"Pamela, dulu, kamu melakukan begitu banyak perbuatan buruk dan mencelakai begitu banyak orang di desa. Sekarang, kamu malah menjadi menantu Keluarga Dirgantara dengan tenang di sini! Aku benar-benar menyesal sudah membesarkanmu!"Darius turun dari sisi penumpang mobil sport itu sambil memarahi Pamela dengan amarah yang masih menggebu-gebu, seperti sebelumnya.Wulan juga turun dari mobil dengan tampang senang atas penderitaan orang lain.Melihat kedatangan Darius dan Wulan, Pamela tetap tenang, dia berkata, "Paman Darius, apa maksud ucapanmu barusan? Perbuatan buruk seperti apa yang kulakukan? Hingga kalian repot-repot datang sekeluarga untuk menyerangku?"Darius menunjuk Pamela dengan penuh amarah sambil berseru, "Kamu nggak tahu apa yang kamu lakukan? Dulu, aku seharusnya membunuhmu supaya kamu nggak mempermalukanku! Dasar anak durhaka!"Anak durhaka? Pamela merasa bahwa kata-kata yang Darius gunakan untuk memarahinya sangat konyol.Darius tidak membesarkannya. Dari dulu, Darius juga
Tanpa sungkan-sungkan, Pamela berkata, "Kalau ada yang mau kalian katakan, katakan saja di sini. Kalau nggak mau, pergilah. Aku nggak mau buang-buang waktu di sini."Darius tidak senang melihat sikap Pamela yang arogan, jadi dia berseru, "Apa katamu? Pamela, jangan lupa, siapa yang membesarkanmu hingga sekarang!"Pamela merasa konyol mendengar ucapan Darius, dia pun berkata, "Tentu saja aku nggak akan melupakan siapa yang membesarkanku. Orang yang membesarkanku adalah Petapa Sujan dari kuil di desa, bukan kamu, Paman Darius.""Kamu!" Darius merasa marah hingga dia terdiam seribu bahasa, dia juga tidak bisa mempertahankan sikapnya sebagai seorang ayah angkat lagi ....Pada saat ini, Wulan berjalan maju dan merangkul lengan Darius. Dia membuang napas dan berkata dengan sinis, "Darius, sekarang, Pamela sudah menjadi menantu di Keluarga Dirgantara. Mana mungkin dia masih menganggap kita sebagai ayah dan ibu angkatnya!"Mendengar Darius menyebut dirinya sendiri sebagai ayah angkatnya, Pamel
Pamela tetap menggelengkan kepalanya dengan tegas, lalu pergi memapah Frida sambil berkata, "Nenek, dia benar-benar bukan ayahku."Frida bertanya dengan gelisah, "Kalau begitu, untuk apa mereka datang mencarimu? Apakah Nenek perlu mencarikan seseorang untuk membantumu menyelesaikan masalah ini?"Sikap Frida membuat Pamela merasakan kehangatan dalam hatinya. Pamela pun tersenyum sambil menggelengkan kepalanya lagi dan berkata, "Nenek, jangan khawatir. Aku akan menyelesaikan masalah ini dengan baik. Nenek baru makan, jadi Nenek istirahat saja di dalam!"Kemudian, Pamela kembali menoleh dan menatap Olivia yang masih berdiri di satu sisi."Olivia, sini, temani Nenek ke dalam, jangan biarkan Nenek khawatir," kata Pamela.Olivia jarang-jarang mendengar ucapan Pamela, tetapi dia menganggukkan kepalanya dan menggantikan Pamela memapah neneknya ke dalam.Frida masih merasa khawatir, tetapi melihat sikap cucu menantunya yang bersikeras agar dia tidak ikut campur, dia juga tidak mengucapkan apa p
Pintu mobil sport itu terbuka, lalu dua wanita turun dari mobil itu. Salah seorang wanita itu terlihat berusia sekitar 40 hingga 50 tahun, sedangkan wanita lainnya terlihat berusia 20-an tahun, keduanya berpakaian sangat sederhana.Gadis berusia 20-an tahun itu memiliki gaya rambut kepang dua. Dia mengenakan kemeja kotak-kotak dan celana denim yang sudah usang, sepatu kainnya juga sudah kotor.Pamela menatap kedua wanita itu berjalan mendekat dalam diam. Dia merasa bahwa kedua wanita ini tampak familier, tetapi dia tidak bisa mengingat di mana dia pernah melihat mereka.Ketika mereka berjalan mendekat, wanita yang lebih tua itu memelototi Pamela dengan penuh kebencian."Pamela, kamu hidup senyaman ini, tapi kamu membuat hidup putriku sengsara!" seru wanita itu.Dari ucapan ini, Pamela bisa mendengar bahwa kedua wanita ini memiliki hubungan ibu dan anak. Pamela mengamati "ibu" itu sambil bertanya, "Maaf, kamu siapa, ya?"Wanita yang lebih tua itu berkata dengan penuh kebencian, "Jangan
Reaksi Frida membuat Pamela merasa heran, tetapi juga terharu.Ucapan Frida benar. Orang-orang ini datang untuk mencari masalah di Kediaman Dirgantara. Sebelum mereka merasa cukup membuat masalah di hadapan Keluarga Dirgantara, mereka tidak akan berhenti berulah.Sambil memikirkan hal ini, Pamela menganggukkan kepalanya dan berkata, "Baiklah, sesuai ucapan Nenek saja."Frida juga menganggukkan kepalanya, mencapai kesepakatan dengan cucu menantunya. Dia berjalan maju dua langkah dan menunduk untuk melihat kedua wanita yang masih menangis sambil berlutut di lantai."Kalian berdua, jangan menangis. Kalau kalian menangis seperti ini sambil berlutut di depan Kediaman Dirgantara, orang lain akan mengira bahwa Keluarga Dirgantara sedang berduka!" kata Frida dengan serius.Kedua wanita itu merasa terintimidasi oleh sikap Frida yang tegas, sehingga suara mereka mengecil. Wanita yang lebih tua itu berkata, "Nyonya, kami bukan sengaja, tapi Pamela benar-benar membuat keluarga kami terlalu menyedi
Wanita itu meraih tangan putrinya. Dengan ekspresi sedih, dia membuang napas berat dan menangis sambil berkata, "Begini, Nyonya. Kami adalah penduduk Desa Morawa. Dulu, Nala, putriku dan Pamela bersekolah di SMA yang sama dan juga adalah teman sekelas."Pamela sedang meminum teh di samping Frida. Mendengar ucapan itu, Pamela menatap gadis yang terus menundukkan kepalanya itu. Sepertinya gadis ini benar-benar teman sekelasnya, tetapi gadis ini tidak familier baginya.Frida mengiakan ucapan itu dan berkata, "Putrimu teman sekelas Pamela pada masa SMA, terus?"Wanita itu melanjutkan ucapannya. "Pada masa SMA, prestasi Pamela sangat buruk. Dia nggak belajar dengan baik di sekolah, sering bolos dan bergaul dengan sekumpulan preman di luar sekolah," kata wanita itu.Frida mengernyit, dia tidak terlalu memercayai ucapan wanita itu. Dia pun menoleh dan menatap cucu menantunya yang patuh dan bijak itu, dia sama sekali tidak merasa bahwa Pamela adalah gadis nakal.Ekspresi Pamela tampak cuek. Sa
Wanita itu mengangkat kepalanya dari bahu putrinya dan menyeka air matanya dengan lengan bajunya sambil berkata, "Tanyakan saja! Mari kita lihat bagaimana kamu masih mau berdalih di hadapan kebenarannya!"Pamela tersenyum sinis sambil bertanya dengan tenang, "Tadi, kamu bilang putrimu adalah murid terbaik yang disukai semua guru. Kalau begitu, setelah nilainya nggak keluar dan kalian nggak mendapatkan penjelasan apa pun dari pihak sekolah, kenapa kamu nggak membiarkan putrimu mengulang setahun lagi?""Kalau putrimu benar-benar sehebat yang kamu bilang, dia bisa mengulang setahun dan mengikuti ujian lagi. Kalau begitu, dia juga bisa masuk ke universitas ternama atau bahkan universitas yang lebih baik lagi. Kalaupun dia gagal ujian, dia juga bisa mengambil jalur lainnya, dia nggak harus langsung mengikutimu bertani sejak usia muda, 'kan?"Ekspresi wanita itu berubah. Kemudian, dia memelototi Pamela dengan penuh kebencian dan berkata, "Kamu bicaranya gampang sekali, ya. Memangnya mengulan
Di satu sisi, Darius memegang kepalanya seakan-akan dia merasa malu dan berkata, "Aduh! Sungguh malang! Kenapa aku, Darius Alister, bisa mengadopsi seorang putri yang begitu nggak tahu malu?!"Jovita merangkul lengan ayahnya sambil berkata, "Ayah, jangan bersedih karena anak durhaka itu! Ayah masih memiliki aku!"Wulan juga menimpali ucapan putrinya. "Benar, Darius! Kita masih memiliki Jovita! Kalau soal Pamela, mari kita berharap agar dia bisa bertobat dan mengembalikan keadilan orang lain!"Karena wanita itu bercerita dengan sangat mendetail, Frida benar-benar mulai kebingungan. Dia menatap cucu menantunya sendiri, tidak ingin memercayai bahwa anak yang dia sukai adalah orang seperti itu ....Pamela tetap berkata dengan tenang, "Pernyataanku masih sama. Kalian boleh mengatakan bahwa aku merebut nilai ujian orang lain, bahwa aku menggugurkan kandunganku juga boleh! Tapi, keluarkan barang buktinya. Kalau nggak, semuanya hanya pencemaran nama baik!"Wanita itu berkata, "Buktinya adalah,