Ririn yang tiba-tiba saja dimarahi oleh ibunya tentu sangat kesal. "Apa maksud Ibu. Jelas-jelas aku peduli pada kondisi tubuh Ibu, tapi Ibu malah menanggapiku seperti ini. Kalau begitu, kelak aku nggak akan memedulikan Ibu lagi.""Kelak kalau sakit kepala Ibu kumat lagi, jangan panggil aku untuk siap siaga merawat Ibu di sisi ranjang Ibu!"Saking kesalnya, Ririn langsung berbalik dan hendak pergi. Namun, Lesti segera menarik lengan putrinya."Sudah, sudah, jangan marah pada Ibu lagi. Yah, kamu nggak tahu alasannya.""Kamu nggak tahu, 'kan? Dian sengaja menyebut nama Juko di hadapanku, dia ingin mengujiku!""Ada apa lagi dengan Juko itu? Apa Ibu mengenalnya?"Ririn mengerutkan keningnya, ekspresi tidak sabar tampak jelas di wajahnya."Apa Ibu nggak mendengar ucapan Dian? Pria itu bukanlah pria baik-baik. Apa Ibu sudah lupa bagaimana kita bisa masuk ke Keluarga Sandiga?""Kita sudah melupakan masa lalu kita dan memutuskan hubungan dengan semua orang di masa lalu kita. Apa penyakit Ibu ka
"Rencana kita harus bertahap dan sempurna, Ibu jangan bertindak gegabah!"Lesti hanya menganggukkan kepalanya dan berkata, "Apa kamu nggak memercayai Ibu? Sudahlah, jangan terlalu lama berada di kamarku, agar mereka nggak berpikiran aku benar-benar nggak enak badan. Bisa-bisa si wanita jalang itu malah bangga.""Kamu kembalilah ke kamarmu terlebih dahulu. Kalau ada sesuatu, aku pasti akan memberitahumu."Ririn "diusir" dari kamar ibunya dengan diliputi perasaan cemas. Saat dia masih ingin mengucapkan sesuatu, dia malah mendapati Dian sedang berdiri bersandar di dinding tak jauh dari sana. Wanita itu menyilangkan tangan di depan dada dan menatapnya dengan ekspresi penuh arti."Ckckck, sepertinya ibumu juga nggak bersedia memberitahumu hal-hal tertentu! Tapi, nggak mengherankan juga. Kamu nggak lebih dari seorang anak kecil, bagaimana kamu bisa membantunya. Kalau aku adalah dia, aku juga nggak bersedia memberitahumu.""Apa maksudmu?"Ririn paling benci melihat ekspresi arogan Dian ini.J
"Nggak mungkin, kalau semuanya seperti yang dikatakan oleh wanita jalang itu, dia sudah berkemampuan untuk mengacaukan pasar properti. Kalau begitu, bagaimana mungkin dulu kami bisa menjalani kehidupan yang penuh dengan penderitaan seperti itu?"Setelah mereka berdua tinggal di kediaman Keluarga Sandiga, mereka baru terbebas dari penderitaan.Begitu mengingat kejadian-kejadian dulu, ekspresi Ririn langsung berubah menjadi sangat muram.Kalau bisa, dia sangat ingin menghapus semua ingatan dulu dari dalam benaknya.Tidak peduli ada berapa banyak orang yang menyalahkan tidak tahu membalas budi, dia juga tidak peduli. Siapa yang ingin menjalani kehidupannya dulu, silakan coba saja. Intinya, dia tidak ingin menjalani kehidupan seperti dulu lagi.Dia tidak ingin kembali pada masa-masa kelam itu lagi. Jadi, dia tidak akan membiarkan Lesti mengacaukan kehidupan mereka sekarang. Mereka hanya bisa menata masa depan mereka, tidak boleh melihat ke belakang lagi."Bagaimana aku bisa memulainya?"Ka
Tentu saja Dian percaya. Dalam aspek lain, dia tidak bisa banyak membantu Grace. Dia hanya bisa sering-sering mengunjungi panti asuhan teman baiknya itu saat dia punya waktu senggang. Jadi, sebagian besar anak-anak di sini juga sudah sangat mengenal Dian. Mereka tahu Dian adalah teman baik Grace, kepala panti asuhan mereka.Sedangkan Grace sendiri sudah seperti keluarga bagi mereka. Jadi, teman Grace juga merupakan teman mereka."Kamu sudah sampai?" Tidak tahu sejak kapan Nando sudah menunggu di depan pintu. Begitu melihat mobil Dian melaju ke arah panti asuhan, dia langsung menyambut kedatangan Dian."Ya ampun, panti asuhan nggak kekurangan barang-barang ini. Setiap kali kamu datang, kamu selalu saja membawa begitu banyak barang. Kamu pasti kesulitan mengambil barang sebanyak ini sendirian."Nando langsung mengambil alih bungkusan-bungkusan barang itu di tangan Dian secara natural. Di dalam mobil Dian, masih ada banyak begitu banyak barang."Berbeda halnya dengan panti asuhan kalian k
Pergerakan Nando terhenti. Setelah terdiam cukup lama, dia baru menyunggingkan seulas senyum getir dan berkata, "Kamu nggak mengerti. Justru karena aku sangat mencintai dan menyayangi mereka, jadi aku nggak bisa berada di dekat mereka.""Apa kamu takut Juko dan yang lainnya datang mencari masalah denganmu?""Sekarang kita hidup di zaman hukum. Nggak peduli seberapa keterlaluan mereka, mereka juga nggak mungkin melakukan pembunuhan, 'kan?""Terlebih lagi, sekarang kamu nggak tinggal di tanah itu lagi, bahkan rumahmu juga sudah tiada. Sebenarnya apa lagi yang perlu mereka permasalahkan denganmu?"Ekspresi Nando berubah menjadi sangat muram, dia berkata, "Aku bukannya nggak ingin mencari perhitungan dengan mereka. Tapi, kesenjangan antara kami terlalu besar.""Mungkin di antara sedemikian banyaknya orang, hanya aku seorang diri yang bersikeras ribut dengan mereka sampai sudah melampaui batasan mereka.""Hah! Selama aku masih hidup sehari, aku nggak akan melepaskan pengembang nggak punya h
"Itu adalah rumahku!"Emosi Nando kembali bergejolak. Untuk sementara waktu ini, Dian juga hanya bisa menghiburnya, "Kamu harus yakin suatu hari nanti mereka pasti akan menerima hukuman sesuai hukum yang berlaku. Nggak ada seorang pun yang bisa menghindari hukum.""Hari ini wawancaraku berakhir sampai di sini saja. Semua ini salahku, seharusnya aku nggak selalu menanyakan hal-hal yang telah berlalu padamu. Seharusnya aku nggak membuka luka hatimu. Aku akan mencari cara lain lagi untuk menyelidiki pria itu.""Kamu tenang saja, sudah ada perkembangan. Aku mengenal seseorang yang kemungkinan besar adalah kenalan lama Juko. Seharusnya aku bisa mendapatkan banyak informasi darinya.""Benarkah? Apa itu artinya nggak lama lagi aku sudah bisa pulang dan menemui keluargaku secara terang-terangan?!"Melihat ekspresi bahagia dan penuh semangat Nando, Dian juga menganggukkan kepalanya dengan penuh keyakinan. "Percayalah padaku, nggak lama lagi kamu sudah bisa pulang."Saat dia melajukan mobilnya p
"Kenapa hari ini kamu masih belum kembali untuk berlatih? Bukankah dulu kamu selalu bilang kamu nggak bisa tanpa latihan sehari pun?"Phillip sedang menundukkan kepalanya dan tampak sibuk dengan dokumen-dokumen di tangannya. Sementara itu, Yessy malah berdiri di hadapannya dan menceritakan tentang film yang mereka tonton bersama itu tanpa henti.Sebenarnya, Phillip sudah lupa apa yang diceritakan oleh film itu. Saat berada di dalam bioskop selama dua jam itu, tidak tahu kenapa dia diliputi oleh perasaan kesal. Hanya saja, dia tidak menunjukkannya secara langsung."Ya, memang benar begitu. Tapi, aku juga manusia biasa. Terkadang, aku juga berharap bisa meliburkan diri sendiri. Sebaliknya, mengapa hari ini kamu selalu mengusirku? Apa kamu sudah janjian dengan pacarmu?"Yessy terkekeh, sedangkan Phillip tidak menanggapinya.Hanya saja, detik berikutnya, tiba-tiba Lucy menghubunginya dengan menggunakan telepon ruangan. "Pak Phillip, Nona Dian sedang menunggu Bapak di ruangan tamu."Dalam s
"Atau hatimu yang sudah berubah? Kamu sudah tertarik dan jatuh hati pada wanita lain? Cepat katakan padaku, siapa wanita itu?""Aku mau lihat wanita mana yang bisa membuatmu jatuh hati! Aku mau lihat siapa wanita yang telah merebut priaku!""Cepat katakan padaku ...."Yessy menarik kerah baju Phillip. Melihat mata wanita itu memerah, dia tahu penyakit wanita itu kumat lagi."Kamu sedang sakit, pulanglah dan minum obatmu, jangan membuang-buang waktumu dan waktuku di sini lagi.""Bisakah kamu mempertimbangkanku untuk sekali ini lagi? Jangan membuat keributan di sini."Phillip segera melirik ke luar pintu. Dia tidak ingin situasi bertambah buruk, terlebih lagi Dian masih sedang menunggunya di sebuah ruangan."Hehehe, ternyata memang benar, kamu sudah jatuh hati pada orang lain, apa Dian orangnya?""Aku tahu kamu nggak pernah membela wanita mana pun! Tapi, bisa-bisanya kamu membelanya!""Sebenarnya apa keunggulannya? Apa yang kamu sukai dari dirinya?""Phillip, apa kamu sudah melupakan ken