Melihat ekspresi kebingungan Pamela, Agam menyipitkan matanya dan mendengus dingin. "Sepertinya kamu masih belum tahu kamu salah paham padaku dalam hal apa?"Pamela tersadar kembali, lalu menatap pria di hadapannya dan berkata, "Coba kamu katakan, aku salah paham apa padamu?"Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Agam menyerahkan sebuah amplop dokumen kepadanya.'Apa lagi ini?'Pamela mengerutkan keningnya dengan kebingungan, lalu mengulurkan tangannya untuk menerima amplop dokumen tersebut. Dokumen di dalamnya tertulis dengan bahasa asing.Kebetulan, Pamela mengerti bahasa asing yang tertulis dalam dokumen tersebut. Judul dokumen dapat diartikan sebagai kontrak perjanjian adopsi, di bawahnya tertulis rincian-rincian yang berhubungan dengan adopsi.Selain itu, di sebelah kiri atas dokumen ada sebuah foto. Bocah lelaki di foto itu adalah anak kecil yang bersama Kalana sebelumnya.'Bocah lelaki itu adalah ... anak adopsi?'Pamela mengerutkan keningnya. Dia mendongak dan menatap Agam dengan
Agam melanjutkan kata-katanya. "Aku tahu sebagai seorang pria yang sudah menikah, menemani wanita lain ke luar negeri untuk mengadopsi seorang anak adalah tindakan yang nggak benar. Itulah alasannya aku nggak memberitahumu.""Tapi, aku nggak mungkin menolak permintaan Kalana ini, karena kala itu demi menyelamatkan nyawaku, dia sendiri terkena racun mematikan, sehingga kondisi tubuhnya sangat buruk dan berakhir dengan nggak bisa memiliki anak lagi.""Jadi, aku selalu merasa berutang besar padanya dan berusaha untuk menoleransi tindakan-tindakan buruknya."Pamela sudah jauh lebih rileks, dia mendengar Agam berbicara dengan tenang."Sebelumnya kamu pernah bertanya padaku Kalana sudah kehilangan apa. Aku nggak memberitahumu karena aku sudah berjanji pada Keluarga Yanuar nggak akan memberi tahu orang lain mengenai Nona Keluarga Yanuar nggak bisa memiliki anak kepada orang lain.""Tapi, aku sadar aku salah. Kamu bukan orang lain. Seharusnya aku jujur padamu dan memberitahumu semua ini lebih
Bibir Pamela tampak bergerak-gerak. "Oke, oke, kami hanya berteman."Mendengar Pamela berbicara dengan jujur, duri tajam yang selama ini menyesakkan dadanya akhirnya lepas juga."Kenapa kamu berbohong padaku?" tanya Agam dengan tidak senang.Pertanyaan pria itu membuat perasaan Pamela campur aduk. Dia sengaja memalingkan wajahnya dan berkata, "Saat itu, aku mengira kamu dan Kalana adalah pasangan. Selain itu, kalian sudah memiliki anak. Jadi, aku nggak ingin kamu menggangguku lagi. Aku nggak ingin menjadi orang ketiga, simpanan atau semacamnya ...."Agam mendengus dingin dan berkata, "Di matamu, apa aku adalah seorang pria yang akan mencari simpanan di luar?"Pamela memutar matanya dan berkata, "Mana kutahu! Ibarat buku nggak boleh dilihat dari sampulnya, aku baru mengenalmu sekitar tiga bulan, bagaimana mungkin aku bisa tahu kamu adalah orang seperti apa?!"Begitu dia selesai berbicara, dia merasakan pergerakan pria itu. Secara naluriah, Pamela menggeser mundur seolah-olah takut dihaj
Pamela bisa merasakan detak jantung pria di hadapannya ini stabil, itu artinya pria ini tidak berbohong padanya.Namun, Pamela malah menunjukkan ekspresi mempermainkan dan berkata, "Paman, kamu sudah berusia tiga puluhan tahun, kenapa kamu nggak pernah berpacaran?"Agam memasang ekspresi muram dan berkata dengan nada dingin, "Aku sibuk, nggak punya waktu."Pamela mengerutkan keningnya dan berkata, "Ya ampun, sayang sekali pria sepertimu sudah menyia-nyiakan wajah tampanmu! Paman, saat kamu masih muda, kamu pasti sangat tampan, 'kan? Ah, sayang sekali! Sayang sekali, usia terbaikmu sudah berlalu!"Sorot mata Agam berubah menjadi gelap. "Kenapa? Apa sekarang aku sudah sangat tua?"Melihat sosok pria dewasa yang mengenakan setelan jas dengan rambut tertata rapi ini, sebenarnya dalam lubuk hatinya, Pamela merasa pria di hadapannya ini masih sangat tampan. Namun, dia sengaja menganggukkan kepalanya dan berkata, "Hmm, ya, begitulah ...."Ekspresi Agam langsung berubah menjadi muram. Seolah-o
Agam menyipitkan matanya dan menatap wanita di hadapannya, lalu tertawa dingin dan berkata, "Nona Pamela, anak dalam kandunganmu adalah anakku, kenapa kamu malah mengatakan kamu nggak ada hubungannya denganku? Beri tahu aku, pria normal manakah yang bisa terima ibu dari anaknya tinggal bersama pria lain di luar sana?"Pamela tidak bisa menyangkal ucapan Agam.Seperti dugaannya, dia tidak bisa membiarkan pria itu mengetahui dirinya sudah hamil.Kalau pria itu sudah tahu dirinya hamil, tidak peduli apakah anaknya tetap dipertahankan atau tidak, pria itu tidak akan melepaskannya lagi ........Tak lama kemudian, Ervin sudah melajukan mobil ke kompleks tempat tinggal Pamela, yaitu Kompleks Perindum.Setelah terlepas dari pelukan Agam, Pamela keluar dari mobil dan berjalan ke gedung tempat tinggalnya.Sementara itu, seorang pria yang tinggi dan tegap mengikutinya dari belakang, ikut bersamanya naik ke lantai atas.Karena situasi sudah seperti ini, Pamela sendiri mengetahui dengan jelas bahw
Namun, karena tempat ini adalah tempat tinggal Pamela bersama pria lain, dia tetap sangat tidak menyukai tempat ini.Melihat ada beberapa buku di rak buku yang terletak di samping sofa, karena merasa kebosanan, Agam mengambil sebuah majalah dan melihat-lihat majalah tersebut."Meong."Tiba-tiba, terdengar suara kucing di dekatnya.Begitu mendengar suara itu, Agam langsung mendongak. Dia melihat seekor kucing gemuk berwarna putih sedang menatapnya dengan tatapan waspada, bahkan pergerakan kucing menggemaskan itu juga tampak waspada seperti sedang menghadapi musuh.Agam mengerutkan keningnya dan menatap kucing yang tampak tidak menyukai kehadirannya itu, seolah-olah hanyut dalam pemikirannya sendiri.Dia tidak pernah memelihara hewan peliharaan, juga tidak menyukai makhluk yang berbulu.Namun, mengingat kucing itu adalah kucing peliharaan gadis-nya, kasih sayang terhadap kucing itu pun menyelimuti hatinya.Setelah berpikir sejenak, dia menutup majalah dalam genggamannya, lalu mengulurkan
"Terima kasih atas kerjasamanya, Tuan Agam!"Sebenarnya, Marlon memahami makna ucapan Agam tidak sesederhana kedengarannya. Namun, dia tidak memahami detail ucapan pria itu, jadi dia hanya bisa menjawab apa adanya.Walaupun dua pria itu tidak mengucapkan sepatah kata pun lagi, tetapi suasana di ruang tamu sangat tegang, seolah-olah pertanda badai akan menerjang ....Untung saja, Pamela keluar dari kamar dengan menarik kopernya tepat waktu dan memecah keheningan tak biasa ruang tamu itu."Paman, aku sudah selesai membereskan barang-barangku!"Tanpa menunjukkan ekspresi apa pun, Agam hanya sedikit menganggukkan kepalanya, lalu bangkit dari sofa dan berjalan ke arahnya.Marlon juga ikut bangkit dari sofa, lalu bertanya dengan ekspresi "penuh cinta", "Sayang, kenapa kamu keluar dengan menarik koper? Kamu mau ke mana? Kenapa nggak memberitahuku?"Pamela melirik Marlon yang sedang berperan layaknya seorang suami yang sangat mencintai istrinya, sudut bibirnya tampak berkedut, lalu dia berkata
'Sudahlah, nggak perlu melakukan hal yang merugikan diri sendiri!'Setelah tiba di halaman kediaman Keluarga Dirgantara, Pamela keluar dari mobil.Ervin segera mengeluarkan kopernya dari bagasi mobil, sedangkan Pamela sendiri berdiri mematung di samping mobil sambil memandangi tempat yang sudah lama ditinggalkannya. Dia berdiri mematung cukup lama tanpa melangkahkan kakinya.Agam menyelipkan tangannya ke dalam saku celananya, lalu menatap Pamela dan berkata, "Kenapa kamu masih melamun di sana? Kamu nggak mau masuk?"'Ya, aku memang nggak mau masuk!' Pamela melirik pria itu sekilas, lalu melangkahkan kakinya menuju ke pintu utama kediaman Keluarga Dirgantara ....Berdasarkan karakter pria itu, kalau dia tidak berinisiatif berjalan sendiri, pria itu pasti akan menggendongnya dan membawanya masuk ke dalam secara paksa!Melihat sosok bayangan Pamela yang tampak kooperatif sekaligus melangkahkan kakinya dengan enggan itu, Agam mengerutkan keningnya seolah-olah memikirkan sesuatu. Kemudian,