"Jaga ucapanmu, siapa putri pelakor? Ibuku menikah dengan ayahmu setelah ibumu meninggal."Dian paling benci nama ibunya keluar dari mulut Ririn, dia tidak boleh menyebutnya, apalagi membicarakan ibunya dengan nada seperti itu.Seketika raut wajah Dian berubah."Ibumu paling tahu kebenarannya.""Ibuku memang meninggal muda karena sakit, tapi ibumu nggak perlu terang-terangan seperti itu.""Jangan kira saat itu aku masih kecil jadi nggak tahu apa-apa, aku tahu lebih banyak dari kalian, jadi jangan mencoba menipuku.""Mengerti, Ririn?"Dian berjalan ke arahnya, Ririn mundur dua langkah. Ketika keduanya semakin dekat, perbedaan tinggi badan mereka terlihat semakin jelas.Dian berperawakan seperti ibunya, tinggi dan berpostur badan bagus, berbeda dengan Ririn yang mengikuti gen ayahnya, dia lebih pendek.Untungnya, setelah memasuki Keluarga Sandiga, dia lebih memperhatikan penampilannya dan selalu membandingkan diri dengan Dian.Dia mengontrol postur tubuhnya dengan baik, tetapi tinggi bad
Suatu hari nanti, dia akan merebut semua milik Dian, dia akan membuat wanita ini tidak bisa lagi tertawa, tidak akan pernah bisa memandangnya dengan tatapan sombong dan merendahkan lagi!Sejak meninggalkan rumah Dian, Ririn sudah memantapkan hati.Namun dia tidak langsung pulang, melainkan pergi ke Perusahaan Sanders untuk menemui Phillip dengan bekas tamparan di pipinya.Phillip belum pulang lagi sejak dia memberi tahu Laurence dan Hardi tentang keputusannya. Namun, semakin dipikirkan, Laurence semakin khawatir, jadi dia pergi ke perusahaan untuk menemui Phillip. Saat ini keduanya sedang berbincang di kantor."Setelah Ibu pikirkan lagi, rasanya ini nggak adil bagimu, bagaimana kalau kita diskusikan dengan mereka ...."Pernikahan adalah urusan besar. Laurence tidak ingin Phillip menjadikannya lelucon, sekalipun dia melakukannya untuk menghukum gadis itu.Phillip justru tampak acuh tak acuh, "Karena mereka sangat menginginkan pernikahan ini, maka biarkan saja. Sedangkan apa yang akan te
"Astaga, kamu ...." Melihat bekas tamparan di wajahnya Ririn, Laurence langsung bertanya, "Apa yang terjadi padamu? Siapa yang menamparmu? Kenapa kamu nggak mengobati lukanya?"Dia paling tidak bisa melihat orang yang terluka. Dia langsung mengulurkan tangannya untuk memeriksa keadaan Ririn.Ririn tidak mengetahui bahwa Laurence adalah ibunya Phillip, sehingga dia menghindar ke satu sisi dengan sangat kesal."Jangan sentuh aku," kata Ririn.Phillip langsung menghentikan gerakan ibunya sambil berkata, "Ibu, ini bukan urusan Ibu, Ibu pulang saja."Saat Ririn mendengar Phillip memanggil Laurence sebagai ibunya, mata Ririn seketika berkilau. Ekspresinya pun langsung berubah."Ternyata Bibi ibunya Kak Phillip, ya. Bibi, hari ini, kebetulan ada sesuatu yang mau aku bahas dengan Kak Phillip," kata Ririn.Laurence pun merasa penasaran. "Hal apa yang bisa kamu bahas dengan Phillip?"Selain itu, Ririn memanggil Phillip dengan panggilan yang sangat akrab. Laurence sama sekali tidak mengetahui bah
Ririn tiba-tiba tidak bisa mengendalikan emosinya lagi. Dia langsung berteriak pada Laurence, "Aku hanya memikirkan kebaikan putramu, tapi kamu malah mengataiku seperti ini!" Teriakannya bahkan membuat Phillip terkejut.Phillip bergegas melangkah ke hadapan ibunya dan mengadang ibunya dari Ririn.Dia pun berkata, "Sudah kubilang, jangan menggila di sini. Kalau kamu punya masalah, kamu bisa pulang ke rumah Keluarga Sandiga.""Lucy!"Phillip sudah menekan tombol di interkom untuk memanggil sekretarisnya, tetapi Ririn masih terus berseru, "Aku hanya memikirkan kebaikanmu! Kenapa kamu nggak memahami perasaanku?""Kenapa kamu hanya selalu melihat wanita itu? Padahal dia menipumu!""Kalau bukan untuk mendekatimu, mana mungkin dia sengaja pura-pura di hadapanmu seperti itu ....""Kamu sangat berhati-hati, bukankah kamu juga tertipu olehnya hingga terekam di video itu?""Kenapa kamu nggak mengenali kenyataan ini? Apa yang sebenarnya kamu sukai darinya?"Ririn masih tenggelam dalam perasaan yan
Dian langsung membuka pintu ruang baca Fabian, sehingga pintunya terbanting. Sedangkan Fabian hanya duduk di depan mejanya dan menatap Dian dengan tatapan santai."Kamu sudah bukan anak kecil lagi, kenapa kamu begitu gegabah? Sudah pulang pun kamu nggak bisa ketuk pintu, ya?" kata Fabian.Dian langsung menerjang ke hadapan ayahnya dan menopang kedua tangannya di meja kerja ayahnya sambil berseru, "Ayah, apa yang sebenarnya mau Ayah lakukan?""Sudah kubilang, Phillip menyelamatkanku. Dia juga sudah menjelaskan semuanya pada Ayah, kenapa Ayah malah mengancamnya dengan video itu, padahal hal itu jelas-jelas nggak berhubungan dengannya?!"Fabian pun berkata, "Kalau dia sama sekali nggak berhubungan dengan hal ini, mana mungkin Ayah bisa mengancamnya?""Kamu ini terlalu naif, hingga kamu memercayai semua ucapannya. Tapi, sebaik apa pun dia, dia tetap seorang pria. Ayah lebih memahami pria daripada kamu."Ucapan Fabian membuat Dian merasa agak jijik."Aku memang nggak memahami pria, tapi aku
"Ayah juga tahu kalau orang-orang itu hanya asal bicara. Aku hanya mementingkan apa yang dipikirkan orang-orang yang kupedulikan.""Kenapa Ayah selalu memedulikan ucapan orang-orang yang hanya pernah berinteraksi beberapa kali dengan Ayah?""Memangnya mereka sepenting apa? Ayah terlalu memedulikan harga diri Ayah!"Fabian berkata, "Memangnya aku hanya memedulikan harga diriku? Aku juga memedulikan kepolosanmu.""Intinya, aku sudah menghubungi keluarganya. Sekarang, mereka juga sudah setuju. Kamu hanya perlu menunggu hari pernikahanmu.""Kamu harus tahu, aku sudah berusaha sangat keras agar kita bisa tiba di langkah ini. Kalaupun kamu nggak mau, kamu tetap harus menikah. Terlebih lagi, kamu harus memikirkan apakah Phillip setuju kalau kamu nggak menikahinya atau nggak."Dian langsung berseru, "Ayah seperti perampok!""Kenapa bisa ada orang seperti Ayah, sih?! Apakah Ayah masih ayahku yang sebelumnya?""Apakah Ayah benar-benar mengkhawatirkan apakah aku bisa menikah atau nggak, atau meme
"Biar kuberi tahu kamu, dia sama sekali nggak menyukaimu. Tadi, aku sudah memastikannya, dia hanya menyetujui segalanya untuk menghadapi Ayah.""Setelah dia mendapatkan rekaman kamera pemantau, dia akan langsung bercerai denganmu. Jujur saja, kamu nggak punya harapan lagi seumur hidupmu.""Kita sama-sama wanita, jadi aku tentu saja memahami perasaanmu padanya."Dian tidak tahu ke mana Ririn pergi tadi, tetapi mendengar Ririn berkata dengan begitu tegas bahwa dia tidak lagi memiliki harapan apa pun dengan Phillip, dia tetap merasa sangat sakit hati.Hanya saja, dia tidak menunjukkan ekspresi apa pun."Oh ya? Kalau begitu, memangnya kamu punya kemungkinan dengannya?""Nona Ririn Sandiga benar-benar pandai menyusun rencana, ya. Hanya saja, kalau aku memanggilmu seperti ini, kamu benar-benar menganggap dirimu sebagai anggota Keluarga Sandiga, ya?""Ririn Sanders ....""Kalau aku nggak berhak untuk menikah dengannya, kamu lebih nggak berhak lagi."Lesti mengernyit sambil berkata, "Dian, ken
Dian menghibur dirinya sendiri seperti ini, tetapi air matanya malah mengalir.Begitu dia memikirkan Phillip yang menatap dirinya dengan tatapan sedingin itu, seakan-akan Phillip sedang melihat sesuatu yang kotor, dia merasa sangat sedih.Dia tidak pernah berharap untuk memiliki akhir apa pun dengan Phillip. Dia hanya ingin bisa melihatnya dari jarak seperti ini, sebagai seorang teman dekat.Namun, dia tidak menyangka bahwa perbuatan ayahnya malah merusak hubungan mereka, sehingga hubungan mereka sama sekali tidak bisa berkembang lagi.Dian bahkan kehilangan statusnya sebagai seorang teman, sehingga dia merasa sangat tidak nyaman.Dia bisa memahami niat ayahnya. Sekarang, kondisi Perusahaan Sandiga sangat buruk. Kalau tidak, ayahnya tidak mungkin langsung mengancam Keluarga Sanders dengan begitu impulsif.Namun, setiap gerakannya benar-benar terlalu tidak bijak. Jika Phillip benar-benar marah, seluruh Keluarga Sandiga akan lenyap.Pada saat ini, Dian masih tidak tahu bahwa Fabian meren