Keringat yang membanjiri tubuhnya membuat Adrian terbangun keesokan paginya. Dia ingat semalam tidur dalam keadaan demam. Kepalanya masih pusing, tapi suhu tubuhnya sudah lebih dingin. Perasaan hangat yang aneh menyebar di sekujur tubuh Adrian. Matanya yang masih setengah terpejam memandang Briella yang sedang tidur pulas di sampingnya. Tubuh mereka bersentuhan, dan Adrian terkejut sekaligus merasa gairahnya terbangkitkan saat menyadari bahwa mereka telanjang. Briella, dalam tidurnya yang tenang, memeluknya erat. Napasnya yang lembut mengalir di leher Adrian, menciptakan rasa nyaman yang sulit dijelaskan.Hatinya berdebar keras, dan dia menatap bibir ranum Briella yang merah dan setengah terbuka. Keinginan untuk mencium bibir itu sangat kuat, tapi Adrian menahan diri. Dia tidak ingin Briella terbangun dan membencinya karena tindakan impulsifnya.Dengan lembut, Adrian merengkuh wajah Briella, mengelus pipinya dengan ujung jari yang penuh kasih sayang. Dia merasakan betapa embut kulit B
Di tepi Danau Constance yang berada dalam wilayah negara Swiss, Produser sudah menunggu di restoran mewah. Dia tampak semeringah menyambut kedatangan Briella, Adrian, serta kru TV dan sengaja memilih restoran dengan suasana yang elegan. Musik klasik lembut mengalun di latar belakang, menambah kesan tenang dan mewah.Pelayan mempersilakan Briella, Adrian serta para kru duduk di meja yang sudah direservasi. Setiap meja sudah dilengkapi dengan gelas kristal berisi minuman selamat datang yang berkilau.“Selamat datang, Briella, Adrian, dan kru! Malam ini kita merayakan keberhasilan acara kita,” kata Produser ceria, mengangkat gelasnya. “Ayo kita bersulang merayakan kerja keras kita!”“Benarkah?” tanya sang Sutradara.“Ya! Rating acara kalian sangat tinggi. Bahkan beberapa perusahaan sudah mengantri, berminat mensponsori season selanjutnya,” jelas sang produser dengan semangat.“Aku tidak menyangka. Sukses untuk kita semua.” Sang produser mengangkat gelas.Briella dan Adrian ikut mengangka
Adrian menyambut ajakan Briella. Walaupun dia sendiri merasa sangat tersiksa, tapi dia tak mau membuat Briella ketakutan seperti dulu. Adrian ingin Briella merasakan momen yang indah bersamanya. Oleh sebab itu Adrian mencoba memperlambat semuanya. Alih-alih langsung menuruti Briella, dia mempermainkan cuping telinga istrinya itu.“Apa yang kau lakukan?” tanya Briella. “Masuki aku sekarang juga!”“Tidak. Kau akan membenciku kalau aku melakukannya dengan terburu-buru.” Perlahan, bibir Adrian turun ke leher Briella, menciptakan kissmark di sana. Dengan gesit dia melucuti gaun Briella dan kini keduanya sama-sama telanjang.Di bawah pancuran, kedua tangan Adrian bergerak menangkup payudara Briella. Puting merah jambunya benar-benar tegang.“Kau tahu, sejak kau memelukku, aku sangat ingin bercinta denganmu. Sayangnya kau menuduhku yang bukan-bukan.” Kedua tangan Adrian sibuk meremasi kedua payudara bulat padat milik Briella, hingga wanita itu kesulitan berkata-kata.“Ma-maafkan aku. Aku mem
Malam itu, Hunter mengajak Fernandez bermain. Bayi mungil itu duduk ceria di pangkuannya seraya menggenggam mainan berwarna-warni dengan tangan kecilnya yang gemuk. Sesekali mengeluarkan tawa riang yang membuat Hunter tersenyum. Fernandez menendang-nendangkan kaki kecilnya, mengeluarkan suara ceria setiap kali mainannya bergerak. Namun sesekali Fernandez menguap seraya mengucek mata.“Sepertinya dia mengantuk,” gumam Hunter. Lantas, dia segera membawa Fernandez mencari Rosalie.Rupanya Rosalie berada di dapur. Dia terlihat sangat sibuk dengan ponsel di tangan. Dia mondar-mandir, mengerutkan dahi sambil mengetuk-ngetuk layar. “Kenapa Briella harus melewatkan videocall malam ini?” dia menggerutu, terlihat frustrasi.Hunter menoleh, tertawa kecil melihat ekspresi Rosalie. “Mom tampak seperti seseorang yang baru kalah lotre. Ada apa?”Rosalie berhenti sejenak dan menatap Hunter dengan kesal. “Briella seharusnya video call dengan Nandy malam ini, dan dia tidak menjawab. Ini sudah keempat k
Dari Swiss, Briella, Adrian, dan kru TV bertolak ke Prancis. Di sana, orang mengomel pun terdengar seperti sedang merayu dan orang marah-marah seperti tengah membaca puisi. Briella sudah lama ingin mempelajari bahasa yang indah dan terdengar romantis tersebut. Tim TV sengaja memilihkan restoran yang dapat memandang jauh ke lokasi paling ikonik di kota Paris. Meja mereka berada di jendela besar yang mengarah langsung ke Menara Eiffel, yang bersinar dalam kemegahan malam.Sambil menikmati hidangan lezat, Briella dan Adrian saling menatap layaknya pasangan yang sedang jatuh cinta. Tatapan mereka begitu alami, bahkan sang Sutradara cukup sekali 'Take' karena takjub dengan tatapan intens keduanya.Usai makan malam yang menakjubkan Foie Gras atau hati angsa yang terkenal, coq au vin yakni hidangan utama berupa ayam yang dimasak dalam anggur merah bersama jamur, bawang, dan bacon dan ditutup dengan Crêpes Suzette dengan gabungan rasa saus jeruk dan minuman beralkohol Grand Marnier yang menye
Briella meminta Signore Giuseppe untuk menunggu di sana bersama Nandy. Signore Giuseppe, yang sudah seperti ayah bagi Briella, duduk di kursi, tampak menikmati waktu bermain Fernandez.“Paman, tolong jaga Nandy sebentar. Aku mau menelepon Adrian dulu,” ucap Briella, sambil mengelus lembut kepala Nandy.“Tenang saja, Briella. Nandy sudah seperti cucuku sendiri,” jawab Signore Giuseppe dengan senyum penuh kasih, sambil menggoyang-goyangkan mainan mobil kecil di tangan Nandy.Briella keluar dari ruang tamu dan menuju kamar tidurnya. Dia mengambil ponselnya dari meja rias dan menekan nomor Adrian. Menunggu sambungan, dia merasa hatinya berdebar sedikit. Akhir-akhir ini, Adrian sering terjebak dalam pekerjaan yang menyita waktu.“Hallo, Adrian?” suara Briella terdengar cemas.“Ya, Briella,” suara Adrian di ujung telepon terdengar lelah tapi tetap hangat. “Jam berapa kau akan pulang?”“Tidak biasanya kau bertanya seperti ini. Padahal tadi sebelum berangkat kau sudah mengingatkanku pulang c
Briella melangkah masuk ke rumah dengan langkah berat. Hujan salju di luar turun yang menambah dingin di hatinya. Setelah pertemuan dengan Jason yang menuduh Adrian sebagai penyebab kebangkrutan mereka, Briella merasa penuh keraguan dan kesedihan.Di kamar mandi, Briella berdiri di bawah pancuran air hangat, berusaha membersihkan bukan hanya kotoran fisik tetapi juga kegundahan yang mengusik pikirannya. “Apakah Adrian benar-benar bertanggung jawab atas kebangkrutan Dad?”Setelah mandi, Briella mengenakan pakaian santai dan melangkah menuju ruang tamu. Di sana, Fernandez bermain dengan mainan barunya. Briella tersenyum lembut ketika melihat putranya yang lucu. Dia membungkuk dan mengangkat putranya dengan hati-hati. “Hai, sayang. Mommy pulang.”Fernandez berceloteh tidak jelas dan mulai merengut, tapi segera tersenyum ketika melihat ibunya. “Oh, kau sedang asik, ya?” Briella berkata sambil mengelus kepala Fernandez lembut. “Kau pasti lapar, atau mungkin hanya butuh perhatian Mommy.”Br
“Jadi mereka akan datang hari ini? Baiklah, pastikan kau mengirim pelayan yang bisa kerja.” Bertepatan dengan Jason menutup sambungan telepon dengan Briella, bel pintu rumahnya ditekan. Pria paru baya itu bergegas ke depan untuk membukanya.“Selamat pagi, apakah benar ini rumah Tuan Jason Moretti?” tanya pria muda berusia awal 20-an. Rambutnya sedikit berombak dan berwarna merah.“Kau pelayan yang dikirim Briella?” Jason mengamati perawakan pria muda itu, menelitinya dari ujung rambut hingga ujung kaki.“Benar, Tuan Jason. Nama saya Tom.” Pemuda itu mengulurkan tangan. “Dan ini Bibi Aileen,” ucap Tom memperkenalkan wanita berusia 50 tahunan dan berwajah sedikit murung yang membuntutinya di belakang.“Selamat pagi, Tuan.” Aileen memperkenalkan dirinya dengan raut takut-takut.“Kalian akan langsung bekerja hari ini. Aku ingin pelayan yang rajin dan sigap. Jika kalian bermalas-malasan, aku tak segan melaporkan pada putriku untuk memecat kalian dan mengganti dengan pelayan lain. Apa kalia