Tepuk tangan yang membahana di udara menjadi bentuk apresiasi atas isi pidato yang barusan saja disampaikan oleh Ketua Yayasan yang baru dilantik.
Gaffandra Adhyatama.Katya baru menyadari kebodohannya sendiri, yang bahkan baru tahu nama belakang dari Gaffandra.Adhyatama adalah salah satu keluarga konglomerat pemilik beberapa perusahaan raksasa di Indonesia, sekaligus juga pemilik Yayasan Lentera Ilmu.Yaitu yayasan yang bergerak di bidang pendidikan sekaligus yang mengelola Universitas tempat Katya menimba Ilmu."Kalau Ketua Yayasan-nya gorgeous begini, mana rela sih lulus duluan, coba?" Keluh seorang alumni yang duduk di depan Katya kepada temannya."Iya ih. Memang boleh ya seganteng itu?" sahut temannya lagi, yang sama seperti 99% cewek di sana, menatap kagum ke arah Gaffandra."Denger-denger katanya Ketua Yayasan yang baru ini juga diam-diam kasih dana bantuan 'spesial' untuk seluruh mahasiswa beasiswa. Karena nggak ditanggung Dinas Pendidikan, Yayasan malah menggratiskan semua biaya wisuda untuk mereka," cetus temannya yang lain."Iih, jadi makin ngefans nggak sih??"Mendengarnya, Katya pun seketika menolehkan kepalanya ke samping, tepat dimana sahabatnya Arsel berada yang juga ikut menatapnya."There. Akhirnya ketemu juga kan, siapa yang membantu kamu?" ucap Arsel sambil tersenyum."Tapi kayaknya harus dipastikan lagi deh. Bukan nggak mungkin infonya salah," tambah Arsel.Katya mengangguk pelan, lalu mengalihkan pandangannya kembali kepada Gaffandra yang masih berbicara di podium.Jika memang Yayasan yang melakukannya maka ini akan menjadi sebuah kebetulan lagi.Katya meraih ponselnya dan membaca kembali isi pesan terakhir di sana."Hai, Katya Andriani. Selamat untuk wisuda dan predikat Cumlaude-mu. Dan... ya, kita ketemu lagi, kan?"Huuft.Sebenarnya Katya malas untuk bertemu kembali dengan pria modus itu, tapi ya~~ sepertinya ia memang harus menanyakan tentang pembayaran uang wisuda kepada Gaffandra.Dan berterima kasih secara proper kepada pria itu.Ck. Kenapa harus Gaffandra sih?!***Acara Wisuda pun telah usai, yang ditutup dengan acara ramah tamah berupa jamuan makan untuk para alumni, Dosen dan pejabat Universitas.Kesempatan yang juga digunakan untuk berfoto bersama teman seperjuangan dan keluarga, mengabadikan momen bahagia yang tidak akan terulang kembali."Sel, tolong fotoin aku sama Bu Sadna dong." Katya memberikan ponselnya kepada Arsel, yang hanya dibalas dengan decakan pelan Arsel."Pake ponselku aja, hasilnya pasti lebih bagus." Pria itu mengabaikan ponsel yang disodorkan Katya dan memilih untuk menggunakan ponselnya sendiri."Iya juga sih." Katya mengangguk setuju dan menyimpan ponselnya kembali. Milik Arsel memang lebih canggih dibanding ponselnya yang sederhana.Katya menarik pelan tangan Bu Sadna, ibu angkat yang selama ini telah ia anggap sebagai ibu kandungnya, menuju ke arah spot estetik yang memang sengaja disiapkan untuk bebas berswafoto."Tangannya begini dong Bu," pinta Katya, memberikan contoh gestur love couple. Setelah puas berfoto dengan bermacam gaya, Bu Sadna kemudian menawarkan Arsel untuk gantian berfoto bersama Katya.Awalnya dua sahabat itu berpose layaknya orang yang sedang difoto pada umumnya, berdiri dan tersenyum ke arah kamera."Ck. Kaku." Katya berdecak tak suka dengan pose standar begini, lalu memutuskan untuk berbuat iseng dengan menginjak kaki Arsel dengan ujung tumit heels-nya yang tidak terlalu tinggi."Aaahh!!" Arsel pun menjerit kaget karena kesakitan, tepat di saat Bu Sadna menjepret kamera ponsel, menciptakan hasil foto Katya yang nyengir lebar dan Arsel yang berwajah aneh dengan kedua mata tertutup namun mulut membuka lebar."Dasar cewe gila!" Tak terima kakinya diinjak, Arsel pun membalas dengan memiting leher Katya di ketiaknya hingga membuat gadis itu menjerit kecil.Biasanya hal ini dilanjutkan dengan mengacak-acak rambut coklat kemerahan gadis itu, tapi Arsel tak tega juga melihat sanggul rapi Katya."Arseelll!!! Lepasin gak!!" jerit Katya kesal sambil memukuli perut pria itu karena Arsel terlihat tidak ingin melepaskan pitingannya."Aduh, kalian ini... bisa serius sedikit nggak sih??" Gerutu Bu Sadna gemas."Masa dari tadi fotonya ngga ada yang bener," keluh wanita paruh baya itu lagi sambil mendesah lelah, melihat hasil jepretannya yang isinya kacau semua."Sini biar saya yang bantu fotokan, Bu."Suara maskulin yang menyela di antara mereka itu membuat ketiganya sontak terdiam.Lalu dengan serempak pula, sama-sama menoleh ke arah sumbernya, yaitu sosok lelaki tampan yang berdiri di samping Bu Sadna dengan senyum yang terlukis di wajahnya.Seketikal Arsel pun melepas pitingannya dari leher Katya, sebuah kesempatan bagi gadis itu yang kemudian memukul kepala Arsel sebagai upaya balas dendam.Kedua sahabat itu pun sempat saling melotot, sebelum kemudian Katya mulai merapikan rambut dan kebayanya yang sedikit berantakan gara-gara lelaki itu."E-eh? Siapa ya? Kok kayaknya kenal..." Bu Sadna berguman pelan, namun masih terdengar oleh pria di depannya."Halo. Nama saya Gaffandra," ucapnya ramah sambil mengulurkan tangan."Oh iya benar, Bapak Ketua Yayasan yang tadi pidato, kan?" Bu Sadna akhirnya ingat juga, dan bergegas menyambut jabatan tangan Gaffandra."Halo. Saya wali dari salah satu mahasiswi," sahut wanita itu sambil tersenyum. "Terima kasih sudah berkenan memberikan kesempatan kepada Katya untuk mendapatkan pendidikan di sini, Pak."Seorang lelaki yang mengawal Gaffandra serta-merta menyelutuk. "Ini adalah salah satu mahasiswi berprestasi kita yang juga mendapatkan beasiswa, Pak. Katya Andriani. Yang ini, Arselio Ganendra. Mereka berdua sama-sama lulus dengan predikat Cumlaude."Katya dan Arsel yang langsung mendekat saat Gaffandra menyalami Bu Sadna, kemudian diperkenalkan oleh lelaki yang mendampingi Gaffandra.Sepertinya Ketua Yayasan yang baru dilantik ini sengaja berbaur dengan kalangan alumni universitasnya, dengan tujuan utama untuk memberikan ucapan selamat selamat secara lamgsung terutama kepada mahasiswa yang berprestasi."Halo. Selamat atas kelulusanmu, Arselio." Kali ini Gaffandra menjabat tangan Arsel dan menepuk pelan lengan atas pria muda yang terlihat berseri-seri itu.Siapa yang tidak antusias ketika didatangi dan bersalaman dengan seorang Gaffandra Adhyatama yang sekaligus juga Ketua Yayasan Universitas?"Terima kasih, Pak Gaffandra," balas Arsel sambil tersenyum."Sama-sama. Semoga sukses untuk apa pun langkahmu ke depan selanjutnya," tambah Gaffandra lagi, sebelum ia melepaskan jabatan tangannya dan menatap ke arah Katya yang berada di samping Arsel.Senyum yang sejak tadi terlukis di wajah Gaffandra pun kini semakin lebar. "Halo. Selamat atas kelulusanmu, Katya.""Terima kasih, Pak."Katya tahu sebenarnya ada banyak hal yang ingin dia tanyakan dan juga sampaikan, namun entah kenapa semua seperti tertahan di tenggorokannya.Seharusnya ia bertanya mengenai uang wisudanya yang lunas secara misterius, dan mengucapkan terima kasih jika memang benar itu adalah karena Gaffandra.Tapi Katya hanya diam dan menerima jabatan tangan pria itu, lalu segera melepasnya beberapa detik kemudian.Dan tak ada seorang pun yang menyadari bahwa satu sudut bibir Gaffandra yang melekuk naik dengan caranya yang samar, ketika melihat ekspresi malu-malu Katya yang menggemaskan."Tu-tunggu." Katya buru-buru membuka suara saat melihat Gaffandra yang hendak berlalu darinya."Itu... ehm." Gadis itu mendehem pelan manik gelap Gaffandra tertuju lekat menatapnya."Ada yang ingin saya tanyakan kepada Pak Gaffandra.""Buka ponselmu," sahut Gaffandra tiba-tiba, yang membuat Katya membelalakkan manik coklatnya karena bingung."Hah?""Buka ponselmu, Katya. Lalu ikuti petunjuk di sana, setelahnya aku akan menjawab semua pertanyaamu."***Katya menguap lebar.Sudah lima belas menit ia menunggu di ruangan ini, tapi belum ada penampakan sosok yang sejak tadi ia tunggu-tunggu.Lagian ngapain juga sih Gaffandra menyuruhnya ke sini??Katya baru mengetahui bahwa pria itu ternyata mengirim satu pesan baru setelah Gaffandra menyuruhnya memeriksa ponselnya."Pasti ada banyak pertanyaan di benak kamu kan? Temui aku di ruang VIP lantai 3. Kamu masuk saja ke dalam dan tunggu di sana."Katya masuk ke dalam ruang VIP yang biasanya digunakan untuk pertemuan penting di kampus. Suasananya yang sejuk dan sepi serta sofa tempatnya duduk yang empuk membuatnya mulai mengantuk.'Ish. Jangan tidur.' Gadis itu menoyor kepalanya sendiri, jangan sampai dia ketiduran dan bikin si Gaffandra bebas meluk-meluk lagi kaya di bioskop!Suara pintu yang terbuka membuat perhatian Katya tertuju ke sana, dan gadis itu pun bergegas berdiri dari duduknya ketika melihat sosok yang baru saja masuk.Gaffandra.Pria itu tersenyum melihat Katya yang terlihat berbeda dengan kebaya modern dan sanggul sederhana di tengkuknya. Riasan wajahnya natural namun semakin mempermanis, dan sangat pantas untuk Katya."Kamu cantik," puji Gaffandra, hal sebenarnya ingin ia katakan sejak tadi di acara wisuda, namun merasa saat itu belum tepat.Katya mengelus rambutnya yang disanggul sambil tersenyum. Semua yang ia kenakan hari ini termasuk dalam paket program wisuda, dan ia sama sekali tidak perlu membayarnya sepeser pun."Terima kasih," sahut pendek gadis itu. "Maaf aku jadi merepotkan Pak Gaffandra, sebenarnya aku hanya ingin bertanya...""Tentang?""Tentang uang wisuda yang tiba-tiba saja lunas," tandas Katya lugas. "Apa itu... Bapak yang membayarnya?""Iya."Katya mengerjap mendengar jawaban tegas tanpa basa-basi dari Gaffandra, namun ia cukup lega juga karena kini telah mengetahui kebenarannya."Semua penerima beasiswa yang lulus tahun ini dan untuk tahun berikutnya akan dibebaskan dari biaya wisuda sebagai bentuk dukungan penuh dari kampus," ungkap Gaffandra lagi.Katya mengangguk pelan. Jadi benar, Gaffandra-lah yang berada di balik ini semua, yang membuatnya dapat menikmati wisuda dan menebus ijazahnya.Gaffandra-lah malaikat penolongnya!Katya memajukan kakinya hingga kini ia berada kurang dari dua langkah dari Gaffandra.Heels yang ia kenakan ternyata masih belum bisa menyamai tinggi pria jangkung itu, hingga mau tak mau gadis itu pun mendongak."Dari lubuk hati yang terdalam, aku mengucapkan terima kasih, Pak. Keringanan dari Bapak itu sangat-sangat besar artinya bagiku," ucapnya tulus. Ia ingin berterima kasih secara pantas kepada malaikat penolongnya"Kebaikan Bapak nggak akan pernah kulupakan. Aku akan selalu mendoakan kebahagiaan dan kesuksesan Pak Gaffandra dimana pun berada."Gaffandra memandangi wajah mungil nan cantik yang ada di hadapannya. Dilihat dari jarak sedekat ini, Katya bahkan berkali lipat jauh lebih cantik."Sama-sama, Katya. Aku juga senang jika bisa membantu," tutur Gaffandra akhirnya.Keheningan selanjutnya hanya diisi dengan ajang saling adu tatap. Sebenarnya Katya masih ingin berbincang lebih lama, namun entah kenapa sorot yang terpancar dari bola mata sehitam kopi milik Gaffandra seolah menyihirnya dan membuatnya diam terpaku."Arselio Ganendra," ucap Gaffandra tiba-tiba, yang membuat Katya menaikkan alisnya heran."Kenapa dengan Arsel?" Tanya Katya dengan kening berkerut."Dia pacar kamu?""Ooh, bukan. Kami berteman kadang-kadang, berantem lebih sering," ungkap Katya.Gaffandra mengangguk mengerti. "Sahabat?" tanyanya lagi.Kali ini Katya mengangguk dengan seulas senyum yang terpulas di bibirnya. Membayangkan Arsel, kembali teringat masa-masa sulit dan senang saat mereka belajar dan mengerjakan tugas bersama.Masa-masa yang pasti akan sangat ia rindukan karena tak terulang kembali."By the way, Cia mengundang kamu ke acara ulang tahunnya.""Cia?" Katya melukis senyum sumringah saat mendengar nama itu, tanpa sadar jika Gaffandra tengah menatapnya begitu lekat."Besok jam 10 pagi aku jemput," putus pria itu seolah tak ingin dibantah dan tak menerima penolakan."Eh? Tapi--""Kamu tahu sifat Cia, kan? Dia bilang akan menjemputmu sendiri kalau kamu tidak mau datang."Katya meringis sendiri, membayangkan anak perempuan cantik bergaun merah muda yang menarik tangannya dan menyeretnya keluar dari antrian, lalu lagi-lagi setelahnya menyeretnya masuk ke dalam mobil untuk diantarkan pulang."Apa rencanamu selanjutnya setelah lulus, Katya? Mencari kerja?" tebak Gaffandra."Iya. Kebetulan minggu depan ada panggilan tes wawancara dari 2 perusahaan yang berbeda," sahut Katya dengan manik beningnya yang berbinar-binar penuh asa.Ia ingin segera bekerja, mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya untuk membantu merenovasi atap asrama yatim piatu Cinta Bunda yang hampir rubuh dimakan rayap.Dana yang terkumpul dari donatur belum mencukup target, dan Bu Sadna serta Katya sedang bingung mencari sisanya."Indeks prestasimu memang cukup mengesankan, predikat Cumlaude kan?" cetus Gaffandra memastikan, dan tersenyum ketika melihat Katya mengangguk."Tapi dunia kerja saat ini lebih membutuhkan skill dibanding anak baru lulus dengan predikat Cumlaude, Katya. Percayalah, kalian semua sama di mata para pemimpin perusahaan. Baik nilai IPK tinggi atau pun rendah, karena pengalaman kalian yang sama-sama 0. Take home pay-mu pun tidak akan jauh berbeda atau bahkan sama saja dengan temanmu yang IPK-nya kecil," tandas Gaffandra blak-blakan.Katya mengerjap pelan mendengar semua penuturan Gaffandra yang terasa masuk di logikanya.Tapi mau bagaimana lagi? Mungkin mengumpulkan uang hingga banyak akan membutuhkan waktu lama, namun ia pun tak punya pilihan lain kan?"Daripada kamu bersusah-payah bekerja keras setiap malam hanya untuk gaji yang cuma sedikit, aku ingin kamu mempertimbangkan sebuah penawaran yang lebih menarik dan pendapatan yang jauh lebih besar."Katya kembali mengerjap pelan mendengarnya. Tentu saja ia tertarik! Siapa sih yang tidak mau dapat pendapatan besar??"Penawaran apa itu, Pak?" Tanya Katya penasaran. Jika bisa, ia akan segera ambil kesempatan yang terbuka di depan mata sekarang juga."Jadi kekasihku," sahut Gaffandra santai sambil mengulum senyumnya, lalu terbahak dalam hati melihat manik bening besar di depannya yang membelalak semakin besar karena terkejut.***"Ini tuh bukan berarti aku setuju menjadi kekasih Bapak, ya!" Gaffandra mengulum senyum simpul mendengar nada kesal dari kalimat Katya barusan. Sejak ia iseng menggoda gadis berkulit seputih salju kemarin, Katya kelihatannya jadi takut jika ternyata ia sungguh-sungguh. Yah, Gaffandra sebenarnya hanya iseng saja mengajukan diri menjadi kekasih Katya, namun ia juga tidak akan menolak jika seandainya Katya menerima usul itu.Sayang sekali, gadis itu malah menolak mentah-mentah. Bukan hanya menolak, Katya pun juga marah-marah dan mengomelinya. Haha.Tapi untung saja gadis ini tidak menolak untuk datang pada perayaan ulang tahun Cia. Saat Gaffandra menjemputnya sesuai janji tepat jam 7 malam, Katya ternyata telah siap di depan pintu menunggunya.Sangat menyenangkan tidak perlu menunggu seorang gadis yang berdandan terlalu lama, hal yang sering rasakan bersama Olivia ataupun mantan kekasihnya sebelumnya.Gaffandra melirik Katya yang mengenakan jeans, sepatu kets, dan blus putih bunga-bun
"Selamat, Katya Andriani. Mulai besok kamu akan menjadi karyawan trainee. Setelah pelatihan selama 6 bulan dan dinyatakan lulus, kamu akan resmi menjadi karyawan tetap di kantor ini." "Terima kasih banyak, Pak." Katya menyalami karyawan bagian personalia itu sambil tersenyum, walaupun sebenarnya hatinya sama sekali tak tenang.Seharusnya dia bahagia karena telah lulus dalam tes penerimaan kerja, tapi ia tak bisa menampik rasa cemas yang masih menggelayut di benaknya.Meski sekarang Katya sudah lebih tenang karena hutang Bu Sadna sebesar 50 juta sudah dibayar oleh Gaffandra dengan bunga hingga 200 juta, justru hal itu membuat Katya merasa tidak enak kepada pria itu.Sudah beberapa hari berlalu, tapi hingga sekarang Gaffandra masih belum juga nenghubunginya masalah pembayaran uang 200 juta. Padahal jelaa sekali pria itu menegaskan bahwa bantuannya kali ini tidak gratis, dan dia akan menghubungi Katya untuk membahas masalah pelunasannya.Belum lagi masalah atap asrama panti asuhan yan
"Akan semakin hangat, semakin basah, dan semakin lengket jika kita melanjutkannya lebih dari ini, Katya." Gaffandra berbisik lembut di telinga Katya, setelah tawanya mereda."Bagaimana, apa kamu tertarik untuk mencobanya lebih jauh?"Katya mengerjap-kerjapkan matanya berkali-kali, demi untuk mengusir efek perpaduan dari suara maskulin yang serak menggoda, serta tatapan Gaffandra yang akan membuat gadis normal mana pun jatuh terpikat.Gawat. Pria ini sungguh jauh lebih berbahaya dari gas bocor, dan Katya yang polos hampir saja menganggukkan kepala untuk ajakan Gaffandra."Mau kemana?" Tanya Gaffandra lembut, ketika merasakan Katya yang seperti berusaha melepaskan diri dari pelukan pria itu. "Uung... sudah kan? Satu ciuman untuk seratus jutanya?" balas Katya mengalihkan pembicaraan.Tawa kecil yang keluar dari bibir Gaffandra membuat wajah pria itu semakin mempesona dan membuat Katya semakin waspada. Entahlah, Katya hanya merasa baik Gaffandra maupun Cia itu sangat serupa, memiliki ta
Katya melamun sambil mengusap perlahan bibirnya yang terasa bengkak dan perih, setelah sesi "pelunasan hutang"-nya yang pertama kepada Gaffandra."Aarrghh!! Bodoh!!" Gadis itu menggeram kesal sembari mengacak-acak rambutnya, membuat semua orang yang berada di dalam lift menatapnya heran. Suara denting pelan itu diiringi dengan terbukanya pintu ganda yang bergeser ke samping, dan Katya pun cepat-cepat melangkah keluar.Ia bahkan setengah berlari menuju ke arah lobby depan, ingin segera keluar dari gedung Adhyatama Corp. dan mengayuh sepedanya sejauh mungkin dari sana."Ini baru satu kali, gimana nanti-nanti?" gumannya risau, ketika mengambil sepeda yang ia titipkan pada petugas parkir gedung.Sambil mengayuh, Katya kembali memikirkan semua masalah keuangan yang ujung-ujungnya malah ia harus membayar dengan cara yang tidak biasa. Satu sisi kata hatinya seolah menolak dengan tegas pelunasan hutang dengan cara "satu ciuman untuk seratus' juta ala Gaffandra, namun satu sisi logikanya se
"Dan sebagai info, ciuman ini tidak masuk dalam hitungan pelunasan hutang, Katya. Jadi jangan salahkan kalau durasinya akan sangaat panjang, dan tidak menutup kemungkinan... malah membuat kamu jadi menginginkan lebih," bisik Gaffandra di telinga Katya dengan nada seduktif, dan dengan sengaja pria itu meniup telinga Katya hingga membuat gadis itu merinding.Katya pun serta merta menjauhkan telinganya dari bibir Gaffandra. Sial. Hembusan napas pria itu yang segar dan beraroma mint menerpa satu sisi wajahnya, membuat kinerja jantung Katya tiba-tiba bergejolak tak terkendali.Kedekatan ini kembali mengingatkannya akan ciuman-ciuman mereka yang sebelumnya, dan wajahnya pun tak bisa berbohong karena sontak merona tanpa diminta."Sampai merah gini." Gaffandra menyentuh pipi Katya dengan usapan ringan menggunakan punggung tangannya."Memangnya kamu seingin itu aku ciium ya?" Suara tawa kecil pria itu pun terdengar menggoda."Nggak!!" Katya menjawab cepat dengan gelengan kepala kuat sambil me
**Beberapa saat sebelumnya**Gaffandra mengekori Olivia yang berjalan lebih dulu di depannya. Sesampainya di sebuah pintu berwarna kuning, wanita itu pun membukanya dan mempersilahkan Gaffandra masuk terlebih dahulu. Ternyata wanita itu membawanya ke sebuah ruangan yang lebih kecil mirip untuk jamuan yang lebih privasi dengan sofa-sofa panjang untuk enam orang. "Apa hal penting yang mau kamu bicarakan?" ujar Gaffandra sembari melirik jam tangannya dengan malas. Ia tidak terlalu tertarik bicara dengan Olivia, dan sejujurnya ia agak cemas memikirkan Katya yang berada di luar sana sendirian.Gaffandra sangat terkejut ketika merasakan sebuah pelukan dari arah belakangnya, dengan dua buah tangan ramping yang terlulur melingkari hingga ke depan tubuhnya. "Oliv, lepas.""Tidak, sebelum kamu cium aku." Gaffandra menggeram gusar dan menarik kedua tangan Olivia dari tubuhnya, lalu ia pun berbalik dan berhadapan dengan wanita itu.Namun betapa terkejutnya Gaffandra, ketika melihat Olivia yan
'Aarrggh!! Kenapa Gaffandra main serang aja di saat aku sama sekali belum siap, sih?!'Dalam hati, Katya pun mengutuk pria itu dengan segala keberadaannya yang menyusahkan.Oke. Gaffandra memang telah banyak membantunya menyelesaikan banyak masalah, tapi pada akhirnya malah membuat Katya semakin terjerat ke dalam masalah yang semakin runyam.Seperti di dalam lubang yang tak ada jalan keluar, itu yang dirasakan Katya sekarang. Ia berusaha menjauhkan wajahnya, tapi cengkeraman Gaffandra di tengkuknya sekuat besi. Katya mencoba untuk mendorong dada bidang penuh otot keras itu agar ciuamn mereka terlepas, namun tenaganya sama sekali tidak membuat pria itu bergeming.Katya bermaksud menginjak kaki Gaffandra dengan ujung runcing heels-nya, tapi ia benar-benar terperanjat saat merasakan Gaffandra sedikit mengangkat tubuhnya ke atas, hingga kaki Katya berada beberapa senti di atas lantai!Gadis itu pun akhirnya hanya bisa menggerak-gerakkan kakinya untuk menendang tulang kering pria itu, tapi
"Selamat Malam, Tuan Gaffandra."Pria bersurai hitam itu tersenyum kepada pria paruh baya yang juga kepala pelayan di Mansion miliknya, yang barus saja membukakan pintu mobil dan menyapanya."Malam juga, Pak Yuda." Gaffandra keluar dari pintu mobil yang terbuka. "Aku membawa seorang gadis di kursi sebelah. Dia sedang tidur, jadi tolong sampaikan kepada semuanya agar jangan berisik.""Baik, saya akan bukakan pintunya." Pak Yuda bergegas menuju pintu penumpang, lalu membukakan pintunya. Seorang nona muda bergaun hitam terlihat sedang tidur dengan sangat pulasnya bersandar di kursi. Pria itu segera menyingkir saat Gaffandra telah tiba, dan terlihat membungkuk dan memasukkan setengah badannya untuk menggendong si nona muda.Pak Yuda sengaja berjalan di depan Tuannya, untuk memberi tahukan kepada para pelayan agar tidak perlu menyapa Gaffandra.Saat mereka menaiki tangga lebar berlapis karpet tebal yang menuju ke lantai dua, beberapa kali Pak Yuda mengawasi Tuannya yang masih menggendong
"Kak Kendra??" Katya menatap heran ke arah wanita bule yang berjalan dengan lesu sembari menggeret koper di belakangnya. Katya semula sedang iseng berjalan-jalan di sekitar bagian samping lobby hotel yang ternyata memiliki spot untuk bersantai, sembari menikmati beberapa lukisan serta instalasi seni yang artistik. Gadis bersurai coklat kemerahan itu duduk di salah satu sofa bulat tanpa sandaran, menunggu Gaffandra yang sedang membelikannya kopi.Kendra yang mendengar namanya disebut, serta merta menoleh. Saat menemukan sosok Katya yang datang menghampirinya, sontak saja gadis itu waspada dan menoleh ke sekelilingnya dengan wajah yang agak panik."Uhm... hai, Katya. Kamu... sendirian? Gaffandra mana?" "Dia sedang beli cemilan dan minuman," sahut Katya sambil tersenyum. Manik coklatnya melirik ke arah suitcase merah yang digeret oleh kakak tirinya itu. "Kak Kendra mau pindah hotel ya?" tebak Katya.Kendra menggeleng pelan. "Aku mau ke bandara dan kembali ke Jakarta," ungkapnya menge
Katya mengerjapkan maniknya saat melihat sorot penuh kejujuran dan ketulusan yang terpancar dari bola mata sehitam malam milik Gaffandra. Yang barusan tadi itu... apa benar pria ini sedang melamarnya??((Aku tidak mau melanjutkan hubungan kita yang sebelumnya, Katya. Karena yang aku mau adalah hubungan yang baru, yaitu kamu sebagai istriku))"Pak?" "Ya, Baby Girl?""Mmm... itu bener barusan melamar aku? Bukannya... Pak Gaffandra dulu kan pernah bilang kalau..." "Uh-hum. Kamu benar, dulu aku memang pernah mengatakan kalau tidak akan percaya pada cinta, apalagi pada pernikahan. Semua itu terlihat bullshit di mataku," cetus Gaffandra sembari menjulurkan jemarinya dan mengusap lembut bibir penuh Katya."Lalu waktu itu aku pun hanya bisa menjanjikan kesetiaan dan hubungan monogami kepadamu..." tambah pria itu lagi seiring dengan senyum kecil yang mulai terbit di wajahnya untuk Katya."Terus? Kenapa sekarang berubah?" tanya Katya dengan penuh rasa ingin tahu. "Karena aku selalu merasa g
**BEBERAPA SAAT SEBELUMNYA**Saat private jet akhirnya mendarat darurat, Gaffandra dan Kendra pun langsung disibukkan oleh jadwal kunjungan kerja ke lokasi proyek pembangunan hotel di salah satu jalan utama di Kota Surabaya. Tak salah memang jika Andrew Harrison memberikan wewenang penuh kepada putrinya ini untuk mengambil alih jabatan CEO sementara dirinya sedang memulihkan kondisi kesehatannya, karena Kendra memang sangat menguasai hal-hal teknis dalam pekerjaan.Pasti telah lama Andrew mendidik putrinya untuk menjadi generasi penerus yang akan memimpin perusahaan.Tanpa terasa waktu terus bergulir, hingga akhirnya memasuki jam istirahat siang. Gaffandra memutuskan untuk kembali sebentar ke hotel tempatnya menginap setelah menghadiri jamuan makan siang yang telah disiapkan. Ia merasa lelah dan ingin beristirahat, sembari menelepon seseorang yang sejak tadi terus memonopoli otaknya.Seharian ini yang terbayang di pikirannya adalah wajah Katya yang tersenyum dengan sangat manis, mem
"Yakin nih kamu nggak mau ikut?" Katya tersenyum, ketika sebuah suara diikuti oleh kecupan lembut mendadak mendarat lehernya.Gadis itu sedang membuatkan kopi pagi di pantry untuk teman sarapan Gaffandra, saat pria itu tiba-tiba saja memeluknya dari belakang.Katya terkikik geli ketika Gaffandra dengan sengaja menggelitik lehernya menggunakan ujung hidung pria itu, membuatnya tak tahan namun tak bisa berkutik karena Gaffandra mencengkram pinggangnya. Pria itu baru berhenti setelah Katya berteriak-teriak minta ampun."Kamu tega banget, Katya. Gimana kalau nanti aku kangen, hm?" Gaffandra membalikkan tubuh gadis itu hingga menghadapnya, lalu meraup bibir Katya dengan kecupan gemas yang singkat namun dengan sengaja berkali-kali."Cuma satu hari kok, Pak. Aku janji akan langsung menyusul ke Surabaya kalau urusan dengan Papa Andrew selesai." Hari ini seharusnya Katya ikut bersama Gaffandra yang hendak meninjau lokasi proyek pembangunan hotel di Surabaya. Tapi Andrew meminta gadis itu unt
"Kamu nggak apa-apa, Baby Girl?"Katya menolehkan wajahnya ke arah Gaffandra, tanpa sadar memperlihatkan bayang-bayang kecemasan yang terlukis cukup jelas di sana. Meskipun ingin menyembunyikan perasaannya, namun Katya tak bisa menampik bahwa ia sesungguhnya sangat gelisah.Manik coklatnya terlihat tidak fokus dan berkaca-kaca, napasnya pun tampak tak beraturan."Hei, it's okay." Gaffandra meremas lembut jemari lentik yang ia genggam, lalu mengangkat dan menempelkannya ke bibirnya untuk dikecup. "Atau kamu mau pulang saja? Nggak apa-apa kalau memang kamu belum siap untuk bertemu dengan Andrew sekarang, Katya. Kita pulang ya?"Saat ini Katya tengah berada di dalam mobil mewah milik Gaffandra, yang melaju dengan kecepatan sedang di jalan raya. Malam ini adalah malam yang sudah ditentukan untuk pertemuan kedua antara Katya dan Andrew, tentunya dengan atas persetujuan Katya.Namun kini gadis itu justru terlihat ragu. Katya pun tak mengerti dengan apa yang ia rasakan, mengapa mendadak ras
Udara kota Jakarta pagi ini yang masih terasa agak dingin setelah hujan semalam, tampaknya tak menyurutkan semangat serta niat Katya untuk berolah raga di dalam air. Penthouse yang ia tinggali ini memang memiliki kolam renang berukuran sedang dan menyatu dengan bagian balkon depannya. Pagi ini Katya terlihat manis sekali, ia mengenakan busana renang bikini two piece berwarna pink lembut yang sangat serasi dengan warna kulitnya yang juga putih bersih. Meskipun bikini, namun di bagian atas yang berbentuk draperi membuat gelombang-gelombangnya sedikit menutupi lekuk dada, sehingga membuat Katya lebih terlihat imut dan lembut. Ditambah bagian bawah bikini yang ia kenakan sebenarnya lebih pantas disebut hot pants tipis karena ukurannya yang lebih lebar hingga menutupi setengah perut dan pangkal paha. Gadis itu melangkah menuju ke balkon Penthouse bersama Gaffandra yang memeluk pinggangnya, sambil mendengarkan Katya yang asyik berceloteh dengan riang tentang apa saja. Rasanya menyenang
"Sudaah... ampuun!!" Sejak tadi Katya terus memekik dan tertawa karena tak bisa menahan geli, akibat Gaffandra yang tak hentinya menggelitik pinggang, leher serta telinganya.Gaffandra menggunakan jemarinya untuk menggelitik pinggang Katya, dan ujung lidahnya untuk menjilati kulit leher dan lekuk telinga Katya.Ia tahu Katya tidak tahan jika tiga bagian sensitif itu disentuh, dan Gaffandra memang sengaja melakukannya karena ingin menghukum Katya."Pak... please. Aku nggak tahan..." Napas gadis itu sampai terengah karena tak sanggup lagi menahan merinding."Tapi aku masih ingin menghukum kamu, Baby Girl..." goda Gaffandra yang kini telah memindahkan bibirnya dari leher Katya untuk memagut bibir gadis itu dengan kecupan yang selembut kapas."Uhm..." Katya pun mengguman pelan, saat kecupan pria itu semakin mendalam namun tanpa menanggalkan seluruh kelembutannya. Jemari Gaffandra yang semula menggelitik Katya, kini telah berubah menjadi membelai pinggang ramping gadis itu dengan gerakan
Harum.Diam-diam Katya tersenyum sambil menghirup aroma bunga mawar putih yang terbungkus kertas buket mengkilat berwarna hitam. Perpaduan yang kontras juga sekaligus terlihat mewah dan elegan. Feminin sekaligus maskulin. Bahkan kertas hitam itu seolah bukan saja membungkus bunga mawar putih yang rapuh, tapi juga menjaganya. Sangat Gaffandra sekali.Katya melirik ke arah pria yang sedang asyik melahap makanan yang ia masak dan bawa dari rumah. Gadis itu pun kembali tersenyum melihat isi lunch box yang hampir tandas oleh Gaffandra. Sebenarnya bisa saja pria ini membeli makanan mahal yang jauh lebih enak dari resto mewah dengan Chef-nya yang bertaraf Internasional. Tapi Gaffandra malah meminta Katya memasak dan membawanya ke kantor setiap hari. "Kamu nggak makan?" Pria bersurai hitam itu bertanya dengan nada heran kepada Katya yang sejak tadi hanya diam sambil menggenggam buket bunga.Katya menggeleng pelan. "Nanti saja. Aku masih kenyang," sahutnya. "Pak?""Ya, Katya?""Makasih y
"Gaffandra!!" Pria itu menoleh ke sumber suara yang memanggilnya. Tampak seorang gadis melambaikan tangan sambil tersenyum.Kendra Harrison.Sesuai dengan isi chat semalam, Gaffandra menemui Kendra di sebuah cafe yang tak begitu jauh dari kantornya. Gaffandra memang sengaja mengatur pertemuannya dengan Kendra di tempat yang netral tanpa embel-embel pekerjaan.Pria bersurai gelap itu pun melangkahkan kakinya menuju meja dimana Kendra berada, lalu ikut duduk di seberang gadis itu saat dipersilahkan."Halo Kendra, apa kabar?" Pria itu mengulurkan tangannya kepada Kendra sambil tersenyum. "Dan bagaimana dengan Andrew?" "Kabarku baik. Sedangkan Daddy... dokter menyuruhnya untuk bedrest seharian ini agar perasaannya lebih tenang," sahut Kendra.Gaffandra mengangguk mengerti. "Maaf kalau semalam aku tidak kembali lagi ke nightclub," ucapnya meminta maaf, namun ia tidak mengatakan bahwa Katya-lah yang meminta."It's okay, Gaffandra, aku mengerti. Kamu pasti mencemaskan pacarmu itu kan?" Kend