Share

Kesempatan Tak Terduga

Mbak Lara dan mas Dika masih belum baikan. Mereka masih saling diam - diaman. Sudah dua hari mereka tak saling tegur satu sama lain. Mas Dika juga tampak lebih sering diam dan tak mau banyak bicara. Bahkan untuk makanpun mereka tak mau saling bersama lagi. Mereka sering sendiri - sendiri. Begitupun juga mbak Lara, dia juga masih keras kepala dan tak mau mengalah. Dia sepertinya juga tak ambil pusing jika mas Dika mencuekannya.

Hari ini mbak Lara akan keluar kota. Kali ini Mbak Lara akan pergi sedikit lebih lama. Sekarang kami akan tinggal berdua lagi dengan mas Dika. Mas Dika juga tidak melarang mbak Lara. Dia terlihat tak memperdulikan mbak Lara akan pergi. Bahkan pada saat mbak Lara pergipun, mas Dika lebih memilih menghindar dan pergi keluar rumah.

"Elsa...!" Terdengar suara mbak Lara memanggilku dari luar kamarku.

"Iya mbak! Ada apa?" Aku menyahutinya dan pergi kekuar kamar. Mbak Lara ternyata sudah berada di depan kamarku dengan meneteng koper.

"Mbak rencananya akan kekuar kota. Mbak ingin ketemu nasabah prioritas untuk keperluan kantor. Kamu jaga rumah ya!"

"Berapa lama Mbak?"

"Sepertinya kali ini agak lama! Mungkin sampai empat atau lima hari. Itupun kalau urusannya cepat kelar! Kamu nggak apa - apakan tinggak sendirj sama mas Dika?"

"Nggak apa - apa kok Mbak! Kan ada mas Dika juga, mas Dika pasti jagain aku kok!"

"Baiklah kalau gitu! Oh ya, uang jajan mu masih ada?"

"Udah agak menipis sih Mbak!" Akupun menyengir karena bilang uangku kurang.

"Kok cepat sekali habisnya! Kamu jangan boros - boros dong! Belajar hemat! Perasaan baru minggu kenarin Mbak transfer. Sekarang udah habis saja!"

"Ya namanya juga keperluan anak gadis Mbak! Memang lagi banyak butuhnya!"

"Butuh apa sih kamu?"

"Biasa dong Mbak! Lipstik, bedak, parfum dan skincare. Masih banyak lagi dong Mbak!"

"Masa habis sekaligus? Pokoknya jangan boros - boros deh! Ini Mbak akan transfer kerekeningmu! Mbak buka mobile banking dulu!"

"Itu sudah Mbak transfer! Inget! Beli apa yang perlu saja! Jangan beli yang tidak - tidak!"

"Ok Buk bos! Perintah siap dijalankan!"

***

Sekarang mbak Lara sudah pergi keluar kota. Kini tinggal aku berdua dengan mas Dika. Kulihat mas Dika masi saja murung. Semenjak pertengkarannya dengan mbak Lara dua harj yang lalu, mas Dika tetao saja murung.

Aku tahu dan cukup mengerti bagaimana perasaan mas Dika. Tapi mbak Lara juga orangnya sangat keras kepala. Mbak Lara orangnya tak akan pernah mau mengalah. Sikapnya itu mungkin mulai terbentuk karena faktor keadaan kami yang keras dulu. Dia jadi orang yang berwatak keras. Dia juga orang yang sangat ambisius. Apapun yang dia impikan, pasti akan dia wujudkan dengan sekuat tenaga.

"Mas Dika, mau kemana?" Aku melihat mas Dika mau pergi malam - malam dan aku memberanikan diri bertanya pada mas Dika yang hendak keluar.

"Mas mau beli makanan El! Kamu ada yang mau kamu titil El?"

"Eh iya dong Mas. Kebetulan aku juga sedang lapar!"

"Kamu mau nitip makan apa? Nanti mas akan belikan!"

"Aku mau nasi goreng yang ada di ujung gang sebelah Mas! Nasi goreng yang pake gerobak itu Mas!"

"Oh... Baiklah! Nanti akan Mas belikan juga sekalian El!"

***

Mas Dika pergi membelikan makan malam untuk kami. Mas Dika sangat lama sekali perginya. Sebelum mas Dika pulang, aku berencana akan pergi mandi. Badanku sedang gerah, karena memang cuaca tadi siang sangat terik. Dan aku juga baru pulang dari tempat les bahasa inggrisku. Akupun pergi ke kamar mandi yang ada dalam kamarku. Kucari handuk putihku dan kubawa masuk kedalam kamar mandi.

Kubuka seluruh pakaianku hingga aku telanjang bulat. Tubuh putih mulus itu sekarang sudah tak ada yang menutupinya lagi. Ku putar kran dan langsung keluar air dari shower. Air itu langsung membasahi tubuhku. Aku sangat menikmati sejuknya air yang keluar dari shower. Setelah tubuhku basah semua, aku mengambil sabun cair yang ada di dinding kamar mandi dan menuangkannya ke spons. Aku meremas - remas spons itu hingga keluar busa yang banyak dan berbau harum. Aku poleskan keseluruh tubuhku hingga kaki. Tak ada yang aku lewatkan untuk menyabuni tubuhku.

***

Aku telah selesai mandi, kulilitkan handukku menutupi dadaku hingga pahkau. Aku mendengar ada suara yang masuk ke dalam rumah.

"Itu pasti mas Dika!" Ucapku dalam hati.

"Elsa... El... Kamu dimana? Mas sudah bawa nih nasi goreng pesananmu! Kita makan bareng yuk! Mas juga lapar nih!" Benar saja itu mas Dika yang datang. Dia sudah kembali membawa makanan pesananku.

"Iya Mas! Tunggu Mas! Aku lagi di kamar!"

Mas Dika mendatangi kamarku yang berdekatan dengan ruang tengah. Mas Dika lewat di depan kamarku dan tiba - tiba ia langsung membuka pintu kamarku.

Kreeek... Pintu kamar itu di buka mas Dika.

Aku sontak merasa kaget saat mas Dika membuka pintu kamarku. Aku yang dalam keadaan tengah telanjang itu, mas Dika datang dan melihat tubuhku dalam keadaan bugil.

"Maass...." Aku kaget bukan kepalang.

Mata mas Dika seakan melotot menatap tubuhku. Dia ternganga ketika melihatku yang sedang tak berpakaian. Mas Dika terlihat menelan ludah, aku bersegera mengambil kembali handukku yang kataruh diatas ranjang dan menutupi tubuhku yang telanjang itu.

Mas Dika langsung menggeleng karena kembali tersadar. Ia juga kelihatan salah tingkah melihatku begini. Ada raut wajah yang tak biasa di mukanya. Mungkin dia juga merasa malu atau juga mungkin nafsu shahwatnya muncul melihat tubuhku yang dalam keadaan telanjang.

"Mamaaf El! Mas nggak sengaja!" Mas Dika sangat gugup dan segera memalingkan wajahnya dan menutup pintu kamarku.

Aku sangat malu pada mas Dika saat itu. Sehingga aku tak kuasa untuk pergi keluar kamar. Tapi perutku sangat lapar dan sudah keroncongan. Mas Dika mungkin sudah menungguku untuk makan malam. Jadi aku beranikan pergi keluar kamar dan menghampiri mas Dika.

"Eh Elsa... A ayo duduk makan! Ma Mas sudah siapka piring untukmu makan!" Tampak mas Dika sangat canggung melihatku.

"Iya Mas!" Akupun duduk di meja makan dan agak menjarak satu kursi dari mas Dika. Aku juga sangat canggung dekat - dekat mas Dika.

Ketika kami sedang makan, kami tak banyak bicara. Kulirik mas Dika hanya menunduk memakan gado - gado yang dibelinya barusan. Kulihat mas Dika dengan lahap memakan makanannya hingga membuatnya cegukan. Sontak aku dan mas Dika secara reflek mengambil air di gelas yang ada di meja.

Tak sengaja tangan kami saling beradu. Tangan mas Dika tak sengaja memegang tanganku. Akupun kaget dan segera menarik tanganku hingga membuat air di gelas itu tumpah.

"Mamaf Mas! Aku nggam sengaja!"

"Nggak apa - apa kok El! Ini salahnya Mas!" Mas Dika kemudian membersihkan air yang tumpah tadi dan kemudian mengelapnya sampai kering.

Dalan keadaan seperti itu kamu sangat canggung dan terasa kikuk. Aku kemudian buru - buru menghabiskan makananku dan segera kubuwa piring kotor itu ke wastafel untuk ku cuci. Aku sangat canggung dan deg - degan berada dekat dengan mas Dika saat ini.

"Perasaan apa ini? Kenapa aku jadi deg - degan berada didekat mas Dika?" Ucapku dalam hati.

Ketika aku sedang mencuci piring makanku, ku lihat mas Dikapun sudag selesai dengan makanannya. Diapun juga membawa piring kotornya itu ke wastafel dan memasukannya.

"Sudah siap Mas makannya?"

"Iya El, Mas mau cuci piringnya!"

"Sini Mas aku cucikan!"

Akupun segera mengambil piring kotor mas Dika, tapi terpegang tangannya olehku. Aku segera menarik tanganku lagi. Aku menunduk karena malu. Lama kami saling diam dan berdiri di wastafel itu.

Kemudian tak kusangka, mas Dika lalu memegang tanganku yang masih kena sabun cuci piring. Dia menggenggamnya dan aku hanya diam tak menolak. Jantungku berdetak kencang saat mas Dika memegang tanganku. Mas Dika makin berani, sekarang dia mundur kebelakangku dan kembali memegang tanganku yang satu lagi. Dia kemudian melajutkan mencuci piring seakan sedang mengajariku mencucu piring. Sangat lama kami mencuci piring yang satu itu. Dan aku hanya bisa pasrah menikmati ketika mas Dika memelukku dari belakang. Sangat terdengar jelas hembusan nafasnya di telingaku. Karena wajag mas Dika sekarang ada di pundakku.

Aku membiarkan begitu saja mas Dika berbuat itu padaku. Aku tak menolaknya, karena memang aku juga menyukainya. Ya, aku akui kalai aku menyukai suami kakakku sendiri. Sekarang aku tak peduli kalau mas Dika adalah abang iparku. Aku juga tidak masalah ketika mas Dika memperlakukan mesra. Bukan selayaknya antara abang ipar denga adik istrinya.

Aku menoleh menghadap wajah mas Dika. Aku lihat wajah yang babyface itu sangatkah tampan. Mas Dika juga sama menatap wajahku secara dalam. Kami saling memandang sangat lama dengan tangan saling berpegangan yang masih belepotan sabun.

Mas Dika kemudian mengecup bibirku yang tepat ada di hadapannya. Aku menerima kecupab bibir dari mas Dika. Lalu mas Dika mengulanginya lagi. Aku juga tetap menerimanya. Mas Dika kemudian melepaskan lagi kecupannya. Aku sudah tak tahan, sekarang aku yang berinisiatif melumat bibir mas Dika. Aku cium bibir yang seksi itu sangat lama. Aku menikmati setiap detail ciuman di bibir mas Dika. Aku nggak peduli lagi siapa yang sekarang aku cium itu. Yang aku pikirkan hanyalah menikmati kesempatan ini sebaik - baiknya.

Sekarang mas Dika makin berani membalas ciumanku. Sekarang mas Dika sedang memainkan lidahnya. Bau nafasnya yang harum makin membuatku betah lama - lama berciuman dengannya. Lidah mas Dika makin masuk kedalam rongga mulutku. Kubukakan rongga mulutku agar mas Dika lebih leluasa memainkan lidahnya ke dalam mulutku.

Mas Dika sekarang mulai memelukku. Dia merangkulku dengan erat, sehingga hanya baju yang kami pakai sebagai pembatas antar kulit kami. Sekarang permainan mas Dika makin ganas. Ia seakan menyedot seluruh air liurku. Pelukkannua semakin erat dan kuat. Aku mengerti sekarang, ternyata mas Dika sudah lama menginginkan hal seperti ini. Mas Dika sudah lama menginginka ciuman seperti ini. Ini terlihat betapa rakusnya mas Dika menciumu bibirku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status