Agam tertawa dan berkata, "Itu disebut penindasan?"Pamela memasang ekspresi muram dan berkata, "Tindakan yang hanya mementingkan kepuasan sendiri tanpa menanyakan apakah orang lain bersedia atau nggak disebut penindasan!"Melihat ekspresi menyedihkan gadis-nya setelah mengalami mimpi buruk, pria itu mengusap-usap pipi gadis-nya dengan lembut dan berkata dengan lembut, "Hmm, oke, oke. Baik di dalam mimpi maupun di kenyataan, aku akui aku bersalah. Sayang, jangan marah lagi, ya?"Mendengar pria itu memanggilnya sayang dengan suara serak basah itu, hati Pamela langsung bergetar.Dia menatap mata pria di hadapannya ini, jelas-jelas sorot mata lawan bicaranya ini sangat tulus, sama sekali tidak ada tanda-tanda kebohongan.Dia sangat ingin bertanya pada pria ini mengapa tidak ingin mendaftarkan pernikahan dengannya.Namun, setelah berpikir sejenak, dia merasa kalau mengajukan pertanyaan pada pria di atas ranjang, jawaban yang diperolehnya pasti bukan jawaban jujur.'Kalau aku mengajukan per
Dimas tersenyum dan berkata, "Nona Olivia nggak perlu panik, Nyonya sudah membantu Nona membawa pulang tas yang baru Nona beli kemarin dan sudah meminta orang untuk meletakkannya di dalam lemari pakaian Nona."Setelah mendengar ucapan Dimas, Olivia baru menghela napas lega. Dia mengerutkan keningnya dan memelototi Pamela. "Pamela, kamu mempermainkanku!"Pamela menyesap buburnya dengan santai dan bertanya pada Olivia, "Kemarin kamu membagikan brosur bersama Ricky sampai jam berapa baru pulang?"Begitu mendengar Pamela menyebut nama Ricky, Olivia langsung tersipu seperti seorang bocah perempuan yang pemalu. "Ahem, sekitar jam delapan lewat!"Pamela menyunggingkan seulas senyum dan berkata, "Biasanya, sore hari sekitar jam lima atau jam enam saja, sudah nggak ada orang di depan gerbang sekolah, 'kan? Kalian pergi ke mana lagi?""Nggak pergi ke mana-mana, kami hanya berjalan-jalan santai saja," kata Olivia sambil menundukkan kepalanya dan memakan sarapannya. Ekspresi malu masih terpampang
Pamela sudah merasa kenyang. Dia mengangkat gelasnya, lalu meneguk seteguk air putih baru berkata, "Bukan anak kecil, melainkan Olivia."Ricky tertegun sejenak, lalu mengerutkan keningnya dan berkata, "Kak Pamela, Olivia adalah anak kuliah. Aku hanya menerima anak sekolah menengah pertama dan anak sekolah dasar.""Kamu hanya perlu memberinya bimbingan seperti membimbing anak sekolah dasar.""Eh .... Bagaimana bisa seperti itu? Dia adalah anak kuliah, apa nggak aneh kalau aku memberi bimbingan padanya materi anak sekolah dasar?"Pamela memasang ekspresi tulus dan berkata dengan sungguh-sungguh, "Sejak kecil, adik kami yang satu ini nggak belajar dengan sungguh-sungguh, ilmu pengetahuan dasar saja belum dia kuasai. Tanpa perlu aku katakan padamu, kamu juga tahu bagaimana nilai mata pelajaran kuliahnya, 'kan?"Ricky mengerti, nilai-nilai mata kuliah Olivia memang buruk, sudah biasa kalau dia tidak lulus ujian.Pamela berkata, "Sebenarnya, lahir di keluarga dengan latar belakang sebaik ini
Walaupun biasanya Marlon tampak seperti orang yang tidak serius, tetapi dia sangat serius dan sungguh-sungguh alam bekerja. "Bos, jangan khawatir. Setiap hari aku akan mengutus orang untuk mengawasi proses pembangunan proyek ini."Tentu saja Pamela memercayai kemampuan kerja Marlon. Hanya saja, kalau dia tidak datang memeriksa secara langsung, dia merasa tidak tenang.Melihat Pamela jauh lebih serius dari sebelumnya, Marlon tertawa dan berkata dengan nada bercanda, "Bos, sepertinya kamu benar-benar sangat memedulikan Pak Agam-mu, ya! Kamu sangat memperhatikan tempat kerjanya kelak."Pamela mengerutkan keningnya, "Hal yang aku pedulikan adalah apakah hasil dari pembangunan yang dilakukan oleh perusahaan kita bisa memuaskan pelanggan atau nggak. Aku bisa menggambar ulang desainnya, tapi bangunan nggak mungkin dirobohkan untuk dibangunkan kembali!"Marlon tersenyum penuh arti, lalu menyodorkan sebotol air mineral kepada Pamela. "Hmm, aku sudah mengerti. Jangan khawatir, di sini ada aku ya
Pamela berkata, "Hmm, keponakanku."Marlon mengerutkan keningnya, lalu menyunggingkan seulas senyum penuh arti dan berkata, "Bos, sejak kecil kita tumbuh bersama di pedesaan. Jelas-jelas kamu nggak punya keponakan. Kalau aku nggak salah tebak, seharusnya wanita itu adalah keponakan Pak Agam, 'kan? Bos, kamu benar-benar menganggap keluarga Pak Agam seperti keluargamu sendiri."Pamela memutar matanya dan berkata, "Intinya, kamu nggak boleh menyentuhnya. Dia adalah wanita baik, kamu nggak boleh mempermainkan perasaannya. Awas saja kalau kamu sampai berani menyentuhnya, akan kuhajar kamu."Tentu saja Marlon takut dihajar oleh bosnya. Namun, dia tetap menunjukkan ekspresi cemberut dan berkata, "Bos, kamu ini bicara apa? Dia adalah wanita baik, apa aku bukan pria baik?"Pamela tumbuh bersama Marlon, dia sudah sangat mengenal karakter pria itu.Malas menanggapi akting Marlon lagi, Pamela berdiri tegak dan berkata, "Aku pergi dulu."Marlon mengikutinya dari belakang dan berkata, "Bos, tunggu!
Sejak awal Kalana tidak pernah berniat baik padanya, sekarang lebih tidak memungkinkan lagi.Pandangan Pamela tertuju lurus ke depan, dia menjawab dengan santai, "Sepertinya kita nggak searah."Kalana menyunggingkan seulas senyum ramah dan berkata, "Nggak searah, aku juga bisa secara khusus mengantarmu. Kita sudah sangat akrab, mengantarmu saja bukan masalah besar.""Nggak perlu repot-repot.""Kak Pamela, apa kamu takut padaku?"Pamela terkekeh pelan dan berkata, "Kenapa aku harus takut padamu? Takut apa?"Seulas senyum polos tetap terpampang dengan jelas di wajah Kalana. "Takut aku membalas dendam padamu. Hehe, Kak Pamela, kamu jangan khawatir. Setelah mengalami kejadian terakhir kali, biarpun aku ingin membalas dendam padamu, aku juga nggak akan memilih sekarang dan nggak akan membiarkan sesuatu terjadi padamu di mobilku. Kalau sampai hal seperti itu terjadi, bukankah aku sendiri juga yang rugi? Aku nggak sebodoh itu. Aku nggak akan melakukan hal yang merugikan tanpa ada keuntunganny
Begitu mendengar ucapan Pamela, Kalana langsung mengerutkan keningnya. Senyuman "polos" di wajahnya hampir tidak bisa dia pertahankan lagi.Karena tidak berhasil mendapatkan jawaban yang diinginkannya dari kakaknya, dia baru berpikir untuk mencari informasi dari Pamela. Namun, makna tersirat dari ucapan Pamela seolah-olah sedang menyindirnya sudah tidak mendapat kasih sayang dari kakaknya.Kalana tidak ingin Pamela merasakan keberhasilan menyindirnya, jadi dia berpura-pura menjawab dengan tenang, "Hmm, ucapan Kak Pamela benar. Nanti aku akan menanyakan secara langsung pada kakakku."Selesai mengucapkan beberapa patah kata itu sambil tersenyum, Kalana mengalihkan pandangannya ke arah luar jendela mobil. Saat itu pula, ekspresi ganas dan kejam tampak jelas di wajahnya, giginya juga terkatup rapat."Kak Pamela, kita sudah sampai di perusahaan keluargaku. Sekarang aku akan naik ke lantai atas untuk mengantarkan makan siang kepada kakakku. Apa kamu mau ikut bersamaku?"Pamela bersandar di k
Setelah berpikir sejenak, Calvin berkata, "Nona Kalana, tunggu sebentar, aku masuk ke dalam untuk beri tahu Tuan Jason terlebih dahulu."Diam-diam, Kalana menyunggingkan seulas senyum penuh kemenangan. Dia mengira dirinya sudah berhasil. Selama Calvin masuk ke dalam dan memberi tahu kakaknya dia sudah mulai menyesali perbuatan dan memperbaiki kesalahannya, kakaknya pasti tidak tega bersikap dingin padanya lagi.Seperti yang diharapkan oleh Kalana, tak lama kemudian, Jason keluar untuk menemuinya secara pribadi."Kak! Aku datang membawakan makanan kesukaan Kakak!" Seperti dulu, Kalana langsung melemparkan dirinya dalam pelukan Jason dan bermanja-manja dalam pelukan kakaknya.Namun, Jason malah meliriknya dengan tatapan dingin dan mendorongnya. Dia mengamati sekeliling dengan serius dan berkata, "Di mana Pamela? Bukankah dia datang bersamamu?"Kalana tertegun sejenak, kenapa fokus kakaknya juga Pamela?!"Hmm .... Kak Pamela sedang menungguku di dalam mobil di lantai bawah. Kak, aku sudah