"Ahhh... Apa yang kamu lakukan Gerald?" kaget Giselle karena baru pertama kali di perlakukan seperti ini.Tidak menjawab pertanyaan Giselle, Gerald terus melangkah menuju kamar utama yaitu kamar pribadinya."Gerald?" panggil Giselle.Gerald menurunkan Giselle di atas ranjang berukuran king size miliknya."Duduk sebentar untukku!" ujar Gerald dan Giselle dengan patuh duduk di tepi ranjang. Gerald menarik keatas mini dress Giselle hingga membuat wanita itu telanjang tidak mengenakan sehelai kain pun di tubuhnya.Puas menatap tubuh indah Giselle, Gerald naik ke atas ranjang dan dengan suara beratnya. "Berbaring di sini untukku...!"Giselle mengikuti arahan Gerald dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang dengan pose erotis, "Se—seperti ini?"Gerald tersenyum, "Hmm, good girl!" Kemudian dengan sedikit berlutut di samping wajah Giselle. Ia mengarahkan tongkatnya ke wajah Giselle, "Sekarang kau bisa menghisapnya lagi..."Giselle menatap sayu tongkat yang besar dan menggairahkan itu. Dengan wa
Gerald bangun dari rebahannya dan berlutut sambil terus menghisap klit Giselle dengan kuat dan berseru , "Oughh Giselle... Milikmu sangat enak!"Giselle kaget luar biasa. Serangan Gerald terlalu kuat. Giselle melepaskan kulumannya. Mata hitamnya sudah tidak terlihat. Giselle baru pertama kali merasakan hal seperti ini.Tubuhnya tertekuk keatas dengan erotis dan ditahan begitu kuat oleh Gerald. Giselle menahan tubuhnya dengan kedua tangannya bertumpu di atas kasur.Gerald semakin kuat menghisap inti tubuhnya.Suara erotis terdengar kian intens."Geraldd! Gerald! Hen—hentikan!! Ini terlalu kuat Gerald!!" teriak Giselle mengeluarkan air mata. Giselle dapat merasakan sebentar lagi akan meledak di bawah sana.Sensasi ini membuatnya hilang akal.Gerald meremas bokong Giselle dengan kuat dan memasukkan lidahnya kemudian menghisapnya.Giselle memegang paha Gerald dengan kuat dan membuang kepalanya ke belakang."Ahk! Aku tidak tahan lagi Gerald! Akhh Gerald!" lengkingan Giselle mengunci tubuhn
Matahari pagi sudah mengintip dari balik jendela. Pantulan cahaya terlihat begitu indah. Namun tidak lagi di rasakan oleh pria yang tengah berada di ruang tamu dengan sekaleng bir yang masih berada di genggamannya.Cahaya matahari menyilaukan matanya yang masih tertutup rapat."Bella...?" suara serak terdengar seisi rumah. Suara khas baru bangun tidur. Steve mengerjapkan matanya sekilas dan tersadar akan sesuatu."Ah... kau sudah tidak ada di sini ..." gumamnya tersenyum kecut."Dan sebentar lagi kita akan resmi bercerai, tapi aku tidak akan membuat kau bahagia dan kau harus tahu siapa Austin sebenarnya" decak Steve memulai paginya dengan merencanakan sesuatu."Austin hanyalah pria berengsek yang membelimu dengan kekayaannya!" sambung Steve kemudian bangun dari tidurnya.Steve mengambil tas kerjanya dan meraih sebuah map.Di bukanya map tersebut dan membaca sekilas surat gugatan cerai dari Bella pada isi selembaran itu.Diambilnya sebuah pena dan ketika hendak ingin menandatangani. St
Sedangkan cahaya matahari pagi di ruangan yang berbeda menyapa sepasang kekasih yang tengah duduk di teras kamar mereka sambil menikmati seduhan teh hangat."Love apa tidak masalah kita sarapan di sini, sedangkan Mom Agatha dan Daddy Ed ada di bawah..." tanya Bella kepada Austin."Tidak masalah love, Mommy yang meminta kepada pelayan untuk mengantarkan sarapan kita," jawab Austin santai sambil menyuapi Bella sepotong sandwich."Euhmm... Uhmm... Tawpi kwenapa...""Ssstttt... Hhahahaha... Makan dulu sayang, nanti tersedak...!" sela Austin melihat Bella memaksakan diri untuk berbicara. Padahal mulutnya masih penuh dengan potongan sandwich yang baru saja di suapi oleh Austin."Hmmp! Iya sayang..." jawab Bella setelah berhasil menghabiskan makanan di mulutnya."Tapi kenapa Mom meminta kita sarapan di kamar?" tanya Bella sangat penasaran."Entahlah sayang..." jawab Austin singkat, mengangkat bahunya ke atas."Mungkin Mommy tahu kalau aku dan kamu saat ini sedang kelelahan, karena baru saja
"Silahkan Tuan, Nyonya..." sapa Max sambil membuka pintu mobil."Thank you Max," balas Bella.Austin dengan sigap menahan kap mobil agar tidak mengenai kepala Bella.Setelah Bella masuk, Austin pun ikut masuk ke dalam mobil. Karena Bella langsung menggeser posisinya ke bagian kanan dan menepuk kursi agar dia segera masuk."Thank you sayang.. Cup !" ucap Austin lembut dan mengecup pipi Bella."You’re welcome sayang.." balas Bella.Max yang melihatnya Tuannya berseri-seri, turut bahagia. Dan tidak dapat menyembunyikan senyuman di wajahnya yang kurang senyum itu.Dirinya segera masuk ke bagian kursi pengemudi, "Kita kemana Tuan?""Ehm, tempat Daniel.." jawab Austin singkat."Baik Tuan..""Eh, memangnya Max tahu di mana tempat Daniel?" bingung Bella. Karena seingat Bella, tidak pernah sekalipun Max mengantarnya ke perusahaan Daniel."Ah itu Nyonya..." Max gelagapan dan menggaruk kepalanya."Tentu saja dia tahu sayang... Karena di mana pun kamu berada akan selalu dalam radar dan pengawasan
Fin mengendarai mobilnya menuju basecamp setelah mendapatkan telpon dari Max untuk memindahkan tawanan mereka.Ring ring ringBunyi ponsel Fin kembali berdering. Dengan sigap Fin menekan tombol di layar mobilnya."Ada apa Ken?""Tuan Max menyuruh kita untuk memindahkan dia ke penjara khusus pria.." jawab Ken dengan cepat."Ya, aku sudah mengetahuinya. Dan sekarang lagi on the way ke basecamp.. !" balas Fin sambil menyetir. Dirinya tidak kehilangan fokus pada saat menelpon karena memakai speaker yang langsung terhubung dengan kendaraannya."Jemput aku Fin, biar kita sama-sama ke sana. Di sana sangat berbahaya!" tukas Ken mengkhawatirkan Fin yang nekat berpergian ke penjara khusus pria yang terkenal sangat kejam itu."No problem Ken! Kamu istirahat saja di rumah, aku bisa membawa bawahan kita," tolak Fin memikirkan kondisi Ken saat ini."Hmm, baiklah. Kamu segera info kepadaku kalau ada hal buruk yang terjadi.""Of course! And take a rest!" tutup Fin menyudahi telponnya. Karena sekarang
Di Kanada, di sebuah apartment yang mewah. Giselle kini tengah tertidur dengan lelap setelah melewati malam yang begitu panjang dan memabukkan. Setelah melewati sesi pertama. Gerald dengan cepat kembali bisa menaikkan birahi mereka kembali.Tanpa batas dan tanpa ragu mereka kembali meraih puncak kenikmatan bersama yang melebihi pertarungan ranjang mereka yang pertama.Gerald yang bangun terlebih dahulu menatap lurus ke wajah Giselle yang masih terlelap dan memeluk pinggangnya.Dengan jari telunjuknya, Gerald mengusap lembut pipi Giselle dan sampai ke bibir Giselle yang begitu seksi baginya."Kamu sangat luar biasa di atas ranjang Giselle...!"Tangannya terus turun mengusap leher dan bahu hingga lengan Giselle."Sepertinya aku akan membuatmu menjadi milikku !"Giselle merasakan geli di lengannya dan sedikit menggeliat dan berusaha membuka matanya. Dengan mengerjapkan matanya. Giselle melihat sosok pria yang tadi malam sudah menghabiskan malam yang luar biasa bersamanya."Meski bangun t
Bella tertegun melihat apa yang kini ada di tangannya. Surat gugatan cerainya kepada Steve sudah terbubuhi tanda tangan Steve.Wanita berparas cantik itu mengangkat wajahnya dengan mata berkaca-kaca, "Love?” Panggil Bella lirih, tidak percaya akan dia dapatkan secepat ini. Dan ada rasa sakit yang tidak dapat dia hindari. Namun dari semua rasa sakit itu. Beban di dada Bella tiba-tiba terasa begitu ringan. Seolah ada beban besar yang menguap."Iya sayang?" jawab Austin dengan senyuman manisnya."Apa ini nyata?" tanya dengan raut wajah tidak percaya.Austin berlutut lalu mensejajarkan posisi mereka dan menangkup wajah Bella. Di sapunya air mata Bella yang tanpa Bella sadari sudah jatuh begitu saja."Yes love... Ini nyata... Sekarang kamu adalah milikku seutuhnya...!" ucap Austin lembut sampai ke hati terdalam Bella.Bella tidak dapat menahan rasa harunya, "Love! Hikss!!" Bella menghamburkan tubuhnya ke dalam pelukan Austin.Austin segera menangkap tubuh Bella dan memeluknya dengan erat.