*Happy Reading*Arletta memperhatikan Bunda Reen dan Gina dalam diam saat di Butik. Khususnya pada Gina, sih. Soalnya entah kenapa, Arletta merasa tampilan Gina makin ke sini kok malah mirip Karmilla, ya?Arletta berharap perasaannya salah. "Menurut kamu gimana, Le? Ini bagus, kan?" tanya Bunda Reen tiba-tiba. Menunjukan dress yang tadi dipilihnya bersama Gina. "Buat siapa, Bun?" Alih-alih menjawab tanya Bunda Reen. Arletta malah bertanya balik. "Buat Gina. Dia kan juga di undang di acara group K." Bunda Reen menjawab lugas.Arletta memperhatikan dress yang di tunjukan lagi. Lalu mendesah kecewa diam-diam. Kenapa, sih, harus kayak gini?"Dress-nya bagus kok, Bun. Tapi kayaknya kalau untuk Gina .... ini terlalu dewasa gak, sih?" Akhirnya Arletta pun menyuarakan benaknya. "Eh, masa?" Bunda Reen mengerjap pelan. Kemudian memperhatikan dress di tangannya lagi. Sungguh, dress itu Karmilla banget. Glamor dan seksi. Bagian punggungnya terbuka gak masuk akal sampai pantat. Arletta sangat
*Happy Reading*Kiranya setelah kejadian di Butik tempo hari. Gina akan berpikir baik-baik akan teguran Arletta dan menghentikan perasaannya yang salah. Akan tetapi, ternyata tak ada perubahan yang berarti.Memang, sekarang Gina terlihat lebih sering menatap Elkava diam-diam dengan tatapan nelangsa saat sedang berdiskusi dengan ayahnya. Tidak seperti dulu yang selalu berbinar dan penuh harapan. Namun, sampai saat ini tak jarang Gina juga masih seperti mencari perhatian Elkava jika ada kesempatan. Tentu saja, hal itu membuat Arletta gemas sekali.Harus gimana lagi coba menegurnya?Arletta pernah mencoba mendiskusikan hal tersebut pada Arkana, suaminya. Namun, jawaban si playboy insyaf itu tak banyak membantu. 'Gina butuh waktu' hanya itu kata Arkana. Soalnya memang ini adalah hal pertama buat Gina.Tidak, bukan maksudnya Gina tak pernah pacaran atau berhubungan dengan pria sebelumnya. Gina pernah kok, memiliki pacar beberapa kali meski berakhir kandas. Akan tetapi, biasanya yang mengej
*Happy Reading*"Loh, kok, kita ke sini, kak? Bukannya Bunda nyuruhnya ke fitting baju ke Butik, ya?" tanya Gina bingung, saat Arletta menghentikan mobil mereka di sebuah gedung apartemen yang lumayan ternama di sana. "Ada hal yang mau Kakak obrolin sama Elkava. Jadi sekalian aja kakak ajak dia. Sebentar, Kakak telepon dia dulu," jawab Arletta. Kemudian meraih ponselnya demi mendial nomor Elkava. Sementara itu, Gina terlihat agak panik dan mencoba merapikan rambut dan tampilannya lewat kaca spion luar. Diam-diam Arletta mendesah berat melihat kelakuannya. "Gue udah di depan Apartemen lo. Turun buruan,'" titah Arletta saat panggilan teleponnya di angkat Elkava. Setelah itu, segera menutup sambungan telepon tanpa mau repot-repot menunggu jawaban, atau persetujuan Elkava. Di sebelahnya, Gina sudah membuka ikatan rambutnya dan mengoleskan liptint diam-diam. Ampun, dah. Kelakuannya kek anak ABG mau ketemu gebetan. Tak berselang lama. Elkava terlihat keluar gerbang gedung Apartemennya
*Happy Reading*Rasanya, Arletta sudah tidak tahu lagi harus menyebut Gina seperti apa? Tidak punya malu, tidak punya hati, atau ... tidak punya otak, mungkin?Maaf kalau Arletta terdengar jahat saat ini. Tetapi ya ... mau gimana lagi? Arletta terlalu gemas dengan kelakuan adik iparnya itu. Gemas yang hampir adi muak malahan. Bagaimana tidak? Di sindir halus, sudah. Di bukakan mata dan telinganya untuk mengetahui perasaan Elkava pun, sudah. Tetapi, bukannya mikir dan mundur. Gina malah terlihat lebih gencar mencari perhatian Elkava. Kan? Gimana Arletta gak gemas, coba?Apa lagi yang harus Arletta lakukan untuk menyadarkan Gina?Ugh ... lama-lama Arletta bikin jiga Gina berhadapan langsung sama Karmilla sekalian!"Ekhem!"Arletta sengaja berdehem kencang, demi menyita fokus dua sejoli yang sedari tadi dia perhatikan diam-diam. Siapa lagi kalau bukan Gina dan Elkava. Yang makin ke sini, justru terlihat semakin akrab. Sepertinya, Gina sudah belajar banyak untuk menjadi pelakor. Kasar?
*Happy Reading*"Saya gak mau tahu, El! Pokoknya kamu harus menikahi Gina secepatnya!" seru Ayah Yudis tiba-tiba. Loh! Loh! Kok malah jadi begini? "Maaf Om, saya tidak bersedia!" sambar Elkava cepat, seraya bangkit dari tempat tersungkurnya tadi akibat pukulan Ayah Yudis."Bajingan! Setelah apa yang sudah kamu lakukan pada Gina, bagaimana mungkin kamu bilang tidak bersedia?" Ayah Yudis kembali murka."Sudah saya bilang, Om. Ini tidak seperti yang Om lihat.""Halah bulshit! Maling mana ada mau ngaku!""Tapi saya beneran gak melakukannya, Om. Om hanya salah paham!""Salah paham bagaimana? Jelas-jelas saya lihat kamu hampir meremehkan putri saya barusan!"Degh!Apa? Meremehkan?"Itu tidak benar!" bantah Elkava cepat. "Saya tidak pernah melecehkan putri Om. Bahkan punya niat pun tidak!" Elkava mencoba membela diri."Kalau memang tidak berniat melecehkan Gina. Lalu apa maksud kelakuan kamu tadi? Kenapa memojokan Gina ke tembok dan berlaku mesum padanya?" tuntut Ayah Yudis.Arletta pun me
Arletta 121*Happy Reading*Arletta sekuat tenaga menahan dirinya agar tak menghambur ke arah Bunda Reen yang sudah terkulai tak sadarkan diri di lantai. Berusaha memaku kakinya agak tak bergerak membantu ayah Yudis dan Gina yang langsung panik meraih Bunda Reen. "Bunda! Bunda! Bunda bangun!" Gina menangis tergugu sambil mencoba membangunkan ibunya."Reen! Sayang? Bangun! Aku mohon." Pun Ayah Yudis di samping Gina. Arletta masih menahan diri. Menulikan telinganya dan mencoba buta pada pemandangan di hadapannya. Meski kedua tangannya sudah mengepal di sisi tubuh hingga memutih. Arletta bahkan segera menahan Elkava yang juga ingin menolong Bunda Reen."Kak Ale? Kenapa kakak diam saja? Ayo bantu Bunda, Kak." Gina mencoba menegur kakak iparnya. "Aku bukan lagi menantu keluarga ini. Jadi, untuk apa aku membantu?""Arletta?!" Mendengar sahutan Arletta pada Gina. Ayah Yudis pun kembali murka. Pria itu memandang Arletta tajam sekali. "Bagaimana pun dia masih ibu mertua kamu. Harusnya kamu-
*Happy Reading*Setelah apa yang tengah terjadi di keluarganya sampai pada telinga Arkana Sadewa. Pria itu pun murka. Terkejut disertai marah, membuatnya tak bisa menahan diri untuk tak bergegas pulang. Mengabaikan pekerjaan dan semua masalah yang sebenarnya masih membutuhkan perhatiannya. Arkana memutuskan kembali pulang. Meninggalkan Bruno dengan segudang masalah yang membuat pria galak itu ngomel sepanjang hari. Tidak apa-apa. Bruno kan memang begitu. Justru kalau tidak mengomel, bukan Bruno namanya. Ah, jadi ingat dulu Arletta pernah mengganti nama Bruno jadi Britney saking doyannya pria itu mengomel. Kalian masih ingat tidak?"Mas, aku mohon. Cari Ale, Mas. Bawa kembali dia. Aku mohon ... aku mohon. Apa yang akan kita katakan pada Arumi nanti jika membiarkannya kembali berjuang sendirian. Mas, aku mohon. Bawa kembali Arletta."Saat baru saja tiba di depan ruangan tempat Bunda Reen di rawat. Arkana sudah di sambut dengan tangis dan hibaan Bunda Reen pada Ayah Yudis, dengan nada
*Happy Reading*Kedua tangan Gina mengepal di kedua sisi tanpa sadar, saat mendengar sindiran kakaknya. Giginya mengatup kuat dengan rahang yang menengang, syarat akan rasa kesal yang sangat ingin dia luapkan.Kenapa kakaknya juga menyalahkannya?"Maksud Mas apa? Apa Mas mau nyalahin Gina atas kepergian Kak Ale?" todong Gina. "Kalau bukan kamu, lalu siapa lagi?" balas Arkana tanpa hati."Tapi Mas, yang ngusir Kak Ale itu ayah. Bukan Gina. Jadi--""Tapi ayah melakukannya juga karena kamu, Gina!" sela Arkana cepat. "Karena keegoisan dan kekeras kepalaan!" imbuhnya lagi, makin menyayat hati Gina. "Aku--""Sudah! Sudah! Kalian kenapa jadi ribut begini, sih?" lerai Ayah Yudis kemudian. "Dewa? Kamu kalau ke sini cuma mau bikin ribut saja, mending kamu pergi. Jangan buat kacau. Kepala Ayah sudah sangat pusing sekarang. Jangan menambah beban lagi!" Imbuh pria itu lagi seraya memijat keningnya."Aku buat kacau?" beo Arkana tak terima. " Gak salah, Yah? Yang buat kacau itu Gina, Yah. Kenapa m