Pamela tetap menggelengkan kepalanya dengan tegas, lalu pergi memapah Frida sambil berkata, "Nenek, dia benar-benar bukan ayahku."Frida bertanya dengan gelisah, "Kalau begitu, untuk apa mereka datang mencarimu? Apakah Nenek perlu mencarikan seseorang untuk membantumu menyelesaikan masalah ini?"Sikap Frida membuat Pamela merasakan kehangatan dalam hatinya. Pamela pun tersenyum sambil menggelengkan kepalanya lagi dan berkata, "Nenek, jangan khawatir. Aku akan menyelesaikan masalah ini dengan baik. Nenek baru makan, jadi Nenek istirahat saja di dalam!"Kemudian, Pamela kembali menoleh dan menatap Olivia yang masih berdiri di satu sisi."Olivia, sini, temani Nenek ke dalam, jangan biarkan Nenek khawatir," kata Pamela.Olivia jarang-jarang mendengar ucapan Pamela, tetapi dia menganggukkan kepalanya dan menggantikan Pamela memapah neneknya ke dalam.Frida masih merasa khawatir, tetapi melihat sikap cucu menantunya yang bersikeras agar dia tidak ikut campur, dia juga tidak mengucapkan apa p
Pintu mobil sport itu terbuka, lalu dua wanita turun dari mobil itu. Salah seorang wanita itu terlihat berusia sekitar 40 hingga 50 tahun, sedangkan wanita lainnya terlihat berusia 20-an tahun, keduanya berpakaian sangat sederhana.Gadis berusia 20-an tahun itu memiliki gaya rambut kepang dua. Dia mengenakan kemeja kotak-kotak dan celana denim yang sudah usang, sepatu kainnya juga sudah kotor.Pamela menatap kedua wanita itu berjalan mendekat dalam diam. Dia merasa bahwa kedua wanita ini tampak familier, tetapi dia tidak bisa mengingat di mana dia pernah melihat mereka.Ketika mereka berjalan mendekat, wanita yang lebih tua itu memelototi Pamela dengan penuh kebencian."Pamela, kamu hidup senyaman ini, tapi kamu membuat hidup putriku sengsara!" seru wanita itu.Dari ucapan ini, Pamela bisa mendengar bahwa kedua wanita ini memiliki hubungan ibu dan anak. Pamela mengamati "ibu" itu sambil bertanya, "Maaf, kamu siapa, ya?"Wanita yang lebih tua itu berkata dengan penuh kebencian, "Jangan
Reaksi Frida membuat Pamela merasa heran, tetapi juga terharu.Ucapan Frida benar. Orang-orang ini datang untuk mencari masalah di Kediaman Dirgantara. Sebelum mereka merasa cukup membuat masalah di hadapan Keluarga Dirgantara, mereka tidak akan berhenti berulah.Sambil memikirkan hal ini, Pamela menganggukkan kepalanya dan berkata, "Baiklah, sesuai ucapan Nenek saja."Frida juga menganggukkan kepalanya, mencapai kesepakatan dengan cucu menantunya. Dia berjalan maju dua langkah dan menunduk untuk melihat kedua wanita yang masih menangis sambil berlutut di lantai."Kalian berdua, jangan menangis. Kalau kalian menangis seperti ini sambil berlutut di depan Kediaman Dirgantara, orang lain akan mengira bahwa Keluarga Dirgantara sedang berduka!" kata Frida dengan serius.Kedua wanita itu merasa terintimidasi oleh sikap Frida yang tegas, sehingga suara mereka mengecil. Wanita yang lebih tua itu berkata, "Nyonya, kami bukan sengaja, tapi Pamela benar-benar membuat keluarga kami terlalu menyedi
Wanita itu meraih tangan putrinya. Dengan ekspresi sedih, dia membuang napas berat dan menangis sambil berkata, "Begini, Nyonya. Kami adalah penduduk Desa Morawa. Dulu, Nala, putriku dan Pamela bersekolah di SMA yang sama dan juga adalah teman sekelas."Pamela sedang meminum teh di samping Frida. Mendengar ucapan itu, Pamela menatap gadis yang terus menundukkan kepalanya itu. Sepertinya gadis ini benar-benar teman sekelasnya, tetapi gadis ini tidak familier baginya.Frida mengiakan ucapan itu dan berkata, "Putrimu teman sekelas Pamela pada masa SMA, terus?"Wanita itu melanjutkan ucapannya. "Pada masa SMA, prestasi Pamela sangat buruk. Dia nggak belajar dengan baik di sekolah, sering bolos dan bergaul dengan sekumpulan preman di luar sekolah," kata wanita itu.Frida mengernyit, dia tidak terlalu memercayai ucapan wanita itu. Dia pun menoleh dan menatap cucu menantunya yang patuh dan bijak itu, dia sama sekali tidak merasa bahwa Pamela adalah gadis nakal.Ekspresi Pamela tampak cuek. Sa
Wanita itu mengangkat kepalanya dari bahu putrinya dan menyeka air matanya dengan lengan bajunya sambil berkata, "Tanyakan saja! Mari kita lihat bagaimana kamu masih mau berdalih di hadapan kebenarannya!"Pamela tersenyum sinis sambil bertanya dengan tenang, "Tadi, kamu bilang putrimu adalah murid terbaik yang disukai semua guru. Kalau begitu, setelah nilainya nggak keluar dan kalian nggak mendapatkan penjelasan apa pun dari pihak sekolah, kenapa kamu nggak membiarkan putrimu mengulang setahun lagi?""Kalau putrimu benar-benar sehebat yang kamu bilang, dia bisa mengulang setahun dan mengikuti ujian lagi. Kalau begitu, dia juga bisa masuk ke universitas ternama atau bahkan universitas yang lebih baik lagi. Kalaupun dia gagal ujian, dia juga bisa mengambil jalur lainnya, dia nggak harus langsung mengikutimu bertani sejak usia muda, 'kan?"Ekspresi wanita itu berubah. Kemudian, dia memelototi Pamela dengan penuh kebencian dan berkata, "Kamu bicaranya gampang sekali, ya. Memangnya mengulan
Di satu sisi, Darius memegang kepalanya seakan-akan dia merasa malu dan berkata, "Aduh! Sungguh malang! Kenapa aku, Darius Alister, bisa mengadopsi seorang putri yang begitu nggak tahu malu?!"Jovita merangkul lengan ayahnya sambil berkata, "Ayah, jangan bersedih karena anak durhaka itu! Ayah masih memiliki aku!"Wulan juga menimpali ucapan putrinya. "Benar, Darius! Kita masih memiliki Jovita! Kalau soal Pamela, mari kita berharap agar dia bisa bertobat dan mengembalikan keadilan orang lain!"Karena wanita itu bercerita dengan sangat mendetail, Frida benar-benar mulai kebingungan. Dia menatap cucu menantunya sendiri, tidak ingin memercayai bahwa anak yang dia sukai adalah orang seperti itu ....Pamela tetap berkata dengan tenang, "Pernyataanku masih sama. Kalian boleh mengatakan bahwa aku merebut nilai ujian orang lain, bahwa aku menggugurkan kandunganku juga boleh! Tapi, keluarkan barang buktinya. Kalau nggak, semuanya hanya pencemaran nama baik!"Wanita itu berkata, "Buktinya adalah,
Pada saat ini, dari belakang, terdengar suara pria yang rendah, diiringi dengan suara langkah kaki yang pelan-pelan mendekat.Semua orang pun menoleh, mereka pun seketika takjub dan terpesona melihat wajah yang tampan itu.Terutama Jovita, ini bukan pertama kalinya dia melihat Agam. Namun, saat dia melihat pria ini lagi, jantungnya berdetak sangat cepat, hingga tidak terkendali ....Pria ini pernah hampir menikahinya dan menjadi suaminya. Jika bukan karena Pamela si wanita jalang ini, posisi sebagai istrinya Agam adalah milik Jovita!Makin dipikirkan, Jovita makin merasa marah. Namun, dia hanya bisa melihat pria itu berjalan ke sisi Pamela dan duduk di sisi Pamela dengan elegan. Kemudian, pria ini juga mengambil cangkir Pamela dan meminum seteguk teh.Gerakan intim pria itu terhadap Pamela hanya membuat Jovita merasa murka!Bahkan gadis yang terus menangis dengan kepala tertunduk juga mengangkat kepalanya dan menatap pria tampan yang duduk di sisi Pamela dengan ekspresi terpesona ....
Semua orang di tempat sudah dewasa, jadi semuanya memahami arti kata "pengembalian" yang dikatakan wanita paruh baya itu.Kecuali Olivia.Olivia mengernyit sambil bertanya dengan penasaran, "Apanya yang dikembalikan?"Pertanyaan ini membuat semua orang menatap ke arahnya dengan tatapan kesal. Wanita paruh baya itu juga terdiam, tidak tahu harus bagaimana menjawab pertanyaan ini.Frida memukul tangan cucunya dengan kesal sambil berkata, "Anak kecil jangan menyela percakapan orang dewasa!"Olivia menarik tangannya yang agak kesakitan karena pukulan neneknya. Dia tidak mengetahui kesalahan kata apa yang dia katakan, jadi dia hanya memonyongkan bibirnya sambil berkata, "Nenek, aku bukan anak kecil, aku lebih tua setahun dari Pamela!"Frida seketika mengernyit dan berkata, "Nggak ada urusanmu di sini! Cepat pergi ke kamarmu!""Baiklah, aku diam saja!" seru Olivia.Dia tidak ingin kembali ke kamarnya, dia juga ingin tetap berada di ruang tamu untuk melihat akhir dari masalah ini.Meskipun di