Pamela sadar dan berkata, "Nggak ada. Tunggu saja di sini bersama Tuan Agam. Aku akan pergi dulu."Setelah mengatakan itu, Pamela ingin naik taksi dan pergi dulu.Akan tetapi, Justin menarik Pamela lagi. "Kenapa kamu pergi dulu? Kak Agam baru saja mengatakan dia akan memberi lota tumpangan, untuk apa menghabiskan uang naik taksi?"Pamela berkata, "Aku benar-benar nggak sabar mau kembali ke perusahaan."Justin tidak setuju. "Kenapa terburu-buru? Bukankah semua pekerjaan sudah selesai?"Pamela menggerakkan bibirnya. "Pekerjaan pagi sudah selesai, masih ada pekerjaan untuk sore hari! Apa Tuan Muda Justin pikir bekerja itu gampang?"Justin sama sekali tidak memercayai alasan yang Pamela katakan, lalu menatap wajahnya dengan tatapan seolah menyelidiki."Pamela, kamu terburu-buru pergi karena takut menghadapi Kak Agam, 'kan?"Pamela, "..."Justin mengira Pamela telah memahami sesuatu dan mengangkat dagunya. "Kenapa? Nggak bisa terima sekarang Kak Agam sudah bersama kakakku? Sebenarnya, aku s
Rak menutupi sosok tubuhnya yang kurus.Pria itu mengerutkan kening.Setelah memberi barang, Agam juga tidak tertarik pada barang lain, sehingga langsung bangkit.Toko antik segera mengantarnya dengan hormat. "Tuan Agam, kalau butuh bantuan, silakan kemari. Aku sudah suruh orang untuk membawa vas bunga ke mobil Anda.""Baik."Pria itu berjalan secara perlahan.Justin melihat pria itu keluar, sehingga memanggil Pamela ikut keluar dan naik ke mobil pria....Setelah naik ke mobil Agam, Pamela duduk diam di tepi jendela sambil bermain ponsel. Justin duduk di tengah Pamela dan Agam.Justin memiliki sifat seperti anak kecil, sehingga tidak bisa menyembunyikan sesuatu dan bertanya dengan penasaran, "Kak Agam, apa vas bunga yang kamu beli barusan tadi mau dihadiahkan sebagai kado ulang tahun kakakku?"Agam mengiakannya dengan ekspresi datar.Justin kegirangan. "Sudah aku tebak! Sebab, aku nggak pernah dengar Kak Agam tertarik pada barang antik. Malahan kakekku suka mengoleksi benda-benda tua
Justin berkata dengan gugup, "Kak, tadi pagi aku ... aku kecapekan mengerjakan tugas sekolah, jadi pergi jalan-jalan, agar otakku beristirahat ....""Kecapekan mengerjakan tugas?"Jason seolah-olah mendengar sebuah lelucon. Dia tersenyum setengah dan menyipitkan mata dengan ganas. "Nggak satu pun jawaban soal yang benar, masih berani beristirahat? Kalau otak beristirahat lagi, kamu sudah boleh keluar dari perusahaan. Apa bedanya dengan nggak punya otak?"Justin menundukkan kepala dengan malu. "Aku ...."Jason memelototi adiknya yang tidak berprestasi ini dengan tatapan kecewa. "Sekarang segera pergi mengerjakan tugas. Sebelum aku pulang, kamu setidaknya harus mengerjakan dua soal .... Kalau nggak, bukan hanya kartu bank kamu dinonaktifkan secara sementara!""Oh, baik ...." Setelah dipermalukan, Justin membalikkan badan dengan marah. Dia juga segan untuk menatap Pamela dan bergegas pulang.Setelah Justin pulang, Pamela melihat Jason tetap duduk di kursinya, sama sekali tidak berniat unt
Sudahlah, demi menyelidiki masalah ibunya, dia terpaksa sabar saja!Besok sudah bisa bertemu dengan orang tua ibunya, yaitu kakek dan neneknya. Mungkin dia bisa mendapat informasi pada masa lalu dari keluarga orang tua ibunya.Maka bisa makin mendekati kebenaran.Tiba di depan pintu kantornya, Jason tiba-tiba berhenti dan menoleh ke samping, lalu berkata, "Selain itu, setelah pertimbangan, proposal pemasaran yang kamu buat pagi ini bisa diterima. Buat persiapan untuk melaksanakannya saja."Pamela tersentak, lalu merapikan seragam sambil tersenyum. "Baik, Pak Jason."Jason langsung mendorong pintu keluar tanpa menghiraukannya.Setelah Jason keluar, tinggal Pamela seorang diri di dalam kantor.Dia duduk di kursi dirinya dan meraba perutnya secara refleks. Perutnya masih ramping dan tidak menonjol.Namun, kenapa kata-kata Jason barusan tadi seperti sudah tahu bahwa dia telah hamil? Selain itu juga bermaksud menyuruh dia untuk aborsi!Apakah Kalana mengatakan sesuatu pada Jason pada pagi t
Justin menyilangkan lengan dan meletakkan kedua kakinya ke meja kantor Pamela dengan lancang. Dia sama sekali tidak terlihat takut seperti saat berada di depan kakaknya.Pamela malah sibuk dengan pekerjaan sendiri dan tidak menghiraukannya.Saat melihat Pamela tidak merespons, Justin mengerutkan kening dengan kesal dan duduk dengan benar. Dia mengetuk meja Pamela dengan keras. "Hei! Pamela, aku sedang bicara sama kamu!"Pamela meliriknya dengan cuek. "Kenapa? Terus terang saja kalau mau aku ajarin kamu!"Justin mengedipkan mata dan mendengus dengan bangga. "Apa aku pernah suruh kamu ajarin aku?""Oh, kalau begitu aku terlalu banyak pikir." Pamela melanjutkan pekerjaan dan tidak menatapnya lagi.Ekspresi bangga pada wajah Justin memudar ketika melihat Pamela tiada respons lagi. "Pamela, sekarang kakakku menonaktifkan semua kartu bank aku, tapi perlu mengikuti sebuah pertandingan E-sport yang sangat penting di Kota C pada akhir bulan ini. Sekarang aku bahkan nggak ada uang untuk beli tik
Aneh juga, sebelumnya kakak Justin mengupah berbagai guru terkenal dengan harga tinggi, tetapi Justin tak kunjung memahami penjelasan mereka. Begitu Pamela menggambarkannya, dia bisa memahami dengan mudah!Setelah menjelaskan sebuah persoalan, Pamela mendorong kertas A4 itu ke depan Justin. "Baiklah, aku sudah selesai menjelaskannya. Rumus yang diperlukan juga sesuai dengan yang digunakan pada ujian sekarang. Kamu tinggal menggunakan rumus ini untuk soal lainnya. Setelah selesai juga nggak perlu tunjukkan padaku, langsung kemukakan kepada kakakmu saja!"Jarang Justin mendengarkan dengan serius seperti ini. Dia mengerjakan ulang lembaran soal yang hampir dirobek oleh kakaknya ....Mengerjakan soal di sisi Pamela tidak begitu tegang dan stres seperti mengerjakan soal di sisi Jason. Setelah menjadi rileks, Justin malah merasa lebih mudah berkonsentrasi dalam berpikir. Mulai sekian persoalan yang awalnya sama sekali tidak mengerti, hingga bisa memahami arti dari persoalan, juga tahu bagaim
"Benar, aku sendiri yang mengerjakannya ...." Justin mengangguk dan bertanya dengan gemetar, "Kak, apa kali ini aku benar?"Siapa sangka, Jason malah menampar lembar ujian itu ke meja. "Aku suruh kamu tingkatkan diri, bukan suruh kamu bertindak curang!"Justin terperanjat dan mundur dengan ekspresi bingung. "Kak, aku nggak curang!""Tadi masih belum bisa mengerjakan satu soal pun, baru berapa lama sudah mengerjakan sekian banyak soal?" Jason memelototi Justin dengan rasa kecewa. "Siapa yang kamu coba bodohi?"Bagaimana mungkin Justin mengerjakannya sendiri?Awalnya Justin tidak hanya salah semua, bahkan kesalahannya keterlaluan. Begitu dilihat sudah tahu bahwa dia sama sekali tidak mengerti ilmu dasar, sehingga bahkan tidak perlu menjelaskan kesalahannya!Sekarang bisa dikatakan hampir 80% dari lembaran ujian ini benar. Berdasarkan kemampuan anak ini, sama sekali mustahil!Setelah dicurigai kakaknya, Justin sudah tahu berapa jawabannya yang benar, sehingga membuat kakaknya merasa dia c
Dengan segera terdengar suara Justin yang sombong dari ponsel. "Halo? Siapa ini?"Pamela berkata, "Tuan Muda Justin, ini aku."Begitu mendengar suara Pamela, nada bicara Justin langsung berubah agak tinggi. "Pamela, kamu sudah pulang kerja?"Pamela mengiakannya, "Ya, segera, masih kurang dari 10 menit.""Baik! Kalau begitu, aku sekarang pergi jemput kamu. Nanti kamu naik mobil di gang sekitar perusahaan. Ingat untuk menghindar dari kakakku!" perintah Justin.Pamela agak merasa agak heran. "Bukannya melakukan hal yang memalukan, kenapa harus mengelak dari Pak Jason?"Justin agak gagap. "Ehm ... karena ... kakakku nggak suka aku terlalu dekat denganmu, jadi nggak boleh sampai dia tahu bahwa aku yang membawa kamu ke jamuan kakekku! Lebih baik kamu mengelak darinya saja! Kalau nggak, aku bakal ditegur kakakku lagi!"Pamela menyindir, "Ternyata begitu ya!"Justin seperti merasa tidak baik, sehingga menambahkan, "Kamu juga jangan tersinggung. Sekarang kakakku masih ada prasangka terhadapmu,