekat merekapun, mereka bergenjotan berdua. Telinga dan mataku pun tak bisa aku ajak kompromi. Panca indra ku seakan makin peka mendengar keduanya mengerang."Duh sial! Kenapa aku harus terjebak di situasi seperti ini?" Ucapku dalam hati yang tidak bisa tidur karena mbak Lara dan mas Dika. Mereka berdua bersetubuh disaat aku ada bersamanya. Mereka bahkan sama sekali tidak memikirkan ku. Erangan mbak Lara makin lama makin kuat. Dia seakan tak bisa menahan suaranya agar tidak keluar. Mas Dika juga tidak memikirkanku yang ada di dekatnya."Eeuuhhh Massss... Enaaakk Mass! Lebih kuat Mas! Lebih dalam! Yang enak Mas!" Ucap mbak Lara sambil ngos - ngosan. Aku yang lama - kelamaan mendengar set
Kurang lebih jam empat sore kami sudah sampai ke kampung mas Dika. Aku segera memakirkan kendaraan kami tepat di depan rumah mas Dika. Suasana kampung sangat terasa sekali di sini. Banyak pemandangan - pemandangan yang memanjakan mata di kampung ini. "Assalamualaikum Ibuk.... Ucap mbak Lara yang langsung masuk ke dalam rumah dan menyalami Ibu mas Dika dan juga Bapaknya. Akupun ikut menyalami mereka berdua. Aku juga memang merasa cukup dekat dengan mereka. Karena setiap mas Dika dan mbak Lara pulang kampung. Aku akan selalu ikut. Tak pernah mereka meninggalkanku sendiri kala mereka pulang kampung. "Waalaikumsalam..." Balas Ibu mas Dika. "Duduk dulu Nak! Perintah Ibu mas Dika. Aku dan mbak Lara kemudian duduk di ruang tamu rumahnya Ibu mas Dika. "Iya Buk!" Jawab mbak Lara. Setelah beberapa saat, mbak Lara kemudian menanyakan dimana mas Dika sekarang. "Mas Dika mana Buk? Kok Lara nggak lihat!" Tanya mbak Lara yang sudah tidak sabar untuk ketemu mas Dika. "Dika nya sedang di belakang
Ditengah keterpurukan mbak Lara yang hampir putus asa mencari mas Dika yang menghilang. Kini mbak Lara hanya banyak melamun seorang diri. Aku merasa sangat kasihan dengan keadaannya yang sekarang. Bahkan mbak Lara sudah beberapa hari ini tidak masuk kerja. Dia mengatakan kalau dia tidak bisa fokus untuk melakukan pekerjaannya saat ini. Maka dari itu ia mengambil cuti untuk beberapa hari ke depan."Sabar Mbak! Mbak jangan seperti ini terus dong! Nanti Mbak bisa sakit Mbak!" Ucapku menasehati mbak Lara. Tapi Mbak seakan tak memperdulikan ku."Memang Mbak! Penyesalan itu datangnya belakangan! Mbak boleh merasa bersalah! Tapi Mbak jangan seperti ini! Lebih baik Mbak perbaiki semua ini kedepannya. Dan biarkan mas Dika pergi dulu untuk sementara! Mungkin dia butuh waktu untuk menenangkan diri Mbak! Kalau mas Dika sudah merasa baikan, ia akan datang kembali Mbak! Yang penting Mbak sabar dan terus berdoa! Agar mas Dika dibukakan pintu hatinya untuk memaafkan Mbak! Dan kembali lagi bersama Mba
Mbak Lara kelihatan sangat panik dengan perginya mas Dika dari rumah. Aku juga tak menyangka kenapa mas Dika memilih untuk pergi. Aku tahu mas Dika mungkin merasa sudah tak tahan dengan kondisi rumah tangganya yang kacau. Tapi tidak seharusnya mas Dika pergi begini."El! Tolong Mbak El! Kita cari mas Dika El! Mbak nggak mau kalau mas Dika meninggalkan Mbak El!" Ucap mbak Lara. Mbak Lara terus menangis, dia tidak rela mas Dika pergi."Mbak sudah pernah menelpon mas Dika Mbak?" Tanyaku pada mbak Lara."Sudah El! Tapi mas Dika ponselnya mati!" Jawab mbak Lara."Terus, apa Mbak sudah pernah menghubungi keluarga mas Dika Mbak? Mungkin saja mas Dik kembali ke kampungnya!" Tanya aku kembali."Baik El! Mbak akan coba menghubungi Ibunya di kampung. Mungkin benar saja mas Dika pulang El!" Jawab mbak Lara. Mbak Lara segera mengambil ponselnya dan mencari nomor telepon orang tua mas Dika yang ada di kampung. Setelah menemukannya, mbak Lara langsung menghubungi nomor tersebut. Dan tak lama kemudia