Pertunjukan kembang api sudah berakhir, angin mulai bertiup ....Dikarenakan suara kembang api yang nyaring, semua orang yang menyaksikan di balkon tidak menyadari kedatangan Kalana.Begitu masuk, mereka melihat Pamela dan Andra sedang duduk di sofa sambil mengobrol, tetapi tidak ada Agam.Derry duduk dan bertanya, "Pamela, di mana Agam?"Pamela mengarahkan dagu ke arah tangga. "Ke atas."Adsila langsung duduk di sebelah Pamela. "Kenapa Paman ke atas dan tinggalkan Bibi sendirian di sini?"Pamela sibuk meneguk jus dan tidak menjawab.Adsila yang masih kecil mudah teralihkan pikirannya. Adsila memperlihatkan rekaman pertunjukan kembang api biru yang diambil barusan pada Pamela. "Bibi, lihat. Bagus, 'kan?"Pamela melihat ponsel itu. Adsila membagikan rekaman tersebut ke status WhatsApp dan memperoleh jumlah like yang sangat banyak.Pamela mengangguk seraya memuji, "Ya, teknik fotografimu bagus sekali!"Adsila menjadi girang. "Hahaha! Bagus, 'kan? Aku juga merasa begitu!"Kemudian, Adsila
Derry meneruskan, "Heran sekali. Jason biasanya begitu sombong, nggak mungkin akan begitu ramah! Ada yang aneh! Jangan-jangan Jason sengaja mau rebut istrinya Agam untuk membantu adiknya balas dendam?"Eric menjawab, "Mending kamu jadi sutradara."Derry menjadi kesal. "Oke, nggak usah bicara dengan kamu, nggak seru!"Adsila selesai membalas komentar teman-teman. Hatinya berbunga-bunga karena dipuji memiliki teknik fotografi yang luar biasa. Adsila ingin pamer lagi.Oleh karena itu, Adsila membuka fitur swafoto di ponsel dan merangkul Pamela seraya berkata, "Bibi, ayo, kita foto berdua! Nanti aku akan bikin status kalau aku sudah punya bibi!"Pamela tersenyum tak berdaya, terpaksa untuk memenuhi permintaan keponakan.Akan tetapi, Adsila tidak puas terhadap hasil foto di ponsel. "Ah! Piksel dari kamera depan memang jelek! Harus pakai kamera belakang! Bibi, ayo foto lagi!"Sebelum sempat menolak, Pamela diajak untuk berfoto lagi.Adsila masih tidak puas. Kekurangan tadi adalah piksel dari
Jason melamun sambil melihat foto itu."Kak Andra, kalian sedang foto?"Suara Kalana yang lembut dan penasaran tiba-tiba datang dari belakang Andra.Andra duduk di sofa sambil melihat foto yang diambil barusan. Kalana turun dan berjalan ke belakang Andra, pas melihat foto itu.Andra menoleh pada Kalana dan tersenyum. "Kalana! Ya, kami sedang foto barusan. Mau foto bareng?"Kalana menggeleng. "Nggak, aku nggak dandan hari ini, jelek kalau difoto."Andra menghiburnya, "Omong kosong, Kalana sudah cantik tanpa dandan."Adsila melirik pada Kalana, lalu menjulurkan lidah dan memutar mata. Adsila menggerutu, "Cih, bisa-bisanya dia bilang dia nggak dandan! Dia pikir kita semua nggak bisa lihat dandanan di wajahnya?"Pamela minum jus dengan acuh tak acuh. Kalana berpura-pura sepanjang waktu, hal itu tidak mengherankan.Mendengar gerutuan Adsila, Kalana menoleh ke arah mereka. Kalana pun melihat Jason yang duduk di sana. "Kakak juga di sini?"Ekspresi Jason menjadi serius ketika melihat Kalana y
Kalana berhenti lagi. "Kak Pamela panggil aku?"Pamela mengangkat alis seraya berkata, "Kalau dia haus, aku sarankan kamu ambilkan air mineral. Air soda nggak bisa melepas dahaga, dia juga nggak suka."Tebersit kejengkelan dalam tatapan Kalana. "Oh, ya? Tadi Agam sendiri bilang mau minum air soda. Kak Pamela sepertinya nggak begitu mengenal Agam."Pamela tersenyum acuh tak acuh dan minum jus. "Baiklah, terserah kamu."Tidak peduli bagaimana Kalana menyindir atau memprovokasi, Pamela selalu kalem seolah-olah itu bukanlah apa-apa. Hal itu sangat menjengkelkan!Kalana jengkel dalam hati, lalu pergi ke lantai atas membawa air soda.Setelah Kalana pergi, Jason menoleh pada Pamela. Kekhawatiran tersirat dalam tatapannya. Kemudian, Jason beranjak dari sofa dan menyusul Kalana ke atas.Begitu Jason pergi, Andra bergegas duduk di sebelah Pamela.Andra mengambil sepotong jeruk dari piring buah dan memberikannya pada Pamela seraya tersenyum. "Lala, ayo makan jeruk, ademkan dirimu."Pamela melirik
Agam menoleh pada Jason, terkejut pada sikapnya yang berubah drastis. "Kamu bisa?"Jason berjalan ke sisi ranjang dan menatap Revan. "Kenapa nggak? Revan memang adalah tanggung jawab Keluarga Yanuar, tapi malah merepotkanmu."Agam memicingkan mata karena heran.Sebelumnya, Jason selalu memberi tekanan pada Agam supaya menemani Kalana lebih sering. Hari ini sungguh aneh.Kalana pun mengernyit setelah mendengar ucapan Jason. "Kenapa Kakak naik? Ehm ... nggak perlu temani Kak Andra dan yang lain?"Jason melirik Kalana sekilas, lalu berucap, "Biar Agam saja yang turun dan temani mereka. Agam adalah tokoh utama acara hari ini."Kalana terdiam karena memahami maksud "tokoh utama" yang dikatakan Jason. Wajahnya menjadi masam.Kalana merasa sangat enggan!Kalana enggan membiarkan Agam turun dan menemani Pamela!"Kak, Revan sangat membutuhkan Agam dan demamnya baru turun sedikit. Kalau Agam pergi, aku khawatir Revan akan cemas dan demam lagi ...."Alih-alih menjawab Kalana, Jason mendekati Reva
Oleh karena itu, Kalana meneteskan air mata seraya berkata, "Kakak, aku salah, aku memang nggak merawat Revan dengan baik, tapi kumohon, jangan membawa Revan pergi dariku. Aku jamin aku akan belajar menjadi ibu yang layak dan merawat Revan dengan baik!"Jason memijat kening karena adiknya yang selalu membuat masalah. "Oke, kamu jaga Revan dulu, aku pergi angkat telepon."Jason hendak berjalan ke luar membawa ponselnya yang bergetar. Tepat saat itu, Revan meraih tangan Jason dengan gemetar dan berkata dengan lemas, "Paman, jangan pergi ...."Revan sangat takut, takut akan berduaan dengan ibu setelah paman pergi.Ibu akan menjadi sangat mengerikan ketika tidak ada orang lain!Jason tidak mengetahui apa ketakutan Revan. Jason mengelus pipi Revan dan berkata dengan suara rendah, "Revan, Paman angkat telepon di luar sebentar, biar Ibu temani kamu dulu. Paman akan segera kembali untuk temani Revan."Tatapan Revan penuh rasa takut dan tampak ingin menangis. "Paman, jangan pergi. Revan takut .
Saat turun, Agam melihat Andra sedang duduk di sebelah Pamela dan berinisiatif mengambilkan banyak kue untuk Pamela.Agam mengernyit dan berhenti."Sini."Semua orang yang sedang mengobrol tiba-tiba menjadi diam saat mendengar suara itu.Pamela makan dengan lahap. Begitu menoleh, Pamela melihat Agam sedang memelototinya dengan ekspresi suram. Pamela lanjut makan kue.Melihat Pamela sibuk makan, Agam mengernyit dan berkata lagi, "Cepat sini."Baru setelah itu, Pamela beranjak dari sofa, berjalan mengitari meja menuju Agam sambil membawa kue. "Kenapa? Baru turun langsung marahi aku!"Agam merangkul pinggang Pamela yang ramping dan mengambil kue yang dipegang oleh Pamela. Kemudian, Agam menegurnya, "Sudah kubilang nggak boleh makan yang manis-manis, 'kan?"Pamela cemberut dan menjawab, "Kamu nggak turun-turun dari tadi, aku bosan dan nggak boleh minum bir. Makan kue pun nggak boleh?"Hati Agam pilu karena menyadari kesalahan sendiri."Ya, maafkan aku membuatmu menunggu terlalu lama. Kamu
Eric bertanya lagi, "Siapa yang mengemudi?"Agam menoleh pada Adsila yang barusan memberi usulan berlutut di atas durian. "Sila.""Hadir!" Adsila bergegas mendekat.Agam langsung melemparkan kunci mobil pada Adsila.Adsila hanya minum jus hari ini, tidak berani minum bir karena ada Agam.Adsila mengambil kunci mobil dan memutar mata. "Paman baru akan kepikiran aku kalau ada hal begini!"Agam menyeletuk, "Jangan basa-basi. Di luar berangin, kemudikan mobil ke depan aula!""Oh!" Adsila dengan patuh berjalan ke luar membawa kunci mobil.Adsila sangat memaklumi kekhawatiran Agam bahwa Pamela akan kedinginan karena angin malam.Wah! Sungguh mengharukan! Tak disangka Agam yang cuek bisa menjadi begitu lembut dan perhatian setelah menemui cinta sejati!Sebelumnya, Adsila justru khawatir Agam akan melajang seumur hidup!Adsila mengemudikan mobil ke depan aula dan membunyikan klakson untuk mengingatkan orang-orang di dalam.Setelah mengangguk pada Eric dan yang lain, Agam merangkul Pamela seray
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen