"Good job, Katya. Yang kamu lakukan tadi di jalan raya patut dipuji," bisik Gaffandra sambil mengusap surai panjang coklat kemerahan Katya, dengan bagian bawahnya yang mengikal lembut.
Gaffandra ingat saat Katya membantu bapak yang menggunakan kruk untuk menyeberang, dan benar-benar terkejut ketika ternyata Cia menarik tangan gadis yang sama ke hadapannya.Katya. Nama yang manis.Pria itu menunduk untuk menatap seraut wajah yang masih saja terlelap meski Gaffandra telah memeluknya, mengusap rambutnya, dan berbisik di wajahnya."Dasar kebo," ledek pria itu sambil mendengus geli. "Bisa-bisanya masih tidur saja. Memangnya kamu selelah apa sih?"Tiba-tiba terdengar suara denting pelan yang berasal dari tas selempang kecil milik Katya. Suara yang tidak keras, namun terus menerus berbunyi dan lumayan mengganggu.Sambil berdecak pelan, Gaffandra pun perlahan melepaskan pelukannya untuk meraih tas yang terletak di atas meja di depan kursi mereka.Ia membuka tas dari bahan kanvas itu, untuk mencari ponsel yang terus tak hentinya bersuara.Semula ia hanya bermaksud untuk menghentikan bunyinya, namun manik Gaffandra tak sengaja notifikasi pesan yang terpampang di bagian depan ponsel.Yth. Katya Andriani,dengan ini kami informasikan bahwa uang pembayaran untuk program wisuda, legalisir ijazah, dll sampai hari ini belum juga kami terima.Dimohon untuk segera melunasinya agar ijazah Anda dapat dibawa pulang.Terima kasih.Dari : administrasi Universitas Unggul PratamaGaffandra pun mengedip pelan ketika membaca pesan itu. Jadi gadis ini ternyata masih kuliah??Dan sepertinya ia baru akan lulus, namun terkendala oleh biaya wisuda dan terancam ijazahnya ditahan.Pria itu pun memasukkan kembali ponsel Katya ke dalam tasnya, lalu kembali berbaring mendekap gadis itu."Jadi kamu nggak sanggup bayar uang wisuda, hm?" bisik lelaki itu sambil menoel iseng hidung Katya.Rasanya ternyata lumayan menyenangkan memeluk tubuh mungil lembut ini. Aroma buah-buahan tropis yang keluar dari rambut Katya membuat ia merasa tenang.Hingga akhirnya tanpa sadar, Gaffandra pun ikut tertidur.***"Sok-sokan mau mengawasi kencan orang lain, ternyata sendirinya malah tidur!" gerutu sebuah suara yang mengungkapkan kekesalan."Mereka nggak dibangunin?" Guman sebuah suara lain yang berbeda."Nanti. Aku mau foto dulu buat kenang-kenangan."Sebuah kamera ponsel pun diarahkan ke Gaffandra dan Katya yang sedang tertidur untuk diabadikan."Udah cukup fotonya, Cia. Mendingan sekarang mereka dibangunin deh," ucap Jayden, yang merasa risih melihat adegan peluk-pelukan di depannya, dan pacarnya Cia yang masih saja seolah belum puas memotret dari segala sisi.Lagipula, sekarang filmnya telah selesai. Anak lelaki tampan seusia Cia itu pun hanya bisa meringis malu karena sejak tadi petugas kebersihan bioskop melirik ke arah mereka."Okay, done," sahut Cia puas, setelah berhasil memotret beberapa kali. Anak perempuan itu lalu menyentuh lengan Gaffandra dan mengguncangnya pelan."Gaffandra! Bangun, hei. Malah tidur sambil pelukan ini gimana ceritanya sih?!"Gaffandra yang merasakan guncangan di tubuhnya pun seketika terbangun dan membuka mata, yang langsung bertatapan dengan Cia dan Jayden yang berdiri di samping ikut menatapnya.Cia berdecak sambil bersidekap melipat kedua tangan di dadaa. "Memangnya kalian udah jadian ya? Mesra banget," hardik anak perempuan itu."Sstt... jangan berisik, Cia." Gaffandra meletakkan satu jari telunjuknya di atas bibir, karena suara cempreng tak aesthetic tante kecilnya itu yang berpotensi membuat Katya terbangun.Namun rupanya upayanya itu sia-sia, karena ia merasakan pergerakan halus dari tubuh lembut dalam dekapannya.Kelopak mata Katya yang terbuka, yang menampilkan manik bening besar dan berkilau pun seketika saling beradu dengan bola mata gelap milik Gaffandra."Aaaaa!!! Bapak!!! Kenapa peluk-peluk?!!"Sontak Katya mendorong kasar tubuh besar Gaffandra yang semula mengungkung dirinya. Gadis itu beranjak untuk duduk, lalu menatap ke sekelilingnya dengan pandangan nanar.Ya ampun, kok bisa-bisanya dia malah ketiduran?! Ini pasti gara-gara ia kelelahan, karena sudah seminggu ini ia bekerja double shift di minimarket, supaya mendapatkan gaji double juga.Katya mengutuk dirinya sendiri yang memang kalau sudah tidur, pasti susah bangun. Duh, menang banyak si Gaffandra bisa bebas grepe-grepe, ish!Katya segera berdiri dan meraih serta mengenakan tas selempangnya. "Filmya sudah selesai kan? Kalau begitu aku pamit dulu. Bye, Cia. Makasih untuk traktiran nontonnya. Bye, Jayden."Katya melambai ke arah Cia dan Jayden, namun hanya melirik tajam dan mendengus kesal ke arah Gaffandra yang hanya membalasnya dengan senyum geli."Eh, Kak Katya... tunggu." Cia menahan Katya dengan memegang tangannya. "Kakak pulangnya naik apa?"Katya melirik jam di pergelangan tangannya. Masih ada waktu setengah jam dari jadwal terakhir busway, masih keburu jika ia berlari dari mal ini ke halte."Sekarang kan sudah malam banget, aku anterin pulang aja ya? Itung-itung ucapan terima kasih karena sudah jadi teman menonton," tawar Cia dengan murah hati."Makasih, Cia. Tapi aku naik busway saja. Lagian tujuanku jauh dan aku nggak mau bikin kamu jadi repot."Baru saja Katya hendak berlalu, lagi-lagi Cia dan genggaman mautnya yang kencang itu sama sekali tidak berniat ingin melepaskan Katya."Kali ini aku yang memaksa, Kak," cetus anak perempuan itu lagi sambil tersenyum dengan sangat manis, namun entah kenapa hal itu malah membuat Katya bergidik.Senyuman Cia itu sama sekali tidak mirip dengan senyuman anak kecil berusia hampir 11 tahun, tapi lebih mirip senyuman elegan seorang Lady bangsawan di Inggris ketika menitahkan sesuatu kepada bawahannya.Dingin, dan penuh intimidasi. Hih, bikin merinding aja.Lagipula apa tadi katanya??((Kali ini aku yang memaksa, Kak))Hei, bukankah Katya sejak tadi memang sudah dipaksa untuk menjadi teman menonton di Gaffandra mesuum itu??Tapi sama seperti ketika Cia menarik tangannya keluar dari antrian bioskop, kali ini Katya pun merasa tidak berdaya ketika lagi-lagi anak perempuan itu menyeretnya dengan sama penuh tekad seperti sebelumnya.Katya tidak sadar jika di belakangnya, ada Gaffandra yang sejak tadi terus tertawa geli melihat Katya yang tak berkutik melawan Cia.***"Di depan ada pertigaan, belok kiri. Berhenti di dekat pohon mangga situ saja." Katya memberikan arahan kepada Gaffandra yang berada di belakang kemudi.Pria itu mengikuti petunjuk Katya, dan membelokkan BMW-nya lalu berhenti di pohon mangga yang cukup rimbun di pinggir jalan."Asrama dan Panti Asuhan Cinta Bunda??" Gaffandra terkejut ketika baru menyadari posisi dimana mobilnya berhenti.Ia membaca plang nama berwarna putih dengan tulisan besar berwarna hijau, yang terletak atap teras depan rumah yang bercat putih bersih dengan tiang dan pintu berwarna hijau.Katya mengangguk ringan sambil membuka seat beltnya. "Terima kasih untuk tumpanannya, Pak. Hati-hati di jalan," ucap gadis itu berbasa-basi sebelum ua membuka pintu dan keluar dari mobil.Cuma ada Katya dan Gaffandra di dalam mobil saat ini. Karena malam yang sudah cukup larut, Gaffandra memutuskan untuk mengantarkan Cia yang masih bocah pulang dulu ke rumah kakeknya.Katya berjalan masuk ke dalam pagar tanpa menoleh ke belakang lagi, mengira Gaffandra juga sudah berlalu dengan mobil mewahnya itu.Namun gadis itu pun seketika tertegun, ketika mendengar suara pintu mobil yang dibuka lalu ditutup dari arah belakangnya.Sontak gadis itu pun menoleh, dan manik coklatnya melebar saat melihat Gaffandra yang ternyata telah keluar dari mobil dan berdiri menatapnya.Kenapa? Apa ada yang ketinggalan?Katya pun segera memeriksa isi tas selempang yang ia kenakan. Dompet dan ponsel... semua ada kok."Ada apa, Pak?!" Teriak Katya, yang telah beberapa langkah jaraknya dari Gaffandra.Gaffandra terdiam, untuk beberapa saat ia hanya menatap Katya dan rumah panti asuhan di belakang gadis itu.Seulas senyum kemudian terlukis di wajah tampan lelaki itu, diiringi dengan gelengan pelan."Tidak apa-apa," sahutnya. "Masuklah. Aku pulang dulu, dan... sampai jumpa lagi, Katya."'Sampai jumpa, katanya?? Semoga saja tidaaak!!' batin Katya dalam hati.Gadis itu pun akhirnya hanya menjawab dengan anggukan ringan, meski merasa heran melihat gelagat Gaffandra."Dasar keluarga ajaib," guman gadis itu saat ia mengingat kembali, bagaimana bisa ada tante semungil Cia yang berbanding terbalik dengan keponakan seusia Gaffandra yang jauh lebih tua.Yah, hari ini memang cukup aneh bagi Katya yang semula hanya ingin menikmati waktu senggangnya menonton di bioskop.Ia mengira jika malam ini akan menjadi malam teraneh seumur hidupnya.Tanpa menyadari bahwa sesungguhnya malam ini adalah awal mula dari semesta yang tengah bekerja untuk mengubah takdir hidupnya.***Yth. Katya Andriani, pembayaran legalisir ijazah dan program wisuda sejumlah Rp. 5.250.000,- telah kami terima. Silahkan mengambil tanda bukti pelunasan pembayaran serta seragam toga di kantor Tata Usaha. Terima kasih.Dari : Administasi Universitas Unggul PratamaUHUK-UHUUKK!!!Katya pun seketika menyemburkan air yang ia baru saja ia minum beberapa teguk dari gelas, saat maniknya membaca isi pesan di ponsel yang membuatnya terkejut.Tunggu-tunggu... ini apa nggak salah kirim ya? Bukannya dia belum bayar sama sekali uang wisudanya?? Tapi kok bisa-bisanya administrasi universitas mengatakan kalau sudah lunas??"Kalau minum dan makan jangan sambil liat hape, kak. Tuh kan jadinya tersedak sendiri."Katya berdecak pelan sambil memelototi adik asuhnya, Ririn, yang baru berusia 7 tahun tapi kadang ceriwisnya ngalahin ibu-ibu ghibah tetangga sebelah.Saat ini seluruh penghuni asrama Yatim Piatu Cinta Bunda sedang sarapan bersama, dengan lauk yang apa adanya seperti biasa.Bu Sadna sebagai pengelola yang dibantu oleh Katya hanya membakar pisang dan menggoreng beberapa telur yang di jatah setiap hari untuk setiap anak yang berbeda."Makan. Jangan bawel," sungut Katya sambil mendelik ke arah Ririn yang hanya membalasnya dengan cengiran polos.Katya membersihkan sisa-sisa air di baju dan meja yang jadi basah akibat ulahnya.Selesai sarapan, semua anak berbaris rapi untuk menyalami Bu Sadna dan Katya, dua orang dewasa di asrama panti asuhan.Setelah membantu beberapa anak yang masih terlalu kecil untuk memakaikan sepatu, Katya dan Bu Sadna mengantar mereka semua hingga ke pagar depan.Sebuah rutinitas yang setiap pagi selalu dilakukan saat hari sekolah.Katya dan Bu Sadna melambaikan tangan mengiringi kepergian langkah-langkah mungil namun penuh tekad dan semangat itu untuk meraih masa depannya.Anak-anak panti asuhan sangat minim kasih sayang, sehingga bahkan bentuk terkecil dari love language akan sangat mereka nantikan.Katya meraih tangan Bu Sadna dan menciumnya, pamit untuk berangkat ke kampus."Bagaimana uang wisudamu, Katya?" Tegur Bu Sadna, saat Katya sedang mengeluarkan sepeda kesayangannya dari garasi mungil di samping asrama."Ibu punya tabungan 4 juta, sisanya kita bisa pinjam sana-sini. Jadi kamu tidak perlu lembur bekerja lagi," tukas perempuan paruh baya itu dengan wajah sendu, tak tega melihat Katya yang seringkali pulang ke asrama dengan wajah yang kelelahan.Katya menggeleng sambil tersenyum. "Jangan pakai tabungan, Bu. Katya pasti bisa kok dapat uangnya," cetus gadis itu optimis, meski terbersit tanya dalam hati tentang isi pesan yang ia terima sebelumnya."Katya, jangan begitu--""Aku berangkaaaat~" Katya sengaja memotong perkataan Bu Sadna dan segera mengayuh sepedanya dengan kencang sembari melambaikan tangannya kepada ibu asuh yang telah merawat dirinya yang yatim piatu sejak kecil itu.Ia tidak mau Ibu asuhnya itu mengeluarkan tabungan pribadi yang selama beberapa tahun dicicil rupiah demi rupiah, hanya untuk biaya wisudanya.Pasti ada jalan, dan Katya yakin pasti akan menemukannya.***Katya terdiam sambil menenteng tas besar berisi jubah, toga dan printilan wisuda lainnya di satu tangannya, dengan tatapan nanar tertuju pada satu tangan yang lain yang memegang kwitansi tanda bukti pelunasan pembayaran wisuda dan legalisir ijazah.Ternyata isi pesan yang ia terima itu benar.Ada seseorang yang telah melunasi semuanya, namun anehnya bagian administasi seolah enggan untuk mengatakan kepada Katya siapa orangnya.Katya benar-benar tak punya gambaran tentang sosok yang telah menjadi malaikat penolongnya. Apalagi selama 3,5 tahun kuliah di sini ia hanya memiliki satu sahabat yang bernama Arsel.Itu pun Katya tidak pernah menceritakan tentang kesulitannya mencari uang biaya wisuda kepada Arsel.Atau jangan-jangan Arsel tahu, dan diam-diam telah membayarnya?"Aarseeellll!!!" Katya menjeritkan nama seorang lelaki yang memakai topi hitam yang sedang berjalan santai melewatinya.Lelaki itu menengok, dan wajahnya tersenyum melihat Katya yang berlari ke arahnya.BRUUGG!!Lelaki yang bernama Arsel itu pun terkejut, ketika tiba-tiba saja mendapatkan pukulan di lengannya yang berasal dari tas selempang Katya. Tidak sakit, hanya kaget saja."Apaan sih, Ka?""Ngaku kamu! Ngapain segala ngelunasin biaya wisuda aku, hah?!" Sergah Katya tanpa basa-basi langsung mengkonfrontasi."Hah? Gimana?" Arsel mengerjap kaget mendengar ucapan Katya yang ia tak mengerti sama sekali."Kamuu~ kamu kan, yang melunasi semua pembayaran wisuda dan ijazah?! Jangan bohong. Kalau bukan kamu terus siapa lagi coba?" Katya menunjukkan kwitansi dan tas berisi seragam wisuda kepada Arsel."Aku belum bayar untuk semua ini, Sel. Tapi tiba-tiba saja ada pesan masuk pagi ini yang mengatakan semua biayanya sudah lunas."Arsel pun menggaruk telinganya yang tidak gatal. "Kenapa nggak bilang aku kalau kamu belum bayar sih? Kan bisa aku talangin dulu, nanti kapan-kapan bisa kamu ganti kalau sudah punya uang," dengus lelaki itu sambil menoyor kepala Katya."Dasar cewe bar-bar tukang tuduh," cemooh lelaki itu lagi.Katya menatap sahabatnya itu dengan manik yang membelalak lebar. "Lah? Jadi... jadi bukan kamu yang bayar??""Bukan," sahut Arsel sembari mengedikkan bahu."Terus... siapa?" Tanya Katya dengan tatapan nanar."Yaa~~ anggap saja dia orang baik titipan Tuhan untuk kamu.""5 juta, Sel. 5 jutaa..." Rasanya Katya masih tak percaya ada orang sebaik itu yang mendonasikan uang sebanyak itu untuknya.Arsel tertawa melihat wajah bloon Katya yang lucu. Ia lalu memeluk leher Katya dengan mengalungkan satu tangannya dari samping."Udah, nggak usah dipikirin. Mendingan sekarang aku traktir makan bakso deh yuk!"Katya tercenung sejenak saat sebuah pemikiran baru terlintas di benaknya."Sel. Tunggu deh. Kalau ternyata dia orang jahat gimana? Kalau ternyata 'niat baik'-nya itu hanya kamuflase saja, gimana?""Kamu kan punya nomorku, Katya. Hubungi kapan saja, dan aku akan siap menghajar bajingann yang berbulu domba itu," sahut Arsel santai, dan kembali menarik Katya ke arah kantin.Menikmati setiap kebersamaan dengan sahabatnya ini hingga detik-detik sebelum mereka wisuda, dan entah kehidupan nyata seperti apa yang akan menanti mereka.***"Katya Andriani, lulus dengan predikat Cumlaude!"Katya tersenyum dan berjalan di atas panggung dengan penuh percaya diri ketika namanya disebut. Salah satu dari mimpinya telah terwujud, yaitu lulus kuliah hingga mendapatkan nilai yang memuaskan.Bagi seorang yatim piatu yang mengandalkan beasiswa sepertinya, Katya harus bekerja keras dan mempertahankan seluruh nilai A.Katya yang kadang suka iseng jahilnya, malah mengajak Rektor Universitasnya untuk bergaya dengan tangan membentuk half love couple saat difoto, membuat Arsel yang sudah lebih dulu turun hanya geleng-geleng kepala.Mungkin hanya Katya yang berani bersikap begitu dengan pemimpin tertinggi di Kampusnya.Katya hanya sangat bahagia. Momen ini akan dia ingat seumur hidup dan menjadi pembukti bahwa tak ada yang tak dapat diraih selama mau terus berusaha dan...... pertolongan dari Tuhan.Katya tersenyum dan dalam hati membayangkan siapa sebenarnya sosok malaikat tak bersayap yang telah melunasi semua biaya wisudanya.Sampai sekarang pun ia masih tak tahu siapa orang itu, padahal Katya ingin sekali berterima kasih kepadanya.Masih ada satu sesi lagi setelah hampir seluruh rangkaian acara wisuda hari ini usai.Yakni sebuah kalimat penutup yang akan dibawakan oleh Ketua Yayasan, yang dengar-dengar kabarnya adalah orang baru karena Ketua Yayasan yang lama telah mengundurkan diri karena pensiun.Rasanya Katya hampir tak percaya saat mendengar sebuah nama yang baru saja disebutkan oleh MC.Sebuah nama tak asing, yang beberapa hari yang lalu baru saja ia kenal. Nama yang tak umum, dan sepertinya jarang ada kembarannya.Manik coklat gadis itu pun semakin membelalak lebar, ketika melihat sosok yang baru saja menaiki panggung.Sosok yang menimbulkan kehebohan kecil di antara para gadis, karena wajahnya yang memang tampan sempurna tanpa cela, pun tubuhnya yang tinggi dan maskulin."Ga~ffandraa??" guman Katya pelan, masih merasa bahwa ia pasti bermimpi. Pria itu... adalah Ketua Yayasan yang baru??Suara tepuk tangan mulai reda saat Ketua Yayasan alias Gaffandra telah berdiri di podium, memamerkan senyumnya ke seluruh penjuru ruang wisuda yang sontak membuat mahasiswinya panas dingin."Tunggu," ucap Gaffandra tiba-tiba yang terdengar ke seluruh udara."Maaf, tapi saya harus mengirimkan sebuah pesan penting kepada seseorang dulu sebelum memulai pidato penutup."Sebagian orang tertawa pelan mendengar perkataan Gaffandra, meski sebagian lagi sepertinya tidak suka dan hanya menaikkan alis mereka.Namun pria itu terlihat cuek saja, dan tetap mengetikkan sesuatu di ponselnya selama beberapa saat."Done," ucap Gaffandra lagi sembari tersenyum. "Maaf. Itu tadi pesan penting untuk seseorang yang terlupa dikirim."Gaffandra baru saja memulai pidatonya, ketika Katya merasakan getaran halus dari ponselnya.Gadis itu segera meraih alat komunikasi miliknya, dan membaca pesan yang baru saja masuk."Hai, Katya Andriani. Selamat ya untuk wisuda dan predikat Cumlaude-mu. Dan... ya, kita ketemu lagi, kan?"***Tepuk tangan yang membahana di udara menjadi bentuk apresiasi atas isi pidato yang barusan saja disampaikan oleh Ketua Yayasan yang baru dilantik.Gaffandra Adhyatama.Katya baru menyadari kebodohannya sendiri, yang bahkan baru tahu nama belakang dari Gaffandra. Adhyatama adalah salah satu keluarga konglomerat pemilik beberapa perusahaan raksasa di Indonesia, sekaligus juga pemilik Yayasan Lentera Ilmu. Yaitu yayasan yang bergerak di bidang pendidikan sekaligus yang mengelola Universitas tempat Katya menimba Ilmu."Kalau Ketua Yayasan-nya gorgeous begini, mana rela sih lulus duluan, coba?" Keluh seorang alumni yang duduk di depan Katya kepada temannya."Iya ih. Memang boleh ya seganteng itu?" sahut temannya lagi, yang sama seperti 99% cewek di sana, menatap kagum ke arah Gaffandra."Denger-denger katanya Ketua Yayasan yang baru ini juga diam-diam kasih dana bantuan 'spesial' untuk seluruh mahasiswa beasiswa. Karena nggak ditanggung Dinas Pendidikan, Yayasan malah menggratiskan semua
"Ini tuh bukan berarti aku setuju menjadi kekasih Bapak, ya!" Gaffandra mengulum senyum simpul mendengar nada kesal dari kalimat Katya barusan. Sejak ia iseng menggoda gadis berkulit seputih salju kemarin, Katya kelihatannya jadi takut jika ternyata ia sungguh-sungguh. Yah, Gaffandra sebenarnya hanya iseng saja mengajukan diri menjadi kekasih Katya, namun ia juga tidak akan menolak jika seandainya Katya menerima usul itu.Sayang sekali, gadis itu malah menolak mentah-mentah. Bukan hanya menolak, Katya pun juga marah-marah dan mengomelinya. Haha.Tapi untung saja gadis ini tidak menolak untuk datang pada perayaan ulang tahun Cia. Saat Gaffandra menjemputnya sesuai janji tepat jam 7 malam, Katya ternyata telah siap di depan pintu menunggunya.Sangat menyenangkan tidak perlu menunggu seorang gadis yang berdandan terlalu lama, hal yang sering rasakan bersama Olivia ataupun mantan kekasihnya sebelumnya.Gaffandra melirik Katya yang mengenakan jeans, sepatu kets, dan blus putih bunga-bun
"Selamat, Katya Andriani. Mulai besok kamu akan menjadi karyawan trainee. Setelah pelatihan selama 6 bulan dan dinyatakan lulus, kamu akan resmi menjadi karyawan tetap di kantor ini." "Terima kasih banyak, Pak." Katya menyalami karyawan bagian personalia itu sambil tersenyum, walaupun sebenarnya hatinya sama sekali tak tenang.Seharusnya dia bahagia karena telah lulus dalam tes penerimaan kerja, tapi ia tak bisa menampik rasa cemas yang masih menggelayut di benaknya.Meski sekarang Katya sudah lebih tenang karena hutang Bu Sadna sebesar 50 juta sudah dibayar oleh Gaffandra dengan bunga hingga 200 juta, justru hal itu membuat Katya merasa tidak enak kepada pria itu.Sudah beberapa hari berlalu, tapi hingga sekarang Gaffandra masih belum juga nenghubunginya masalah pembayaran uang 200 juta. Padahal jelaa sekali pria itu menegaskan bahwa bantuannya kali ini tidak gratis, dan dia akan menghubungi Katya untuk membahas masalah pelunasannya.Belum lagi masalah atap asrama panti asuhan yan
"Akan semakin hangat, semakin basah, dan semakin lengket jika kita melanjutkannya lebih dari ini, Katya." Gaffandra berbisik lembut di telinga Katya, setelah tawanya mereda."Bagaimana, apa kamu tertarik untuk mencobanya lebih jauh?"Katya mengerjap-kerjapkan matanya berkali-kali, demi untuk mengusir efek perpaduan dari suara maskulin yang serak menggoda, serta tatapan Gaffandra yang akan membuat gadis normal mana pun jatuh terpikat.Gawat. Pria ini sungguh jauh lebih berbahaya dari gas bocor, dan Katya yang polos hampir saja menganggukkan kepala untuk ajakan Gaffandra."Mau kemana?" Tanya Gaffandra lembut, ketika merasakan Katya yang seperti berusaha melepaskan diri dari pelukan pria itu. "Uung... sudah kan? Satu ciuman untuk seratus jutanya?" balas Katya mengalihkan pembicaraan.Tawa kecil yang keluar dari bibir Gaffandra membuat wajah pria itu semakin mempesona dan membuat Katya semakin waspada. Entahlah, Katya hanya merasa baik Gaffandra maupun Cia itu sangat serupa, memiliki ta
Katya melamun sambil mengusap perlahan bibirnya yang terasa bengkak dan perih, setelah sesi "pelunasan hutang"-nya yang pertama kepada Gaffandra."Aarrghh!! Bodoh!!" Gadis itu menggeram kesal sembari mengacak-acak rambutnya, membuat semua orang yang berada di dalam lift menatapnya heran. Suara denting pelan itu diiringi dengan terbukanya pintu ganda yang bergeser ke samping, dan Katya pun cepat-cepat melangkah keluar.Ia bahkan setengah berlari menuju ke arah lobby depan, ingin segera keluar dari gedung Adhyatama Corp. dan mengayuh sepedanya sejauh mungkin dari sana."Ini baru satu kali, gimana nanti-nanti?" gumannya risau, ketika mengambil sepeda yang ia titipkan pada petugas parkir gedung.Sambil mengayuh, Katya kembali memikirkan semua masalah keuangan yang ujung-ujungnya malah ia harus membayar dengan cara yang tidak biasa. Satu sisi kata hatinya seolah menolak dengan tegas pelunasan hutang dengan cara "satu ciuman untuk seratus' juta ala Gaffandra, namun satu sisi logikanya se
"Dan sebagai info, ciuman ini tidak masuk dalam hitungan pelunasan hutang, Katya. Jadi jangan salahkan kalau durasinya akan sangaat panjang, dan tidak menutup kemungkinan... malah membuat kamu jadi menginginkan lebih," bisik Gaffandra di telinga Katya dengan nada seduktif, dan dengan sengaja pria itu meniup telinga Katya hingga membuat gadis itu merinding.Katya pun serta merta menjauhkan telinganya dari bibir Gaffandra. Sial. Hembusan napas pria itu yang segar dan beraroma mint menerpa satu sisi wajahnya, membuat kinerja jantung Katya tiba-tiba bergejolak tak terkendali.Kedekatan ini kembali mengingatkannya akan ciuman-ciuman mereka yang sebelumnya, dan wajahnya pun tak bisa berbohong karena sontak merona tanpa diminta."Sampai merah gini." Gaffandra menyentuh pipi Katya dengan usapan ringan menggunakan punggung tangannya."Memangnya kamu seingin itu aku ciium ya?" Suara tawa kecil pria itu pun terdengar menggoda."Nggak!!" Katya menjawab cepat dengan gelengan kepala kuat sambil me
**Beberapa saat sebelumnya**Gaffandra mengekori Olivia yang berjalan lebih dulu di depannya. Sesampainya di sebuah pintu berwarna kuning, wanita itu pun membukanya dan mempersilahkan Gaffandra masuk terlebih dahulu. Ternyata wanita itu membawanya ke sebuah ruangan yang lebih kecil mirip untuk jamuan yang lebih privasi dengan sofa-sofa panjang untuk enam orang. "Apa hal penting yang mau kamu bicarakan?" ujar Gaffandra sembari melirik jam tangannya dengan malas. Ia tidak terlalu tertarik bicara dengan Olivia, dan sejujurnya ia agak cemas memikirkan Katya yang berada di luar sana sendirian.Gaffandra sangat terkejut ketika merasakan sebuah pelukan dari arah belakangnya, dengan dua buah tangan ramping yang terlulur melingkari hingga ke depan tubuhnya. "Oliv, lepas.""Tidak, sebelum kamu cium aku." Gaffandra menggeram gusar dan menarik kedua tangan Olivia dari tubuhnya, lalu ia pun berbalik dan berhadapan dengan wanita itu.Namun betapa terkejutnya Gaffandra, ketika melihat Olivia yan
'Aarrggh!! Kenapa Gaffandra main serang aja di saat aku sama sekali belum siap, sih?!'Dalam hati, Katya pun mengutuk pria itu dengan segala keberadaannya yang menyusahkan.Oke. Gaffandra memang telah banyak membantunya menyelesaikan banyak masalah, tapi pada akhirnya malah membuat Katya semakin terjerat ke dalam masalah yang semakin runyam.Seperti di dalam lubang yang tak ada jalan keluar, itu yang dirasakan Katya sekarang. Ia berusaha menjauhkan wajahnya, tapi cengkeraman Gaffandra di tengkuknya sekuat besi. Katya mencoba untuk mendorong dada bidang penuh otot keras itu agar ciuamn mereka terlepas, namun tenaganya sama sekali tidak membuat pria itu bergeming.Katya bermaksud menginjak kaki Gaffandra dengan ujung runcing heels-nya, tapi ia benar-benar terperanjat saat merasakan Gaffandra sedikit mengangkat tubuhnya ke atas, hingga kaki Katya berada beberapa senti di atas lantai!Gadis itu pun akhirnya hanya bisa menggerak-gerakkan kakinya untuk menendang tulang kering pria itu, tapi
"Kak Kendra??" Katya menatap heran ke arah wanita bule yang berjalan dengan lesu sembari menggeret koper di belakangnya. Katya semula sedang iseng berjalan-jalan di sekitar bagian samping lobby hotel yang ternyata memiliki spot untuk bersantai, sembari menikmati beberapa lukisan serta instalasi seni yang artistik. Gadis bersurai coklat kemerahan itu duduk di salah satu sofa bulat tanpa sandaran, menunggu Gaffandra yang sedang membelikannya kopi.Kendra yang mendengar namanya disebut, serta merta menoleh. Saat menemukan sosok Katya yang datang menghampirinya, sontak saja gadis itu waspada dan menoleh ke sekelilingnya dengan wajah yang agak panik."Uhm... hai, Katya. Kamu... sendirian? Gaffandra mana?" "Dia sedang beli cemilan dan minuman," sahut Katya sambil tersenyum. Manik coklatnya melirik ke arah suitcase merah yang digeret oleh kakak tirinya itu. "Kak Kendra mau pindah hotel ya?" tebak Katya.Kendra menggeleng pelan. "Aku mau ke bandara dan kembali ke Jakarta," ungkapnya menge
Katya mengerjapkan maniknya saat melihat sorot penuh kejujuran dan ketulusan yang terpancar dari bola mata sehitam malam milik Gaffandra. Yang barusan tadi itu... apa benar pria ini sedang melamarnya??((Aku tidak mau melanjutkan hubungan kita yang sebelumnya, Katya. Karena yang aku mau adalah hubungan yang baru, yaitu kamu sebagai istriku))"Pak?" "Ya, Baby Girl?""Mmm... itu bener barusan melamar aku? Bukannya... Pak Gaffandra dulu kan pernah bilang kalau..." "Uh-hum. Kamu benar, dulu aku memang pernah mengatakan kalau tidak akan percaya pada cinta, apalagi pada pernikahan. Semua itu terlihat bullshit di mataku," cetus Gaffandra sembari menjulurkan jemarinya dan mengusap lembut bibir penuh Katya."Lalu waktu itu aku pun hanya bisa menjanjikan kesetiaan dan hubungan monogami kepadamu..." tambah pria itu lagi seiring dengan senyum kecil yang mulai terbit di wajahnya untuk Katya."Terus? Kenapa sekarang berubah?" tanya Katya dengan penuh rasa ingin tahu. "Karena aku selalu merasa g
**BEBERAPA SAAT SEBELUMNYA**Saat private jet akhirnya mendarat darurat, Gaffandra dan Kendra pun langsung disibukkan oleh jadwal kunjungan kerja ke lokasi proyek pembangunan hotel di salah satu jalan utama di Kota Surabaya. Tak salah memang jika Andrew Harrison memberikan wewenang penuh kepada putrinya ini untuk mengambil alih jabatan CEO sementara dirinya sedang memulihkan kondisi kesehatannya, karena Kendra memang sangat menguasai hal-hal teknis dalam pekerjaan.Pasti telah lama Andrew mendidik putrinya untuk menjadi generasi penerus yang akan memimpin perusahaan.Tanpa terasa waktu terus bergulir, hingga akhirnya memasuki jam istirahat siang. Gaffandra memutuskan untuk kembali sebentar ke hotel tempatnya menginap setelah menghadiri jamuan makan siang yang telah disiapkan. Ia merasa lelah dan ingin beristirahat, sembari menelepon seseorang yang sejak tadi terus memonopoli otaknya.Seharian ini yang terbayang di pikirannya adalah wajah Katya yang tersenyum dengan sangat manis, mem
"Yakin nih kamu nggak mau ikut?" Katya tersenyum, ketika sebuah suara diikuti oleh kecupan lembut mendadak mendarat lehernya.Gadis itu sedang membuatkan kopi pagi di pantry untuk teman sarapan Gaffandra, saat pria itu tiba-tiba saja memeluknya dari belakang.Katya terkikik geli ketika Gaffandra dengan sengaja menggelitik lehernya menggunakan ujung hidung pria itu, membuatnya tak tahan namun tak bisa berkutik karena Gaffandra mencengkram pinggangnya. Pria itu baru berhenti setelah Katya berteriak-teriak minta ampun."Kamu tega banget, Katya. Gimana kalau nanti aku kangen, hm?" Gaffandra membalikkan tubuh gadis itu hingga menghadapnya, lalu meraup bibir Katya dengan kecupan gemas yang singkat namun dengan sengaja berkali-kali."Cuma satu hari kok, Pak. Aku janji akan langsung menyusul ke Surabaya kalau urusan dengan Papa Andrew selesai." Hari ini seharusnya Katya ikut bersama Gaffandra yang hendak meninjau lokasi proyek pembangunan hotel di Surabaya. Tapi Andrew meminta gadis itu unt
"Kamu nggak apa-apa, Baby Girl?"Katya menolehkan wajahnya ke arah Gaffandra, tanpa sadar memperlihatkan bayang-bayang kecemasan yang terlukis cukup jelas di sana. Meskipun ingin menyembunyikan perasaannya, namun Katya tak bisa menampik bahwa ia sesungguhnya sangat gelisah.Manik coklatnya terlihat tidak fokus dan berkaca-kaca, napasnya pun tampak tak beraturan."Hei, it's okay." Gaffandra meremas lembut jemari lentik yang ia genggam, lalu mengangkat dan menempelkannya ke bibirnya untuk dikecup. "Atau kamu mau pulang saja? Nggak apa-apa kalau memang kamu belum siap untuk bertemu dengan Andrew sekarang, Katya. Kita pulang ya?"Saat ini Katya tengah berada di dalam mobil mewah milik Gaffandra, yang melaju dengan kecepatan sedang di jalan raya. Malam ini adalah malam yang sudah ditentukan untuk pertemuan kedua antara Katya dan Andrew, tentunya dengan atas persetujuan Katya.Namun kini gadis itu justru terlihat ragu. Katya pun tak mengerti dengan apa yang ia rasakan, mengapa mendadak ras
Udara kota Jakarta pagi ini yang masih terasa agak dingin setelah hujan semalam, tampaknya tak menyurutkan semangat serta niat Katya untuk berolah raga di dalam air. Penthouse yang ia tinggali ini memang memiliki kolam renang berukuran sedang dan menyatu dengan bagian balkon depannya. Pagi ini Katya terlihat manis sekali, ia mengenakan busana renang bikini two piece berwarna pink lembut yang sangat serasi dengan warna kulitnya yang juga putih bersih. Meskipun bikini, namun di bagian atas yang berbentuk draperi membuat gelombang-gelombangnya sedikit menutupi lekuk dada, sehingga membuat Katya lebih terlihat imut dan lembut. Ditambah bagian bawah bikini yang ia kenakan sebenarnya lebih pantas disebut hot pants tipis karena ukurannya yang lebih lebar hingga menutupi setengah perut dan pangkal paha. Gadis itu melangkah menuju ke balkon Penthouse bersama Gaffandra yang memeluk pinggangnya, sambil mendengarkan Katya yang asyik berceloteh dengan riang tentang apa saja. Rasanya menyenang
"Sudaah... ampuun!!" Sejak tadi Katya terus memekik dan tertawa karena tak bisa menahan geli, akibat Gaffandra yang tak hentinya menggelitik pinggang, leher serta telinganya.Gaffandra menggunakan jemarinya untuk menggelitik pinggang Katya, dan ujung lidahnya untuk menjilati kulit leher dan lekuk telinga Katya.Ia tahu Katya tidak tahan jika tiga bagian sensitif itu disentuh, dan Gaffandra memang sengaja melakukannya karena ingin menghukum Katya."Pak... please. Aku nggak tahan..." Napas gadis itu sampai terengah karena tak sanggup lagi menahan merinding."Tapi aku masih ingin menghukum kamu, Baby Girl..." goda Gaffandra yang kini telah memindahkan bibirnya dari leher Katya untuk memagut bibir gadis itu dengan kecupan yang selembut kapas."Uhm..." Katya pun mengguman pelan, saat kecupan pria itu semakin mendalam namun tanpa menanggalkan seluruh kelembutannya. Jemari Gaffandra yang semula menggelitik Katya, kini telah berubah menjadi membelai pinggang ramping gadis itu dengan gerakan
Harum.Diam-diam Katya tersenyum sambil menghirup aroma bunga mawar putih yang terbungkus kertas buket mengkilat berwarna hitam. Perpaduan yang kontras juga sekaligus terlihat mewah dan elegan. Feminin sekaligus maskulin. Bahkan kertas hitam itu seolah bukan saja membungkus bunga mawar putih yang rapuh, tapi juga menjaganya. Sangat Gaffandra sekali.Katya melirik ke arah pria yang sedang asyik melahap makanan yang ia masak dan bawa dari rumah. Gadis itu pun kembali tersenyum melihat isi lunch box yang hampir tandas oleh Gaffandra. Sebenarnya bisa saja pria ini membeli makanan mahal yang jauh lebih enak dari resto mewah dengan Chef-nya yang bertaraf Internasional. Tapi Gaffandra malah meminta Katya memasak dan membawanya ke kantor setiap hari. "Kamu nggak makan?" Pria bersurai hitam itu bertanya dengan nada heran kepada Katya yang sejak tadi hanya diam sambil menggenggam buket bunga.Katya menggeleng pelan. "Nanti saja. Aku masih kenyang," sahutnya. "Pak?""Ya, Katya?""Makasih y
"Gaffandra!!" Pria itu menoleh ke sumber suara yang memanggilnya. Tampak seorang gadis melambaikan tangan sambil tersenyum.Kendra Harrison.Sesuai dengan isi chat semalam, Gaffandra menemui Kendra di sebuah cafe yang tak begitu jauh dari kantornya. Gaffandra memang sengaja mengatur pertemuannya dengan Kendra di tempat yang netral tanpa embel-embel pekerjaan.Pria bersurai gelap itu pun melangkahkan kakinya menuju meja dimana Kendra berada, lalu ikut duduk di seberang gadis itu saat dipersilahkan."Halo Kendra, apa kabar?" Pria itu mengulurkan tangannya kepada Kendra sambil tersenyum. "Dan bagaimana dengan Andrew?" "Kabarku baik. Sedangkan Daddy... dokter menyuruhnya untuk bedrest seharian ini agar perasaannya lebih tenang," sahut Kendra.Gaffandra mengangguk mengerti. "Maaf kalau semalam aku tidak kembali lagi ke nightclub," ucapnya meminta maaf, namun ia tidak mengatakan bahwa Katya-lah yang meminta."It's okay, Gaffandra, aku mengerti. Kamu pasti mencemaskan pacarmu itu kan?" Kend