*Happy Reading*"Wahai Kakekku tersayang. Sekarang aku akan menuntut hak Mama Ajeng dan Mommy Arumi sekaligus dari keluarga Kusuma. Sebagai anak mereka, aku rasa tidak ada yang berhak untuk hal itu selain aku, kan?"Sang Kakek tertegun di tempatnya beberapa saat. Namun, setelahnya pria tua itu pun membuang napas panjang dan mengangguk setuju. "Tentu, Nak. Aku pastikan kau mendapatkan semua yang kau inginkan."Telinga Arletta sebenarnya masih sangat gatal tiap kali mendengar panggilan 'Nak' dari para tetua keluarga Kusuma. Hatinya mengerang kesal, menolak panggilan mereka untuknya itu. Ingin rasanya Arletta berkata untuk jangan memanggil seperti itu. Apa daya, dia sudah janji pada Bunda Reen, untuk berusaha berdamai dengan masa lalunya. Juga perlahan menghilangkan kebencian pada keluarga dari pihak ibunya itu."Tunggu! Apa-apaan ini maksudnya?" Tentu saja, Adiyaksa tak terima begitu saja akan keputusan sang ayah. Karena .... "Enak saja kamu mau minta bagian Ajeng dan Arumi? Memang kam
*Happy Reading*"Sudah! Sudah! Hentikan!" Nenek berteriak lagi dengan khawatir, saat Arletta tak juga melepaskan sang paman. Elkava pun membantu menepuk bahu Arletta. Seakan memberikan isyarat untuk menghentikan situasi ini. Arletta mendengkus kesal. Terpaksa melepaskan mainannya. Di tempatnya, Adiyaksa pun turut mendengkus kesal, sambil berusaha segera bangun. Pria itu geram luar biasa karena merasa di permalukan seorang bocah ingusan.Bagaimana tidak merasa begitu? Faktanya, Adiyaksa itu sebenarnya mempunyai tubuh tinggi, besar dan kekar melebihi Arletta. Badannya dua kali lebih besar dari keponakan barunya. Lebih dari itu, Adiyaksa juga bisa bela diri meski bukan seorang ahli. Tetapi lihatlah apa yang sudah terjadi? Bisa-bisanya dia tak bisa berkutik melawan si gadis ingusan itu.Sialan! Sialan! Sialan! Kebencian Adiyaksa pada Arletta pun semakin bertambah. Lihat saja, Adiyaksa tak akan melepaskan si bocah ingusan begitu saja. "Tuhan, leher kamu kenapa, Adi? Kenapa berdarah?" Sa
*Happy Reading*Pada akhirnya, karena mood Arletta terlanjur rusak hari itu. Dia pun memutuskan untuk kembali pulang. Meski sang nenek sudah memohon dan Bruno juga membujuk untuk tinggal. Arletta tetap bersikukuh pulang. "Uti kangen cucu. Tinggallah beberapa jam lagi. Kita ngobrol dulu, ya?" bujuk sang nenek setengah menghiba. "Lain kali aja." Arletta menjawab tegas. Seakan tak perduli pada hibaan sang nenek."Tapi, Cu--""Aku pergi." Gadis itu bahkan seperti sengaja menyela ucapan sang nenek, dan beranjak begitu saja meninggalkan ruangan tanpa menoleh lagi ke arah belakang. Benar-benar mengacuhkan si nenek.Sang nenek pun langsung tergugu melihatnya. Sedih dan terluka sudah pasti di rasakan sang nenek. Tetapi mau bagaimana lagi? Nenek sadar, dia tidak punya hak menuntut apa pun pada Arletta, setelah semua yang sudah dilakukan suami dan anaknya.Si kakek tadinya ingin mengejar Arletta dan membujuk gadis itu demi sang istri. Akan tetapi, langkahnya tiba-tiba dihentikan Elkava. "Seb
*Happy Reading*"Hei! Lo ngapain!" Gemas dan geram dengan aksi si wanita mencurigakan. Arletta pun sengaja meneriaki wanita itu sambil menghambur ke dalam kamar. Wanita tadi awalnya terkesiap kaget. Namun, setelah menoleh dan melihat orang yang datang. Dengan alis berkerut dalam, dia malah menatap Arletta dengan bingung."Lo siapa?"Lah? Ngapa jadi ditanya balik begini?"Hello, mohon maaf sebelumnya. Tapi yang nanya duluan itu gue. Harusnya lo jawab, dong. Bukan malah nanya balik. Sekolah gak sih dulu?"Mood baik Arletta sirna kembali. Hatinya dongkol lagi setelah melihat aksi kurang ajar wanita di depannya ini terhadap pacarnya. Plus sikapnya yang ternyata angkuh."Eh, kurang ajar banget tuh mulut, ya? Berani-beraninya lo ngatain gue! Ngajak ribut lo?" Wanita itu melotot kesal. "Lagian, wajar kali, kalau gue nanya lo. Gue gak pernah liat lo sebelumnya di sini. Sementara gue? Semua orang di rumah ini juga tahu dan kenal kali, siapa gue?" imbuhnya dengan jumawa sekali. Benarkah? Sia
*Happy Reading*Demi mendinginkan kepala dan hatinya. Arletta memilih kembali ke kamar Gina dan mandi. Gadis itu mengguyur kepalanya cukup lama di bawah shower. Lelah sekali. Tubuh dan hatinya terasa capek sekali hari ini. Apalagi jika mengingat kejadian beberapa menit lalu di kamar sementara Arkana. Rasanya, lelah hatinya bertambah berkali lipat.Kang photo sialan! Tadi Rachel sekarang Deandra. Berapa banyak lagi wanita yang harus Arletta hadapi gara-gara pria itu? Ugh ... lama-lama Arletta lelah juga."Shit!" Arletta memaki sendiri di bawah guyuran air shower. Faktanya, hatinya tak urung membaik meski sudah diguyur lama seperti ini. Pikirannya terus merekam setiap ucapan Deandra dan memikirkan kebenarannya. Hingga rasa cemburu pun mulai hadir dan mengganggu Arletta. Perasaan itulah yang tidak Arletta sukai. Dia bukan seorang pencemburu akut. Tetapi pengalaman dikhianati dan seringnya ditinggalkan membuat Arletta mudah curiga. Maka, saat Arletta menerima seseorang dalam hatinya. S
*Happy Reading*"Masa, sih? Tapi gue liat postingannya Ferdinan. Dia bilang itu Mommynya. Entah Mommy dalam artian apa. Kalau gak percaya, cek aja akun Ferdinan xxx."Seusai memberikan informasi barusan. Wajah ayahnya Deandra langsung merah padam. Kelihatannya dia marah sekali. Tetapi entah karena hal apa. Setelahnya, pria tua itu pun bergegas pergi. Disusul Deandra yang melewati Arletta dengan tatapan tajam luar biasa. 'Salah gue apa?' batin Arletta bergumam bingung. "Ale ... kamu yakin soal itu? Ferdinan itu beneran nyata?" Tak lama, Ayah Yudis meminta konfirmasi pada Arletta. Seperti mencurigai sesuatu. Kalau bukan karena masih tahu sopan santun. Sudah dipastikan Arletta pasti akan menggulirkan matanya ke atas dengan kesal. Kenapa pula ayah Yudis seperti tak percaya begitu pada info yang Arletta bawa? Apa, tampang Arletta mirip seorang pembohong seperti orang di atas ranjang kamar ini?"Pinjem ponsel ayah, coba?" Arletta mengangkat tangannya ke arah ayah Yudis. Awalnya, pria ya
*Happy Reading*"Ahli waris kedua? Maksudnya?" Setelah Arletta berucap. Arkana langsung bertanya dengan bingung. Nampaknya pria ini tak dilibatkan perihal rencana dibalik pernikahan mereka. Arletta jadi ragu dan merasa bersalah seketika. Bukankah, dia jadi terkesan memanfaatkan Arkana dan perasaannya kalau seperti ini?"Sebaiknya kalian lihat video terakhir Arnetta sebelum mengambil keputusan." Tahu akan keraguan Arletta. Ayah Yudis pun memberikan solusi. Dalam hati, sepertinya pria itu juga sedikit merasa bersalah pada putranya yang tak dilibatkan sama sekali dalam rencananya bersama Elkava. Bukan berniat tega atau menjadikan anak sendiri umpan. Tetapi seperti yang pernah Bunda Reen katakan. Mereka hanya ingin perasaan Arletta dan Arkana tumbuh dengan alami tanpa adanya desakan kanan kiri. Entah itu karena persahabatan kedua orang tua, atau lainnya. Bagaimana pun, Bunda dan Ayah ingin keduanya benar-benar jatuh cinta dan bisa hidup bersama selamanya dengan atau tanpa adanya masal
*Happy reading*"Tarik napas, sayang. Tenangin pikiran kamu dulu," ucap Bunda Reen. Saat Arletta melirik laptop lagi setelah diberi minum sebelumnya. Gadis itu terlihat beberapa kali menelan salivanya, seperti orang ketakutan.Lihatlah! Video itu baru sejenak berputar, dan hanya dengan beberapa ucapan Arnetta saja, efeknya sudah membuat Arletta hilang fokus seperti ini. Bagaimana kalau gadis itu lanjutkan? Apa ... depresinya tidak akan kambuh?Tetapi, kalau tidak di lanjut. Arletta sudah terlanjur penasaran, dan dia malah makin kepikiran jika digantung seperti ini lagi. Faktanya, pengakuannya tadi yang bilang sudah mendengar suara rekaman video Arnetta. Itu tak sepenuhnya jujur. Karena yang sebenarnya adalah, dia hanya minta Elkava menjelaskan garis besar maksud Arnetta saja.Kenapa Arletta melakukan hal itu? Karena ya inilah yang dia takutkan. Melihat dan mendengar suara Arnetta akan membuat depresinya kumat. Akan tetapi, kini sudah terlanjur di mulai, kan? Arletta tidak mungkin mun