Beberapa Jam Sebelumnya...
"Hah? Putus??"Gaffandra mengangguk pelan tanpa melepaskan pandangannya ke arah jalanan melalui kaca depan mobil.Baru saja ia menjawab sebuah pertanyaan yang dilontarkan oleh Cia, tentang dimana Olivia kekasihnya berada.Seharusnya hari ini mereka double date sambil menonton film di bioskop, yang dilanjut makan malam bersama.Namun Cia pun terheran-heran ketika melihat Gaffandra yang hanya seorang diri menjemputnya di rumah."Kok bisa?? Padahal kalian berdua kan mesra dan saling menyayangi. Memangnya kenapa bisa putus sih??" cetus Cia yang semakin merasa penasaran.Selama ini keponakan 'tua'nya itu selalu terlihat harmonis bersama Tante Olivia di setiap acara keluarga besar Adhyatama yang memang cukup sering diadakan.Gaffandra hanya mengedikkan bahu, terlihat sangat tenang bahkan seolah tidak terlalu peduli."Kalau ternyata memang tidak cocok ya buat apa juga dipaksakan?" cetus Gaffandra sembari menaikkan alisnya yang lebat dan tersenyum kepada tante mungilnya itu.Cia pun seketika bersidekap dan memicingkan maniknya ke arah keponakannya."Tunggu. Jangan bilang deh kalau kamu yang putusin Tante Olivia! Bener kan? Dan juga jangan-jangan karena... karena Tante Olivia minta dinikahin ya??" tebak anak perempuan itu dengan tepatnya.Cia sangat tahu jika Gaffandra sangat alergi dengan pernikahan. Sangat berbanding terbalik dengan ayah dan kakeknya yang justru seolah tak pernah merasa kapok menikah berkali-kali, meski juga harus mengalami perceraian juga berkali-kali."Ck. Dasar wanita dewasa! Kenapa sih mereka suka sekali memaksakan kehendak?? Sudah tau pria macam apa si Gaffandra!!" Gerutu Cia."Tante Olivia seharusnya tuh 'main cantik' deh. Si Gaffandra ini kan makin lama makin tua, pasti lama-lama juga mikir tentang hidupnya dan akhirnya kepengen punya istri!" Cetusnya lagi menambahkan, yang membuat Gaffandra seketika melirik ke arah tante kecilnya itu sambil menghela napas pelan."Cia, usia kamu kan baru 10 tahun. Please, berucap dan bersikaplah sesuai umur," pinta pria itu sambil menggelenglan kepala tak habis pikir mendengar cara otak anak kecil ini bekerja."Apaan sih, minggu depan kan umurku sudah 11 tahun," protes Cia tak terima. Anak perempuan itu pun merogoh saku kecil di gaun pink-nya, untuk meraih ponsel yang juga berwarna pink di sana."Jangan telepon Oliv, Cia."Cia berdecak pelan mendengar nada peringatan pada kalimat Gaffandra, yang ternyata telah bisa menebak maksudnya."Kalau begitu kamu harus mencari teman menonton!" Ketus Cia kesal. "Aku nggak mau kencan pertamaku dengan Jayden jadi berantakan gara-gara keponakan jomlo yang rese.""Aku nggak akan ganggu kencan kamu dan Jayden kok," tukas Gaffandra kalem. "Tapi aku juga nggak bisa membiarkan kamu berduaan dengan Jayden, Cia. Kalian masih usia anak-anak yang perlu diawasi oleh orang dewasa."Pernyataan tegas dari Gaffandra itu membuat Cia terdiam dengan bibir cemberut. Ah, kenapa harus Gaffandra putus dengan Tante Olivia tepat di hari kencan pertamanya dengan Jayden, sih?Cia takut jika Gaffandra iseng dan malah menjadi pengganggu di acara kencan nanti.BMW yang membawa tante muda dan keponakan tua itu pun berhenti tepat di lampu merah yang menyala.Beberapa manusia terlihat tengah sibuk berjalan menyebrangi zebra cross di depan mereka. Di antara orang-orang itu, ada seorang laki-laki paruh baya yang terlihat susah payah melangkah menggunakan kruk di kedua tangannya.Ada perban di kaki kirinya, menjadi alasan keberadaan kruk dan langkahnya yang tertatih.Dari arah belakang, tiba-tiba muncul seorang gadis yang kemudian membantu si bapak untuk menyeberang.Gadis itu juga memberi kode kepada mobil yang berhenti, karena lampu lalu lintas yang sesungguhnya telah berubah menjadi hijau.Suara klakson yang melengking saling bersahutan tak sabar, sama sekali tak membuat is gadis takut atau pun segan.Gaffandra tertawa geli melihat ekspresi wajah gadis itu yang melemparkan tatapan galak ke arah mobil-mobil yang membunyikan klakson."SABAR! NGGAK LIHAT ADA YANG SEDANG NYEBRANG?! DASAR NGGAK PUNYA HATI!!"Teriakan si gadis yang sedang memelototi mobil yang mengklaksonnya, membuat Cia yang semula asyik bermain ponsel pun ikut mendongak untuk melihat apa yang terjadi.Anak perempuan itu melihat seorang gadis manis bersurai panjang coklat kemerahan yang mengenakan celana jeans dan kaus hijau polos oversized, sedang menuntun lelaki paruh baya yang berjalan di penyebrangan sambil terpincang-pincang dengan kruknya.Lalu Cia menatap ke sampingnya, ke arah Gaffandra yang ternyata memandangi si gadis kaus hijau dengan lekat dan senyum tipis yang terlukis di bibirnya.***Siapa yang sangka jika ternyata Cia kembali bertemu dengan si gadis berkaus hijau di bioskop?Anak perempuan itu seperti tak percaya dengan kebetulan seperti ini. Ia masih sangat ingat bagaimana Gaffandra memandangi gadis itu dengan senyum dari dalam mobil.Dan pikiran Cia yang masih sangat polos pun menerjemahkan hal itu sebagai perasaan 'suka'.Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Di saat Cia merasa buntu ide bagaimana agar Gaffandra tidak mengganggu kencannya, kemunculan si gadis manis kaus hijau memberinya ide cemerlang.Ia percaya kakak itu pastilah gadis yang baik hati, melihat bagaimana sikapnya menolong orang terluka yang menyeberang jalan.Meskipun penampilannya sederhana hanya dengan kaus dan jeans, wajahnya cantik juga saat dilihat sejelas ini.Kulitnya putih sangat bersih. Rambutnya yang terurai sepunggung ternyata memiliki warna coklat kemerahan yang asli, bukan sengaja diwarna.Pun dengan bola mata yang sewarna rambutnya. Cia sangat yakin jika kakak ini pastilah memiliki darah keturunan dari negeri lain.Cantik dan juga baik hatinya.Jadi dia sangat pantas untuk bersanding dengan Gaffandra, kan?Tanpa berpikir lagi, anak perempuan itu pun segera mengayunkan kakinya untuk menghampiri si kakak yang sedang mengantri.Dan Cia pun menarik tangannya untuk keluar dari antrian barisan, lalu membawanya kepada Gaffandra.***"Cantik-cantik kok pelor. Nempel langsung molor."Gaffandra mendengus dan berguman sendiri, ketika melihat Katya yang malah ketiduran di kursi bioskop yang sengaja ia rebahkan.Padahal awalnya Katya terlihat keberatan jika kursinya diatur se-horizontal itu seperti ranjang, tapi malah sekarang dia yang keenakan dan ketiduran!AC yang dingin, kursi dan bantal yang empuk, serta selimut hangat yang halus menjadi alasan gadis itu merasakan kenyamanan dan berakhir dengan ketiduran."Heran. Padahal sound system seberisik ini kok bisa-bisanya dia tidur sih?"Mereka sedang menonton film horor, jadi bisa dibayangkan musik pengiringnya yang sangat tidak santai pada adegan-adegan jumpscare.Gaffandra mendekatkan wajahnya ke wajah Katya yang terlelap dengan sangat pulas. Ia memandangi kulit putih nyaris pucat yang halus, bulu mata lentik, hidung mancung mungil dan bibir penuh alami sewarna ceri."Cantik juga," guman pria itu sembari menyeringai miring. "Tapi sepertinya masih sangat muda. Sayang. Bukan tipeku."Gaffandra bermaksud untuk menarik wajahnya agar kembali menonton film, atau mengawasi Cia dan pacarnya.Tapi entah kenapa, seolah ada efek magnet tak kasat mata yang membuatnya enggan untuk menjauh."Berapa sebenarnya usiamu, hm?" Gaffandra kembali mengguman sambil menjentik pelan hidung bangir Katya.Ia tertawa pelan saat gadis itu menggaruk hidungnya, lalu meracau dengan ucapan yang tak jelas.Gaffandra pun kemudian mengubah posisi duduknya menjadi berbaring miring dan menghadap Katya. Satu tangannya terjulur untuk menarik pinggang gadis itu, hingga kepala Katya kini menempel di dadanya."Jangan salahkan aku, Katya," cetus pria itu sambil nyengir seolah tak berdosa."Salah kamu sendiri yang malah ketiduran dengan wajah semanis ini."***"Good job, Katya. Yang kamu lakukan tadi di jalan raya patut dipuji," bisik Gaffandra sambil mengusap surai panjang coklat kemerahan Katya, dengan bagian bawahnya yang mengikal lembut.Gaffandra ingat saat Katya membantu bapak yang menggunakan kruk untuk menyeberang, dan benar-benar terkejut ketika ternyata Cia menarik tangan gadis yang sama ke hadapannya.Katya. Nama yang manis.Pria itu menunduk untuk menatap seraut wajah yang masih saja terlelap meski Gaffandra telah memeluknya, mengusap rambutnya, dan berbisik di wajahnya."Dasar kebo," ledek pria itu sambil mendengus geli. "Bisa-bisanya masih tidur saja. Memangnya kamu selelah apa sih?"Tiba-tiba terdengar suara denting pelan yang berasal dari tas selempang kecil milik Katya. Suara yang tidak keras, namun terus menerus berbunyi dan lumayan mengganggu.Sambil berdecak pelan, Gaffandra pun perlahan melepaskan pelukannya untuk meraih tas yang terletak di atas meja di depan kursi mereka.Ia membuka tas dari bahan kanvas itu, untuk me
Tepuk tangan yang membahana di udara menjadi bentuk apresiasi atas isi pidato yang barusan saja disampaikan oleh Ketua Yayasan yang baru dilantik.Gaffandra Adhyatama.Katya baru menyadari kebodohannya sendiri, yang bahkan baru tahu nama belakang dari Gaffandra. Adhyatama adalah salah satu keluarga konglomerat pemilik beberapa perusahaan raksasa di Indonesia, sekaligus juga pemilik Yayasan Lentera Ilmu. Yaitu yayasan yang bergerak di bidang pendidikan sekaligus yang mengelola Universitas tempat Katya menimba Ilmu."Kalau Ketua Yayasan-nya gorgeous begini, mana rela sih lulus duluan, coba?" Keluh seorang alumni yang duduk di depan Katya kepada temannya."Iya ih. Memang boleh ya seganteng itu?" sahut temannya lagi, yang sama seperti 99% cewek di sana, menatap kagum ke arah Gaffandra."Denger-denger katanya Ketua Yayasan yang baru ini juga diam-diam kasih dana bantuan 'spesial' untuk seluruh mahasiswa beasiswa. Karena nggak ditanggung Dinas Pendidikan, Yayasan malah menggratiskan semua
"Ini tuh bukan berarti aku setuju menjadi kekasih Bapak, ya!" Gaffandra mengulum senyum simpul mendengar nada kesal dari kalimat Katya barusan. Sejak ia iseng menggoda gadis berkulit seputih salju kemarin, Katya kelihatannya jadi takut jika ternyata ia sungguh-sungguh. Yah, Gaffandra sebenarnya hanya iseng saja mengajukan diri menjadi kekasih Katya, namun ia juga tidak akan menolak jika seandainya Katya menerima usul itu.Sayang sekali, gadis itu malah menolak mentah-mentah. Bukan hanya menolak, Katya pun juga marah-marah dan mengomelinya. Haha.Tapi untung saja gadis ini tidak menolak untuk datang pada perayaan ulang tahun Cia. Saat Gaffandra menjemputnya sesuai janji tepat jam 7 malam, Katya ternyata telah siap di depan pintu menunggunya.Sangat menyenangkan tidak perlu menunggu seorang gadis yang berdandan terlalu lama, hal yang sering rasakan bersama Olivia ataupun mantan kekasihnya sebelumnya.Gaffandra melirik Katya yang mengenakan jeans, sepatu kets, dan blus putih bunga-bun
"Selamat, Katya Andriani. Mulai besok kamu akan menjadi karyawan trainee. Setelah pelatihan selama 6 bulan dan dinyatakan lulus, kamu akan resmi menjadi karyawan tetap di kantor ini." "Terima kasih banyak, Pak." Katya menyalami karyawan bagian personalia itu sambil tersenyum, walaupun sebenarnya hatinya sama sekali tak tenang.Seharusnya dia bahagia karena telah lulus dalam tes penerimaan kerja, tapi ia tak bisa menampik rasa cemas yang masih menggelayut di benaknya.Meski sekarang Katya sudah lebih tenang karena hutang Bu Sadna sebesar 50 juta sudah dibayar oleh Gaffandra dengan bunga hingga 200 juta, justru hal itu membuat Katya merasa tidak enak kepada pria itu.Sudah beberapa hari berlalu, tapi hingga sekarang Gaffandra masih belum juga nenghubunginya masalah pembayaran uang 200 juta. Padahal jelaa sekali pria itu menegaskan bahwa bantuannya kali ini tidak gratis, dan dia akan menghubungi Katya untuk membahas masalah pelunasannya.Belum lagi masalah atap asrama panti asuhan yan
"Akan semakin hangat, semakin basah, dan semakin lengket jika kita melanjutkannya lebih dari ini, Katya." Gaffandra berbisik lembut di telinga Katya, setelah tawanya mereda."Bagaimana, apa kamu tertarik untuk mencobanya lebih jauh?"Katya mengerjap-kerjapkan matanya berkali-kali, demi untuk mengusir efek perpaduan dari suara maskulin yang serak menggoda, serta tatapan Gaffandra yang akan membuat gadis normal mana pun jatuh terpikat.Gawat. Pria ini sungguh jauh lebih berbahaya dari gas bocor, dan Katya yang polos hampir saja menganggukkan kepala untuk ajakan Gaffandra."Mau kemana?" Tanya Gaffandra lembut, ketika merasakan Katya yang seperti berusaha melepaskan diri dari pelukan pria itu. "Uung... sudah kan? Satu ciuman untuk seratus jutanya?" balas Katya mengalihkan pembicaraan.Tawa kecil yang keluar dari bibir Gaffandra membuat wajah pria itu semakin mempesona dan membuat Katya semakin waspada. Entahlah, Katya hanya merasa baik Gaffandra maupun Cia itu sangat serupa, memiliki ta
Katya melamun sambil mengusap perlahan bibirnya yang terasa bengkak dan perih, setelah sesi "pelunasan hutang"-nya yang pertama kepada Gaffandra."Aarrghh!! Bodoh!!" Gadis itu menggeram kesal sembari mengacak-acak rambutnya, membuat semua orang yang berada di dalam lift menatapnya heran. Suara denting pelan itu diiringi dengan terbukanya pintu ganda yang bergeser ke samping, dan Katya pun cepat-cepat melangkah keluar.Ia bahkan setengah berlari menuju ke arah lobby depan, ingin segera keluar dari gedung Adhyatama Corp. dan mengayuh sepedanya sejauh mungkin dari sana."Ini baru satu kali, gimana nanti-nanti?" gumannya risau, ketika mengambil sepeda yang ia titipkan pada petugas parkir gedung.Sambil mengayuh, Katya kembali memikirkan semua masalah keuangan yang ujung-ujungnya malah ia harus membayar dengan cara yang tidak biasa. Satu sisi kata hatinya seolah menolak dengan tegas pelunasan hutang dengan cara "satu ciuman untuk seratus' juta ala Gaffandra, namun satu sisi logikanya se
"Dan sebagai info, ciuman ini tidak masuk dalam hitungan pelunasan hutang, Katya. Jadi jangan salahkan kalau durasinya akan sangaat panjang, dan tidak menutup kemungkinan... malah membuat kamu jadi menginginkan lebih," bisik Gaffandra di telinga Katya dengan nada seduktif, dan dengan sengaja pria itu meniup telinga Katya hingga membuat gadis itu merinding.Katya pun serta merta menjauhkan telinganya dari bibir Gaffandra. Sial. Hembusan napas pria itu yang segar dan beraroma mint menerpa satu sisi wajahnya, membuat kinerja jantung Katya tiba-tiba bergejolak tak terkendali.Kedekatan ini kembali mengingatkannya akan ciuman-ciuman mereka yang sebelumnya, dan wajahnya pun tak bisa berbohong karena sontak merona tanpa diminta."Sampai merah gini." Gaffandra menyentuh pipi Katya dengan usapan ringan menggunakan punggung tangannya."Memangnya kamu seingin itu aku ciium ya?" Suara tawa kecil pria itu pun terdengar menggoda."Nggak!!" Katya menjawab cepat dengan gelengan kepala kuat sambil me
**Beberapa saat sebelumnya**Gaffandra mengekori Olivia yang berjalan lebih dulu di depannya. Sesampainya di sebuah pintu berwarna kuning, wanita itu pun membukanya dan mempersilahkan Gaffandra masuk terlebih dahulu. Ternyata wanita itu membawanya ke sebuah ruangan yang lebih kecil mirip untuk jamuan yang lebih privasi dengan sofa-sofa panjang untuk enam orang. "Apa hal penting yang mau kamu bicarakan?" ujar Gaffandra sembari melirik jam tangannya dengan malas. Ia tidak terlalu tertarik bicara dengan Olivia, dan sejujurnya ia agak cemas memikirkan Katya yang berada di luar sana sendirian.Gaffandra sangat terkejut ketika merasakan sebuah pelukan dari arah belakangnya, dengan dua buah tangan ramping yang terlulur melingkari hingga ke depan tubuhnya. "Oliv, lepas.""Tidak, sebelum kamu cium aku." Gaffandra menggeram gusar dan menarik kedua tangan Olivia dari tubuhnya, lalu ia pun berbalik dan berhadapan dengan wanita itu.Namun betapa terkejutnya Gaffandra, ketika melihat Olivia yan
"Kak Kendra??" Katya menatap heran ke arah wanita bule yang berjalan dengan lesu sembari menggeret koper di belakangnya. Katya semula sedang iseng berjalan-jalan di sekitar bagian samping lobby hotel yang ternyata memiliki spot untuk bersantai, sembari menikmati beberapa lukisan serta instalasi seni yang artistik. Gadis bersurai coklat kemerahan itu duduk di salah satu sofa bulat tanpa sandaran, menunggu Gaffandra yang sedang membelikannya kopi.Kendra yang mendengar namanya disebut, serta merta menoleh. Saat menemukan sosok Katya yang datang menghampirinya, sontak saja gadis itu waspada dan menoleh ke sekelilingnya dengan wajah yang agak panik."Uhm... hai, Katya. Kamu... sendirian? Gaffandra mana?" "Dia sedang beli cemilan dan minuman," sahut Katya sambil tersenyum. Manik coklatnya melirik ke arah suitcase merah yang digeret oleh kakak tirinya itu. "Kak Kendra mau pindah hotel ya?" tebak Katya.Kendra menggeleng pelan. "Aku mau ke bandara dan kembali ke Jakarta," ungkapnya menge
Katya mengerjapkan maniknya saat melihat sorot penuh kejujuran dan ketulusan yang terpancar dari bola mata sehitam malam milik Gaffandra. Yang barusan tadi itu... apa benar pria ini sedang melamarnya??((Aku tidak mau melanjutkan hubungan kita yang sebelumnya, Katya. Karena yang aku mau adalah hubungan yang baru, yaitu kamu sebagai istriku))"Pak?" "Ya, Baby Girl?""Mmm... itu bener barusan melamar aku? Bukannya... Pak Gaffandra dulu kan pernah bilang kalau..." "Uh-hum. Kamu benar, dulu aku memang pernah mengatakan kalau tidak akan percaya pada cinta, apalagi pada pernikahan. Semua itu terlihat bullshit di mataku," cetus Gaffandra sembari menjulurkan jemarinya dan mengusap lembut bibir penuh Katya."Lalu waktu itu aku pun hanya bisa menjanjikan kesetiaan dan hubungan monogami kepadamu..." tambah pria itu lagi seiring dengan senyum kecil yang mulai terbit di wajahnya untuk Katya."Terus? Kenapa sekarang berubah?" tanya Katya dengan penuh rasa ingin tahu. "Karena aku selalu merasa g
**BEBERAPA SAAT SEBELUMNYA**Saat private jet akhirnya mendarat darurat, Gaffandra dan Kendra pun langsung disibukkan oleh jadwal kunjungan kerja ke lokasi proyek pembangunan hotel di salah satu jalan utama di Kota Surabaya. Tak salah memang jika Andrew Harrison memberikan wewenang penuh kepada putrinya ini untuk mengambil alih jabatan CEO sementara dirinya sedang memulihkan kondisi kesehatannya, karena Kendra memang sangat menguasai hal-hal teknis dalam pekerjaan.Pasti telah lama Andrew mendidik putrinya untuk menjadi generasi penerus yang akan memimpin perusahaan.Tanpa terasa waktu terus bergulir, hingga akhirnya memasuki jam istirahat siang. Gaffandra memutuskan untuk kembali sebentar ke hotel tempatnya menginap setelah menghadiri jamuan makan siang yang telah disiapkan. Ia merasa lelah dan ingin beristirahat, sembari menelepon seseorang yang sejak tadi terus memonopoli otaknya.Seharian ini yang terbayang di pikirannya adalah wajah Katya yang tersenyum dengan sangat manis, mem
"Yakin nih kamu nggak mau ikut?" Katya tersenyum, ketika sebuah suara diikuti oleh kecupan lembut mendadak mendarat lehernya.Gadis itu sedang membuatkan kopi pagi di pantry untuk teman sarapan Gaffandra, saat pria itu tiba-tiba saja memeluknya dari belakang.Katya terkikik geli ketika Gaffandra dengan sengaja menggelitik lehernya menggunakan ujung hidung pria itu, membuatnya tak tahan namun tak bisa berkutik karena Gaffandra mencengkram pinggangnya. Pria itu baru berhenti setelah Katya berteriak-teriak minta ampun."Kamu tega banget, Katya. Gimana kalau nanti aku kangen, hm?" Gaffandra membalikkan tubuh gadis itu hingga menghadapnya, lalu meraup bibir Katya dengan kecupan gemas yang singkat namun dengan sengaja berkali-kali."Cuma satu hari kok, Pak. Aku janji akan langsung menyusul ke Surabaya kalau urusan dengan Papa Andrew selesai." Hari ini seharusnya Katya ikut bersama Gaffandra yang hendak meninjau lokasi proyek pembangunan hotel di Surabaya. Tapi Andrew meminta gadis itu unt
"Kamu nggak apa-apa, Baby Girl?"Katya menolehkan wajahnya ke arah Gaffandra, tanpa sadar memperlihatkan bayang-bayang kecemasan yang terlukis cukup jelas di sana. Meskipun ingin menyembunyikan perasaannya, namun Katya tak bisa menampik bahwa ia sesungguhnya sangat gelisah.Manik coklatnya terlihat tidak fokus dan berkaca-kaca, napasnya pun tampak tak beraturan."Hei, it's okay." Gaffandra meremas lembut jemari lentik yang ia genggam, lalu mengangkat dan menempelkannya ke bibirnya untuk dikecup. "Atau kamu mau pulang saja? Nggak apa-apa kalau memang kamu belum siap untuk bertemu dengan Andrew sekarang, Katya. Kita pulang ya?"Saat ini Katya tengah berada di dalam mobil mewah milik Gaffandra, yang melaju dengan kecepatan sedang di jalan raya. Malam ini adalah malam yang sudah ditentukan untuk pertemuan kedua antara Katya dan Andrew, tentunya dengan atas persetujuan Katya.Namun kini gadis itu justru terlihat ragu. Katya pun tak mengerti dengan apa yang ia rasakan, mengapa mendadak ras
Udara kota Jakarta pagi ini yang masih terasa agak dingin setelah hujan semalam, tampaknya tak menyurutkan semangat serta niat Katya untuk berolah raga di dalam air. Penthouse yang ia tinggali ini memang memiliki kolam renang berukuran sedang dan menyatu dengan bagian balkon depannya. Pagi ini Katya terlihat manis sekali, ia mengenakan busana renang bikini two piece berwarna pink lembut yang sangat serasi dengan warna kulitnya yang juga putih bersih. Meskipun bikini, namun di bagian atas yang berbentuk draperi membuat gelombang-gelombangnya sedikit menutupi lekuk dada, sehingga membuat Katya lebih terlihat imut dan lembut. Ditambah bagian bawah bikini yang ia kenakan sebenarnya lebih pantas disebut hot pants tipis karena ukurannya yang lebih lebar hingga menutupi setengah perut dan pangkal paha. Gadis itu melangkah menuju ke balkon Penthouse bersama Gaffandra yang memeluk pinggangnya, sambil mendengarkan Katya yang asyik berceloteh dengan riang tentang apa saja. Rasanya menyenang
"Sudaah... ampuun!!" Sejak tadi Katya terus memekik dan tertawa karena tak bisa menahan geli, akibat Gaffandra yang tak hentinya menggelitik pinggang, leher serta telinganya.Gaffandra menggunakan jemarinya untuk menggelitik pinggang Katya, dan ujung lidahnya untuk menjilati kulit leher dan lekuk telinga Katya.Ia tahu Katya tidak tahan jika tiga bagian sensitif itu disentuh, dan Gaffandra memang sengaja melakukannya karena ingin menghukum Katya."Pak... please. Aku nggak tahan..." Napas gadis itu sampai terengah karena tak sanggup lagi menahan merinding."Tapi aku masih ingin menghukum kamu, Baby Girl..." goda Gaffandra yang kini telah memindahkan bibirnya dari leher Katya untuk memagut bibir gadis itu dengan kecupan yang selembut kapas."Uhm..." Katya pun mengguman pelan, saat kecupan pria itu semakin mendalam namun tanpa menanggalkan seluruh kelembutannya. Jemari Gaffandra yang semula menggelitik Katya, kini telah berubah menjadi membelai pinggang ramping gadis itu dengan gerakan
Harum.Diam-diam Katya tersenyum sambil menghirup aroma bunga mawar putih yang terbungkus kertas buket mengkilat berwarna hitam. Perpaduan yang kontras juga sekaligus terlihat mewah dan elegan. Feminin sekaligus maskulin. Bahkan kertas hitam itu seolah bukan saja membungkus bunga mawar putih yang rapuh, tapi juga menjaganya. Sangat Gaffandra sekali.Katya melirik ke arah pria yang sedang asyik melahap makanan yang ia masak dan bawa dari rumah. Gadis itu pun kembali tersenyum melihat isi lunch box yang hampir tandas oleh Gaffandra. Sebenarnya bisa saja pria ini membeli makanan mahal yang jauh lebih enak dari resto mewah dengan Chef-nya yang bertaraf Internasional. Tapi Gaffandra malah meminta Katya memasak dan membawanya ke kantor setiap hari. "Kamu nggak makan?" Pria bersurai hitam itu bertanya dengan nada heran kepada Katya yang sejak tadi hanya diam sambil menggenggam buket bunga.Katya menggeleng pelan. "Nanti saja. Aku masih kenyang," sahutnya. "Pak?""Ya, Katya?""Makasih y
"Gaffandra!!" Pria itu menoleh ke sumber suara yang memanggilnya. Tampak seorang gadis melambaikan tangan sambil tersenyum.Kendra Harrison.Sesuai dengan isi chat semalam, Gaffandra menemui Kendra di sebuah cafe yang tak begitu jauh dari kantornya. Gaffandra memang sengaja mengatur pertemuannya dengan Kendra di tempat yang netral tanpa embel-embel pekerjaan.Pria bersurai gelap itu pun melangkahkan kakinya menuju meja dimana Kendra berada, lalu ikut duduk di seberang gadis itu saat dipersilahkan."Halo Kendra, apa kabar?" Pria itu mengulurkan tangannya kepada Kendra sambil tersenyum. "Dan bagaimana dengan Andrew?" "Kabarku baik. Sedangkan Daddy... dokter menyuruhnya untuk bedrest seharian ini agar perasaannya lebih tenang," sahut Kendra.Gaffandra mengangguk mengerti. "Maaf kalau semalam aku tidak kembali lagi ke nightclub," ucapnya meminta maaf, namun ia tidak mengatakan bahwa Katya-lah yang meminta."It's okay, Gaffandra, aku mengerti. Kamu pasti mencemaskan pacarmu itu kan?" Kend