Hingga malam Arga masih belum pulang, hal ini benar-benar membuat Lalita khawatir. "Apa dia keluar kota?" Pikiran Lalita kemana-mana karena memang tak biasanya Arga seperti ini, apalagi ponselnya tidak bisa dihubungi. Mau tak mau Lalita menghubungi Rangga, mungkin CEO itu tau dimana keberadaan suaminya. Panggilan tersambung tapi Rangga tidak menjawab telpon Lalita. Tiga panggilan tak terjawab membuat Lalita menyerah, mungkin Rangga juga sibuk pikirnya. Di sisi lain, Rangga yang memang bersama Arga hanya bisa tersenyum melihat sahabatnya merajuk seperti ini. Bahkan panggilan dari Lalita diminta untuk tidak dijawab. "Pulanglah Arga, kasian istri kamu. Lihatlah tiga panggilan tak terjawab darinya." Rangga menunjukkan ponselnya. "Biarkan saja, aku malas sama dia. Istri macam apa itu, selalu menyalahkan suaminya bahkan mengambil keputusan sendiri!" Pria itu meluapkan isi hatinya pada sang sahabat. Paham akan karakter sahabatnya, Rangga tak berkata apa-apa lagi, dia pun kem
"Tidak bisa, bukankah kamu yang menginginkannya?" Sahut Arga dengan licik. Tentunya Arga tidak ingin membuang kesempatan, biasanya dia hanya mendapatkan slot sekali dan malam dia bisa mendapatkan lebih. Usai bekerja yang cukup lama akhirnya pria itu ambruk dengan senyuman bahagianya sementara itu Lalita merasakan pegal-pegal di seluruh tubuhnya. "Pokoknya kalau anak kita mabok di dalam kamu harus tanggung jawab Mas." Lalita yang kelelahan memberengut. Suara tawa keras Arga terdengar, "Mana mungkin anak kita mabok, justru dia senang karena papanya berkunjung cukup lama." Ada saja alasan pria itu untuk menyanggah ucapan sang istri. "Sinting." Cicit Lalita pelan. Karena sudah sangat mengantuk keduanya memutuskan untuk tidur. Pagi sudah datang menyapa, Arga yang bangun terlebih dahulu bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sebenarnya rasa kantuknya masih besar hanya saja dia harus keluar kota pagi ini. Sampai Arga selesai mandi Lalita masih belum bangun, pria itu me
"Rencananya bulan depan setelah pesta Pak Arga aku akan melamar kamu Sayang, kita akan adakan pesta pertunangan baru setelahnya kita akan menikah." Jelas Damar. Kania tersenyum bahagia hingga langsung saja memeluk Damar yang berada di sampingnya. "Aku senang sekali Mas." Pelukannya semakin erat sehingga membuat Damar sulit bernafas. "Sayang, apa kamu mau aku berpindah alam." Cicit Damar. Perlahan Kania melonggarkan pelukannya, dia terkekeh menatap kekasihnya. "Maaf Mas saking bahagianya jadi kebablasan meluknya." Pria itu kembali mengeratkan tubuhnya, dia juga sangat bahagia akhirnya dia akan memiliki pasangan hidup. Malam semakin larut, Kania bersiap untuk pulang. "Sebenarnya aku masih kangen." Damar terlihat enggan ditinggal pulang kekasihnya. "Sama Mas, besok kita berangkat lebih awal ya," sahut Kania kemudian bangkit dari tempat duduknya. Dia berjalan menuju pintu, sementara itu Damar mengikutinya di belakang. "Sampai ketemu besok ya Mas." Wanita itu melambaikan tangan
Raut kepanikan tergambar jelas di wajah Arga, sementara Rangga dan lainnya bertanya-tanya 'Ada apa'. "Sayang, kamu kenapa!" Arga berteriak panik. Namun... Yang terdengar kini justru suara tawa seorang pria. "Arga.... Apa kabar." Katanya kemudian. "Kamu siapa! dimana istriku!" Pria itu berteriak kembali sambil mengepalkan tangannya. "Tenang, Nyonya Arga bersamaku sekarang." Tut Tut tut. Panggilan telepon terputus. "Hallo... Hallo... Hallo!" Arga terus berbicara. "Shit!" Arga berusaha menghubungi si penelpon itu lagi tapi nomornya sudah tidak aktif. Dari pembicaraan Arga tadi sudah jelas apabila Lalita kini tengah diculik, tak hanya Arga semua pun turut panik terlebih Rangga. Pria itu segera meminta rekaman CCTV kepada petugas hotel siapa tau ada petunjuk dari sana namun kelihatannya si penculik Lalita sudah merencanakannya dengan matang sehingga CCTV bersih dari petunjuk apapun. "Bagaimana mungkin tidak ada jejak sama sekali!" Damar tak percaya kemudian mengulang kem
"Iblis!" Meski pipinya sakit karena tamparan pria paruh baya itu, Lalita tak berhenti mengolok untuk meluapkan amarahnya. Merasa kesal dengan olokan Lalita kedua pria itu keluar. "Wanita sialan!" Umpat salah satu dari mereka. Tapi sejurus kemudian mereka justru tertawa, "Sudahlah hidupnya tinggal hari ini saja." Sementara mereka tertawa senang, Arga di rumahnya nampak frustasi, Kakek juga sangat sedih. Seluruh anak buahnya sudah dikerahkan tapi hasilnya nihil. "Siapa sebenarnya penculik itu, kenapa semua tidak bisa menemukan keberadaan Lalita." Ujar pria tua itu. Arga menggeleng, dia juga tidak tahu. Damar yang biasanya begitu sangat diandalkan kali ini juga tak berkutik, semua jejak digital hampir tak ditemukan. Rangga dan Gilang pun sama, mereka juga tak bisa menemukan informasi apapun. "Penculik Lalita kelihatannya adalah seorang ninja." Celetuk Gilang yang membuat Rangga menatapnya tajam. Damar turut menyahut, "Mereka kelihatannya sudah merencanakan jauh-jauh hari
"Pak Arga?"Lalita yang saat itu sedang memiliki janji bertemu pria yang akan dijodohkan dengannya nampak terkejut setelah tau apabila pasangan kencan butanya adalah CEO-nya sendiri."Kamu mengenalku?" Sang CEO bertanya heran.Wanita itu mengangguk, jelas dia mengenalnya. Arga Rahardi Winata adalah CEO di tempat dia bekerja."S-saya … OB di perusahaan Pak Arga,” jawabnya ragu.Tatapan pria itu semakin sinis dan dingin setelah tau wanita yang akan sang Kakek jodohkan dengannya adalah OB-nya sendiri.Suasana terlihat begitu canggung, Lalita semakin tak nyaman dengan sikap Arga yang tidak bersahabat.“Kamu menerima perjodohan ini karena harta kakek, kan?” Tatapan pria itu masih sinis, terlihat ada rasa benci akan wanita yang telah dijodohkan dengannya.Terkejut sebelumnya belum hilang kini dia harus kembali terkejut dengan kalimat CEO-nya itu.“Maaf, Pak … kelihatannya Anda salah paham terhadap saya.”Pria itu mendengus, sinis. “Bila bukan harta, apalagi yang wanita seperti kamu inginkan
“Selamat pagi, Pak!” Sapaan-sapaan yang terdengar kompak itu membuat Lalita yang sedang fokus membersihkan lantai lobi menghentikan pekerjaannya. Dia yang menggunakan seragam merah–seragam OB lantas memutar tubuh dan menemui rupanya … sang CEO telah datang. Melihat para satpam dan karyawan lain bersikap hormat, Lalita pun tidak mau kalah. Dia, dengan kain pel di tangan menunduk, hormat. “Selamat pagi, Pak Arga….” ujar Lalita pelan, kemudian kembali mengangkat pandangan. Di sanalah, pandangan mereka bertemu. Duk! Entah terkejut atau bagaimana, kaki Arga menabrak ember berisi air pel milik Lalita. Hal itu membuat air kotor di ember tersebut mencuat, dan bahkan beberapa cipratannya mengotori celana dan sepatu mengilap miliknya.Jantung Lalita serasa mau copot. Dia pun buru-buru berujar, meski gagap, “M-maafkan saya, Pak. S-saya akan bersihkan–” Lalita sudah bersiap untuk mengelap sepatu Arga yang terkena cipratan air, tetapi ketika dia berjongkok, Arga lebih dulu menghindar. Sel
“Kita sepakat saling menerima. Jadi, jangan pernah tunjukkan wajah sedihmu di hadapan mereka.”Bisikan bernada memaksa dari Arga membuat Lalita terkejut dan buru-buru menormalkan ekspresinya. Sejak pagi tadi, Lalita mendadak bersedih. Sebab, setelah janji suci nanti, hidupnya akan tergadai oleh Arga.Seminggu usai Lalita menandatangani kontrak perjanjian, pernikahan pun digelar. Rumah Arga dipilih jadi tempat akad, demi kerahasiaan yang lebih terjaga. Konsep pernikahan sederhana tanpa undangan benar-benar terasa. Nampak berbeda dengan pernikahan pada umumnya, yang terlihat di sini hanyalah kedua mempelai. Lalita cantik dengan balutan kebaya warna putih, sedangkan Arga terlihat sangat tampan dengan balutan jas dengan warna yang senada. “Iya, saya paham.” Dia berbisik, dengan lirikan mata tajam ke arah pria yang akan menyandang status sebagai suaminya. “Jika paham, tersenyumlah!” Titahnya dengan penuh penekanan. Arga dan Lalita berjalan menuju tempat akad mereka, keduanya kini tam