Dari arah kamar tidur, seekor kucing gemuk berjalan keluar dengan santai.Kucing ini mengira bahwa majikannya sudah pulang, jadi kucing ini keluar untuk bermanja-manja dengan majikannya. Alhasil, Mimi malah melihat seorang pria asing yang sedang berdiri di ruang tamu, sehingga bulu di sekujur tubuhnya berdiri. Mimi berlari ke arah Agam dan mendesis pada pria ini dengan sangat ganas, layaknya seekor harimau.Agam hanya menatap kucing itu dengan tatapan dingin, dia sama sekali tidak memedulikan kucing yang sedang menunjukkan kekuasaannya itu.Pamela membawa secangkir teh dari dapur ke luar. Saat dia melihat kucingnya sedang menakut-nakuti Agam, dia merasa bahwa adegan ini lucu, tetapi dia menahan dirinya dari tertawa."Mimi, sini, jangan menakuti tamu," kata Pamela."Meong!"Mendengar suara majikannya, Mimi langsung kembali menjadi seekor kucing, berjalan mendekati kaki majikannya dengan manja.Seperti sudah terbiasa dengan hal ini, Pamela berjalan melewati kucing ini dan meletakkan cang
Selain itu, biasanya, pria tidak sebersih dan serapi wanita. Jadi, Pamela dan Ariel meminta agar Marlon menyimpan barangnya di dalam kamarnya sendiri, supaya tidak memengaruhi keindahan ruang tamu secara keseluruhan. Marlon tidak diperbolehkan untuk meletakkan patung-patung kecil yang dia beli sembarangan. Saat Marlon masuk ke rumah, berbagai peralatan olahraga dan sepatunya harus diletakkan di dalam lemari sepatu. Saat dia keluar, sandalnya juga harus dimasukkan ke dalam rak sepatu!Sejak kecil, Marlon tumbuh di bawah pengawasan dua gadis ini, sehingga lambat laun, dia menjadi terbiasa dan tidak merasa keberatan.Karena Pamela agak menghindari pertanyaannya, Agam makin mencurigai "suaminya" ini ....Namun, pada saat ini, terdengar suara kata sandi pintu ditekan dari luar. Ada yang pulang.Agam seketika mengernyit sambil menatap ke arah pintu ....Pamela tahu bahwa orang yang pulang itu pasti Marlon. Oleh karena itu, dia merasa khawatir. Dia pun mengelus kepala kucing yang berada di pa
Agam menatap Marlon yang mengundangnya dengan ramah, lalu menatap Pamela yang sama sekali tidak menunjukkan penolakan terhadap sentuhan Marlon. Tatapannya yang mendalam seperti terhalang oleh lapisan kabut yang rumit, tetapi sudut bibirnya terangkat, membentuk seulas senyuman sinis. "Bagus," kata Agam.Pria ini berjalan melewati meja dan kedua orang itu, lalu meninggalkan rumah ini.Hingga terdengar suara pintu dibanting, Pamela baru membuang napas dengan lega. Secara bersamaan, dia juga merasakan perasaan rumit dan tertekan ....Senyuman sinis di sudut bibir pria itu menjelang kepergiannya membuat Pamela merasa sangat tidak nyaman, sedangkan sepasang mata yang mendalam itu terlihat sangat ambigu.'Ada apa dengannya?' pikir Pamela.'Kenapa dia harus menatapku dengan tatapan seperti itu?'Saat Pamela sedang tenggelam dalam pikirannya, Marlon mendekatinya sambil bertanya dengan penasaran, "Bos, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Agam si bajingan itu datang ke rumah kita?"Pamela duduk d
Sekarang masih bukan jam kerja, jadi karyawan di perusahaan ini masih belum datang. Namun, sudah ada orang yang sedang mengatur pekerjaan di meja sekretaris di depan pintu ruang kantor presiden direktur.Melihat kedatangan bosnya, Pamela berdiri dengan sangat taat dan membungkukkan badannya sejauh 45 derajat sambil berkata, "Selamat pagi, Pak Jason!"Jason menghentikan langkahnya sambil mengamati Pamela sesaat, lalu berkata dengan nada ketus, "Pamela, kondisimu tampak bagus, ya. Sepertinya situasi kemarin benar-benar nggak membuatmu kesusahan. Semangatmu pantas dipuji."Pamela tetap tersenyum sambil berkata, "Terima kasih atas pujian Pak Jason."Jason memicingkan matanya. Dia tidak ingin melihat Pamela lagi, jadi dia pun berjalan memasuki ruang kantornya.Sedangkan Calvin tetap berada di luar sambil bertanya dengan suara rendah, "Ehem, ehem, Pamela, kemarin, kamu baik-baik saja, 'kan?""Aku baik-baik saja," jawab Pamela dengan santai."Baiklah kalau begitu," kata Calvin.Calvin merasa
Pamela yang tiba-tiba naik pangkat pun menanyakan alasannya pada Jason. Namun, dengan sikap sok berwibawa, Jason hanya mengatakan bahwa performa kerja Pamela sangat bagus, jadi kemampuan ini terlalu disayangkan jika dia hanya bekerja sebagai seorang sekretaris kecil-kecilan.Jelas-jelas bukan itu alasannya!Tanpa disadari, Pamela melirik sekilas ke arah Andra yang sedang menyesap kopinya sambil tersenyum. Dia pun merasa bahwa hal ini pasti berhubungan langsung dengan malaikat maut itu!Setelah Pamela berjalan keluar dari kantornya Jason, Calvin pun membawanya ke kantor manajer di Departemen Penjualan. Calvin juga menyuruh seseorang untuk menyusun kembali ruangan ini untuk Pamela.Sebelum pergi, Calvin berkata pada Pamela dengan penuh perhatian, "Bu Pamela, kalau ada yang nggak kamu sukai dari ruangan ini atau kalau ada keperluan apa pun kamu bisa katakan padaku. Aku bisa mengatur semuanya sesuai keinginanmu kapan pun itu."Bahkan sikap Calvin terhadapnya juga berubah!Pamela mengangguk
Pamela mendengus dan berkata, "Nggak tahu!"Dengan ekspresi serius yang jarang terlihat, Andra berkata, "Karena Agam. Kalana mencintai Agam dengan sepenuh hatinya, dia nggak bisa hidup tanpa Agam. Tapi, keberadaanmu menggoyahkan posisi Kalana dalam hatinya Agam."Pamela menjulingkan matanya dan berkata, "Mereka berdua bahkan sudah punya anak, ancaman apa yang bisa aku bawa?! Kalian berpikir terlalu jauh. Aku nggak kekurangan pria, aku juga nggak akan menjadi selingkuhan yang merusak keluarga orang lain!"Mendengar ucapan Pamela, Andra tercengang sesaat, lalu menatap wanita ini dengan heran ....Pamela merasa bahwa tatapan pria ini tiba-tiba menjadi aneh, jadi dia bertanya, "Ada apa? Kenapa kamu melihatku seperti itu?"Andra pun tersadar dari lamunannya. Dia tersenyum dan berkata, "Nggak apa-apa. Ayo jalan. Nanti siang, biar kubawa kamu pergi jalan-jalan di pusat perbelanjaan kami, sekaligus pergi makan."Pamela langsung menolak. "Nggak mau, aku harus kerja!"Andra mengetuk meja dengan
Kalana terlihat sangat bahagia. Sambil memeluk anaknya, dia berjalan menghampiri Pamela dan berkata, "Kak Pamela, sungguh kebetulan, ya! Kamu juga datang jalan-jalan, ya!"Dengan ekspresi santai, Pamela berkata, "Iya, termasuk begitu, deh."Kemudian, Kalana menatap Andra yang membawa keranjang belanja di samping Pamela dengan tatapan yang tidak bisa ditebak, lalu tersenyum sambil bertanya, "Kak Andra, kenapa kamu bisa jalan-jalan dengan Kak Pamela?"Tetap dengan senyumannya yang tampak licik itu, Andra menjawab, "Karena hari ini Lala dipromosikan menjadi manajer Departemen Penjualan di Perusahaan Yanuar. Kakakmu menyerahkan hak penuh kerja sama penjualan Perusahaan Yanuar dan Perusahaan Bratajaya untuk diurus oleh Pamela, jadi aku membawanya melihat-lihat toko di bawah, supaya dia bisa memahami pasarnya."Awalnya, Pamela masih khawatir Andra si malaikat maut itu akan sengaja mengucapkan hal-hal yang tidak benar, tetapi syukurnya dia menjawab pertanyaan Kalana dengan jujur.Di hadapan o
Huh!...Di Restoran Lumbo.Kalana meletakkan anaknya di kursi bayi, lalu menyodorkan menu pada Pamela dengan sangat antusias dan pengertian. "Kak Pamela, biar kamu saja yang pesan. Coba lihat, apa yang mau kamu makan. Jangan sungkan, ya!" kata Kalana.Pamela melambaikan tangannya tanpa mengambil menu itu.Andra tersenyum sambil meletakkan menu restoran ini di hadapan dia dan Pamela sambil berkata, "Nggak apa-apa. Kami bisa lihat satu saja! Lala, coba lihat, apa yang mau kamu makan."Melihat situasi ini, Kalana tersenyum dan sengaja bertanya, "Kak Andra, kamu sungguh perhatian pada Kak Pamela! Jangan-jangan ...."Andra tersenyum sambil berseru, "Kamu juga bisa melihatnya, ya!Pamela mengerutkan bibirnya. Tadi, dia masih merasa bahwa Andra lumayan menjaga sikap, tetapi akhirnya, si malaikat maut itu mulai bertingkah lagi!Saat mereka sedang memesan makanan, Pamela merasakan sepasang mata dingin yang sedang terus memelototi dirinya, membuatnya merasa sangat tidak nyaman.Tatapan itu sang
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen