*Happy Reading*"Nanti lagi ya, Yang."Arletta langsung mendelik tajam pada suaminya. Saat dengan isengnya berbisik dan meniup cuping telinganya dari belakang dengan nakal sekali. Pria ini benar-benar, ya. Otak mesumnya sangat membuat tangan Arletta gatal sekali ingin menyiramnya dengan soda api. Mentang sudah sah, suka sekali nyosor tak pandang kondisi. Hari ini saja mereka hampir telat datang ke acara kakek, gara-gara Arkana yang masih saja tak puas melumat bibirnya. Kalau saja tidak Arletta geplak kepalanya, pria itu pasti tak mau berhenti nyosor. Dasar soang!"Jangan mulai, deh, Mas. Nanti beneran aku bikin benjol kepala kamu!" desis Arletta pelan. Seraya mempertahankan senyumnya karena kini mereka di tempat umum. "Ck, pelit banget sih jadi istri." Arkana pun merajuk."Udah, sih. Kita bahas itu nanti aja. Ayo masuk dulu." Arletta mengabaikan rajukan Arkana, dan menggandeng lengan pria itu dengan mesra sebelum memasuki ruangan pesta. Pesta ulang tahun kakek yang ke-80 tahun. Pe
*Happy Reading*Arletta memilih mengalah demi tak menimbulkan keributan lebih banyak. Memberikan kode sekilas pada kedua mertua dan suaminya yang hendak membela. Arletta lumayan mengenal bagaimana karakter Tia. Karenanya, biarkan saja begini dulu. Akan ada waktunya nanti untuk membungkam mulut busuk Tia. Akhirnya dengan berat hati Arletta pun pergi digiring sang ketua pelayan, meninggalkan ibunya Tristan yang langsung tersenyum penuh kemenangan.Tidak apa-apa. Karma jaman sekarang pakenya gojek kok. Jadi selalu instan.Selepas kepergian Arletta. Pesta pun berlanjut. Acara demi acara dimulai dengan sangat meriah, memberi kebahagiaan dan keakraban pada tamu yang hadir. Banyak di antaranya menggunakan momen tersebut untuk menambah relasi, atau bahkan menjodohkan anak-anak mereka. Pernikahan bisnis. Kalian mengerti, kan?"Baiklah semuanya. Akhirnya kita sampai pada acara puncak malam ini. Yaitu, pemotongan kue yang akan dilakukan oleh Tetua Kusuma sebagai sang pemilik acara."Riuh tepu
*Happy Reading*"Ternyata cucu baru Tetua selain pebisnis, juga seorang Dokter.""Padahal, setahu saya kuliah Bisnis atau pun Kedokteran. Dua-duanya sulit. Tapi dia bisa kuliah di dua jurusan sekaligus seperti itu. Luar biasa!""Saya punya sepupu seorang dokter. Dia orangnya pintar saat sekolah menengah atas. Tapi, saat masuk kedokteran, dia bilang kuliah di sana lebih sulit dari mana pun. Hampir menyerah kalau saja tidak diberi ancaman oleh orang tuanya. Dia butuh waktu lama sekali untuk bisa lulus. Tapi cucu Tetua? Dia sepertinya sangat jenius.""Ya, dia memang sangat jenius. Terbukti dari bagaimana cara dia mengalahkan Adiyaksa kemarin. Saya yang turut hadir kemarin sampai spechless.""Benarkah? Wah! Sayang sekali saya tidak punya anak lelaki yang masih single. Kalau ada, saya suruh dia lamar gadis itu besok juga.""Saya ada. Besok saya suruh dia menemui Tetua untuk melamar.""Kalau begitu kita akan jadi saingan setelah ini. Karena saya pun punya satu lagi anak bujang di rumah."Di
*Happy Reading*"Kenapa?" Seakan tau apa yang Arletta rasakan, Arkana pun bertanya dengan cara berbisik. "Nggak papa. Hanya ... sedikit lelah," jawab Arletta mencoba mempertahankan senyumnya malam itu.Entah karena tujuh tahun ini lebih sering bersembunyi dan membatasi diri berinteraksi dengan orang, atau terbiasa bekerja dibalik layar. Arletta merasa tidak nyaman berada di tengah pesta yang kakek adakan malam ini. Apalagi, setelah perkenalan tadi. Beberapa orang langsung mendekatinya dan mencoba mengakrabkan diri. Meski di sana ada Arkana yang selalu berdiri di sampingnya. Tetap saja, Arletta tidak nyaman. "Lelah?" beo Arkana sedikit bingung. Sebab sejak tadi dia melihat Arletta tidak melakukan hal berat yang bisa menguras energi. "Nggak papa, kok. Mungkin karena belum terbiasa bertemu orang banyak lagi. Jadi, rasanya capek sekali."Ah, begitu ternyata. "Mau pulang?" Arkana pun mencoba memberi solusi. "Gak enak sama kakek," bisik Arletta melirik keberadaan kakeknya yang berada
*Happy Reading*"Inara? Siapa Inara?" tanya Arletta penuh tuntutan, setelah diingatkan kembali dengan nama yang cukup mengganggu pikirannya kemarin. Jika biasanya Arkana akan menjawab dan menjelaskan perihal wanita yang sempat hadir dalam hidupnya. Kali ini berbeda. Alih-alih menjawab tanya istrinya, pria itu malah terlihat gelagapan dengan bola mata yang bergerak liar ke sekeliling, seolah takut melihat Arletta. Hal itu tentu saja membuat Arletta curiga. "Mas?""Hanya orang dari masa lalu. Tidak usah kamu pikirkan."Bagaimana tidak bisa Arletta pikirkan. Jika menyebut nama Inara saja, reaksi si kang photo berlebihan begini. Arletta makin curiga jika ada cerita spesial di antara mereka dulu.Pria itu bahkan tidak mau repot-repot berakting seolah baik-baik saja, dan mencari alasan klise demi menutupi perasaannya. Layaknya seorang playboy hebat. Itu berarti, arti Inara dalam hidup Arkana memang sedalam itu. "Aku tidak yakin Inara hanya sekedar orang di masa lalu kamu.""Maksudnya?"
*Happy Reading*"Inara ... Inara ... maaf ... Inara ... maafkan Mas ... Inara ... Inara ...."Arletta hanya bisa terdiam di tempatnya, seraya menatap lekat suaminya yang meski belum sadarkan diri, tapi mulutnya terus menggumamkan kalimat maaf dan nama Inara. Gadis itu pun mengambil napas dalam-dalam, lalu membuangnya secara perlahan sambil menyugar rambutnya. Berharap dengan begitu bisa meredakan sedikit kemelut yang tengah melanda hatinya. Jujur saja, Arletta merasa cemburu saat ini. Siapa juga yang tidak akan merasa cemburu jika mendengar suaminya menyebut nama wanita lain dalam tidurnya seperti itu. Arletta yakin, gadis bernama Inara itu memang benar-benar berarti untuk seorang Arkana. Siapa dia?Cinta pertama Arkana, kah?Atau memang cinta sejati Arkana yang sebenarnya?Kalau begitu, apa arti Arletta sebenarnya dalam hidup Arkana? Lalu apa pula arti perhatian Arkana selama ini padanya?Apa ini berarti, dia sudah termakan tipu muslihat playboy ini? Seketika Arletta merasa suda
*Happy Reading*"Lo gila ya, Kan?!" Elkava seketika murka setelah mengetahui apa yang tengah terjadi pada pasangan duo Ar itu. "Lo kan tahu kondisinya lagi gawat gini. Kenapa lo malah biarin dia pergi sendiri?!" imbuh pria itu lagi masih dengan sangat marah."Ma-maf, gu-gue gak tahu kalau akan jadi gini akhirnya, El," jawab Arkana terbata. Rasa khawatir mulai menghantuinya."Memang lo kira akan gimana akhirnya, huh?!" tukas Elkava sengit. "Lo kira setelah lo abaikan, dia akan kembali sama gue dan hidup kayak dulu seolah tidak terjadi apa-apa? Begitu? Enak banget lo mikirnya, ya, Kan? Lo kira dia robot yang gak bisa sakit hati dan bisa melupakan semuanya dengan mudah?!" Elkava benar-benar marah sekarang. "Bangsat lo ya, Kan! Gue kan udah bilang, jangan pernah permainkan dia. Karena dia bukan cewek mainan kayak cewek lo yang lain, dan dia punya trauma parah atas kesakitannya di masa lalu, Arkana! Meski dia kelihatan cuek dan galak, tapi sesungguhnya di dalam dia rapuh. Dia punya krisi
*Happy Reading*Beberapa jam lalu.Akibat berjalan tak lihat kanan kiri. Arletta sontak terkesiap kaget hingga oleng, jatuh ke lantai saat tiba-tiba saja sesuatu menubruk kakinya."Akh!" Arletta pun meringis kesakitan merasai siku tangannya yang tadi refleks ia gunakan untuk menahan tubuh. Matanya lalu menoleh ke arah kaki, karena penasaran pada apa yang tadi sempat hampir dia tendang. Ternyata seorang balita cantik, yang alih-alih menangis karena ikut jatuh dan terduduk. Kini bocah itu malah bertepuk tangan riang sambil tertawa-tawa. Lah, itu kan ...."Mama?" panggil bocah itu lagi, kemudian bangkit dan memeluk Arletta.Gadis yang masih sedikit syok itu pun hanya bisa mengerjap bingung, pasrah menerima pelukan dari bocah yang dia kenali sebagai anak tertua Dokter Karina. "Sha-Shanum?" gumam Arletta pelan. "Mama?" panggil Shanum lagi, lalu melerai pelukan mereka dan mengusap-usap wajah Arletta dengan tangannya. Seolah sedang mengusap jejak air mata yang masih membayang di sana. S