*Happy Reading*Selepas berbalas chat dengan Arkana. Arletta lalu menyerahkan ponselnya pada Elkava. Bahkan sengaja menunjukan riwayat chat Arkana barusan. "Lo bisa bantu ngurus ini juga, gak?" pinta Arletta kemudian. Seraya mengambil air mineral di dalam kulkas.Elkava tak langsung menjawab. Memilih membaca dengan seksama riwayat chat itu, dan mencerna maksud Arletta barusan. "Lo mau gua ngapain? Bantu laki lo nyari bukti? Lah, waktu itu kan pernah gue tawarin. Tapi dia sendiri yang nolak. Katanya, sudah ada Bruno yang membantunya. Gue malah diminta stay di sini, buat bantu lo aja. Sok hebat tahu, laki lo itu." Elkava mengembalikan ponsel Arletta. Arletta terdiam di tempatnya. Seakan berpikir serius akan sesuatu. Memang benar ucapan Elkava barusan. Arkana pernah menolak bantuan yang Elkava berikan. Akan tetapi, rasanya membiarkan Arkana menyelesaikan sendiri pun, Arletta tidak tega. Apalagi, setiap hari Deandra semakin berulah. Membuat drama baru untuk memojokan Arkana. Bunda Re
*Happy Reading*Arletta menatap layar ponselnya tanpa minat. Menggulir perlahan seraya melihat dan membaca seadanya, informasi yang disuguhkan. Semuanya tidak jauh dari gosip dan kasus yang tengah menimpa suaminya. Benar-benar ya si Deandra itu. Ternyata selain jago ngehalu, jago juga bermain drama. Di depan awak media selalu berlaku sebagai korban yang trauma dan tak ingin di wawancarai. Tetapi tiap hari sengaja hilir mudik di kantor polisi entah untuk apa.Selain itu, setiap hari juga Arletta perhatikan, selalu ada saja akun memposting bukti photo terbaru kedekatan mereka. Membuat Arletta yakin, gadis ini pastilah menyuruh seseorang untuk melakukan hal itu, agar bola kasus semakin membesar dan terkendali. "Lumayan licik," gumam Arletta tanpa sadar. "Siapa yang licik?" Tiba-tiba sebuah suara terdengar menyahut. Arletta menoleh ke arah sumber suara, dan ternyata Elkava lah pelakunya. "Nih!" Bukan menjawab, Arletta malah memerlihatkan layar ponselnya. "Lagi?" tanya Elkava heran.
*Happy Reading*"Lo yakin?" tanya Elkava masih tertegun pada plan B yang dimiliki Arletta. "Yakin." Gadis itu menjawab pasti."Tapi ... itu ...." Entah kenapa, Elkava malah terlihat ragu akan rencana Arletta. Menurutnya ini terlalu beresiko. "Kenapa? Bukankah cepat atau lambat gue emang harus menghadapi dia secara langsung." Arletta seakan menantang. "Lagipula, sekarang aja kehadiran video-video.come back gue udah mulai terendus pengacara Daddy, kan? Kata lo, dia mulai mempertanyakan kebenaran kabar kematian gue tujuh tahun lalu. Dia mulai sadar akan adanya mata-mata di sekitarnya. Nah, mumpung sedang begini. Kenapa gak sekalian saja kita buat dia makin penasaran dan membuat penyelidikan sendiri? Ingat, Kav. Pengacara daddy gue bukan orang bodoh juga yang bisa ditipu Joshua selamanya."Elkava terdiam di tempatnya seraya berpikir keras. Dalam hatinya dia sebenarnya setuju pada ucapan Arletta. Semakin cepat kehadiran Arletta di kenal publik, khususnya pengacara keluarga Zavier. Akan s
*Happy Reading*Arletta memperhatikan Bunda Reen dan Gina dalam diam saat di Butik. Khususnya pada Gina, sih. Soalnya entah kenapa, Arletta merasa tampilan Gina makin ke sini kok malah mirip Karmilla, ya?Arletta berharap perasaannya salah. "Menurut kamu gimana, Le? Ini bagus, kan?" tanya Bunda Reen tiba-tiba. Menunjukan dress yang tadi dipilihnya bersama Gina. "Buat siapa, Bun?" Alih-alih menjawab tanya Bunda Reen. Arletta malah bertanya balik. "Buat Gina. Dia kan juga di undang di acara group K." Bunda Reen menjawab lugas.Arletta memperhatikan dress yang di tunjukan lagi. Lalu mendesah kecewa diam-diam. Kenapa, sih, harus kayak gini?"Dress-nya bagus kok, Bun. Tapi kayaknya kalau untuk Gina .... ini terlalu dewasa gak, sih?" Akhirnya Arletta pun menyuarakan benaknya. "Eh, masa?" Bunda Reen mengerjap pelan. Kemudian memperhatikan dress di tangannya lagi. Sungguh, dress itu Karmilla banget. Glamor dan seksi. Bagian punggungnya terbuka gak masuk akal sampai pantat. Arletta sangat
*Happy Reading*Kiranya setelah kejadian di Butik tempo hari. Gina akan berpikir baik-baik akan teguran Arletta dan menghentikan perasaannya yang salah. Akan tetapi, ternyata tak ada perubahan yang berarti.Memang, sekarang Gina terlihat lebih sering menatap Elkava diam-diam dengan tatapan nelangsa saat sedang berdiskusi dengan ayahnya. Tidak seperti dulu yang selalu berbinar dan penuh harapan. Namun, sampai saat ini tak jarang Gina juga masih seperti mencari perhatian Elkava jika ada kesempatan. Tentu saja, hal itu membuat Arletta gemas sekali.Harus gimana lagi coba menegurnya?Arletta pernah mencoba mendiskusikan hal tersebut pada Arkana, suaminya. Namun, jawaban si playboy insyaf itu tak banyak membantu. 'Gina butuh waktu' hanya itu kata Arkana. Soalnya memang ini adalah hal pertama buat Gina.Tidak, bukan maksudnya Gina tak pernah pacaran atau berhubungan dengan pria sebelumnya. Gina pernah kok, memiliki pacar beberapa kali meski berakhir kandas. Akan tetapi, biasanya yang mengej
*Happy Reading*"Loh, kok, kita ke sini, kak? Bukannya Bunda nyuruhnya ke fitting baju ke Butik, ya?" tanya Gina bingung, saat Arletta menghentikan mobil mereka di sebuah gedung apartemen yang lumayan ternama di sana. "Ada hal yang mau Kakak obrolin sama Elkava. Jadi sekalian aja kakak ajak dia. Sebentar, Kakak telepon dia dulu," jawab Arletta. Kemudian meraih ponselnya demi mendial nomor Elkava. Sementara itu, Gina terlihat agak panik dan mencoba merapikan rambut dan tampilannya lewat kaca spion luar. Diam-diam Arletta mendesah berat melihat kelakuannya. "Gue udah di depan Apartemen lo. Turun buruan,'" titah Arletta saat panggilan teleponnya di angkat Elkava. Setelah itu, segera menutup sambungan telepon tanpa mau repot-repot menunggu jawaban, atau persetujuan Elkava. Di sebelahnya, Gina sudah membuka ikatan rambutnya dan mengoleskan liptint diam-diam. Ampun, dah. Kelakuannya kek anak ABG mau ketemu gebetan. Tak berselang lama. Elkava terlihat keluar gerbang gedung Apartemennya
*Happy Reading*Rasanya, Arletta sudah tidak tahu lagi harus menyebut Gina seperti apa? Tidak punya malu, tidak punya hati, atau ... tidak punya otak, mungkin?Maaf kalau Arletta terdengar jahat saat ini. Tetapi ya ... mau gimana lagi? Arletta terlalu gemas dengan kelakuan adik iparnya itu. Gemas yang hampir adi muak malahan. Bagaimana tidak? Di sindir halus, sudah. Di bukakan mata dan telinganya untuk mengetahui perasaan Elkava pun, sudah. Tetapi, bukannya mikir dan mundur. Gina malah terlihat lebih gencar mencari perhatian Elkava. Kan? Gimana Arletta gak gemas, coba?Apa lagi yang harus Arletta lakukan untuk menyadarkan Gina?Ugh ... lama-lama Arletta bikin jiga Gina berhadapan langsung sama Karmilla sekalian!"Ekhem!"Arletta sengaja berdehem kencang, demi menyita fokus dua sejoli yang sedari tadi dia perhatikan diam-diam. Siapa lagi kalau bukan Gina dan Elkava. Yang makin ke sini, justru terlihat semakin akrab. Sepertinya, Gina sudah belajar banyak untuk menjadi pelakor. Kasar?
*Happy Reading*"Saya gak mau tahu, El! Pokoknya kamu harus menikahi Gina secepatnya!" seru Ayah Yudis tiba-tiba. Loh! Loh! Kok malah jadi begini? "Maaf Om, saya tidak bersedia!" sambar Elkava cepat, seraya bangkit dari tempat tersungkurnya tadi akibat pukulan Ayah Yudis."Bajingan! Setelah apa yang sudah kamu lakukan pada Gina, bagaimana mungkin kamu bilang tidak bersedia?" Ayah Yudis kembali murka."Sudah saya bilang, Om. Ini tidak seperti yang Om lihat.""Halah bulshit! Maling mana ada mau ngaku!""Tapi saya beneran gak melakukannya, Om. Om hanya salah paham!""Salah paham bagaimana? Jelas-jelas saya lihat kamu hampir meremehkan putri saya barusan!"Degh!Apa? Meremehkan?"Itu tidak benar!" bantah Elkava cepat. "Saya tidak pernah melecehkan putri Om. Bahkan punya niat pun tidak!" Elkava mencoba membela diri."Kalau memang tidak berniat melecehkan Gina. Lalu apa maksud kelakuan kamu tadi? Kenapa memojokan Gina ke tembok dan berlaku mesum padanya?" tuntut Ayah Yudis.Arletta pun me