Agam melihatnya dari posisi yang lebih tinggi dan matanya terlihat sangat dingin ketika mengatakan, "Di rumah sakit, kusuruh pergi, kamu nggak mau. Di kedai makan, suruh naik mobil juga nggak mau. Setelah aku selamatkan, kamu masih membalas kebaikanku dengan ingin menghajarku. Kurasa orang-orang tadi memang seharusnya menghabisi Nona Pamela. Dengan begitu, di kehidupan berikutnya Nona Pamela akan lebih punya hati.""Siapa yang mau menghajarmu? Tadi aku nggak tahu bahwa orang yang datang adalah kamu." Pamela mengerutkan dahinya dan tiba-tiba saja menyadari ada yang tidak beres. "Tunggu sebentar! Apa maksud perkataan Pak Agam tadi? Kamu sepertinya sudah tahu bahwa ada yang sedang mengincarku."Agam mengakuinya dengan berdiam diri. Dia sepertinya malas berbicara panjang lebar dengan wanita ini. Pria itu pun berjalan perlahan-lahan dan keluar dari gang kecil yang sempit itu.Pamela yang tidak mendapatkan jawaban apa pun segera mengikuti langkah kaki pria itu dan bertanya, "Kamu tahu siapa
Ketika Agam mendekat, sorot mata Pamela terlihat tidak natural dan berusaha menghindar. "Karena aku nggak suka bau rokok."Agam langsung mengerutkan dahinya dan membungkuk mendekati wanita itu. Dia seperti sengaja usil dengan mengembuskan rokok di atas kepala wanita itu. Nadanya juga terdengar mengejek ketika berkata, "Kalau kamu benci aroma rokok, jauhi aku!"Setelah mengatakannya, Agam mematikan rokoknya pada dinding yang ada di belakang wanita itu. Selanjutnya, dia membuang puntung rokok tepat ke dalam tong sampah yang berjarak agak jauh di depan sana.Karena Pamela memang berada di dekat dinding jalan, begitu pria itu mengadangnya, dia terpaksa mundur sampai tidak bisa mundur lagi.Sekarang, Pamela bisa dikatakan sudah terperangkap di dinding. Wanita itu pun mengerutkan dahinya dengan penolakan, lalu menatap pria yang ada di hadapannya dengan tidak senang sembari berkata, "Kalau kamu begini, bagaimana aku bisa menjauhimu? Pak Agam, tolong menyingkir dulu! Aku pasti bisa menjauhimu.
Setelah melontarkan kalimat tersebut, pria itu pun berbalik dan naik ke atas mobil yang dari tadi mengikutinya di belakang, lalu beranjak pergi.Melihat mobil Agam menghilang di ujung jalan, Marlon akhirnya mengalihkan tatapannya kepada Pamela. Pria itu pun bertanya dengan serius, "Bos, ada apa? Kenapa Agam lagi-lagi mengantarkanmu pulang? Dia juga tadi mengatakan bahwa ada yang berniat buruk dan ingin mencelakaimu. Apa itu benar?"Agam sudah pergi dan Pamela pun menghela napas lega. Akan tetapi, hatinya masih tidak tenang. Wanita itu mengibaskan tangannya dengan lelah dan berkata, "Ceritanya panjang! Aku capek. Setelah istirahat di rumah akan kuceritakan."...Di saat yang sama, di sisi lain.Di atas mobil yang sedang melesat.Ervin yang duduk di sebelah kursi kemudi pun memalingkan wajahnya dan memperhatikan wajah tuannya yang terlihat tidak senang di kursi belakang. Dia bisa merasakan tekanan yang berkali lipat dan tidak berani berbicara.Akan tetapi, ketika tuannya ini menyelamatka
"Ibu, kamu juga tahu bahwa pamanku sempat depresi selama satu bulan lebih. Susah payah dia akhirnya berhasil menemukan bibi. Kita nggak boleh menyulitkan paman. Kalau kita mengabaikan bibi sampai dia kabur, pamanku tentu kasihan sekali!"Ibunya Adsila pun tersenyum tidak berdaya dan penuh kasih sayang ketika berkata, "Sudahlah! Jangan mengomel lagi. Aku tahu kamu sayang pamanmu. Ibu juga akan berusaha memperlakukan bibimu sebaiknya."Adsila tersenyum gembira dan berkata, "Memang harus begitu!"Pada saat itu, Adsila mendengar suara mobil yang sudah masuk ke halaman rumah. Dia semangat sekali ketika melepaskan lengan sang ibu dan berkata, "Ibu, paman dan bibi sudah datang. Ayo kamu masak lagi di dapur! Aku akan menyambut mereka."Setelah mengatakannya, Adsila pun langsung berlari keluar.Ibunya Adsila tersenyum dan menggelengkan kepalanya dengan tidak berdaya. Wanita itu kembali ke dapur dan melanjutkan kesibukannya dengan pembantu.Ketika Adsila berlari ke taman, Agam baru keluar dari m
"Nona Adsila, sebenarnya sekarang Nona Pamela sudah menjadi istri orang lain. Jadi, tuan sama sekali nggak bisa melakukan atau memiliki hubungan apa pun dengan Nona Pamela. Nanti setelah kamu masuk ke dalam sana, jangan mengungkit tentang Nona Pamela lagi. Mengerti?""Apa?" Wajah Adsila terlihat sangat kaget ketika wanita itu bangkit. Kepalanya sampai menabrak atap mobil dan rasanya benar-benar menyakitkan.Ervin yang sudah menyaksikannya sampai salah tingkah dan bertanya, "Nona Adsila, kamu ... baik-baik saja, bukan?"Adsila lantas mengusap kepalanya yang terbentur dan wanita itu tidak peduli pada rasa sakitnya. Dia kembali bertanya, "Kenapa bibi bisa menjadi istri orang lain? Bibi 'kan masih belum bercerai dari paman? Kenapa dia bisa menikah dengan orang lain?"Ervin pun menghela napas dan berkata, "Begini, waktu itu Nona Pamela dan Pak Agam sama sekali nggak mendaftarkan pernikahan mereka. Pak Agam ingin menikah karena harus menghadapi kakek beliau. Jadi, sama sekali nggak pernah ad
Saat tiba giliran Adsila, dia masuk ke ruang wawancara Departemen Personalia, menyapa ketiga pewawancara sebelum memperkenalkan dirinya dan duduk menunggu pertanyaan.Ketiga pewawancara melihat resume indahnya. Mereka semua terlihat agak terkejut dan saling bertukar pandang.Setelah itu, pewawancara yang duduk di tengah menengadahkan kepalanya dan melihat citra Adsila yang luar biasa, kemudian bertanya dengan bingung, "Perusahaan terakhirmu adalah Perusahaan Dirgantara?"Adsila mengangguk. "Benar!""Kamu bisa bekerja di perusahaan bagus seperti Perusahaan Dirgantara, kenapa kamu ingin keluar?"Adsila berkata sambil tersenyum, "Nggak ada alasan. Aku cuma merasa nggak ada masa depan dan ingin mencoba pekerjaan baru, sekalian menantang diriku sendiri."Pernyataannya membuat ketiga pewawancara semakin bingung. Perusahaan Dirgantara terkenal sulit untuk bisa masuk dan karyawannya diperlakukan dengan baik. Kok masih ada yang menganggap bekerja di Perusahaan Dirgantara tidak punya masa depan?
Ketiga pewawancara yang tersisa saling menatap ...."Gadis ini agak mencurigakan!""Mungkin dia datang untuk wakil CEO kita, 'kan?""Bisa jadi wakil CEO kita terlalu memikat!""Ada banyak gadis yang melamar untuk lebih dekat dengan Pak Marlon, tapi hanya ada satu gadis yang bersedia melakukan pekerjaan seperti petugas kebersihan!"...Pada saat itu.Perusahaan Yanuar.Hari ini Pamela juga berangkat kerja tepat waktu dan menghabiskan sepanjang pagi membuat rencana penjualan triwulanan. Setelah memilahnya, dia membawa rencana itu ke kantor CEO.Seorang sekretaris baru telah dipindahkan ke pintu masuk kantor CEO. Dia adalah seorang gadis muda dan lemah lembut yang sedang menatap ponselnya.Pamela berjalan mendekat dan bertanya, "Apakah Pak Jason ada?"Sekretaris baru itu sadar kembali dan langsung meletakkan ponsel sebelum berdiri.Akan tetapi setelah melihat orang yang datang adalah Pamela, raut wajah sekretaris itu langsung berubah tidak ramah. Dia duduk lagi dan melihat manikur indah d
Saat mengambil dokumen yang diserahkan oleh Pamela, Jason menatap adiknya dengan tatapan dingin. "Tulis saja pekerjaan rumahmu."Saat Justin dimarahi oleh kakaknya, dia menundukkan kepalanya dengan marah dan terus menjawab pertanyaan tanpa berani mengatakan apa pun lagi.Jason melihat-lihat rencana penjualan yang dibuat Pamela dengan wajah lesu, kemudian dia menyipitkan matanya seolah mengagumi kecerdasan ekonominya.Setelah beberapa saat, Justin mengangkat alisnya dan menatap Pamela dengan curiga. "Apakah kamu sendiri yang membuatnya?"Pamela mengangguk. "Iya, Pak Jason. Setelah pergi memeriksa pasar dengan Pak Andra kemarin, aku punya beberapa ide. Karena itulah aku membuat rencana ini untuk kamu tinjau. Kalau nggak ada masalah, aku akan pergi melaksanakan tugas ini."Jason menatapnya sambil mencibir. "Bagus sekali, tapi itu nggak perlu!"Pamela mengerutkan kening. "Kenapa?"Jason menutup dokumen itu dan membuangnya. "Makanan hanyalah industri yang sangat kecil bagi perusahaan. Perus