Cherly membeku di tempatnya. Mendapatkan tatapan dari Ghiyas yang amat tajam dengan tangannya yang mengepal kuat, seolah siap untuk menghantam apa saja yang dia ingin.
“Anak? Maksudnya?” Cherly tak terpikirkan apa yang sedang Ghiyas bahas dengannya.
Ghiyas berjalan perlahan ke arah Cherly. Dia mendekat untuk membicarakan tentang perbuatan Cherly kepada Naya yang berakibat kepada anak yang sudah dinantikan olehnya.
“Kamu tidak ingat apa yang pernah kamu lakukan pada Naya? Kami kehilangan anak pertama kami karena kamu. Dan bisa-bisanya kamu melupakan keburukan yang kamu lakukan.”
Cherly mendadak gemetar saat Ghiyas semakin dekat. Bukan ini yang dia inginkan darinya.
“Bukankah Anda seharusnya bersyukur dan senang karena tak perlu menikahi Naya? Bukankah kalian tetap bersama karena itu? Anda harusnya bersyukur, Naya enggak hamil,” balas Cherly.
“Kami dalam ikatan pernikahan!” Ghiyas hendak memukul
Naya tertarik hingga bangkit dari duduknya begitu David mencengkeram kerah bajunya dengan kuat dan menariknya dengan kencang. Naya tampak terkejut setengah mati dan menatap David yang kini menatap mata Naya dan mendecak kecil kala mengetahui Naya melanggar peraturan itu.Tangan Naya memegangi tangan David kala merasa dirinya tercekik atas apa yang dilakukan David. Mulutnya terbuka begitu merasakan sesak dan nafasnya terdengar tercekat.“Peraturan mana yang kamu langgar? Kamu sudah berkeluarga saat ini?” David menatapnya tajam.“S-saya sudah menikah.” Naya menganggukkan kepalanya dengan tegang menatap ke arah David.“Dasar sialan! Bisa-bisanya kamu memanipulasi biodata diri kamu di perusahaan. Berapa lama kamu bisa tidak ketahuan sama sekali selama ini?” David melebarkan matanya dengan perasaan dengki.Naya tak menjawab. Dia hanya bisa menatap David dengan tangannya yang terus berusaha mencengkeram tangan David. D
Ghiyas melihat pemandangan yang mungkin tak akan pernah dia lupakan lagi. Pemandangan yang tak pernah dia duga kalau dia akan melihatnya dengan matanya sendiri.Melihat istrinya disekap oleh dua pria dan dengan seorang pria yang menghadap ke arah istrinya. Tengah melecehkan tubuh gadis itu menggunakan sebuah botol minuman. Dua pria di belakangnya tampak terkekeh dengan memegangi Naya dan tangan mereka yang senonoh menyentuhnya juga.Naya menjerit kencang diiringi dengan tawa-tawa pria dewasa yang menggelegar. Dan itu membuat Ghiyas semakin tersulut emosi. Bagaimanapun Naya mengkhianatinya, ia tak akan pernah tega melihat istrinya sendiri dilecehkan di depannya. Dan tangannya mengepal kuat.Dengan wajahnya yang mengeras, Ghiyas berjalan cepat ke arah mereka. Berhasil mengalihkan perhatian beberapa orang yang hanya menyaksikan kejadian itu. Dan tanpa pikir panjang, Ghiyas langsung menarik pundak pria yang melecehkan tubuh istrinya menggunakan sebuah botol itu.
Naya menunggu di ruang tunggu sementara Ghiyas dalam penanganan bersama dengan David dan beberapa orang lainnya. Malam itu, Rendi dan Kevin mendapatkan shift malam, sehingga Ghiyas berada dalam penanganan mereka juga.Mendengar tentang apa yang terjadi pada Ghiyas tentu membuat Rendi semakin kesal. Sementara Kevin berusaha menengahi antara Rendi dan Naya. Dia mengusahakan agar Rendi tak bicara dengan Naya. Toh, lagi pula kelihatannya Rendi sendiri menghindari kontak mata dengan Naya.Kevin menatapi Naya yang duduk sambil melamun. Dia menemukan sebuah perban di kening Naya. Itu membuatnya ingin bertanya apa yang terjadi padanya, apa dia terluka juga atau tidak.“Ren, lo lihat keningnya Naya? Dia pakai perban. Dia juga tadi terlibat dalam perkelahian itu?”“Dia? Terlibat dalam perkelahian? Sejantan apa dia?” Rendi mengernyitkan keningnya dalam.“Gue kan, penasaran. Gue mau tanya orangnya langsung, deh. Kenapa Ghiyas sama
Naya menemukan Cherly yang barusan angkat bicara sebelum dirinya. Dia tak tahu bagaimana gadis itu ada di rumah sakit dan dia tidak tahu bagaimana gadis itu tahu sesuatu tentang yang terjadi.Arin mengernyitkan dahinya sambil melirik ke arah adik iparnya itu. Sementara Naya sekarang mengulum bibirnya, bingung bagaimana caranya menghadapi situasi ini. Dan di saat yang sama, Cherly semakin mendekati Naya dengan keluarga Ghiyas.“Kamu selingkuh?” Arin mendekatkan dirinya pada Naya.Naya tak menjawab. Dia tak berani mengatakan apa-apa dan hanya menatap ke lantai. Sementara orang tua Ghiyas dan Arin menatap ke arah Naya sambil mengernyitkan dahinya dalam. Mereka menunggu jawaban dari Naya. Namun Naya menghindari kontak mata dengan mereka.“Kenapa enggak dijawab, Naya?” Cherly memandangi Naya sambil terus tersenyum.Setelah karier Naya tak punya harapan lagi, bagi Cherly itu belum cukup. Keluarga kecil Naya juga harus ikut lebur.
Secara mendadak kondisi tubuh Naya semakin buruk di pagi hari. Kemarin dia sempat merasa pusing dan mual, mungkin karena terlambat sarapan. Namun pagi itu, dia bangun dengan keadaan serupa.Asumsinya mengatakan tentang yang terjadi belakangan ini membuatnya stres memikirkannya dan membuatnya sakit. Terlalu banyak yang terjadi, dia tak siap menghadapinya hingga kondisinya menurun drastis. Pikiran membuatnya pening, dan mungkin dia sedang demam sekarang.Naya tak bisa sarapan, rasanya mual setengah mati. Bahkan ada banyak bebauan yang mendadak membuatmu semakin ingin muntah. Dia awalnya ingin membuat pancake untuk sarapan dan membawakannya untuk Ghiyas ke rumah sakit. Namun baunya membuatnya ingin muntah.Dering telepon membuat Naya menatap handphonenya yang masih ada di nakas. Dia mendekat dan kemudian mengangkat telepon dari Fely itu.“Halo?” Suara Naya terdengar serak dan parau.[“Lo baik? Suami lo ... Gue ketemu suami lo semalam
Air mata Naya pecah seketika. Ghiyas tak lagi mendengarkannya. Ghiyas tak lagi mengerti keadaannya. Ghiyas menolak untuk memberikannya kesempatan keduanya.“Mas akan memulangkan kamu ke rumah orang tua kamu, Nay,” ucap Ghiyas.“Mas, jangan buru-buru! Mas, please ...” Naya memohon sambil berderai air mata.“Bukannya ini yang kamu inginkan? Kamu tidak ingin bersama dengan Mas, bukan begitu?”Naya menggeleng kuat. Memang, sebelumnya dia tak ingin bersama dengan Ghiyas, saat kariernya masih mulus. Namun, sekarang kariernya hancur. Apa lagi setelah kariernya? Hubungannya dengan Ghiyas harus berakhir? Apakah dirinya harus berpisah saat usia pernikahan mereka masih muda?“Iya, memang, tapi itu dulu. Naya sayang sama Mas, Naya enggak tahu harus gimana lagi kalau enggak sama Mas.” Naya menurunkan egonya, untuk terus meminta Ghiyas tetap bersama.“Ada banyak yang bisa kamu lakukan. Salah satunya me
Fely buru-buru datang ke apartemen Ghiyas karena Naya sulit dihubungi malam itu. Dia berharap untuk mengobrol dengan Naya. Namun karena Naya sulit dihubungi, dia jadi khawatir.Dan Fely menekan bel berkali-kali. Dia yakin itu alamat yang tepat meski tak pernah datang ke apartemen Naya, lebih tepatnya apartemen Ghiyas. Dia menggedor-gedor pintu juga karena Naya tak kunjung membukanya. Hingga akhirnya gadis yang dinantinya keluar.“Naya! Gila, lo! Bikin gue khawatir aja!” Fely memekik begitu melihat Naya dalam keadaan kacau.Naya tampak hanya menggunakan celana pendek dan kaos oblong polos. Dengan rambutnya yang berantakan dan wajahnya pucat pasi. Matanya tampak sangat sembab. Wajahnya bengkak disertai kemerahan dan bekas-bekas tidur. Sungguh, Naya tampak sangat kacau.“Lo kenapa? Lo sakit?” Fely jadi khawatir sekarang akan keadaan Naya.Naya menggeleng kecil dan membiarkan Fely masuk. Naya langsung berbaring lagi di sofa, mem
Pagi itu, setelah mengeluarkan makan malamnya, Naya teringat akan testpack yang sudah dibelikan Fely. Dan di buru-buru keluar dari kamar mandi, menyambar alat tes kehamilan itu dengan segera.Dia pernah menggunakan ini sebelumnya. Namun, dibaca lagi dengan teliti cara penggunaannya. Sebelumnya, dia ditemani sosok suaminya yang menanti dengan harap-harap cemas di balik kamar mandi. Namun sekarang, tak ada yang menemaninya untuk tahu hasil alat tersebut.Setelah beberapa saat di atas dudukan toilet, Naya bangkit sambil memegangi alat itu dengan cemas. Dan ditatapnya alat itu dengan seksama. Jantungnya berdebar kencang di detik-detik itu. Hingga perlahan, sebuah garis merah muncul di kotak pertama dan diikuti satu garis merah lagi di kotak kedua. Jelas dan nyata—dua garis. Positif.Naya menjerit tertahan begitu melihat hasilnya. Kupu-kupu bertebaran di perutnya. Sungguh, dia tak pernah menduga jika dirinya akan sebahagia ini saat mengetahui dirinya hamil. Kar
Teriakan Naya menggema di lorong rumah sakit. Dan di ruang persalinan, Naya memegang kuat brankar. Dengan Ghiyas yang berada di sisinya, mengusap halus kepala Naya. Pandangan Naya menuju ke arah kakinya yang terbuka lebar. Membuka jalan lahir untuk bayinya yang sudah tak sabar ingin keluar. Dengan keringat yang membanjiri kening bahkan hingga menetes ke pipinya.Begitu tangis bayi memecah keadaan yang mencekam itu, Ghiyas menengadahkan kepalanya. Untuk melihat bayi yang sekarang dipegangi dokter yang membantu persalinan saat itu.Senyum pria itu mengembang lebar. Matanya melirik ke arah sang istri yang kini menghela nafasnya dan berusaha menstabilkan nafasnya lagi. Kecupan mendarat berkali-kali di kepala Naya begitu Ghiyas merasakan perasaan lega dan melepaskan rasa bahagia yang dia rasakan.“Fadelico Sangga Donzello Eduardo. Itu, kan?” Ghiyas menatapi Naya yang masih terengah.Sorot mata Naya menatap Ghiyas dan menganggukkan kepalanya sambil
Ghiyas menenangkan Naya sampai Naya akhirnya tenang, setelah setengah jam. Dan dia bisa kembali berbaring untuk memejamkan matanya. Sambil mendekap Naya yang masih sesenggukan, Ghiyas berusaha untuk tidur lagi. Sementara Naya terus menatapi Ghiyas.“Naya tanyain Gabby, loh. Awas aja, kalau ternyata Mas enggak ke rumah sakit,” ancam Naya.“Iya, tanya aja sana! Orang catatan panggilannya Gabby juga masih ada di handphone Mas. Kamu mau tanya pihak rumah sakit juga boleh. Mau lihat catatan kerja Mas juga boleh.”“Naya mimpi Mas ninggalin Naya, buat orang lain. Mas bakal kayak gitu sama Naya?”“Enggak, Nay. Sama siapa, coba? Mas udah tua, siapa lagi yang mau sama Mas kalau bukan kamu?”“Banyak. Mas ganteng, kok. Mas awet muda, makanya Naya demen. Pasti banyak juga yang demen sama Mas di luar sana. Bukan Naya doang.”“Enggak, Sayang. Jangan ngajak ngobrol dulu, dong! Mas ngantuk, ni
Naya tengah menunggu Ghiyas pulang, karena Ghiyas akan membawakan beberapa makanan yang sedang ingin dia makan. Ya, dia tengah mengidam dan baru saja menghubungi suaminya yang sedang dalam perjalanan pulang, untuk menitip beberapa makanan.“Assalamu’alaikum.” Ghiyas datang membawakan pesanan istrinya yang tengah mengidam.“Wa’alaikumsalam,” jawab Naya seraya menghampiri Ghiyas dan salim padanya.Ghiyas langsung menyodorkan apa yang dia bawa, membuat Naya tersenyum lebar. Naya menerimanya dan menyajikannya di meja. Ghiyas duduk di sofa sambil menatapi Naya yang belakangan ini kehilangan nafsu makannya, namun punya keinginan yang kuat untuk mencicipi berbagai makanan.“Makannya sedikit-sedikit, nanti mual lagi kalau kebanyakan,” ujar Ghiyas.“Enggak akan. Soalnya Naya mau banget makan ini semua,” jawab Naya dengan yakin.Naya memakan setiap makanan yang dibawakan Ghiyas. Dan Ghiyas se
Naya berbaring di brankar. Matanya tertuju pada dokter yang sekarang menyingkap bajunya dan agak menurunkan sedikit celananya. Ghiyas menemani Naya di ruangan itu, untuk mengecek bayinya. Naya melihat ke arah monitor, tak sabar untuk melihat bayinya.Dokter menuangkan gel di atas perut Naya dan mengusapnya dengan alat ultrasound. Dan tampak kondisi rahim Naya di monitor. Dengan kantung janinnya yang sudah terlihat.“Usia kandungannya masih sekitar 4 minggu, belum terdeteksi detak jantungnya,” kata dokter.Ghiyas menganggukkan kepalanya membenarkan. Ghiyas tersenyum sambil melirik Naya yang menatap ke arah monitor terus. Ghiyas tahu bagaimana perasaan Naya sekarang, sejak rahimnya bersih lagi, Naya sudah menantikan kehadiran bayinya. Hingga sekarang, dia muncul.Setelah dari ruangan dokter, Naya menunggu vitamin yang telah diresepkan di farmasi sambil membaca jurnal kehamilan. Dia sudah pernah membacanya, namun entah kenapa rasanya senang memba
“Nay?!” Fely menatap Naya dengan tak percaya, dan melirik ke arah perutnya sendiri yang buncit.“Ini apa?” Ghiyas terkekeh bingung sambil menatapi dua potongan kain yang tak dikenalinya.Naya hanya tersenyum geli melihat reaksi Ghiyas. Sementara yang lainnya sekarang juga demikian, dengan perasaan gemas karena Ghiyas masih belum menyadari apa yang ingin Naya katakan dari hadiahnya itu. Bahkan Kevin sekarang mengerti apa yang menjadi hadiah ulang tahun Ghiyas.“Lebih jelasnya, lihat apa lagi yang ada di bagian bawahnya,” ucap Naya sambil tersenyum.Ghiyas mengernyit dan menarik kertas lain yang menghalangi. Dan dia menemukan sesuatu yang membuat ekspresinya langsung hilang seketika. Ghiyas meraih benda yang sudah lama tak ia lihat lagi. Dan alat seukuran stik es krim itu kini berada di genggaman Ghiyas lebih cepat.“Oh?!” Ghiyas kemudian menatap ke arah Naya dengan penuh keterkejutan.Naya terta
Ghiyas yang ingin tahu apa yang sebenarnya dilakukan Naya, kini hendak membuka pintu. Namun, pintunya terkunci. Dan membuat Ghiyas menggedor-gedor pintunya secara tidak ramah.“Naya! Naya, buka pintunya!” ucap Ghiyas dengan suara yang tinggi.Namun, belum ada yang membukakan pintu untuknya. Akhirnya Ghiyas bahkan memukul pintu dengan perasaan marah. Mengeluarkan segala yang dia pendam belakangan ini. Rasa lelahnya yang datang entah dari mana, emosinya yang mendadak tak lagi stabil.“Naya! Naya, dengar Mas?! Naya, buka pintunya, sekarang!” sentak Ghiyas.Gabby di sana termangu, menatapi Ghiyas. Dia jadi agak khawatir sekarang pada Naya. Dan dalam benaknya bertanya, kenapa Ghiyas seperti ini dan apakah Naya selama ini baik-baik saja?Dan begitu seseorang membuka kunci rumahnya, tanpa membukakan pintu, Ghiyas langsung membukanya. Dan secara tak langsung membanting pintu itu. Perasaan seperti waktu itu, saat memergoki Naya bersa
“Kondisi Naya makin hari makin baik. Sampai dia pulih total, bahkan sekarang Naya jauh lebih baik dari sebelumnya. Lo suami yang baik buat dia.” Gabby melirik Ghiyas sambil tersenyum.“Gue cuman mau mendoakan yang terbaik buat lo sama Naya ke depannya. Makanya, gue mau juga didoain balik, tentang hubungan gue sama Gabby,” ucap Kevin seraya memegangi tangan Gabby.Kevin menggenggam tangan Gabby dan kemudian mengangkatnya, memamerkannya pada Ghiyas. Rendi langsung menyentil tangan Kevin hingga Kevin mendesis kesakitan dan buru-buru melepaskan tangannya dari Gabby. Gabby sendiri hanya terkekeh melihat pacarnya yang dinistakan itu.“Jangan terlalu romantis sekarang, habis nikah nanti bosan duluan,” tegur Rendi.“Emang kalau enggak romantis-romantisan sebelum nikah, nanti enggak akan bosan?” tanya Kevin.“Pastilah. Nanti banyak masalah, karena sama-sama merasa bosan dan mencari orang lain yang lebih
Setelah tiga bulan berlalu, Naya sudah mampu untuk berjalan seperti biasa. Dan Naya sudah kembali beraktivitas seperti biasa sebagai istri rumah tangga. Mengurusi Ghiyas jauh lebih baik dari sebelumnya. Ghiyas melihat perubahan drastis dari Naya.Sayangnya, Ghiyas sering kali mendapati Naya yang bengong di jendela. Dia pasti bosan di rumah. Dan melihat Naya yang mencari kesibukan dengan membaca buku, atau mengikuti kegiatan secara daring, Ghiyas jadi tak tega terus membuat Naya mengurung diri di rumah.“Nay, kamu ada keinginan buat kerja lagi?” tanya Ghiyas sambil duduk di kasur.Ghiyas memandang Naya yang tengah asyik dengan buku bacaannya. Dan Naya segera mengalihkan pandangannya pada Ghiyas. Dia tersenyum dan menggeleng pelan.“Sebenarnya, Naya agak takut buat kerja di kantor. Tapi, menurut Mas gimana?” tanya Naya.“Kamu tahu, Mas enggak pernah ngelarang kamu bekerja, selama kamu enggak terpaku sama pekerjaan kamu.
“Kak, Kakak berarti keguguran udah dua kali dong, ya?”Ardan bertanya sambil menuangkan susu ke gelas dan menyodorkannya pada Naya yang duduk di meja makan sambil menatap ke arah televisi. Dia tengah menikmati acara kesukaannya di sana.“Iya,” jawab Naya seadanya.“Kak Ghiyas belum pulang, Kak?” tanya Ardan sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.“Belum, makanya Kakak minta kamu di sini dulu. Kamu kayaknya buru-buru banget,” ucap Naya.“Enggak juga. Cuman ... Kakak enggak takut apa sama Kak Ghiyas? Aku dengar dari Mama, katanya Kakak memang cuek banget sama Kak Ghiyas. Kak Ghiyas emang enggak pernah marah sama Kakak ya, kok pada bilang Kak Ghiyas baik banget?” tanya Ardan.Naya mengernyitkan dahinya. “Kamu sekenal apa sama kakak iparmu? Bahkan semua orang juga tahu Mas Ghiyas orangnya baik banget.“ Naya lantas terkekeh karena ucapan adiknya itu.“Mungkin memang