"Kenapa Mas?" Suara Kania terdengar begitu berat. "Tidak apa-apa Sayang." Pria itu terlihat frustasi akan hasrat yang sudah di ubun-ubun. Suasana hening kembali, hanya suara air dan cicitan burung yang terdengar. Tanpa sengaja mata Kania melihat sesuatu yang aneh di antara paha kekasihnya. "Mas kamu baik-baik saja?" Pertanyaan Kania membuat Damar menatapnya lekat, dari tatapan itu sudah dapat dipastikan apabila dirinya tidak baik-baik saja. Dia menahan gejolak dalam dadanya, menepis bisikan-bisikan iblis yang terus memintanya untuk memakan wanita yang kini ada di hadapannya. "Aku baik sayang." Pernyataan yang sangat kontras, suara yang berat dengan nafas yang sedikit memburu, siapapun pasti tahu kalau dirinya kini melawan nafsunya. "Apa kamu ingin melakukannya Mas?" Kania memeluk tubuhnya sendiri karena kedinginan. Gelengan kecil Damar tunjukkan, dia tidak ingin melakukan sesuatu diluar aturan. "Tidak sayang." Setelah berucap demikian, Damar mengajak Kania ke d
"Ish pelit sekali." Wanita itu tertawa melihat mode jaim kekasihnya. Sementara itu Damar hanya tersenyum kemudian dia mengajak Kania masuk. Kini mereka berada di ruangan masing-masing, mengerjakan pekerjaan yang sudah menunggu. Saat tengah bekerja tiba-tiba dia mendapatkan pesan dari Gilang, asisten Siputra Grup. "Astaga bagaimana aku bisa lupa." Matanya agak melebar sembari menatap layar ponselnya. Lalu, buru-buru dia pergi ke ruangan sang CEO untuk melapor. "Pak, pengerjaan proyek diluar kota sudah rampung, lusa kita harus datang kesana untuk meresmikan bersama Siputra Group." Asisten itu berdiri di hadapan sang CEO. Arga melemparkan tatapannya, bagaimana bisa laporannya mendadak seperti ini. "Mendadak sekali? apa sebelumnya tidak ada laporan?" "Pihak Siputra Group memberi tahu sudah seminggu yang lalu hanya saja saya lupa." Pria berkacamata itu menunduk, dia sangat was-was takut CEO-nya akan marah. "Kebanyakan pacaran mangkanya lupa!" Kekesalan Arga kemarin mencua
Lirikan maut Lalita membuat Arga tak berani menatap istrinya terlebih setelah sang istri melihat isi dari berkas tersebut. "Mas, apa ini?" Sambil menunjukkan berkas itu. "Aturan untuk Damar." Jawab Arga. Lalita menatap Kania, dia tersenyum menenangkan wanita yang kini berada di sampingnya. "Aturan itu sudah dibatalkan kamu tenang saja ya."Kania berterima kasih sama Lalita, memang ular itu hanya menurut sama pawangnya. Selepas Kania pergi, Arga mulai protes kepada Lalita. Dari dulu memang pekerjaan Damar seperti ini. Menjadi asisten seorang CEO besar harus siap dengan segala konsekuensinya. Jadi bagaimana bisa seorang kepercayaan CEO terus pacaran dan mengabaikan pekerjaan? Namun bukannya memahami maksud ucapannya Lalita malah terus membela sehingga Arga pun kesal dan marah. "Memang kalian para wanita itu aneh dan lebay." Arga kembali ke meja kerjanya. Dia yang ingin pergi makan siang jadi mengurungkan niatnya dan hanya meminta OB membelikan makanan. "Sudahlah kamu dan Kania
Hingga malam Arga masih belum pulang, hal ini benar-benar membuat Lalita khawatir. "Apa dia keluar kota?" Pikiran Lalita kemana-mana karena memang tak biasanya Arga seperti ini, apalagi ponselnya tidak bisa dihubungi. Mau tak mau Lalita menghubungi Rangga, mungkin CEO itu tau dimana keberadaan suaminya. Panggilan tersambung tapi Rangga tidak menjawab telpon Lalita. Tiga panggilan tak terjawab membuat Lalita menyerah, mungkin Rangga juga sibuk pikirnya. Di sisi lain, Rangga yang memang bersama Arga hanya bisa tersenyum melihat sahabatnya merajuk seperti ini. Bahkan panggilan dari Lalita diminta untuk tidak dijawab. "Pulanglah Arga, kasian istri kamu. Lihatlah tiga panggilan tak terjawab darinya." Rangga menunjukkan ponselnya. "Biarkan saja, aku malas sama dia. Istri macam apa itu, selalu menyalahkan suaminya bahkan mengambil keputusan sendiri!" Pria itu meluapkan isi hatinya pada sang sahabat. Paham akan karakter sahabatnya, Rangga tak berkata apa-apa lagi, dia pun kem
"Tidak bisa, bukankah kamu yang menginginkannya?" Sahut Arga dengan licik. Tentunya Arga tidak ingin membuang kesempatan, biasanya dia hanya mendapatkan slot sekali dan malam dia bisa mendapatkan lebih. Usai bekerja yang cukup lama akhirnya pria itu ambruk dengan senyuman bahagianya sementara itu Lalita merasakan pegal-pegal di seluruh tubuhnya. "Pokoknya kalau anak kita mabok di dalam kamu harus tanggung jawab Mas." Lalita yang kelelahan memberengut. Suara tawa keras Arga terdengar, "Mana mungkin anak kita mabok, justru dia senang karena papanya berkunjung cukup lama." Ada saja alasan pria itu untuk menyanggah ucapan sang istri. "Sinting." Cicit Lalita pelan. Karena sudah sangat mengantuk keduanya memutuskan untuk tidur. Pagi sudah datang menyapa, Arga yang bangun terlebih dahulu bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sebenarnya rasa kantuknya masih besar hanya saja dia harus keluar kota pagi ini. Sampai Arga selesai mandi Lalita masih belum bangun, pria itu me
"Rencananya bulan depan setelah pesta Pak Arga aku akan melamar kamu Sayang, kita akan adakan pesta pertunangan baru setelahnya kita akan menikah." Jelas Damar. Kania tersenyum bahagia hingga langsung saja memeluk Damar yang berada di sampingnya. "Aku senang sekali Mas." Pelukannya semakin erat sehingga membuat Damar sulit bernafas. "Sayang, apa kamu mau aku berpindah alam." Cicit Damar. Perlahan Kania melonggarkan pelukannya, dia terkekeh menatap kekasihnya. "Maaf Mas saking bahagianya jadi kebablasan meluknya." Pria itu kembali mengeratkan tubuhnya, dia juga sangat bahagia akhirnya dia akan memiliki pasangan hidup. Malam semakin larut, Kania bersiap untuk pulang. "Sebenarnya aku masih kangen." Damar terlihat enggan ditinggal pulang kekasihnya. "Sama Mas, besok kita berangkat lebih awal ya," sahut Kania kemudian bangkit dari tempat duduknya. Dia berjalan menuju pintu, sementara itu Damar mengikutinya di belakang. "Sampai ketemu besok ya Mas." Wanita itu melambaikan tangan
Raut kepanikan tergambar jelas di wajah Arga, sementara Rangga dan lainnya bertanya-tanya 'Ada apa'. "Sayang, kamu kenapa!" Arga berteriak panik. Namun... Yang terdengar kini justru suara tawa seorang pria. "Arga.... Apa kabar." Katanya kemudian. "Kamu siapa! dimana istriku!" Pria itu berteriak kembali sambil mengepalkan tangannya. "Tenang, Nyonya Arga bersamaku sekarang." Tut Tut tut. Panggilan telepon terputus. "Hallo... Hallo... Hallo!" Arga terus berbicara. "Shit!" Arga berusaha menghubungi si penelpon itu lagi tapi nomornya sudah tidak aktif. Dari pembicaraan Arga tadi sudah jelas apabila Lalita kini tengah diculik, tak hanya Arga semua pun turut panik terlebih Rangga. Pria itu segera meminta rekaman CCTV kepada petugas hotel siapa tau ada petunjuk dari sana namun kelihatannya si penculik Lalita sudah merencanakannya dengan matang sehingga CCTV bersih dari petunjuk apapun. "Bagaimana mungkin tidak ada jejak sama sekali!" Damar tak percaya kemudian mengulang kem
"Iblis!" Meski pipinya sakit karena tamparan pria paruh baya itu, Lalita tak berhenti mengolok untuk meluapkan amarahnya. Merasa kesal dengan olokan Lalita kedua pria itu keluar. "Wanita sialan!" Umpat salah satu dari mereka. Tapi sejurus kemudian mereka justru tertawa, "Sudahlah hidupnya tinggal hari ini saja." Sementara mereka tertawa senang, Arga di rumahnya nampak frustasi, Kakek juga sangat sedih. Seluruh anak buahnya sudah dikerahkan tapi hasilnya nihil. "Siapa sebenarnya penculik itu, kenapa semua tidak bisa menemukan keberadaan Lalita." Ujar pria tua itu. Arga menggeleng, dia juga tidak tahu. Damar yang biasanya begitu sangat diandalkan kali ini juga tak berkutik, semua jejak digital hampir tak ditemukan. Rangga dan Gilang pun sama, mereka juga tak bisa menemukan informasi apapun. "Penculik Lalita kelihatannya adalah seorang ninja." Celetuk Gilang yang membuat Rangga menatapnya tajam. Damar turut menyahut, "Mereka kelihatannya sudah merencanakan jauh-jauh hari