Felix tersenyum sambil menyodorkan sebuah alat pengocok dadu pada Pamela. "Dik, aku juga nggak akan main yang rumit-rumit supaya kamu nggak bilang aku menindasmu! Kita bandingkan saja poin siapa yang lebih besar. Tiga babak, oke?"Pamela menganggukkan kepalanya dan menjawab, "Oke, makasih, ya."Adsila yang berada di sampingnya mulai panik. "Lala, aku sudah bersalah, jangan main dengan mereka! Aku minum saja, berapa botol pun bisa kuminum!"Bagaimana mungkin Bibi bisa menang melawan tiga pria mesum itu? Kalau kalah, Bibi akan ditindas oleh mereka! Nggak ...' pikir Adsila.Pamela menepuk-nepuk tangan Adsila sambil berkata, "Shh! Diam saja, nggak apa-apa."Apanya yang tidak apa-apa?!Adsila ingin menelepon pamannya untuk meminta bantuan, tetapi ponselnya diambil oleh salah satu preman itu!Sebelum permainannya dimulai, mereka sudah dikerumuni oleh orang-orang yang datang menonton keramaian ini ....Pamela dan Felix masing-masing memegang sebuah pengocok dadu.Felix mengangkat tangannya da
Adsila berkata dengan malu, "Tapi ...."Pamela langsung menebak maksud Adsila. "Ada yang penting di ponsel itu?" tanya Pamela.Adsila pun menganggukkan kepalanya dengan malu.Dengan alis terangkat, Pamela berbalik dan bertanya pada Felix, "Apa lagi yang mau kamu mainkan?"Felix menatap Pamela dengan tatapan penuh harapan sambil menjawab, "Dik, kali ini, mari kita abaikan kalah atau menang! Kalau kamu memainkan rolet ini sekali saja denganku, ponsel ini akan kukembalikan pada kalian!"Pamela melihat rolet permainan di atas meja, tampaknya sangat membosankan."Baiklah, aku akan main denganmu!" kata Pamela.Felix tersenyum dengan bangga sambil berkata, "Peraturannya adalah, tutup mata dan hentikan roletnya. Aku akan melakukan apa yang kamu pilih, begitu pula sebaliknya!"Pamela mengernyit. Sepertinya dia kurang menyetujui peraturan ini. "Nggak bisa pilih sendiri saja?"Felix menggeleng dan menjawab, "Nggak seru kalau begitu!"Pamela pun menjawab dengan pasrah, "Ya sudah!"Kali ini, Felix
Untuk mencapai si malaikat maut, Pamela harus melewati Agam. Pamela tidak melihat Agam, tetapi dia bisa merasakan tatapan ambigu pria itu.Pamela berjalan dengan serius dan penuh perhatian, tetapi entah dari mana, seseorang mengulurkan kakinya dan membuat Pamela tersandung!Tak disangka, Pamela kehilangan keseimbangannya dan terjatuh ke pelukan Agam ....Para penonton di sekitar seketika terdiam, ruangan ini juga langsung sunyi senyap.Derry sangat senang menyaksikan keseruan seperti ini. Dia pun bersiul dan memecahkan keheningan ini!Semua orang mulai bergunjing ...."Berani sekali dia memilih Tuan Agam!""Berani sekali dia menyentuh orang seperti Tuan Agam!""Dia pasti sengaja, deh!""Bukannya sudah jelas, ya? Di Kota Marila, wanita mana yang nggak ingin menjalin hubungan dengan Tuan Agam?""Sepertinya Tuan Agam akan langsung menolaknya. Mana mungkin dia bisa memanfaatkan Tuan Agam semudah ini?"Pamela menengadah dan menatap Agam dengan tatapan canggung dan tidak berdaya. "Paman ....
Felix baru teringat, dia pun bergegas memanggil temannya untuk mengembalikan ponsel Adsila.Setelah mendapatkan kembali ponselnya, Adsila memelototi mereka dengan kesal sambil berkata, "Sudah kubilang, Agam Dirgantara adalah pamanku. Sudah percaya sekarang?""Sudah! Nona, kamilah yang nggak tahu diri! Kami sudah bersalah!""Pak Agam, kami nggak tahu kalau dia benar-benar keponakan Anda!""Maafkan kami! Kami benar-benar minta maaf!"Siapa sangka gadis dengan rambut berwarna merah muda yang menyelinap masuk ke tempat ini benar-benar adalah keponakannya Agam?! Mereka mengira bahwa dia adalah wanita bayaran yang mencari alasan untuk mendekati Agam!Untung saja masalah ini belum menjadi masalah besar!Ketiga pria itu mengambil inisiatif untuk membungkukkan badan mereka pada Adsila dan Pamela sambil meminta maaf. "Maaf! Semoga nona-nona cantik bisa melupakan kejadian ini dan memaafkan kami!"Adsila menjulingkan matanya dan menunjuk ke arah pintu masuk ruang Snow. "Pergi sana! Jangan sampai a
Dengan ekspresi datar, Agam berkata, "Awalnya, itu memang nggak perlu dilakukan. Tapi, selama kita masih menikah, aku nggak akan membiarkanmu berselingkuh. Jadi, ke depannya, kamu nggak boleh melewatiku dan pergi mencium pria lain."Pamela menjulingkan matanya dan menoleh untuk memandang jalanan di luar jendela mobil. Kemudian, dia berkata dengan sinis, "Paman saja nggak menjadi contoh yang baik bagiku, tapi mau menyuruhku berbuat seperti itu? Bukankah kamu juga bertemu dengan wanita lain di tempat umum?!"Agam memicingkan matanya dan menatap Pamela sambil bertanya, "Kamu cemburu, ya?"Pamela merasa absurd, dia pun mengernyit sambil menjawab, "Cemburu? Kita bukan pasangan suami istri asli! Aku marah karena Paman menciumku secara paksa tanpa aba-aba, membuatku hampir sesak napas!"Dengan alis terangkat, Agam berkata, "Kalau aku nggak salah ingat, saat kamu menciumku secara paksa sebelumnya, kamu juga nggak kasih aba-aba."Pamela seketika kehabisan kata-kata. Dia mengernyit dan berkata,
"Nggak apa-apa! Hari ini, suasana hatiku nggak baik, jadi aku ingin mengobrol dengan Master!" kata Justyan.Pamela membalas: "Ada apa?"Justyan membalas pesannya dengan cepat: "Hari ini, aku melihat saingan kakakku di ruang Snow! Aku membuat wanita sialan itu tersandung untuk melampiaskan amarah kakakku dan mempermalukan wanita itu di hadapan semua orang! Tapi, wanita sialan itu malah sengaja terjatuh di pelukan pria yang disukai kakakku dan mencium pria itu! Menyebalkan sekali!"Sambil menatap layar komputernya, Pamela tenggelam dalam pikirannya. Dunia ini benar-benar kecil, ternyata pemuda inilah yang membuatnya tersandung.Seingat Pamela, pada saat itu, di sisi Agam, selain Derry dan wanita dengan rambut bergelombang itu, ada juga seorang pemuda tampan dengan alis tebal dan mata lebar. Pemuda itu sepertinya berusia sekitar 17 atau 18 tahun dan seharusnya adalah "Justyan"!Pamela mengirimkan pesan lagi padanya: "Menurutmu, apa mungkin sudut kakimu yang nggak benar? Wanita itu juga se
Pamela melangkah melewati pecahan gelas di lantai dan berjalan ke hadapan Darius sambil bertanya, "Kenapa Ayah begitu marah?"Jovita yang berdiri di samping menyilangkan lengannya dan menuangkan minyak tanah ke api. Dia berkata, "Masih tanya? Kamu tahu sendiri apa yang sudah kamu lakukan!"Pamela menatap Jovita dengan tenang sambil berkata, "Banyak yang sudah kulakukan, yang mana yang Kakak maksud?"Dengan ekspresi masam, Darius bertanya dengan amarah yang menggebu-gebu, "Kamu bilang kamu harus tinggal di luar karena pekerjaanmu. Tapi, pekerjaan apa itu?"Pamela seketika terdiam karena dia tidak bisa menjelaskan pekerjaannya sekarang ....Dia sedang berpura-pura menjadi istri manis dari seorang paman yang mendominasi untuk membantu pria itu menghadapi tetua di keluarganya.Apa titel untuk pekerjaan ini? Aktris? Istri sementara?Melihat Pamela yang kewalahan untuk menjawab, Darius makin marah. "Kamu masih mau membohongiku? Kamu lulusan universitas ternama, tapi malah menjadi wanita peng
Darius mulai memercayai ucapan putri bungsunya. "Pamela, benarkah begitu? Kamu nggak membohongi Ayah?" tanya Darius.Dengan ekspresi tenang, Pamela berkata, "Tenang saja, Ayah. Aku nggak akan melakukan hal yang melanggar moral."Darius pun membuang napas dengan lega. "Baiklah kalau begitu! Pamela, jangan mempelajari hal-hal buruk. Kalau nggak, bagaimana aku bisa menghadapi almarhum ibumu?!"Melihat sikap ayahnya terhadap Pamela yang berubah, Jovita merasa marah. Dia pun mengeluh lagi, "Ayah, kalaupun Pamela nggak menjadi wanita penghibur, sebagus apa pekerjaannya sekarang?! Awalnya, aku memang nggak ingin bilang, supaya Ayah nggak marah. Tapi, melihat Pamela begitu nggak berguna, sebagai kakaknya, aku juga harus mengatakan sesuatu! Ayah, Pamela bekerja sebagai pelayan di rumah orang kaya. Pemilik rumah yang barusan dia katakan sebenarnya adalah majikannya!""Apa?" Darius kembali mengernyit sambil menatap Pamela dengan tatapan tidak senang. "Benarkah begitu, Pamela? Kamu bekerja sebagai