*Happy Reading*Awalnya, Arletta kira ucapan Arkana hanya sekedar canda seperti biasanya. Tahu sendiri kan, suaminya itu memang gemar berseloroh. Ternyata eh ternyata, kali ini ucapan pria itu serius.Mereka benar-benar harus LDR, karena Ayah Yudis mengusir Arkana malam itu juga. Ah, ralat. Bukan mengusir, tapi menyuruh pria itu pergi untuk segera mencari bukti untuk melawan tuduhan Deandra. Sementara Arletta, di minta tetap di rumah keluarga Hardikusima. "Ayah benar, Luv. Kamu memang sebaiknya tetap di sini menemani Bunda. Apalagi dengan kondisi Mas yang masih seperti ini. Mas belum bisa melindungi kamu, Honey," ucap Arkana. Setelah menceritakan titah Ayah Yudis paska memukulinya.Tadi Arletta sudah memeriksa semua luka di tubuh Arkana. Dan sangat bersyukur ternyata Ayah Yudis hanya memukuli wajah pria itu dan bagian-bagian yang jauh dari luka jahitan yang telah ada. "Aku bisa menjaga diriku sendiri, Mas," sahut Arletta seadanya. "Ya, tentu saja. Mas tahu, dan percaya akan hal itu
*Happy Reading*"Boleh kan, Luv. Ya? Ya? Ya?" Arkana masih membujuk dengan senyum mesumnya.Menggulir mata malas ke arah atas. Arletta pun mencubit pinggang si kang photo dengan gemas. Pria itu langsung mengaduh sambil mengusap-usap bekas cubitan Arletta. "Inget jahitan!" desis Arletta kesal. Membuat Arkana langsung manyun seperti anak kecil yang dilarang makan coklat."Pelit banget sih, Luv. Udah sah loh padahal." Pria itu mulai merajuk lebay. "Bukan pelit, ih. Tapi memang saat ini kan, kamu harus inget kondisi badan kamu sendiri.""Ya tapi--""Nanti aja kalau udah sehat. Bercinta tujuh musim pun aku ladenin," sela Arletta cepat. Membuat senyum Arkana seketika tercipta lebar."Janji, ya!" Arkana langsung antusias menanggapinya. Sayangnya, Arletta tidak memberi jawaban apa pun. Hanya menaikan bahu dan kembali meneruskan tugas yang tadi sempat terhenti. Faktanya, tadi itu Arletta hanya menjawab asal saja. Semuanya demi Arkana segera diam dan tak merajuk lagi. Lebih dari itu. Jangan
*Happy Reading*Selepas berbalas chat dengan Arkana. Arletta lalu menyerahkan ponselnya pada Elkava. Bahkan sengaja menunjukan riwayat chat Arkana barusan. "Lo bisa bantu ngurus ini juga, gak?" pinta Arletta kemudian. Seraya mengambil air mineral di dalam kulkas.Elkava tak langsung menjawab. Memilih membaca dengan seksama riwayat chat itu, dan mencerna maksud Arletta barusan. "Lo mau gua ngapain? Bantu laki lo nyari bukti? Lah, waktu itu kan pernah gue tawarin. Tapi dia sendiri yang nolak. Katanya, sudah ada Bruno yang membantunya. Gue malah diminta stay di sini, buat bantu lo aja. Sok hebat tahu, laki lo itu." Elkava mengembalikan ponsel Arletta. Arletta terdiam di tempatnya. Seakan berpikir serius akan sesuatu. Memang benar ucapan Elkava barusan. Arkana pernah menolak bantuan yang Elkava berikan. Akan tetapi, rasanya membiarkan Arkana menyelesaikan sendiri pun, Arletta tidak tega. Apalagi, setiap hari Deandra semakin berulah. Membuat drama baru untuk memojokan Arkana. Bunda Re
*Happy Reading*Arletta menatap layar ponselnya tanpa minat. Menggulir perlahan seraya melihat dan membaca seadanya, informasi yang disuguhkan. Semuanya tidak jauh dari gosip dan kasus yang tengah menimpa suaminya. Benar-benar ya si Deandra itu. Ternyata selain jago ngehalu, jago juga bermain drama. Di depan awak media selalu berlaku sebagai korban yang trauma dan tak ingin di wawancarai. Tetapi tiap hari sengaja hilir mudik di kantor polisi entah untuk apa.Selain itu, setiap hari juga Arletta perhatikan, selalu ada saja akun memposting bukti photo terbaru kedekatan mereka. Membuat Arletta yakin, gadis ini pastilah menyuruh seseorang untuk melakukan hal itu, agar bola kasus semakin membesar dan terkendali. "Lumayan licik," gumam Arletta tanpa sadar. "Siapa yang licik?" Tiba-tiba sebuah suara terdengar menyahut. Arletta menoleh ke arah sumber suara, dan ternyata Elkava lah pelakunya. "Nih!" Bukan menjawab, Arletta malah memerlihatkan layar ponselnya. "Lagi?" tanya Elkava heran.
*Happy Reading*"Lo yakin?" tanya Elkava masih tertegun pada plan B yang dimiliki Arletta. "Yakin." Gadis itu menjawab pasti."Tapi ... itu ...." Entah kenapa, Elkava malah terlihat ragu akan rencana Arletta. Menurutnya ini terlalu beresiko. "Kenapa? Bukankah cepat atau lambat gue emang harus menghadapi dia secara langsung." Arletta seakan menantang. "Lagipula, sekarang aja kehadiran video-video.come back gue udah mulai terendus pengacara Daddy, kan? Kata lo, dia mulai mempertanyakan kebenaran kabar kematian gue tujuh tahun lalu. Dia mulai sadar akan adanya mata-mata di sekitarnya. Nah, mumpung sedang begini. Kenapa gak sekalian saja kita buat dia makin penasaran dan membuat penyelidikan sendiri? Ingat, Kav. Pengacara daddy gue bukan orang bodoh juga yang bisa ditipu Joshua selamanya."Elkava terdiam di tempatnya seraya berpikir keras. Dalam hatinya dia sebenarnya setuju pada ucapan Arletta. Semakin cepat kehadiran Arletta di kenal publik, khususnya pengacara keluarga Zavier. Akan s
*Happy Reading*Arletta memperhatikan Bunda Reen dan Gina dalam diam saat di Butik. Khususnya pada Gina, sih. Soalnya entah kenapa, Arletta merasa tampilan Gina makin ke sini kok malah mirip Karmilla, ya?Arletta berharap perasaannya salah. "Menurut kamu gimana, Le? Ini bagus, kan?" tanya Bunda Reen tiba-tiba. Menunjukan dress yang tadi dipilihnya bersama Gina. "Buat siapa, Bun?" Alih-alih menjawab tanya Bunda Reen. Arletta malah bertanya balik. "Buat Gina. Dia kan juga di undang di acara group K." Bunda Reen menjawab lugas.Arletta memperhatikan dress yang di tunjukan lagi. Lalu mendesah kecewa diam-diam. Kenapa, sih, harus kayak gini?"Dress-nya bagus kok, Bun. Tapi kayaknya kalau untuk Gina .... ini terlalu dewasa gak, sih?" Akhirnya Arletta pun menyuarakan benaknya. "Eh, masa?" Bunda Reen mengerjap pelan. Kemudian memperhatikan dress di tangannya lagi. Sungguh, dress itu Karmilla banget. Glamor dan seksi. Bagian punggungnya terbuka gak masuk akal sampai pantat. Arletta sangat
*Happy Reading*Kiranya setelah kejadian di Butik tempo hari. Gina akan berpikir baik-baik akan teguran Arletta dan menghentikan perasaannya yang salah. Akan tetapi, ternyata tak ada perubahan yang berarti.Memang, sekarang Gina terlihat lebih sering menatap Elkava diam-diam dengan tatapan nelangsa saat sedang berdiskusi dengan ayahnya. Tidak seperti dulu yang selalu berbinar dan penuh harapan. Namun, sampai saat ini tak jarang Gina juga masih seperti mencari perhatian Elkava jika ada kesempatan. Tentu saja, hal itu membuat Arletta gemas sekali.Harus gimana lagi coba menegurnya?Arletta pernah mencoba mendiskusikan hal tersebut pada Arkana, suaminya. Namun, jawaban si playboy insyaf itu tak banyak membantu. 'Gina butuh waktu' hanya itu kata Arkana. Soalnya memang ini adalah hal pertama buat Gina.Tidak, bukan maksudnya Gina tak pernah pacaran atau berhubungan dengan pria sebelumnya. Gina pernah kok, memiliki pacar beberapa kali meski berakhir kandas. Akan tetapi, biasanya yang mengej
*Happy Reading*"Loh, kok, kita ke sini, kak? Bukannya Bunda nyuruhnya ke fitting baju ke Butik, ya?" tanya Gina bingung, saat Arletta menghentikan mobil mereka di sebuah gedung apartemen yang lumayan ternama di sana. "Ada hal yang mau Kakak obrolin sama Elkava. Jadi sekalian aja kakak ajak dia. Sebentar, Kakak telepon dia dulu," jawab Arletta. Kemudian meraih ponselnya demi mendial nomor Elkava. Sementara itu, Gina terlihat agak panik dan mencoba merapikan rambut dan tampilannya lewat kaca spion luar. Diam-diam Arletta mendesah berat melihat kelakuannya. "Gue udah di depan Apartemen lo. Turun buruan,'" titah Arletta saat panggilan teleponnya di angkat Elkava. Setelah itu, segera menutup sambungan telepon tanpa mau repot-repot menunggu jawaban, atau persetujuan Elkava. Di sebelahnya, Gina sudah membuka ikatan rambutnya dan mengoleskan liptint diam-diam. Ampun, dah. Kelakuannya kek anak ABG mau ketemu gebetan. Tak berselang lama. Elkava terlihat keluar gerbang gedung Apartemennya
*Happy Reading*"Mas, bagaimana kondisi Arletta?" Satu jam berselang, Bunda dan Ayah sudah hadir di sana. Bersama Gina yang membawa serta koper yang memang sudah disediakan, persiapan kelahiran Arletta. "Masih di dalam, Yah. Sedang bersiap melakukan operasi." Arkana menjawab singkat. Raut khawatir masih tampak jelas di wajahnya. "Akhirnya operasi secar, ya?" tanya Bunda Reen lagi. "Gak ada pilihan lain, Bun. Usia kandungan Arletta belum sempurna dan bayi kami juga salah satunya ada yang terlilit pusar. Jadinya mau tak mau harus operasi."Sebenarnya, Dokter sudah berusaha memberi induksi pada Arletta agar pembukaannya cepat dan bisa lahiran normal. Hanya saja, karena posisi salah satu bayi sepertinya tak memungkinkan bertahan. Maka dari itu, akhirnya operasi secar pun mau tak mau menjadi pilihan saat ini. "Ya sudah tidak apa-apa. Yang penting Ale dan bayi kalian selamat." Bunda Reen tak ambil pusing. "Iya benar. Mau sc atau normal. Itu tidaklah masalah. Seorang ibu tetap akan menj
*Happy Reading*"Mas, ayo buruan!" seru Arletta tak sabaran. Melambai pada Arkana. "Iya, iya. Ini juga udah jalan, kok," sahut Arkana santai."Ih, lama, deh!" Gemas pada Arkana, Arletta pun menarik lengan sang suami dan sedikit menyeretnya agar jalan lebih cepat. "Sabar, Sayang. Milla juga gak akan ke mana-mana, kok. Inget, kamu tuh lagi hamil. Gak boleh--""Ck, bawel, deh!" kesal Arletta. "Gak ngerti banget, sih. Namanya juga gak sabar pengen liat anaknya Milla. Kira-kira mirip siapa, ya?"Kemarin malam, Arletta memang baru mendapat kabar kalau Milla sudah melahirkan. Wanita itu pun langsung saja heboh dan meminta pulang ke Jogja malam itu juga. Tak perduli saat itu sudah menjelang subuh. Arletta tetap memaksa suaminya untuk mengantarkan pulang saat itu juga. Namun, karena kondisi Arletta juga sudah hamil tua. Arkana pun tak langsung menurutinya. Bahaya kan melakukan bepergian pada kondisi Arletta saat ini. Makanya, pria itu meminta Arletta berkonsultasi terlebih dahulu kepada dok
*Happy Reading*Arkana memperhatikan Arletta dalam diam. Wanita itu saat ini tengah asik membaca buku yang tebal sekali. Entah buku bertema apa, yang jelas ketebalan buku tersebut bisa mengalahkan al-qur'an atau kitab-kitab sejenis. Okeh, mari lupakan tentang buku tersebut. Karena kini bukan itu yang sedang Arkana pikirkan. Pria itu sebenarnya tengah memikirkan Arletta dan kehamilannya yang sudah menginjak usia kandungan enam bulan. Khususnya kebiasaan yang umumnya terjadi pada ibu hamil. Orang bilang, wanita yang sedang hamil itu sensitif dan kadang memiliki keinginan aneh. Atau sebut saja ngidam. Nah! Masalahnya Arkana tidak menemukan hal itu pada Arletta sepanjang usia kehamilannya.Iya, wanita itu memang sempat mengalami morning sick beberapa minggu saat awal kehamilan. Namun hanya itu saja. Sisanya, Arletta itu tampak biasa saja. Tidak sensitif apalagi ngidam yang aneh-aneh. Kan, Arkana jadi curiga, ya? Ini Arkananya yang kurang perhatian atau Arlettanya yang menahan ngidamnya
*Happy Reading*"Dia mencoba bunuh diri lagi?"Pria di hadapannya mengangguk."Lalu?""Sesuai perintah anda, Bos. Kami menyelamatkannya kembali."Pria bule di balik meja itu tersenyum mendengar hal barusan. Mengangguk-angguk mengerti sambil mengusap dakunya perlahan. "Bagus," pujinya kemudian. "Pantau terus keadannya. Jangan sampai kecolongan. Mengerti?" "Mengerti, Bos!" sahut pria itu patuh. Setelah pria bule di hadapannya menyuruh pergi, dia pun lalu beranjak dari termpat tersebut. "Sampai kapan kau akan menyiksanya?" Pria lain di sana berbicara selepas kepergian si anak buah. "Bukankah, semakin cepat dia mati, semakin cepat pula tugasmu selesai?""Aku hanya menjalankan amanat dari putrinya," sahut pria bule bernetra hijau itu dengan santai, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Raid Anderson. "Dia tidak ingin bajingan itu mati dengan mudah."Lawan bicaranya terdiam. Lalu mengangguk faham. "Lalu kapan tugasmu akan berakhir jika bajingan itu tidak kau ijinkan mati?" Pria tadi ber
*Happy Reading*Cring! Cring!"Selamat dat--eh, elo Let?"Arletta hanya mengangkat tangan membalas Devi yang menyapa saat melewati pintu. Kemudian menunjuk sebuah meja yang letaknya agak pojok, di mana Arkana tengah berada bersama dua pria dan dua wanita. Devi pun mengangguk faham. "Duduk, deh. Gue bawain minuman nanti." Devi lalu berlalu, melanjutkan langkah yang sempat terhenti. Sementara itu, Arletta pun mencari tempat duduk yang tak jauh darinya."Nih!" Tak berselang lama. Devi kembali dengan segelas coklat hangat yang langsung di serahkannya pada Arletta. "Kok? Kayaknya gue belum pesen, deh?" Arletta heran. "Laki lo yang pesenin," jawab Devi menunjuk meja Arkana dengan dagunya. Arletta melirik ke arah sana juga. Tetapi Arkana terlihat masih fokus mendengarkan kliennya berbicara."Iyakah?""Iya!" Devi meyakinkan. "Tadi pas laki lo datang, dia langsung bilang begini." Devi menegakkan tubuh sejenak, lalu berdehem. "Kamu kenal istri saya, kan? Nanti kalau dia datang, terus pesen
Short story of Ka-Cha"Menikahlah dengan saya."Cangkir yang sudah menyentuh bibirnya seketika terhenti mendengar ucapan tersebut. Ia terkejut sekaligus bingung mendengar tawaran tadi. Lebih dari itu, ia merasa tiba-tiba ada rasa sakit yang menjalar dari sudut hatinya mendengar kalimat barusan. Membuatnya teringat kembali pada pria-nya yang telah tiada. Mengerjap perlahan beberapa saat, wanita itu pun meletakan kembali cangkir pada tatakannya. Lalu menghela napas panjang diam-diam demi menenangkan hatinya yang tiba-tiba bergemuruh perih. Matanya melirik perutnya yang semakin membesar sekilas."Apa ... Arletta yang menyuruh anda?" tanya balik wanita itu. Dia adalah Karmilla. Sahabat Arletta. "Ini tidak ada hubungannya dengan Arletta," jawab Pria itu tegas. Yang entah kenapa justru semakin membuat Milla makin curiga. "Kalau begitu siapa yang menyuruh anda melakukan ini?" tuntut Milla kemudian. Pria itu, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Chakra. Menghela nafas berat pendengar pe
*Happy reading*Setelah mengatur nafas sekali lagi dan membulatkan tekad kembali. Arletta pun mulai melangkah ke arah Milla. Langkah kakinya terasa berat sekali, Arletta rasanya harus bersusah payah hanya demi mengambil langkah satu demi satu. Saat jarak antara mereka sudah menipis. Arletta mengangguk sedikit pada perawat yang berjaga sebagai bentuk salam. Nampaknya perawat itu tahu perihal maksud kedatangan Arletta. Buktinya, setelah membalas salam Arletta dengan anggukan dan senyum. Perawat tersebut pun mengambil jarak agak jauh dari Milla. Seolah mempersilahkan mereka bicara. Awalnya Milla masih belum menyadari keberadaan Arletta. Wanita itu masih tampak sibuk mengusap perutnya dengan sayang dan senyum manis. Tidak ada ucapan atau pun celotehan. Hanya tersenyum dan terus tersenyum sambil mengusap perutnya yang sudah agak membuncit. Kata Bunda Reen, usia kandungan Milla hampir memasuki empat bulan. Berarti beda sekitar dua bulan dengannya. Berarti juga, saat kejadian di Villa. Mi
*Happy Reading*Arkana sebenarnya kurang suka jika Arletta berdekatan dengan Chakra lagi. Alasannya tentu saja karena pria itu pernah ada hati pada istrinya. Bukan tidak percaya pada kesetiaan sang istri. Namun, waspada itu wajib, kan?Hanya saja, jika dihadapkan pilihan antara Chakra dan Frans. Jelas Arkana akan pilih Chakra. Meski terpaksa, setidaknya Chakra itu masih tahu diri. Pria itu tahu Arletta sudah jadi milik Arkana sepenuhnya. Baik itu raga ataupun hatinya. Bahkan, kini sudah hadir buah cinta mereka di rahim Arletta, kan? Jadi, meski katanya sepupu juga masih boleh menikah. Jelas, Chakra sudah kalah telak darinya. Sementara Frans? Melihat dari sifat dan karakternya. Arkana tidak yakin pria itu bisa tahu diri. Atau lebih tepatnya mau tahu diri untuk tak merebut miliknya. Meski Frans memang tak pernah terdengar menyukai Arletta. Namun masalahnya adalah, Arletta itu terlalu istimewa sebagai seorang wanita. Pria mana pula yang rela melewatkannya. Jadi, daripada kecolongan. Le
*Happy Reading*"Ba-bayi ... kita?" beo Arletta dengan bingung setelah beberapa saat tertegun di tempatnya. Senyum Arkana semakin melebar seraya mengangguk pasti. Lalu pria itu mengusap perut Arletta lagi yang sebenarnya masih rata."Iya, sayang. Bayi kita." Arkana meyakinkan. "Di sini, ternyata sudah ada bayi kita."Arletta makin tertegun. Perlahan melirik perutnya sendiri yang sedang di usap lembut Arkana dengan tatap tak percaya. Benarkah ia hamil? Kenapa ia tak merasakan apa-apa?"Wajar jika kamu tidak menyadarinya. Dokter bilang, usianya baru enam minggu," ucap Arkana lagi seakan tahu apa yang Arletta fikirkan. Degh!Benarkah? Kalau begitu saat kejadian di villa waktu itu, ia sebenarnya sudah mengandung. Bahkan saat bertarung melawan anak buah Joshua dan pria itu pun, Arletta sudah dalam keadaan .....Tangis Arletta kembali pecah. Dia merasa bodoh dan jahat sekali. Bagaimana mungkin dia tak menyadari keberadaan janinnya sendiri. Abai dan bahkan hampir membunuh anaknya juga saat