Mbak Lara dan mas Dika masih belum baikan. Mereka masih saling diam - diaman. Sudah dua hari mereka tak saling tegur satu sama lain. Mas Dika juga tampak lebih sering diam dan tak mau banyak bicara. Bahkan untuk makanpun mereka tak mau saling bersama lagi. Mereka sering sendiri - sendiri. Begitupun juga mbak Lara, dia juga masih keras kepala dan tak mau mengalah. Dia sepertinya juga tak ambil pusing jika mas Dika mencuekannya.
Hari ini mbak Lara akan keluar kota. Kali ini Mbak Lara akan pergi sedikit lebih lama. Sekarang kami akan tinggal berdua lagi dengan mas Dika. Mas Dika juga tidak melarang mbak Lara. Dia terlihat tak memperdulikan mbak Lara akan pergi. Bahkan pada saat mbak Lara pergipun, mas Dika lebih memilih menghindar dan pergi keluar rumah. "Elsa...!" Terdengar suara mbak Lara memanggilku dari luar kamarku. "Iya mbak! Ada apa?" Aku menyahutinya dan pergi kekuar kamar. Mbak Lara ternyata sudah berada di depan kamarku dengan meneteng koper. "Mbak rencananya akan kekuar kota. Mbak ingin ketemu nasabah prioritas untuk keperluan kantor. Kamu jaga rumah ya!" "Berapa lama Mbak?" "Sepertinya kali ini agak lama! Mungkin sampai empat atau lima hari. Itupun kalau urusannya cepat kelar! Kamu nggak apa - apakan tinggak sendirj sama mas Dika?" "Nggak apa - apa kok Mbak! Kan ada mas Dika juga, mas Dika pasti jagain aku kok!" "Baiklah kalau gitu! Oh ya, uang jajan mu masih ada?" "Udah agak menipis sih Mbak!" Akupun menyengir karena bilang uangku kurang. "Kok cepat sekali habisnya! Kamu jangan boros - boros dong! Belajar hemat! Perasaan baru minggu kenarin Mbak transfer. Sekarang udah habis saja!" "Ya namanya juga keperluan anak gadis Mbak! Memang lagi banyak butuhnya!" "Butuh apa sih kamu?" "Biasa dong Mbak! Lipstik, bedak, parfum dan skincare. Masih banyak lagi dong Mbak!" "Masa habis sekaligus? Pokoknya jangan boros - boros deh! Ini Mbak akan transfer kerekeningmu! Mbak buka mobile banking dulu!" "Itu sudah Mbak transfer! Inget! Beli apa yang perlu saja! Jangan beli yang tidak - tidak!" "Ok Buk bos! Perintah siap dijalankan!" *** Sekarang mbak Lara sudah pergi keluar kota. Kini tinggal aku berdua dengan mas Dika. Kulihat mas Dika masi saja murung. Semenjak pertengkarannya dengan mbak Lara dua harj yang lalu, mas Dika tetao saja murung. Aku tahu dan cukup mengerti bagaimana perasaan mas Dika. Tapi mbak Lara juga orangnya sangat keras kepala. Mbak Lara orangnya tak akan pernah mau mengalah. Sikapnya itu mungkin mulai terbentuk karena faktor keadaan kami yang keras dulu. Dia jadi orang yang berwatak keras. Dia juga orang yang sangat ambisius. Apapun yang dia impikan, pasti akan dia wujudkan dengan sekuat tenaga. "Mas Dika, mau kemana?" Aku melihat mas Dika mau pergi malam - malam dan aku memberanikan diri bertanya pada mas Dika yang hendak keluar. "Mas mau beli makanan El! Kamu ada yang mau kamu titil El?" "Eh iya dong Mas. Kebetulan aku juga sedang lapar!" "Kamu mau nitip makan apa? Nanti mas akan belikan!" "Aku mau nasi goreng yang ada di ujung gang sebelah Mas! Nasi goreng yang pake gerobak itu Mas!" "Oh... Baiklah! Nanti akan Mas belikan juga sekalian El!" *** Mas Dika pergi membelikan makan malam untuk kami. Mas Dika sangat lama sekali perginya. Sebelum mas Dika pulang, aku berencana akan pergi mandi. Badanku sedang gerah, karena memang cuaca tadi siang sangat terik. Dan aku juga baru pulang dari tempat les bahasa inggrisku. Akupun pergi ke kamar mandi yang ada dalam kamarku. Kucari handuk putihku dan kubawa masuk kedalam kamar mandi. Kubuka seluruh pakaianku hingga aku telanjang bulat. Tubuh putih mulus itu sekarang sudah tak ada yang menutupinya lagi. Ku putar kran dan langsung keluar air dari shower. Air itu langsung membasahi tubuhku. Aku sangat menikmati sejuknya air yang keluar dari shower. Setelah tubuhku basah semua, aku mengambil sabun cair yang ada di dinding kamar mandi dan menuangkannya ke spons. Aku meremas - remas spons itu hingga keluar busa yang banyak dan berbau harum. Aku poleskan keseluruh tubuhku hingga kaki. Tak ada yang aku lewatkan untuk menyabuni tubuhku. *** Aku telah selesai mandi, kulilitkan handukku menutupi dadaku hingga pahkau. Aku mendengar ada suara yang masuk ke dalam rumah. "Itu pasti mas Dika!" Ucapku dalam hati. "Elsa... El... Kamu dimana? Mas sudah bawa nih nasi goreng pesananmu! Kita makan bareng yuk! Mas juga lapar nih!" Benar saja itu mas Dika yang datang. Dia sudah kembali membawa makanan pesananku. "Iya Mas! Tunggu Mas! Aku lagi di kamar!" Mas Dika mendatangi kamarku yang berdekatan dengan ruang tengah. Mas Dika lewat di depan kamarku dan tiba - tiba ia langsung membuka pintu kamarku. Kreeek... Pintu kamar itu di buka mas Dika. Aku sontak merasa kaget saat mas Dika membuka pintu kamarku. Aku yang dalam keadaan tengah telanjang itu, mas Dika datang dan melihat tubuhku dalam keadaan bugil. "Maass...." Aku kaget bukan kepalang. Mata mas Dika seakan melotot menatap tubuhku. Dia ternganga ketika melihatku yang sedang tak berpakaian. Mas Dika terlihat menelan ludah, aku bersegera mengambil kembali handukku yang kataruh diatas ranjang dan menutupi tubuhku yang telanjang itu. Mas Dika langsung menggeleng karena kembali tersadar. Ia juga kelihatan salah tingkah melihatku begini. Ada raut wajah yang tak biasa di mukanya. Mungkin dia juga merasa malu atau juga mungkin nafsu shahwatnya muncul melihat tubuhku yang dalam keadaan telanjang. "Mamaaf El! Mas nggak sengaja!" Mas Dika sangat gugup dan segera memalingkan wajahnya dan menutup pintu kamarku. Aku sangat malu pada mas Dika saat itu. Sehingga aku tak kuasa untuk pergi keluar kamar. Tapi perutku sangat lapar dan sudah keroncongan. Mas Dika mungkin sudah menungguku untuk makan malam. Jadi aku beranikan pergi keluar kamar dan menghampiri mas Dika. "Eh Elsa... A ayo duduk makan! Ma Mas sudah siapka piring untukmu makan!" Tampak mas Dika sangat canggung melihatku. "Iya Mas!" Akupun duduk di meja makan dan agak menjarak satu kursi dari mas Dika. Aku juga sangat canggung dekat - dekat mas Dika. Ketika kami sedang makan, kami tak banyak bicara. Kulirik mas Dika hanya menunduk memakan gado - gado yang dibelinya barusan. Kulihat mas Dika dengan lahap memakan makanannya hingga membuatnya cegukan. Sontak aku dan mas Dika secara reflek mengambil air di gelas yang ada di meja. Tak sengaja tangan kami saling beradu. Tangan mas Dika tak sengaja memegang tanganku. Akupun kaget dan segera menarik tanganku hingga membuat air di gelas itu tumpah. "Mamaf Mas! Aku nggam sengaja!" "Nggak apa - apa kok El! Ini salahnya Mas!" Mas Dika kemudian membersihkan air yang tumpah tadi dan kemudian mengelapnya sampai kering. Dalan keadaan seperti itu kamu sangat canggung dan terasa kikuk. Aku kemudian buru - buru menghabiskan makananku dan segera kubuwa piring kotor itu ke wastafel untuk ku cuci. Aku sangat canggung dan deg - degan berada dekat dengan mas Dika saat ini. "Perasaan apa ini? Kenapa aku jadi deg - degan berada didekat mas Dika?" Ucapku dalam hati. Ketika aku sedang mencuci piring makanku, ku lihat mas Dikapun sudag selesai dengan makanannya. Diapun juga membawa piring kotornya itu ke wastafel dan memasukannya. "Sudah siap Mas makannya?" "Iya El, Mas mau cuci piringnya!" "Sini Mas aku cucikan!" Akupun segera mengambil piring kotor mas Dika, tapi terpegang tangannya olehku. Aku segera menarik tanganku lagi. Aku menunduk karena malu. Lama kami saling diam dan berdiri di wastafel itu. Kemudian tak kusangka, mas Dika lalu memegang tanganku yang masih kena sabun cuci piring. Dia menggenggamnya dan aku hanya diam tak menolak. Jantungku berdetak kencang saat mas Dika memegang tanganku. Mas Dika makin berani, sekarang dia mundur kebelakangku dan kembali memegang tanganku yang satu lagi. Dia kemudian melajutkan mencuci piring seakan sedang mengajariku mencucu piring. Sangat lama kami mencuci piring yang satu itu. Dan aku hanya bisa pasrah menikmati ketika mas Dika memelukku dari belakang. Sangat terdengar jelas hembusan nafasnya di telingaku. Karena wajag mas Dika sekarang ada di pundakku. Aku membiarkan begitu saja mas Dika berbuat itu padaku. Aku tak menolaknya, karena memang aku juga menyukainya. Ya, aku akui kalai aku menyukai suami kakakku sendiri. Sekarang aku tak peduli kalau mas Dika adalah abang iparku. Aku juga tidak masalah ketika mas Dika memperlakukan mesra. Bukan selayaknya antara abang ipar denga adik istrinya. Aku menoleh menghadap wajah mas Dika. Aku lihat wajah yang babyface itu sangatkah tampan. Mas Dika juga sama menatap wajahku secara dalam. Kami saling memandang sangat lama dengan tangan saling berpegangan yang masih belepotan sabun. Mas Dika kemudian mengecup bibirku yang tepat ada di hadapannya. Aku menerima kecupab bibir dari mas Dika. Lalu mas Dika mengulanginya lagi. Aku juga tetap menerimanya. Mas Dika kemudian melepaskan lagi kecupannya. Aku sudah tak tahan, sekarang aku yang berinisiatif melumat bibir mas Dika. Aku cium bibir yang seksi itu sangat lama. Aku menikmati setiap detail ciuman di bibir mas Dika. Aku nggak peduli lagi siapa yang sekarang aku cium itu. Yang aku pikirkan hanyalah menikmati kesempatan ini sebaik - baiknya. Sekarang mas Dika makin berani membalas ciumanku. Sekarang mas Dika sedang memainkan lidahnya. Bau nafasnya yang harum makin membuatku betah lama - lama berciuman dengannya. Lidah mas Dika makin masuk kedalam rongga mulutku. Kubukakan rongga mulutku agar mas Dika lebih leluasa memainkan lidahnya ke dalam mulutku. Mas Dika sekarang mulai memelukku. Dia merangkulku dengan erat, sehingga hanya baju yang kami pakai sebagai pembatas antar kulit kami. Sekarang permainan mas Dika makin ganas. Ia seakan menyedot seluruh air liurku. Pelukkannua semakin erat dan kuat. Aku mengerti sekarang, ternyata mas Dika sudah lama menginginkan hal seperti ini. Mas Dika sudah lama menginginka ciuman seperti ini. Ini terlihat betapa rakusnya mas Dika menciumu bibirku.Aku merasakan betapa rakusnya mas Dika mencium bibirku. Dia melumat bibir ku seakan dia sudah lama tak bercinta. Tangan mas Dika sudah mulai bergerilya di tubuhku. dia mengangkat pakaianku yang malam itu hanya pakai mini dress. Aku sudah tak peduli lagi dengan apapun. Kami berpelukan dan berciuman sangat lama. Sekalarang tangan mas Dika sudah menyentuh bagian dalam punggungku. Tangannya terus kebawah meremas bokongku yang hanya pakai CD."Ouhmm...." Aku mengerang.Mas Dika menghentikan ciumannya. Dia kembali menatap wajahku dan aku juga menatap wajahnya. Kami saling berpandangan. Wajah mas Dika sangat rupawan. Tak ada sepatah katapun keluar dari mulut kami waktu itu. Kemudian tiba - tiba mas Dika membopongku. Dia membawaku ke kamarku. Diperjalanan pergi ke kamar kami terus bertatap - tatapan.Akhirnya kami sampai ke kamarku. Mas Dika membaringkan tubuhku ke ranjang tempat tidur. Ia kemudian membuka baju kaosnya dan terlihat dadanya yang bidang. Kini diapun membuka celananya dihadapank
Aku merasakan betapa rakusnya mas Dika mencium bibirku. Dia melumat bibir ku seakan dia sudah lama tak bercinta. Tangan mas Dika sudah mulai bergerilya di tubuhku. dia mengangkat pakaianku yang malam itu hanya pakai mini dress. Aku sudah tak peduli lagi dengan apapun. Kami berpelukan dan berciuman sangat lama. Sekalarang tangan mas Dika sudah menyentuh bagian dalam punggungku. Tangannya terus kebawah meremas bokongku yang hanya pakai CD."Ouhmm...." Aku mengerang.Mas Dika menghentikan ciumannya. Dia kembali menatap wajahku dan aku juga menatap wajahnya. Kami saling berpandangan. Wajah mas Dika sangat rupawan. Tak ada sepatah katapun keluar dari mulut kami waktu itu. Kemudian tiba - tiba mas Dika membopongku. Dia membawaku ke kamarku. Diperjalanan pergi ke kamar kami terus bertatap - tatapan.Akhirnya kami sampai ke kamarku. Mas Dika membaringkan tubuhku ke ranjang tempat tidur. Ia kemudian membuka baju kaosnya dan terlihat dadanya yang bidang. Kini diapun membuka celananya dihadapank
Kami kelelahan sehabis bertempur semalaman. Mas Dika dan aku tertidur pulas di kamarku. Kami saling berpelukan layaknya pengantin baru. Kami berpelukan dalam keadaan telanjang yang hanya ditutupi oleh selimut.Ditengah malam aku merasakan kembali ada yang sedang menciumi dadaku. Antara sadar dan tidak, aku meresakan ada yang menyetuh selangkanganku. Ada tangan yang mengusap - usap tubuhku dan juga ciuman dileherku.Aku terbangun dan perlahan kubuka mataku. Mas Dika sekarang kembali mencumbuku. Dia menciumi leherku hingga dadaku. Tak ada yang dilewatkannya, hingga kupingku pun diciuminya."Oohh mas Dika!" Lirihku keenakkan.Mas Dika tak memperdulikannya. Dia terus menciumi leherku dan menggigit - gigit kecil hingga meninggalkan bekas disana. Sekarang mas Dika tepat berada diatasku. Dia menindih tubuhku dalam keadaan telanjang. Aku sangat menikmati setiap apa yang dia lakukan."Mas Masukim lagi ya!" Mas Dika berniat untuk menusukku lagi dengan batang supernya. Dia kemudian memberikan ai
Semenjak kejadian malam itu, aku dan mas Dika menghabiskan hari - hariku bersamanya. Kami menikmati waktu bersama sebelum mbak Lara kembali. Banyak kami lakukan berdua, bercumbu dan bermain bersama. Mas Dika sangat menyenangkan, dia juga orang yang sangat humoris. Kami layaknya sepasang kekasih baru yang sedang kasmaran. Kami saling memadu kasih berdua."Elsa! Kamu cantik ya?" Gombal mas Dika."Ah Mas! Mas sukanya ngegomabalin doang!" Balasku."Beneran! Mas nggak bohong! Sumpah deh Mas nggak bohong!" Mas Dika berusaha meyakinkan.Mas Dika terus memuji kecantikanku. Aku dengan kakakku Lara memang dikaruniai penampilan yang cantik dan menarik. Mbak Lara dengan tubuh proposionalnya dan rambut hitam panjang. Sedangkan aku dengan wajah yang terlihat imut kata banyak orang - orang.Mas Dika sangat beruntung memiliki mbak Lara sebagai istrinya. Dulu memang mereka dijuluki sepasang suami istri yang sangat serasi. Mas Dika yang ganteng dan tubuh tinggi, sedangkan mbak Lara perempuan yang canti
Pagi - pagi sekali kami bangun setelah pertempuran semalam. Kami harus bersiap untuk beres - beres karena mbak Lara akan pulang. Agar mbak Lara tidak curiga nantinya. Aku membangunkan mas Dika yang tidur di kamarku."Mas! Bangun Mas!" Aku menepuk - nepuk tubuhnya mas Dika agar bangun."Eeennnggggmmmh..." Mas Dika menggeliat karena kebangun olehku."Ayo bangun Mas! Sekarang sudah pagi! Sebentar lagi mbak Lara pulang! Nanti kalau dia lihat Mas di kamarku gimana? Bisa berabe Mas!" Ucapku meminta mas Dika agar bangun segera."Udah pagi ya?" Tanya mas Dika yang kemudian menutup matanya kembali."Ayo bangun Mas! Kami pindah ke kamarmu saja kalau mau tidur lagi! Jangan tidur di sini!" Pintaku pada mas Dika."Iya iya! Bentar lagi ya El!" Ucap mas Dika yang masih nggak mau bangun."Nggak! Mas harus bangun sekarang! Mas tidur di kamar Mas saja! Sebentar lagi mbak Lara pulang Mas! Aku nggak mau mbal Lara nanti curiga kalau melihat Mas masih di sini!" Ucapku."Iya deh! Bawel amat!" Ucap mas Dika
Sepulangnya mbak Lara, kami berusaha bersikap seperti biasa. Mas Dika memperlakukan aku kembali seperti biasa sebelum kejadian mbak Lara pergi. Aku cukup senang melihat mbak Lara dan mas Dika akur lagi. Tampak mbak Lara kembali bermanja - manja pada mas Dika. Sejujurnya disatu sisi aku merasa senang dengan akurnya mereka. Tapi disisi lain, hatiku mulai merasakan sedikit cemburu dengan kedekatan mereka.Aku bahkan tak sengaja melihat mbak Lara dan mas Dika yang sedang bermesraan berdua. Mereka tampak bercengkrama di ruang tengah. Aku memperhatikannya dari jauh kemesraan itu."Lara! Selama kamu di luar kota ngapain saja Ra? Kok lama gitu? Kerjaannya ngapain aja disana?" Tanya mas Dika pada Mbak Lara."Biasalah Mas! Bertemu dengan nasabah banyak banget! Terus ketemu sama rekan - rekan kerja yang ada di sana!" Jawab mbak Dika."Tiap bulan ketemu nasabah terus! Memang sebanyak apa sih nasabah kamu di sana?""Ya mau gimana lagi Mas! Namanya juga tuntutan pekerjaan! Harus rajin! Kalau nggak
Revan kembali menyatakan cintanya padaku. Sudah seringkali Revan mengungkapkannya padaku. Tapi aku selalu menolaknya. Bukan karena alasan fisik ataupun yang lain. Revan orangnya sangat tampan dan dia juga orang yang friendly kepada siapa saja. Dia juga luwes dalam bergaul. Tapi aku entah kenapa aku tidak tertarik dengannya.Sejujurnya aku lebih menyukai pria yang lebih tua dariku dan juga terlihat dewasa. Seperti mas Dika, dia adalah tipe laki - laki impianku. Aku tidak juga membenci Revan, aku sebenarnya menyukai Revan, tapi itu hanya sebatas suka. Dan kali ini dia juga kembali menyatakan cinta padaku. Aku bingung harus menjawab apa. Karena aku sudah seringkali menolaknya. Bahkan aku juga pernah menggantung perasaannya. Tapi dia masih saja gigih untuk mendekatiku."Gimana El? Kamu mau nggak jadi pacarku?" Tanya Revan kembali."Gimana ya Rev! Aku bukannya tidak menyukaimu! Sejujurnya aku senang bisa dekat denganmu. Tapi aku nggak tahu bagaimana sebenarnya perasaan yang aku miliki untu
Mas Dika terus berupaya memperkaosku. Aku tak bisa menahannya, dia terlalu kuat. Mas Dika makin berani menyentuhku, mendaratkan ciumannya di bibirku dan bahkan menjilati belahan selangkanganku.Jilatan mas Dika membuatku hilang kendali. Aku mulai menikmati setiap sentuhan lidah mas Dika. Mas Dika dengan rakusnya menjilati belahan itu sampai terasa becek dan geli - geli nikmat. Yang membuatku makin terbawa suasana menikmatinya."Jangan Maasss.... Aduuuuhh... Aaahhh..." Aku menggelinjang nikmat. Mas Dika tiada hentinya memaikan lidahnya di sana. Bahkan ia mulain menusuk - nusuk belahan itu dengan lidahnya. Ia juga memainkan klitorisku. Aku yang tadinya memberontak, kini mulai pasrah menikmat permainan mas Dika.Setelah puas bermain di area selangkanganku, mas Dika mengehentikannya seketika. Dia kemudian kembali duduk di hadapanku. Dengan senyuman manisnya, ia melepaskan seluruh pakaiannya. Kini mas Dika ikut telanjang bulat dihadapanku. Lalu ia memainkan batang kejantanannya yang membes
Mas Dika terlalu dekat denganku. Wajahnya yang manis, ditambah dengan penerangan dari ponsel. Itu membuat mas Dika makin ganteng menurutku. Aku tak sabar lagi ingin melumat bibirnya itu dengan segera. Sepertinya candu dalam diriku sangat susah hilang. Karena ada saja kesempatan untukku bisa berduaan dengan mas Dika.Dengan jarak sedekat ini, aku bisa saja melayangkan ciumanku pada mas Dika. Abang ipar aku itu benar - benar menggoda. Aku yakin, siapapun dalam kondisi ini tidak akan bisa bertahan untuk segera melumat bibir indah milik mas Dika itu."Mas Dika benar - benar sempurna!" Pujiku dalam hati. Seketika aku kembali tersadar kalau aku tidak boleh terbawa godaan. Namun setan dalam hatiku terus berbisik untuk segera mencumbu mas Dika yang sedang konsentrasi itu. Imanku seakan naik turun secara drastis."El! Sekarang kamu ngerti kan?" Tanya mas Dika yang seketika lamunanku jadi buyar."Eh iya Mas! A ha!" Jawabku tiba - tiba."Apanya yang ita El?" Tanya mas Dika kembali."Itu... A...
Aku memutuskan menerima bantuan mas Dika untuk menyelesaikan tugas fisika yang membuat otakku buntu itu. Tapi aku masih berusaha untuk menahan diri agar tidak terlalu dekat dengan mas Dika. Karena kalau sampai aku dekat - dekat dengannya, aku pasti akan tergoda lagi. Apalagi pesona mas Dika sudah meracuni pikiranku."Ayo geser sini! Ngapain jauh - jauhan begitu duduknya? Mas susah untuk menjelaskan sama kamu! Sudah dekat saja otakmu masih susah menerima penjelasan dari Mas! Apalagi kalau jauh begitu duduknya!" Ucap mas Dika yang memintaku untuk mendekat duduknya dengan dirinya."Iya iya!" Ucapku judes. "Makin dekat duduknya makin nggak bisa otakku menerima pelajaran darimu Mas!" Ucapku dalam hati. Aku kemudian menggeser dudukku dekat mas Dika. Kemudian mas Dika mengambil buku ku dan mempelajarinya terlebih dahulu lalu mengajarkan kembali padaku."Sini bukunya! Mas pelajari dulu sebentar!" Ucap mas Dika yang langsung mengambil bukuku dari tanganku. Aku membiarkan mas Dika mempelajari s
ke dalam rumah."Iya Mas!" Ucapku pada mas Dika.Perasaan canggung menghampiri diriku kala bertemu dengan mas Dika. Hubunganku dengan mas Dika tidak seperti dulu lagi. Biasanya aku tak akan pernah canggung dengan mas Dika. Bahkan aku sering bermanja dengannya. Mas Dika juga sering bercanda denganku. Tapi setelah kejadian itu, aku dan mas Dika tampak memiliki batas. Aku jadi merindukan masa - masa itu bersama mas Dika. Andai aku bisa memutar kembali waktu, tentu aku tak akan pernah melakukan perbuatan terlarang itu bersama mas Dika. Sekarang bahkan sudah terlambat. Ingin bermanja - manja dengan mas Dika rasanya sudah tak mungkin lagi. Bahkan untuk dekat - dekat dengannya pasti akan terulang lagi perbuatan terlarang itu. Aku mulai sekarang harus jaga jarak dengannya."Kamu sudah makan El!" Tanya mas Dika padaku."Belum sih Mas!" Jawabku pada mas Dika."Tadi Mas ada bawa makanan pulang! Kamu makanlah dulu! Nanti kamu bisa lemas karena lapar!" Ucap mas Dika yang menyuruhku agar segera mak
Ketika pulang sekolah, aku lebih memilih untuk berlama - lama di luar. Aku sengaja tidak langsung balik kerumah, karena cuman ada mas Dika di rumah. Aku harus jaga jarak dengan mas Dika. Aku nggak mau tekadku untuk tidak akan tergoda lagi dengan mas Dika, jadi gagal karena pesona mas Dika yang menggoda bagiku.Mas Dika memang orang yang sangat rupawan, terbukti dulu pernah mbak Lara sampai berantem dengan perempuan lain gara - gara ingin menggoda mas Dika. Bahkan tidak hanya satu orang saja yang berusaha mendekati mas Dika. Tapi sangat banyak perempuan - perempuan yang kepincut dengannya. Penampilannya yang gagah, dulu juga mas Dika termasuk pria yang mapan dengan pekerjaan yang bagus. Mungkin namanya juga jodoh, mas Dika lebih memilih mbak Lara daripada perempuan lain.Teman - teman sekolahku juga banyak kepincut dengan pesona mas Dika. Dulu pernah mas Dika menjemputku ke sekolah. Karena aku belum boleh membawa mobil oleh mbak Lara, mas Dika lah yang sering mengantar ku ke sekolah. S
Sudah seminggu kerharmonisan mas Dika dan mbak Lara kembali terbentuk. Bak pengantin baru, mereka menunjukan betapa bahagianya mereka sudah kembali akur lagi. Mbak Lara mungkin benar - benar menyesal karena sudah menelantarkan mas Dika dulu, dan sekarang ia mencoba memperbaiki kesalahannya. Mas Dika juga tampak bahagia dengan keadaan sekarang.Karena kamarku yang bersebelahan dengan mbak Lara dan mas Dika, aku seakan tak bisa dibuat tidur oleh mereka. Bukannya aku merasa gelisah dengan kedekatan mereka lagi, tapi hampir tiap malam aku melihat atau mendengar erangan mbak Lara. Kadang aku juga merasa kesal dengan mereka yang tidak bisa mengontrol diri mereka agar tidak mengeluarkan suara ketika berhubungan intim. Ini bahkan suaranya lebih parah lagi daripada sejal awal - awal menikah. Aku tidak merasa mereka begitu, sekarang malahan suara erangan mbal Lara sampai merusak gendang telingaku."Ahhh.... Ahhh... Aduhhh Massss! Enak sekali sodokan mu Mas! Lebih dalam Masss!" Ucap mbak Lara ya
Setelah mobil bergoyang itu, aku dan mas Dika memutuskan akan kembali pulang. Rencana kami yang akan jalan - jalan tadi akhirnya batal. Aku nggak tahu apa yang merasuki diriku barusan. Semua seperti aku yang hilang kendali. Hanya karena nafsu semata, aku kembali melakukan kembali dengan mas Dika.Setelah sampai di rumah orang tua mas Dika, aku langsung masuk kedalam rumah. Aku pergi membersihkan diri setelah kejadian mobil bergoyang. Aku merasa bersalah atas kejadian tadi. Aku saat itu banyak diam dan tak banyak bicara. Aku lebih mencoba menghindar dari mas Dika.***Pagi ini kami akan pergi kembali pulang ke rumah. Mas Dika akan ikut bersama kami. Dia yang akan menyetir mobil sampai ke rumah. Kami akan menempuh perjalanan delapan jam kembali yang akan membuat tubuh kami akan terasa capek dan pegal - pegal."Ibuk! Pak! Kami mau pamit Buk! Pak! Kami akan kembali ke kota!" Ucap mas Dika kepada kedua orang tuanya."Iya! Kalian hati - hati ya! Jangan ngebut - ngebut bawa mobilnya! Kalau c
Mas Dika melajukan mobilnya perlahan - lahan. Karena kondisi jalan yang tidak bagus. Aku menghadap keluar kaca mobil. Aku tak berani memulai pembicaraan. Sepertinya mas Dika juga sama, dia tak banyak bicara. Kami seakan seperti dua orang yang lagi marahan dan tak saling tegur sapa. Entah kemana mas Dika akan membawaku, yang jelas aku sungguh sama tak peduli lagi dengan pemandangan di kampung itu. Walau pemandangan perkampungan ini sangatlah indah."El!" Sapa mas Dika yang memulai pembicaraan diantara kami. Dengan perasaan canggung, aku menoleh melihat mas Dika. Mas Dika benar - benar sudah membuatku jatuh hati. Wajahnya yang rupawan dan perawakannya yang dewasa. Membuat aku tak bisa berpikir panjang kalau yang ada bersamaku saat ini adalah suami dari kakakku sendiri."Ya Mas!" Balasku dengan suara lirih. Tapi kami kembali dan tak melanjutkan pembicaraan. Kami tidak tahu harus memulai pembicaraan dari mana. Hingga aku dan mas Dika kembali diam - diaman. Karena suasana yang sunyi sepi s
"Oouuhh Maaasshh lebih dalam lagi Maas!" Enak Mas! Yang mentok Maass!" Ucap mbak Lara sambil menahan agar tidak terlalu bersuara. Otak ku jadi ngebleng mendengar rintihan mbak Lara. Mereka benar - benar tidak bisa menahan diri untuk menunda dulu sampai balik lagi ke rumah. Bahkan ketika ada aku yang di dekat merekapun, mereka bergenjotan berdua. Telinga dan mataku pun tak bisa aku ajak kompromi. Panca indra ku seakan makin peka mendengar keduanya mengerang."Duh sial! Kenapa aku harus terjebak di situasi seperti ini?" Ucapku dalam hati yang tidak bisa tidur karena mbak Lara dan mas Dika. Mereka berdua bersetubuh disaat aku ada bersamanya. Mereka bahkan sama sekali tidak memikirkan ku. Erangan mbak Lara makin lama makin kuat. Dia seakan tak bisa menahan suaranya agar tidak keluar. Mas Dika juga tidak memikirkanku yang ada di dekatnya."Eeuuhhh Massss... Enaaakk Mass! Lebih kuat Mas! Lebih dalam! Yang enak Mas!" Ucap mbak Lara sambil ngos - ngosan. Aku yang lama - kelamaan mendengar set
Kurang lebih jam empat sore kami sudah sampai ke kampung mas Dika. Aku segera memakirkan kendaraan kami tepat di depan rumah mas Dika. Suasana kampung sangat terasa sekali di sini. Banyak pemandangan - pemandangan yang memanjakan mata di kampung ini. "Assalamualaikum Ibuk.... Ucap mbak Lara yang langsung masuk ke dalam rumah dan menyalami Ibu mas Dika dan juga Bapaknya. Akupun ikut menyalami mereka berdua. Aku juga memang merasa cukup dekat dengan mereka. Karena setiap mas Dika dan mbak Lara pulang kampung. Aku akan selalu ikut. Tak pernah mereka meninggalkanku sendiri kala mereka pulang kampung. "Waalaikumsalam..." Balas Ibu mas Dika. "Duduk dulu Nak! Perintah Ibu mas Dika. Aku dan mbak Lara kemudian duduk di ruang tamu rumahnya Ibu mas Dika. "Iya Buk!" Jawab mbak Lara. Setelah beberapa saat, mbak Lara kemudian menanyakan dimana mas Dika sekarang. "Mas Dika mana Buk? Kok Lara nggak lihat!" Tanya mbak Lara yang sudah tidak sabar untuk ketemu mas Dika. "Dika nya sedang di belakang