"Nggak mungkin, kalau semuanya seperti yang dikatakan oleh wanita jalang itu, dia sudah berkemampuan untuk mengacaukan pasar properti. Kalau begitu, bagaimana mungkin dulu kami bisa menjalani kehidupan yang penuh dengan penderitaan seperti itu?"Setelah mereka berdua tinggal di kediaman Keluarga Sandiga, mereka baru terbebas dari penderitaan.Begitu mengingat kejadian-kejadian dulu, ekspresi Ririn langsung berubah menjadi sangat muram.Kalau bisa, dia sangat ingin menghapus semua ingatan dulu dari dalam benaknya.Tidak peduli ada berapa banyak orang yang menyalahkan tidak tahu membalas budi, dia juga tidak peduli. Siapa yang ingin menjalani kehidupannya dulu, silakan coba saja. Intinya, dia tidak ingin menjalani kehidupan seperti dulu lagi.Dia tidak ingin kembali pada masa-masa kelam itu lagi. Jadi, dia tidak akan membiarkan Lesti mengacaukan kehidupan mereka sekarang. Mereka hanya bisa menata masa depan mereka, tidak boleh melihat ke belakang lagi."Bagaimana aku bisa memulainya?"Ka
Tentu saja Dian percaya. Dalam aspek lain, dia tidak bisa banyak membantu Grace. Dia hanya bisa sering-sering mengunjungi panti asuhan teman baiknya itu saat dia punya waktu senggang. Jadi, sebagian besar anak-anak di sini juga sudah sangat mengenal Dian. Mereka tahu Dian adalah teman baik Grace, kepala panti asuhan mereka.Sedangkan Grace sendiri sudah seperti keluarga bagi mereka. Jadi, teman Grace juga merupakan teman mereka."Kamu sudah sampai?" Tidak tahu sejak kapan Nando sudah menunggu di depan pintu. Begitu melihat mobil Dian melaju ke arah panti asuhan, dia langsung menyambut kedatangan Dian."Ya ampun, panti asuhan nggak kekurangan barang-barang ini. Setiap kali kamu datang, kamu selalu saja membawa begitu banyak barang. Kamu pasti kesulitan mengambil barang sebanyak ini sendirian."Nando langsung mengambil alih bungkusan-bungkusan barang itu di tangan Dian secara natural. Di dalam mobil Dian, masih ada banyak begitu banyak barang."Berbeda halnya dengan panti asuhan kalian k
Pergerakan Nando terhenti. Setelah terdiam cukup lama, dia baru menyunggingkan seulas senyum getir dan berkata, "Kamu nggak mengerti. Justru karena aku sangat mencintai dan menyayangi mereka, jadi aku nggak bisa berada di dekat mereka.""Apa kamu takut Juko dan yang lainnya datang mencari masalah denganmu?""Sekarang kita hidup di zaman hukum. Nggak peduli seberapa keterlaluan mereka, mereka juga nggak mungkin melakukan pembunuhan, 'kan?""Terlebih lagi, sekarang kamu nggak tinggal di tanah itu lagi, bahkan rumahmu juga sudah tiada. Sebenarnya apa lagi yang perlu mereka permasalahkan denganmu?"Ekspresi Nando berubah menjadi sangat muram, dia berkata, "Aku bukannya nggak ingin mencari perhitungan dengan mereka. Tapi, kesenjangan antara kami terlalu besar.""Mungkin di antara sedemikian banyaknya orang, hanya aku seorang diri yang bersikeras ribut dengan mereka sampai sudah melampaui batasan mereka.""Hah! Selama aku masih hidup sehari, aku nggak akan melepaskan pengembang nggak punya h
"Itu adalah rumahku!"Emosi Nando kembali bergejolak. Untuk sementara waktu ini, Dian juga hanya bisa menghiburnya, "Kamu harus yakin suatu hari nanti mereka pasti akan menerima hukuman sesuai hukum yang berlaku. Nggak ada seorang pun yang bisa menghindari hukum.""Hari ini wawancaraku berakhir sampai di sini saja. Semua ini salahku, seharusnya aku nggak selalu menanyakan hal-hal yang telah berlalu padamu. Seharusnya aku nggak membuka luka hatimu. Aku akan mencari cara lain lagi untuk menyelidiki pria itu.""Kamu tenang saja, sudah ada perkembangan. Aku mengenal seseorang yang kemungkinan besar adalah kenalan lama Juko. Seharusnya aku bisa mendapatkan banyak informasi darinya.""Benarkah? Apa itu artinya nggak lama lagi aku sudah bisa pulang dan menemui keluargaku secara terang-terangan?!"Melihat ekspresi bahagia dan penuh semangat Nando, Dian juga menganggukkan kepalanya dengan penuh keyakinan. "Percayalah padaku, nggak lama lagi kamu sudah bisa pulang."Saat dia melajukan mobilnya p
"Kenapa hari ini kamu masih belum kembali untuk berlatih? Bukankah dulu kamu selalu bilang kamu nggak bisa tanpa latihan sehari pun?"Phillip sedang menundukkan kepalanya dan tampak sibuk dengan dokumen-dokumen di tangannya. Sementara itu, Yessy malah berdiri di hadapannya dan menceritakan tentang film yang mereka tonton bersama itu tanpa henti.Sebenarnya, Phillip sudah lupa apa yang diceritakan oleh film itu. Saat berada di dalam bioskop selama dua jam itu, tidak tahu kenapa dia diliputi oleh perasaan kesal. Hanya saja, dia tidak menunjukkannya secara langsung."Ya, memang benar begitu. Tapi, aku juga manusia biasa. Terkadang, aku juga berharap bisa meliburkan diri sendiri. Sebaliknya, mengapa hari ini kamu selalu mengusirku? Apa kamu sudah janjian dengan pacarmu?"Yessy terkekeh, sedangkan Phillip tidak menanggapinya.Hanya saja, detik berikutnya, tiba-tiba Lucy menghubunginya dengan menggunakan telepon ruangan. "Pak Phillip, Nona Dian sedang menunggu Bapak di ruangan tamu."Dalam s
"Atau hatimu yang sudah berubah? Kamu sudah tertarik dan jatuh hati pada wanita lain? Cepat katakan padaku, siapa wanita itu?""Aku mau lihat wanita mana yang bisa membuatmu jatuh hati! Aku mau lihat siapa wanita yang telah merebut priaku!""Cepat katakan padaku ...."Yessy menarik kerah baju Phillip. Melihat mata wanita itu memerah, dia tahu penyakit wanita itu kumat lagi."Kamu sedang sakit, pulanglah dan minum obatmu, jangan membuang-buang waktumu dan waktuku di sini lagi.""Bisakah kamu mempertimbangkanku untuk sekali ini lagi? Jangan membuat keributan di sini."Phillip segera melirik ke luar pintu. Dia tidak ingin situasi bertambah buruk, terlebih lagi Dian masih sedang menunggunya di sebuah ruangan."Hehehe, ternyata memang benar, kamu sudah jatuh hati pada orang lain, apa Dian orangnya?""Aku tahu kamu nggak pernah membela wanita mana pun! Tapi, bisa-bisanya kamu membelanya!""Sebenarnya apa keunggulannya? Apa yang kamu sukai dari dirinya?""Phillip, apa kamu sudah melupakan ken
"Sudah, cukup. Yessy, kamu pulang dulu.""Mengapa kamu nggak membiarkanku mengatakannya? Aku hanya sedang berbicara jujur. Apa Nona Dian nggak sanggup mendengarnya?"Melihat ekspresi sedih Yessy, raut wajah Dian langsung berubah menjadi dingin."Nona Yessy, kalau ada yang ingin kamu katakan, katakan saja, nggak perlu bertele-tele seperti ini.""Perilakumu sekarang benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat dari saat kamu menerima wawancara dariku. Awalnya aku pikir kamu adalah orang yang jujur dan berterus terang."Dian mengalihkan pandangannya ke arah lain. Dia juga tidak bisa membedakan sosok Yessy yang mana merupakan sosok wanita itu yang sesungguhnya. Saat dia mewawancara wanita itu sebelumnya, mereka berdua masih bisa mengobrol dengan santai dan menyenangkan. Namun, sekarang wanita itu malah berubah drastis.Saat ini, dia benar-benar mirip dengan karakter wanita bertemperamen buruk dalam pertunjukan tariannya kala itu."Hah, bukankah Nona Dian berbicara juga suka bertele-te
"Hmm .... Tadi ...."Sebelum Dian sempat mengutarakan apa yang ingin diutarakannya, Phillip sudah menyelanya, "Maaf, Nona Dian, aku harap kamu bisa melupakan ucapanku tadi.""Kamu juga sudah lihat sendiri, emosi Yessy sekarang ini sedang nggak stabil. Aku tadi hanya sedang emosi sesaat, aku hanya mengikuti alur bicaranya.""Aku harap kamu nggak memasukkannya ke dalam hati. Kalau kamu merasa nggak nyaman karena hal ini, aku meminta maaf padamu dengan tulus."Aura panas yang menjalar di sekujur tubuh Dian hilang seketika, seakan-akan dia baru saja diguyur oleh sebaskom air dingin."Oh .... Aku juga nggak berpikir sebanyak itu.""Hanya saja, Pak Phillip, bisakah kamu menjelaskan padaku mengapa aku bisa terbawa-bawa dalam pembicaraanmu dengan Nona Yessy?""Kalau kamu nggak ingin aku salah paham, sebaiknya jangan sampai membawa-bawa namaku dalam pembicaraan kalian. Kalau seperti itu, juga hanya akan membuatku kesulitan saja."Walaupun Dian tetap tersenyum, indra tajam Phillip bisa merasakan