Sudah lebih tiga puluh menit Gerald dan Giselle membedah beberapa kontrak dari para klien milik Giselle. Dan mereka berdua masih berada di Private room restaurant tersebut.Gerald melirik sesaat ke arah Giselle dan melihat jam di arloji rolex yang dia kenakan. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam."Ehm... Giselle..?!" panggil Gerald dengan melihat Giselle yang masih sibuk membolak-balikkan berkas ditangannya.Giselle berhenti sesaat dan menoleh ke arah Gerald, "Ya ?" jawab Giselle singkat."Bagaimana kalau kita pergi ke tempat yang jauh lebih nyaman..?" usul Gerald.Giselle menaikkan satu alisnya. Berpikir."Hmm... Boleh juga... Mau kemana..?" setuju Giselle. Karena jujur saat ini dia juga sudah sangat lelah dengan posisi duduk deperti ini.Gerald tersenyum, "Bagaimana kalau di apartmentku ?" usul Gerald lagi.Deg !"Hah?!" kaget Giselle.Gerald pun bicara karena melihat ekspresi kaget Giselle. "Bukan maksud aku untuk sesuatu Giselle, hanya saja lebih tidak mungkin ‘kan kalau
"Sepertinya dengan sedikit menggodamu aku bisa menikmati tubuhmu malam ini Giselle !!" gumam Gerald dan berjalan mendekati Giselle yang tengah duduk di sofa.Giselle tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Gerald yang kini sudah berjalan ke arahnya."Oh My !! Aku tidak akan tahan kalau seperti ini" batin Giselle menggigit bibir bawahnya. Tubuhnya gelisah dan merasakan hawa panas yang mulai menyebar di seluruh aliran darahnya.Gerald duduk di sofa tepat di samping Giselle, "Apa tidak masalah aku seperti ini ?"Giselle memperbaiki posisi duduknya, berusaha mengontrol perasaannya saat ini. "Ya, no problem.."Dengan gerakan lembut, Gerald mengangkat tangan dan mengurai rambut Giselle yang masih setengah basah itu. Dia tidak sangka kalau Giselle benar-benar mandi secara utuh seperti ini.Gerald menghirup aroma shampo dari rambut Giselle, "Hmm... Rambutmu sangat wangi Giselle..." suara berat Gerald membuat adrenalin Giselle ikut berpacu."Ehmm... Ge—gerald..." serak Giselle dengan mata say
"Ahhh... Apa yang kamu lakukan Gerald?" kaget Giselle karena baru pertama kali di perlakukan seperti ini.Tidak menjawab pertanyaan Giselle, Gerald terus melangkah menuju kamar utama yaitu kamar pribadinya."Gerald?" panggil Giselle.Gerald menurunkan Giselle di atas ranjang berukuran king size miliknya."Duduk sebentar untukku!" ujar Gerald dan Giselle dengan patuh duduk di tepi ranjang. Gerald menarik keatas mini dress Giselle hingga membuat wanita itu telanjang tidak mengenakan sehelai kain pun di tubuhnya.Puas menatap tubuh indah Giselle, Gerald naik ke atas ranjang dan dengan suara beratnya. "Berbaring di sini untukku...!"Giselle mengikuti arahan Gerald dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang dengan pose erotis, "Se—seperti ini?"Gerald tersenyum, "Hmm, good girl!" Kemudian dengan sedikit berlutut di samping wajah Giselle. Ia mengarahkan tongkatnya ke wajah Giselle, "Sekarang kau bisa menghisapnya lagi..."Giselle menatap sayu tongkat yang besar dan menggairahkan itu. Dengan wa
Gerald bangun dari rebahannya dan berlutut sambil terus menghisap klit Giselle dengan kuat dan berseru , "Oughh Giselle... Milikmu sangat enak!"Giselle kaget luar biasa. Serangan Gerald terlalu kuat. Giselle melepaskan kulumannya. Mata hitamnya sudah tidak terlihat. Giselle baru pertama kali merasakan hal seperti ini.Tubuhnya tertekuk keatas dengan erotis dan ditahan begitu kuat oleh Gerald. Giselle menahan tubuhnya dengan kedua tangannya bertumpu di atas kasur.Gerald semakin kuat menghisap inti tubuhnya.Suara erotis terdengar kian intens."Geraldd! Gerald! Hen—hentikan!! Ini terlalu kuat Gerald!!" teriak Giselle mengeluarkan air mata. Giselle dapat merasakan sebentar lagi akan meledak di bawah sana.Sensasi ini membuatnya hilang akal.Gerald meremas bokong Giselle dengan kuat dan memasukkan lidahnya kemudian menghisapnya.Giselle memegang paha Gerald dengan kuat dan membuang kepalanya ke belakang."Ahk! Aku tidak tahan lagi Gerald! Akhh Gerald!" lengkingan Giselle mengunci tubuhn
Matahari pagi sudah mengintip dari balik jendela. Pantulan cahaya terlihat begitu indah. Namun tidak lagi di rasakan oleh pria yang tengah berada di ruang tamu dengan sekaleng bir yang masih berada di genggamannya.Cahaya matahari menyilaukan matanya yang masih tertutup rapat."Bella...?" suara serak terdengar seisi rumah. Suara khas baru bangun tidur. Steve mengerjapkan matanya sekilas dan tersadar akan sesuatu."Ah... kau sudah tidak ada di sini ..." gumamnya tersenyum kecut."Dan sebentar lagi kita akan resmi bercerai, tapi aku tidak akan membuat kau bahagia dan kau harus tahu siapa Austin sebenarnya" decak Steve memulai paginya dengan merencanakan sesuatu."Austin hanyalah pria berengsek yang membelimu dengan kekayaannya!" sambung Steve kemudian bangun dari tidurnya.Steve mengambil tas kerjanya dan meraih sebuah map.Di bukanya map tersebut dan membaca sekilas surat gugatan cerai dari Bella pada isi selembaran itu.Diambilnya sebuah pena dan ketika hendak ingin menandatangani. St
Sedangkan cahaya matahari pagi di ruangan yang berbeda menyapa sepasang kekasih yang tengah duduk di teras kamar mereka sambil menikmati seduhan teh hangat."Love apa tidak masalah kita sarapan di sini, sedangkan Mom Agatha dan Daddy Ed ada di bawah..." tanya Bella kepada Austin."Tidak masalah love, Mommy yang meminta kepada pelayan untuk mengantarkan sarapan kita," jawab Austin santai sambil menyuapi Bella sepotong sandwich."Euhmm... Uhmm... Tawpi kwenapa...""Ssstttt... Hhahahaha... Makan dulu sayang, nanti tersedak...!" sela Austin melihat Bella memaksakan diri untuk berbicara. Padahal mulutnya masih penuh dengan potongan sandwich yang baru saja di suapi oleh Austin."Hmmp! Iya sayang..." jawab Bella setelah berhasil menghabiskan makanan di mulutnya."Tapi kenapa Mom meminta kita sarapan di kamar?" tanya Bella sangat penasaran."Entahlah sayang..." jawab Austin singkat, mengangkat bahunya ke atas."Mungkin Mommy tahu kalau aku dan kamu saat ini sedang kelelahan, karena baru saja
"Silahkan Tuan, Nyonya..." sapa Max sambil membuka pintu mobil."Thank you Max," balas Bella.Austin dengan sigap menahan kap mobil agar tidak mengenai kepala Bella.Setelah Bella masuk, Austin pun ikut masuk ke dalam mobil. Karena Bella langsung menggeser posisinya ke bagian kanan dan menepuk kursi agar dia segera masuk."Thank you sayang.. Cup !" ucap Austin lembut dan mengecup pipi Bella."You’re welcome sayang.." balas Bella.Max yang melihatnya Tuannya berseri-seri, turut bahagia. Dan tidak dapat menyembunyikan senyuman di wajahnya yang kurang senyum itu.Dirinya segera masuk ke bagian kursi pengemudi, "Kita kemana Tuan?""Ehm, tempat Daniel.." jawab Austin singkat."Baik Tuan..""Eh, memangnya Max tahu di mana tempat Daniel?" bingung Bella. Karena seingat Bella, tidak pernah sekalipun Max mengantarnya ke perusahaan Daniel."Ah itu Nyonya..." Max gelagapan dan menggaruk kepalanya."Tentu saja dia tahu sayang... Karena di mana pun kamu berada akan selalu dalam radar dan pengawasan
Fin mengendarai mobilnya menuju basecamp setelah mendapatkan telpon dari Max untuk memindahkan tawanan mereka.Ring ring ringBunyi ponsel Fin kembali berdering. Dengan sigap Fin menekan tombol di layar mobilnya."Ada apa Ken?""Tuan Max menyuruh kita untuk memindahkan dia ke penjara khusus pria.." jawab Ken dengan cepat."Ya, aku sudah mengetahuinya. Dan sekarang lagi on the way ke basecamp.. !" balas Fin sambil menyetir. Dirinya tidak kehilangan fokus pada saat menelpon karena memakai speaker yang langsung terhubung dengan kendaraannya."Jemput aku Fin, biar kita sama-sama ke sana. Di sana sangat berbahaya!" tukas Ken mengkhawatirkan Fin yang nekat berpergian ke penjara khusus pria yang terkenal sangat kejam itu."No problem Ken! Kamu istirahat saja di rumah, aku bisa membawa bawahan kita," tolak Fin memikirkan kondisi Ken saat ini."Hmm, baiklah. Kamu segera info kepadaku kalau ada hal buruk yang terjadi.""Of course! And take a rest!" tutup Fin menyudahi telponnya. Karena sekarang
Ludwig tersenyum dan terkekeh. “Jadi? Mau berhenti sampai di sini?” Elle memicingkan matanya, “Tidak!! Tentu saja tidak sayang!Aku akan menahannya…” Ludwig tersenyum sumringah dan berbisik, “Aku juga tidak berniat untuk berhenti sayang…” ucapnya seduktif. Blush! Wajah Elle merona. “Aku mulai sayang?” bisik Ludwig dengan lembut dan di angguki oleh Elle. Pria itu kembali melumat bibir ranum kekasihnya. Sedangkan boanya mulai mencari sarangnya di bawah sana. Sesuai yang ia duga. Sarang untuk boanya terlalu sulit untuk di tembus. Hingga ia harus turun kembali dan memberikan sesapan dan jilatan di bawah sana hingga basah. Dan kembali memposisikan dirinya. Elle terus mendesah atas perlakuan Ludwig yang begitu menggairahkan. “Acckk…” jeritnya beberapa kali saat Ludwig berusaha menembus meiliknya di bawah sana. Hingga dia dapa merasakan kepala boa kekasihnya itu berada di antara bibir miliknya. Ludwig yang tahu posisi nya itu perlahan mendorong masuk. “Akh sakit… “ringis Elle kesakita
“Kamu begitu cantik dan seksi sayang…” ucap Ludwig dan kembali mencumbu kekasihnya itu dengan begitu liar. Ciuman yang begitu intim dan saling berbalas. Saling melumat dan mengecap yang membangkitkan gairah kedua sejoli ini. Tangan Ludwig kembali mengusap lembut bagian perut rata kekasihnya, naik ke payudara Elle dan memilin putingnyanya, mengusap pipi merona kekasihnya dengan begitu khidmat. Tangan Elle pun tidak tinggal diam begitu saja. Wanita cantik itu terus membelai dan mengusap otoy lengan, otot punggung dan dada kekasihnya itu. Dengan satu kali gerakan cepat, kini posisi mereka berdua sudah ada di tengah – tengah ranjang. Ludwig memindahkan tubuh Elle yang sudah telanjang bulat itu. Handuknya pun tertinggal di tepi ranjang begitu saja.Pria itu kembali menatap wajah cantik kekasihnya. Mengukung tubuh Elle, nafas mereka saling bersahutan. “Kamu sangat cantik Elle, kamu… sangat sexy… “ pujanya lagi sambil mengusap lembut pipi merona Elle. Ludwig tersenyum lembut menatap penu
Ludwig menelan kasar salivanya mendengar perkataan Elle yang begitu seduktif. “Sayang… kenapa kamu mengatakan hal itu?” Ludiwg berlutut dan memegang tangan kekasihnya itu. Menatapnya lekat.“Aku mau kamu jadi yang pertama untukku, Lud…”Ludwig tersenyum mendengar penuturan Elle. Siapa yang tidak bahagia mendengar hal seperti itu. “Iya sayang, nanti setelah kita menikah… Hmm?” ucap Ludwig pelan. Bohong jika dia tidak tergoda. Apalagi tadi dia melihat dengan jelas keindahan kedua dada kekasihnya itu. Mengingat nya saja membuat kepala atas dan bawahnya berdenyut. Dan sekarang kekasihnya sendiri yang memberikan izin.Elle menggelengkan kepalanya. “Aku mau sekarang, aku takut hal seperti ini terjadi kembali ke depannya. Setidaknya aku menyerahkannya padamu. Pada pria yang aku cintai…” ucap Elle tegas dengan mata sayunya.Deg!“Sa… sayang? Aku –“ Dalam seketika jakun Ludwig bergerak naik turun kesulitan menelan salivanya. Kekasihnya itu melepaskan kaitan handuk yang menutup tubuhnya tadi,
“Ludwig… Aku… Hikss.. hiksss…” lirihnya.Ludwig segera berlutut dan memeluk tubuh kekasihnya itu. Memeluknya dengan erat. Ludwig mengusap lembut punggu Elle, menenangkan wanita yang begitu ia cintai.Hatinya terasa begitu sakit melihat keadaan Elle saat ini.“Maafkan aku sayang… Maafkan aku…” gumam Ludwig tiada henti meminta maaf. Dia sudah bersumpah untuk selalu menjaga wanitanya. Tetapi malam ini dia sudah lalai sampai membuat Elle mengalami hal ini.Elle menggeleng, “inih… bukan salah kamu sayang…” ucap Elle dengan suara isak tangisnya.Ludwig mengurai pelukannya dan dengan satu kali hentakan, dia membawa Elle di dalam gendongannya ala bridal. Elle langsung memeluk leher Ludwig untuk menopang tubuhnya.Wajahnya masuk ke dalam dada bidang.Elle seketika sadar kalau saat ini pakaian Ludwig basah kuyup karena hujan. “Sayang, kamu basah…” gumamnya pelan.“Hmm… Iya sayang…” balas Ludwig pelan.Mereka berdua masuk ke dalam kamar. Ludwig menurunkan Elle duduk di atas tempat tidur. Handuk
Ludwig menjadi begitu gelisah begitu turunnya hujan. Pria itu menjadi tidak konsentrasi. Bruno yang melihatnya pun menghampiri pria itu.“Ada apa bro?” tanya Bruno.Ludwig menoleh, “Ah tidak ada…” jawabnya singkat.“Kamu pulang saja lebih dahulu, biar di sini kami yang tangani.” Imbuh Hanz kepada Ludwig.“Hmm, benar kata Hanz. Kasihan Elle di rumah sendirian.” Sambung Stefan.Ludwig tersenyum, tanpa dia mengutarakan kekhawatirannya, para sahabatnya begitu pengertian. “Thank you.”Pria itu kemudian membereskan perlengkapannya. Lalu berjalan keluar. Hujan terlihat begitu deras, payung pun dia tidak punya. Tapi rasa khawatirnya kepada Elle jauh lebih besar dari pada khawatir dengan keadaannya saat ini. “Hahh! Kenapa aku kepikiran seperti ini!” batinnya.Dengan satu kali tarikan nafas. Ludwig berlari di bawah guyuran hujan yang begitu lebat. Seluruh baju dan tubuhnya basah dalam sekejap.Butuh waktu lima sampai 10 menit untuk tiba di rumah singgahnya. Begitu ia melihat rumah batu yang sed
Satu minggu pun berlalu, Drake benar – benar berbaur dengan warga lokal. Bahkan persaingannya dengan Ludwig pun sudah dia abaikan beberapa hari ini. Dia pun menjadi lebih akrab dengan beberapa para warga lokal.Waktu berlalu tanpa ada konflik sedikitpun. Elle pun merasa jauh lebih nyaman. Setidaknya Drake sudah berhenti dan melupakan mengenai perjodohan mereka.Dan Drake sendiri pun sadar setelah hidup di sini dan melihat langsung bagaimana hubungan Elle dan Ludwig.“Hahh… Sepertinya memang sudah tidak ada tempat untukku di hati Elle…” gumam Drake sambil melukis. Perlengkapan lukis yang ia pinjam dari Elle. Karena niat awal tidak pernah terbersit di pikirannya akan menikmati tempat ini. Dia hanya ingin membawa Elle untuk kembali pulang dan kembali hidup normal seperti dulu.Tapi berbeda pula dengan Ludwig yang selalu saja cemburu dengan keakraban yang di perlihatkan antara kekasihnya dan pria yang bernama Drake itu.Meskipun Elle sendiri yang mengatakan kalau dia tidak memiliki perasa
Suara nafas Ludwig semakin berat, pria itu melepaskan ciumannya dengan sesapan yang kuat membuat bibir bawah Elle ikut tertarik olehnya. Menyandarkan keningnya di kening kekasihnya itu.Mengatur nafasnya dan menutup matanya. Dia takut kembali tersihir dengan hazel indah kekasihnya itu. Dia takut jika dirinya benar – benar tidak dapat menahan diri.Kemudian Ludwig memindahkan tubuhnya kesamping dan berbaring di atas kasur, langsung memeluk Elle dengan erat sambil berbisik, “Mari berhenti sampai di sini sayang, aku takut tidak dapat menahan diriku.”Elle tersenyum dan mengusap wajah Ludwig yang ada sedikit rambut. “Hmm… Goodnight sayang,” ucap Elle pelan.“Goodnight sayang,” balas Ludwig dan mengecup puncak kepala kekasih nya itu.***Tidak terasa satu bulan pun berlalu, hasil perkebunan sudah ada beberapa sayuran yang bisa mereka panen. Desa ini kian maju di bawah arahan Ludwig dan Elle. Warga lokal pun kian mandiri.Tetapi saat ini mereka sering terkendala dengan hujan deras dan ang
Ludwig seketika panik mendengar perkataan Elle, “Sa… sayang…”Wanita cantik itu mengulum bibirnya menahan tawa melihat wajah panik Ludwig. Sebenarnyanya sejak dua hari kedatangan Pauline, Elle sudah menaruh curiga. Setiap melihat sikap Pauline kepada Ludwig, satu yang ia percaya bahwa ada sesuatu di antara mereka berdua. Dan yang pasti, kekasihnya itu selalu menjaga jarak dan terlihat tidak ingin terlibat. Sejak penolakan frontal dari Ludwig ketika Pauline meminta kekasihnya untuk untuk membimbingnya.Sedangkan di lihat bagaimana pun penampilan Pauline, dia seperti bukan seseorang yang akan mendatangi tempat pemukiman seperti ini. Apalagi kalau bukan karena sesuatu. Dan itu terjadi tepat setelah satu minggu kedua orang tuanya mengetahui lokasinya.Dan saat itu pula dia sempat memperkenalkan kekasihnya itu kepada kedua orang tuanya. Namun dia masih ingin menepis hal tersebut dan wanita cantik itu hanya diam sambil mengawasi. Dan dia ingin tahu sampai di mana keseriusan Ludwig terhada
Ludwig menekan kepala belakang Elle, memperdalam ciumannya.“EUhm sayang.. Ah.. Uhm…” suara mereka berdua. Ludwig memeluk pinggul kekasihnya itu dengan erat merapatkan tubuh mereka berdua tanpa jarak.Merasakan tiap lekuk tubuh indah Elle. Ludwig dapat merasakan boa di bawah sana sudah semakin membengkak ingin di keluarkan. Seolah dia bisa merobek celananya di bawah sana.“Damn!”“Cium aku sayang!” suara berat Ludwig yang hanya mengusap punggung kekasih nya yang masih terbalut handuk. Sedangkan mulutnya terus menyesap bibir atas dan bawah Elle, begitu pun Elle yang memeluk erat kekasihnya itu. Memegang dada Ludwig yang bidang.“Oh my! Hahh hahh Hahh!” suara nafas Elle yang terengah – engah.Ludwig melepaskan ciumannya dan melihat mata sayu Elle. Pipi Elle yang berubaha menjadi pink kemerah – merahan. Nafas mereka saling bersahutan.“Kau tahu sayang, aku sangat mencintaimu,” ucapnya dengan suara serak.Elle tersenyum dan mengangguk. “Iya sayang, aku juga sangat mencintaimu.”Jantung L