"Kakak, sini!!"
Seorang anak perempuan dengan dress pink selutut, tiba-tiba saja menggandeng tangan Katya dan menarik gadis itu keluar dari barisan antrian panjang untuk membeli tiket bioskop.Katya pun hanya bisa melongo ketika gadis kecil berkuncir dua itu terus menyeretnya entah kemana.Eh, tunggu. Ini dia enggak sedang diculik kan?Masa iya sih gadis 21 tahun diculik sama bocah perempuan yang paling-paling masih berusia sekitar 10 tahunan ini?"Uhm adik, maaf... tapi kamu salah orang deh kayaknya..." Katya berusaha mengajak si adik kecil itu untuk berbicara, tapi sayangnya lagi-lagi Katya hanya bisa pasrah karena tak ada jawaban, dan dirinya yang masih saja terus dibawa.Bisa saja Katya menarik kembali tangannya atau menahan langkahnya, tapi entah kenapa ia merasa tidak tega melihat bagaimana sikap bersungguh-sungguhnya gadis kecil itu.Mungkin dia cuma salah orang, dan nanti setelah sadar, pasti dia akan melepaskan Katya.Hingga akhirnya, langkah kaki mungil gadis itu pun terhenti tepat di depan seorang pria yang sedang berdiri sambil berkacak pinggang.Katya melebarkan manik coklatnya saat melihat sosok rupawan dengan tubuh kekar menjulang tinggi, terbalut kemeja putih bersih dan jas abu tua. Celana panjang sewarna jasnya itu terlihat pas membalut kaki panjang yang terlihat proporsional.Wah, tampan sekali! Apa pria ini ayah dari bocah perempuan aneh ini?Sayangnya meskipun sangat tampan, namun wajah lelaki itu terlihat gusar dan berkerut kesal menatap anak perempuan di depannya."Cia! Kamu dari mana saja?? Jangan berjalan-jalan seorang diri lagi!" Desisnya dengan nada penuh peringatan, sambil memelototi bocah perempuan yang hanya tersenyum lebar seolah merasa tak bersalah."Tunggu, kenapa kamu menggandeng gadis itu? Siapa dia?" Tanya pria itu saat ia baru menyadari bahwa ada Katya di sana.Tatapannya pun kini terarah lurus dan tajam ke arah gadis itu, meneliti setiap jengkal wajah Katya yang tidak ia kenal sama sekali."Ini? Ini kakak cantik yang aku temukan sedang mengantri," jawab anak kecil itu dengan luwesnya tanpa ragu sedikit pun. Lalu anak kecil yang dipanggil Cia itu pun menolehkan wajahnya untuk ikut menatap Katya yang berada di belakangnya."Halo, Kak. Namaku Sheila, tapi semua orang memanggilku Cia. Nama kakak siapa?" Cia tersenyum dengan sangat manis ke ara Katya sembari menyodorkan satu tangannya ingin berkenalan."Halo, Cia. Aku Katya," sahut gadis itu sedikit kikuk, karena ayahnya Cia yang masih terus menatap dirinya dengan sorot tajam."Kak Katya? Waaah, namanya saja manis sekali," puji Cia sambil melirik ke arah pria di sampingnya yang sejak tadi hanya diam tanpa melepaskan pandangannya kepada Katya."Dia manis, kan?" Dengan sengaja, Cia berbisik sembari menyikut pria di sampingnya, membuat sang pria tersentak seperti seseorang yang baru tersadar dari lamunannya. Lelaki itu pun mendehem pelan."Ehem. Cia. Apa ini maksudnya?" Sorot yang terpancar dari manik legam pria itu terlihat menyipit curiga menatap Cia dan Katya secara bergantian."Uhm, sebentar Pak. Saya tidak ada hubungannya dengan... dengan entah apa ini semua maksudnya. Anak bapak yang tadi tiba-tiba saja menarik tangan saya hingga keluar dari antrian," sergah Katya buru-buru membela diri.Tiba-tiba saja suara tawa terdengar menyembur keluar dari bibir Cia, yang serta merta membuat Katya mengalihkan wajah dan menatapnya heran."Aku bukan anaknya dia loh, Kak! Hahaa... Mana mungkin sih Gaffandra punya anak, menikah saja dia tidak mau kok!" Cetus Cia di sela-sela tawanya yang masih tersisa.Katya mengerjap kaget mendengar informasi Cia mengenai pria yang ternyata bernama Gaffandra itu.Oh, jadi Cia bukanlah anak pria ini? Kalau begitu mungkin keponakannya, barangkali. Tapi Katya pun merasa aneh karena Cia malah memanggil pria itu hanya menggunakan nama saja.Rasanya itu kurang sopan, kan? Ini di Indonesia, bukan di luar negeri yang memanggil orang yang lebih tua dengan menyebut namanya saja bukanlah hal yang aneh."Oh, maaf. Kalau begitu mungkin 'Om'-nya Cia, ya?" Tanya Katya lagi, yang kemudian malah makin penasaran karena anak perempuan itu malah menggelengkan kepalanya."Dia juga bukan Om-ku, Kak! Gaffandra itu kan keponakanku," sahut Cia sembari tertawa kecil melihat ekspresi kaget Katya."Hah? Keponakan?" Katya menatap Gaffandra yang menjulang tinggi di depannya, membuat lehernya terasa sakit karena harus mendongak."Pasti Cia cuma bercanda kan?" Cetus gadis itu lagi, meminta konfirmasi kepada Gaffandra."Itu benar. Cia adalah anak dari kakek, yang artinya adalah saudara perempuan ayahku, yang sama juga artinya dengan tanteku," sahut Gaffandra datar, namun sukses membuat manik coklat Katya semakin membelalak lebar.Oke, ini benar-benar aneh.Semula Katya ingin tertawa mendengarnya, namun ekspresi serius dari Gaffandra dan Cia membuatnya mengurungkan niat dan menelan tawanya kembali sembari meringis."Jadi, Cia. Kembali lagi ke pertanyaanku semula. Kenapa kamu membawa gadis ini?" Gaffandra pun kembali menginterogasi Cia sambil melipat tangan di dada untuk meminta jawaban."Ck. Ya tentu saja untuk menjadi teman kencan menonton untukmu, keponakanku tersayang!" Sambar Cia galak. "Please, Gaffandra. Jangan jadi obat nyamuk pada kencanku dengan Jayden."Lalu Cia menatap Katya lekat. "Gaffandra ini baru saja putus dengan pacarnya, Kak. Padahal hari ini kami sudah berjanji untuk double date. Jadi Kak Katya mau kan menjadi kencan menontonnya Gaffandra?" Pinta Cia dengan wajah memelas dan puppy eyes.Anak perempuan itu berjinjit untuk meraih telinga Katya yang hanya berjarak sepundak. "Padahal bisa saja dia pulang, tapi Gaffandra bersikeras ingin menonton! Tolong bantu aku ya Kak Katya yang manis, aku cuma ingin bisa bebas kencan dengan pacarku tanpa diganggu keponakan rese ini," bisiknya.Aah, sekarang Katya mengerti ceritanya, setelah beberapa saat mencoba mencerna semuanya.Jadi intinya, Cia bermaksud menjodohkan dirinya kepada Gaffandra sebagai teman menonton, agar Cia tidak terganggu ketika sedang kencan. Tapi tunggu dulu."Cia, sebenarnya usiamu berapa sih?" Tanya Katya sambil mengernyit."Minggu depan aku sudah sebelas tahun, Kak!" Sahut anak perempuan itu dengan riang, terlalu polos untuk mengerti arah dari pertanyaan Katya."Oh, jadi umur kamu baru sebelas tahun ya?" Ulang Katya sembari menaikkan satu alisnya dan mengarahkan tatapan yang dipenuhi penilaian kepada Gaffandra, tapi lelaki itu malah terlihat cuek dan hanya mengedikkan bahunya.Ya ampun. Masa iya usia Cia yang masih berusia 11 tahun dibiarkan kencan begitu saja??Tapi Katya mulai mengerti sekarang. Pasti Gaffandra bersikeras tetap menonton bersama 'tantenya' ini karena ingin menjaga Cia yang masih terlalu dini untuk melakukan kegiatan berunsur dewasa seperti kencan dengan pacarnya.Duh, seketika Katya pun teringat pada adik-adik di panti asuhannya yang beberapa juga seusia dengan Cia.Semoga saja adik-adik asuhnya itu lebih fokus untuk menimba ilmu yang lebih berguna dibandingkan pacaran seperti orang dewasa.Anak yatim piatu seperti mereka tidak dibesarkan oleh kemewahan dan kemudahan dalam hidup, segala sesuatu harus diperoleh dengan kerja keras dan semangat baja pantang menyerah.Katya merasakan tangannya digoyangkan dengan lembut, membuat pikirannya yang sempat terbang sejenak kembali kepada kenyataan."Kak Katya mau kan, jadi teman kencan nonton film untuk Gaffandra?"Suara renyah penuh bujukan dari Cia membuat Katya merasa bimbang. Ia pun kemudian mendongak untuk menatap Gaffandra yang ternyata sejak tadi hanya diam dan terus memandanginya.Katya menggaruk lehernya sambil meringis. Fix. Hari ini adalah hari paling aneh seumur hidupnya, ketika dirinya diminta oleh orang asing untuk menjadi teman menonton."Uhm, gimana ya...""Kamu mau nonton apa?" Tanya Gaffandra tiba-tiba."Itu... uhm, film horor," jawab Katya pelan, berharap pilihannya berbeda dengan tante dan keponakannya yang aneh ini."Wah, sama dong!" seru Cia gembira. Hanya ada satu film horor yang saat ini sedang tayang, jadi sudah pasti pilihan mereka sama."Kami juga mau nonton film itu kok, kak!""Eh..." Tangan Katya kembali ditarik oleh Cia, namun alih-alih menuju studio Silver Class yang semula menjadi tujuan Katya, Cia malah mengajak gadis itu memasuki kelas studio paling mahal di bioskop itu."Hah? Kita masuk ke Platinum?" Cetus Katya yang terkejut. Platinum class adalah studio private yang hanya memiliki 20 kursi saja.Ada selimut dan bantal-bantal empuk juga, dengan meja kecil di depannya yang telah berisi makanan dan minuman ringan.Harga tiket untuk kelas tertinggi ini empat kali lipat dari studio yang Katya pilih sebelumnya, jadi wajar saja jika berkali lipat jauh lebih nyaman.Katya melihat seorang anak lelaki tampan seusia dengan Cia yang melambaikan tangannya ke arah gadis kecil itu. Cia segera menghampiri anak lelaki itu dengan antusias dan duduk di sebelahnya.Mereka berdua pun terlihat mengobrol dengan heboh, tak mempedulikan Gaffandra dan Katya yang berada di belakang mereka."Sini." Gaffandra menarik pergelangan tangan Katya agar gadis itu duduk di sebelahnya."Kita bisa mengawasi mereka dari sini," ucapnya lagi, dengan dagu yang menunjuk ke arah Cia dan pacarnya.Katya pun melotot horor ke tempat duduk yang telah diatur oleh Gaffandra hingga sandarannya menjadi rebah maksimal, yang jadi lebih mirip tempat tidur empuk dibandingkan kursi bioskop."Ayo, sini. Tiduran." Gaffandra menepuk pelan sisi di sampingnya untuk mengajak Katya."Sandarannya bisa agak dinaikkan kan, Pak?" Sergah Katya sambil mendelik sebal. Ternyata mau setampan apa pun, dimana-mana lelaki sama saja modusnya.Seringai tipis namun jahil pun terlukis di wajah rupawan yang menatap Katya sambil memiringkan kepalanya ke satu sisi."Kenapa?" ucapnya sambil menahan tawa geli melihat wajah Katya yang merona jingga, mungkin karena kesal. Atau malah karena malu?"Ini cuma tiduran, Katya. Santai saja, saya nggak akan tidurin kamu beneran, kok. Yaa~ kecuali kamu yang minta."***Beberapa Jam Sebelumnya..."Hah? Putus??"Gaffandra mengangguk pelan tanpa melepaskan pandangannya ke arah jalanan melalui kaca depan mobil. Baru saja ia menjawab sebuah pertanyaan yang dilontarkan oleh Cia, tentang dimana Olivia kekasihnya berada.Seharusnya hari ini mereka double date sambil menonton film di bioskop, yang dilanjut makan malam bersama. Namun Cia pun terheran-heran ketika melihat Gaffandra yang hanya seorang diri menjemputnya di rumah."Kok bisa?? Padahal kalian berdua kan mesra dan saling menyayangi. Memangnya kenapa bisa putus sih??" cetus Cia yang semakin merasa penasaran.Selama ini keponakan 'tua'nya itu selalu terlihat harmonis bersama Tante Olivia di setiap acara keluarga besar Adhyatama yang memang cukup sering diadakan. Gaffandra hanya mengedikkan bahu, terlihat sangat tenang bahkan seolah tidak terlalu peduli. "Kalau ternyata memang tidak cocok ya buat apa juga dipaksakan?" cetus Gaffandra sembari menaikkan alisnya yang lebat dan tersenyum kepada tante m
"Good job, Katya. Yang kamu lakukan tadi di jalan raya patut dipuji," bisik Gaffandra sambil mengusap surai panjang coklat kemerahan Katya, dengan bagian bawahnya yang mengikal lembut.Gaffandra ingat saat Katya membantu bapak yang menggunakan kruk untuk menyeberang, dan benar-benar terkejut ketika ternyata Cia menarik tangan gadis yang sama ke hadapannya.Katya. Nama yang manis.Pria itu menunduk untuk menatap seraut wajah yang masih saja terlelap meski Gaffandra telah memeluknya, mengusap rambutnya, dan berbisik di wajahnya."Dasar kebo," ledek pria itu sambil mendengus geli. "Bisa-bisanya masih tidur saja. Memangnya kamu selelah apa sih?"Tiba-tiba terdengar suara denting pelan yang berasal dari tas selempang kecil milik Katya. Suara yang tidak keras, namun terus menerus berbunyi dan lumayan mengganggu.Sambil berdecak pelan, Gaffandra pun perlahan melepaskan pelukannya untuk meraih tas yang terletak di atas meja di depan kursi mereka.Ia membuka tas dari bahan kanvas itu, untuk me
Tepuk tangan yang membahana di udara menjadi bentuk apresiasi atas isi pidato yang barusan saja disampaikan oleh Ketua Yayasan yang baru dilantik.Gaffandra Adhyatama.Katya baru menyadari kebodohannya sendiri, yang bahkan baru tahu nama belakang dari Gaffandra. Adhyatama adalah salah satu keluarga konglomerat pemilik beberapa perusahaan raksasa di Indonesia, sekaligus juga pemilik Yayasan Lentera Ilmu. Yaitu yayasan yang bergerak di bidang pendidikan sekaligus yang mengelola Universitas tempat Katya menimba Ilmu."Kalau Ketua Yayasan-nya gorgeous begini, mana rela sih lulus duluan, coba?" Keluh seorang alumni yang duduk di depan Katya kepada temannya."Iya ih. Memang boleh ya seganteng itu?" sahut temannya lagi, yang sama seperti 99% cewek di sana, menatap kagum ke arah Gaffandra."Denger-denger katanya Ketua Yayasan yang baru ini juga diam-diam kasih dana bantuan 'spesial' untuk seluruh mahasiswa beasiswa. Karena nggak ditanggung Dinas Pendidikan, Yayasan malah menggratiskan semua
"Ini tuh bukan berarti aku setuju menjadi kekasih Bapak, ya!" Gaffandra mengulum senyum simpul mendengar nada kesal dari kalimat Katya barusan. Sejak ia iseng menggoda gadis berkulit seputih salju kemarin, Katya kelihatannya jadi takut jika ternyata ia sungguh-sungguh. Yah, Gaffandra sebenarnya hanya iseng saja mengajukan diri menjadi kekasih Katya, namun ia juga tidak akan menolak jika seandainya Katya menerima usul itu.Sayang sekali, gadis itu malah menolak mentah-mentah. Bukan hanya menolak, Katya pun juga marah-marah dan mengomelinya. Haha.Tapi untung saja gadis ini tidak menolak untuk datang pada perayaan ulang tahun Cia. Saat Gaffandra menjemputnya sesuai janji tepat jam 7 malam, Katya ternyata telah siap di depan pintu menunggunya.Sangat menyenangkan tidak perlu menunggu seorang gadis yang berdandan terlalu lama, hal yang sering rasakan bersama Olivia ataupun mantan kekasihnya sebelumnya.Gaffandra melirik Katya yang mengenakan jeans, sepatu kets, dan blus putih bunga-bun
"Selamat, Katya Andriani. Mulai besok kamu akan menjadi karyawan trainee. Setelah pelatihan selama 6 bulan dan dinyatakan lulus, kamu akan resmi menjadi karyawan tetap di kantor ini." "Terima kasih banyak, Pak." Katya menyalami karyawan bagian personalia itu sambil tersenyum, walaupun sebenarnya hatinya sama sekali tak tenang.Seharusnya dia bahagia karena telah lulus dalam tes penerimaan kerja, tapi ia tak bisa menampik rasa cemas yang masih menggelayut di benaknya.Meski sekarang Katya sudah lebih tenang karena hutang Bu Sadna sebesar 50 juta sudah dibayar oleh Gaffandra dengan bunga hingga 200 juta, justru hal itu membuat Katya merasa tidak enak kepada pria itu.Sudah beberapa hari berlalu, tapi hingga sekarang Gaffandra masih belum juga nenghubunginya masalah pembayaran uang 200 juta. Padahal jelaa sekali pria itu menegaskan bahwa bantuannya kali ini tidak gratis, dan dia akan menghubungi Katya untuk membahas masalah pelunasannya.Belum lagi masalah atap asrama panti asuhan yan
"Akan semakin hangat, semakin basah, dan semakin lengket jika kita melanjutkannya lebih dari ini, Katya." Gaffandra berbisik lembut di telinga Katya, setelah tawanya mereda."Bagaimana, apa kamu tertarik untuk mencobanya lebih jauh?"Katya mengerjap-kerjapkan matanya berkali-kali, demi untuk mengusir efek perpaduan dari suara maskulin yang serak menggoda, serta tatapan Gaffandra yang akan membuat gadis normal mana pun jatuh terpikat.Gawat. Pria ini sungguh jauh lebih berbahaya dari gas bocor, dan Katya yang polos hampir saja menganggukkan kepala untuk ajakan Gaffandra."Mau kemana?" Tanya Gaffandra lembut, ketika merasakan Katya yang seperti berusaha melepaskan diri dari pelukan pria itu. "Uung... sudah kan? Satu ciuman untuk seratus jutanya?" balas Katya mengalihkan pembicaraan.Tawa kecil yang keluar dari bibir Gaffandra membuat wajah pria itu semakin mempesona dan membuat Katya semakin waspada. Entahlah, Katya hanya merasa baik Gaffandra maupun Cia itu sangat serupa, memiliki ta
Katya melamun sambil mengusap perlahan bibirnya yang terasa bengkak dan perih, setelah sesi "pelunasan hutang"-nya yang pertama kepada Gaffandra."Aarrghh!! Bodoh!!" Gadis itu menggeram kesal sembari mengacak-acak rambutnya, membuat semua orang yang berada di dalam lift menatapnya heran. Suara denting pelan itu diiringi dengan terbukanya pintu ganda yang bergeser ke samping, dan Katya pun cepat-cepat melangkah keluar.Ia bahkan setengah berlari menuju ke arah lobby depan, ingin segera keluar dari gedung Adhyatama Corp. dan mengayuh sepedanya sejauh mungkin dari sana."Ini baru satu kali, gimana nanti-nanti?" gumannya risau, ketika mengambil sepeda yang ia titipkan pada petugas parkir gedung.Sambil mengayuh, Katya kembali memikirkan semua masalah keuangan yang ujung-ujungnya malah ia harus membayar dengan cara yang tidak biasa. Satu sisi kata hatinya seolah menolak dengan tegas pelunasan hutang dengan cara "satu ciuman untuk seratus' juta ala Gaffandra, namun satu sisi logikanya se
"Dan sebagai info, ciuman ini tidak masuk dalam hitungan pelunasan hutang, Katya. Jadi jangan salahkan kalau durasinya akan sangaat panjang, dan tidak menutup kemungkinan... malah membuat kamu jadi menginginkan lebih," bisik Gaffandra di telinga Katya dengan nada seduktif, dan dengan sengaja pria itu meniup telinga Katya hingga membuat gadis itu merinding.Katya pun serta merta menjauhkan telinganya dari bibir Gaffandra. Sial. Hembusan napas pria itu yang segar dan beraroma mint menerpa satu sisi wajahnya, membuat kinerja jantung Katya tiba-tiba bergejolak tak terkendali.Kedekatan ini kembali mengingatkannya akan ciuman-ciuman mereka yang sebelumnya, dan wajahnya pun tak bisa berbohong karena sontak merona tanpa diminta."Sampai merah gini." Gaffandra menyentuh pipi Katya dengan usapan ringan menggunakan punggung tangannya."Memangnya kamu seingin itu aku ciium ya?" Suara tawa kecil pria itu pun terdengar menggoda."Nggak!!" Katya menjawab cepat dengan gelengan kepala kuat sambil me
"Kak Kendra??" Katya menatap heran ke arah wanita bule yang berjalan dengan lesu sembari menggeret koper di belakangnya. Katya semula sedang iseng berjalan-jalan di sekitar bagian samping lobby hotel yang ternyata memiliki spot untuk bersantai, sembari menikmati beberapa lukisan serta instalasi seni yang artistik. Gadis bersurai coklat kemerahan itu duduk di salah satu sofa bulat tanpa sandaran, menunggu Gaffandra yang sedang membelikannya kopi.Kendra yang mendengar namanya disebut, serta merta menoleh. Saat menemukan sosok Katya yang datang menghampirinya, sontak saja gadis itu waspada dan menoleh ke sekelilingnya dengan wajah yang agak panik."Uhm... hai, Katya. Kamu... sendirian? Gaffandra mana?" "Dia sedang beli cemilan dan minuman," sahut Katya sambil tersenyum. Manik coklatnya melirik ke arah suitcase merah yang digeret oleh kakak tirinya itu. "Kak Kendra mau pindah hotel ya?" tebak Katya.Kendra menggeleng pelan. "Aku mau ke bandara dan kembali ke Jakarta," ungkapnya menge
Katya mengerjapkan maniknya saat melihat sorot penuh kejujuran dan ketulusan yang terpancar dari bola mata sehitam malam milik Gaffandra. Yang barusan tadi itu... apa benar pria ini sedang melamarnya??((Aku tidak mau melanjutkan hubungan kita yang sebelumnya, Katya. Karena yang aku mau adalah hubungan yang baru, yaitu kamu sebagai istriku))"Pak?" "Ya, Baby Girl?""Mmm... itu bener barusan melamar aku? Bukannya... Pak Gaffandra dulu kan pernah bilang kalau..." "Uh-hum. Kamu benar, dulu aku memang pernah mengatakan kalau tidak akan percaya pada cinta, apalagi pada pernikahan. Semua itu terlihat bullshit di mataku," cetus Gaffandra sembari menjulurkan jemarinya dan mengusap lembut bibir penuh Katya."Lalu waktu itu aku pun hanya bisa menjanjikan kesetiaan dan hubungan monogami kepadamu..." tambah pria itu lagi seiring dengan senyum kecil yang mulai terbit di wajahnya untuk Katya."Terus? Kenapa sekarang berubah?" tanya Katya dengan penuh rasa ingin tahu. "Karena aku selalu merasa g
**BEBERAPA SAAT SEBELUMNYA**Saat private jet akhirnya mendarat darurat, Gaffandra dan Kendra pun langsung disibukkan oleh jadwal kunjungan kerja ke lokasi proyek pembangunan hotel di salah satu jalan utama di Kota Surabaya. Tak salah memang jika Andrew Harrison memberikan wewenang penuh kepada putrinya ini untuk mengambil alih jabatan CEO sementara dirinya sedang memulihkan kondisi kesehatannya, karena Kendra memang sangat menguasai hal-hal teknis dalam pekerjaan.Pasti telah lama Andrew mendidik putrinya untuk menjadi generasi penerus yang akan memimpin perusahaan.Tanpa terasa waktu terus bergulir, hingga akhirnya memasuki jam istirahat siang. Gaffandra memutuskan untuk kembali sebentar ke hotel tempatnya menginap setelah menghadiri jamuan makan siang yang telah disiapkan. Ia merasa lelah dan ingin beristirahat, sembari menelepon seseorang yang sejak tadi terus memonopoli otaknya.Seharian ini yang terbayang di pikirannya adalah wajah Katya yang tersenyum dengan sangat manis, mem
"Yakin nih kamu nggak mau ikut?" Katya tersenyum, ketika sebuah suara diikuti oleh kecupan lembut mendadak mendarat lehernya.Gadis itu sedang membuatkan kopi pagi di pantry untuk teman sarapan Gaffandra, saat pria itu tiba-tiba saja memeluknya dari belakang.Katya terkikik geli ketika Gaffandra dengan sengaja menggelitik lehernya menggunakan ujung hidung pria itu, membuatnya tak tahan namun tak bisa berkutik karena Gaffandra mencengkram pinggangnya. Pria itu baru berhenti setelah Katya berteriak-teriak minta ampun."Kamu tega banget, Katya. Gimana kalau nanti aku kangen, hm?" Gaffandra membalikkan tubuh gadis itu hingga menghadapnya, lalu meraup bibir Katya dengan kecupan gemas yang singkat namun dengan sengaja berkali-kali."Cuma satu hari kok, Pak. Aku janji akan langsung menyusul ke Surabaya kalau urusan dengan Papa Andrew selesai." Hari ini seharusnya Katya ikut bersama Gaffandra yang hendak meninjau lokasi proyek pembangunan hotel di Surabaya. Tapi Andrew meminta gadis itu unt
"Kamu nggak apa-apa, Baby Girl?"Katya menolehkan wajahnya ke arah Gaffandra, tanpa sadar memperlihatkan bayang-bayang kecemasan yang terlukis cukup jelas di sana. Meskipun ingin menyembunyikan perasaannya, namun Katya tak bisa menampik bahwa ia sesungguhnya sangat gelisah.Manik coklatnya terlihat tidak fokus dan berkaca-kaca, napasnya pun tampak tak beraturan."Hei, it's okay." Gaffandra meremas lembut jemari lentik yang ia genggam, lalu mengangkat dan menempelkannya ke bibirnya untuk dikecup. "Atau kamu mau pulang saja? Nggak apa-apa kalau memang kamu belum siap untuk bertemu dengan Andrew sekarang, Katya. Kita pulang ya?"Saat ini Katya tengah berada di dalam mobil mewah milik Gaffandra, yang melaju dengan kecepatan sedang di jalan raya. Malam ini adalah malam yang sudah ditentukan untuk pertemuan kedua antara Katya dan Andrew, tentunya dengan atas persetujuan Katya.Namun kini gadis itu justru terlihat ragu. Katya pun tak mengerti dengan apa yang ia rasakan, mengapa mendadak ras
Udara kota Jakarta pagi ini yang masih terasa agak dingin setelah hujan semalam, tampaknya tak menyurutkan semangat serta niat Katya untuk berolah raga di dalam air. Penthouse yang ia tinggali ini memang memiliki kolam renang berukuran sedang dan menyatu dengan bagian balkon depannya. Pagi ini Katya terlihat manis sekali, ia mengenakan busana renang bikini two piece berwarna pink lembut yang sangat serasi dengan warna kulitnya yang juga putih bersih. Meskipun bikini, namun di bagian atas yang berbentuk draperi membuat gelombang-gelombangnya sedikit menutupi lekuk dada, sehingga membuat Katya lebih terlihat imut dan lembut. Ditambah bagian bawah bikini yang ia kenakan sebenarnya lebih pantas disebut hot pants tipis karena ukurannya yang lebih lebar hingga menutupi setengah perut dan pangkal paha. Gadis itu melangkah menuju ke balkon Penthouse bersama Gaffandra yang memeluk pinggangnya, sambil mendengarkan Katya yang asyik berceloteh dengan riang tentang apa saja. Rasanya menyenang
"Sudaah... ampuun!!" Sejak tadi Katya terus memekik dan tertawa karena tak bisa menahan geli, akibat Gaffandra yang tak hentinya menggelitik pinggang, leher serta telinganya.Gaffandra menggunakan jemarinya untuk menggelitik pinggang Katya, dan ujung lidahnya untuk menjilati kulit leher dan lekuk telinga Katya.Ia tahu Katya tidak tahan jika tiga bagian sensitif itu disentuh, dan Gaffandra memang sengaja melakukannya karena ingin menghukum Katya."Pak... please. Aku nggak tahan..." Napas gadis itu sampai terengah karena tak sanggup lagi menahan merinding."Tapi aku masih ingin menghukum kamu, Baby Girl..." goda Gaffandra yang kini telah memindahkan bibirnya dari leher Katya untuk memagut bibir gadis itu dengan kecupan yang selembut kapas."Uhm..." Katya pun mengguman pelan, saat kecupan pria itu semakin mendalam namun tanpa menanggalkan seluruh kelembutannya. Jemari Gaffandra yang semula menggelitik Katya, kini telah berubah menjadi membelai pinggang ramping gadis itu dengan gerakan
Harum.Diam-diam Katya tersenyum sambil menghirup aroma bunga mawar putih yang terbungkus kertas buket mengkilat berwarna hitam. Perpaduan yang kontras juga sekaligus terlihat mewah dan elegan. Feminin sekaligus maskulin. Bahkan kertas hitam itu seolah bukan saja membungkus bunga mawar putih yang rapuh, tapi juga menjaganya. Sangat Gaffandra sekali.Katya melirik ke arah pria yang sedang asyik melahap makanan yang ia masak dan bawa dari rumah. Gadis itu pun kembali tersenyum melihat isi lunch box yang hampir tandas oleh Gaffandra. Sebenarnya bisa saja pria ini membeli makanan mahal yang jauh lebih enak dari resto mewah dengan Chef-nya yang bertaraf Internasional. Tapi Gaffandra malah meminta Katya memasak dan membawanya ke kantor setiap hari. "Kamu nggak makan?" Pria bersurai hitam itu bertanya dengan nada heran kepada Katya yang sejak tadi hanya diam sambil menggenggam buket bunga.Katya menggeleng pelan. "Nanti saja. Aku masih kenyang," sahutnya. "Pak?""Ya, Katya?""Makasih y
"Gaffandra!!" Pria itu menoleh ke sumber suara yang memanggilnya. Tampak seorang gadis melambaikan tangan sambil tersenyum.Kendra Harrison.Sesuai dengan isi chat semalam, Gaffandra menemui Kendra di sebuah cafe yang tak begitu jauh dari kantornya. Gaffandra memang sengaja mengatur pertemuannya dengan Kendra di tempat yang netral tanpa embel-embel pekerjaan.Pria bersurai gelap itu pun melangkahkan kakinya menuju meja dimana Kendra berada, lalu ikut duduk di seberang gadis itu saat dipersilahkan."Halo Kendra, apa kabar?" Pria itu mengulurkan tangannya kepada Kendra sambil tersenyum. "Dan bagaimana dengan Andrew?" "Kabarku baik. Sedangkan Daddy... dokter menyuruhnya untuk bedrest seharian ini agar perasaannya lebih tenang," sahut Kendra.Gaffandra mengangguk mengerti. "Maaf kalau semalam aku tidak kembali lagi ke nightclub," ucapnya meminta maaf, namun ia tidak mengatakan bahwa Katya-lah yang meminta."It's okay, Gaffandra, aku mengerti. Kamu pasti mencemaskan pacarmu itu kan?" Kend