Namun, tidak seperti sekolah Veren yang hanya fokus pada pembelajaran, sama sekali tidak memberi waktu istirahat pada murid-murid.Andaikan dia belajar dengan giat dan masuk ke SMA yang sama dengan Viona.Sayangnya, semua itu sudah terlambat.Viona tidak mungkin tidak bisa memahami keluhan Veren. Dia menepuk kepalanya. "Kalau kamu belajar dengan giat, kita bisa kuliah sama-sama, oke?""Tapi sudah lama ada lomba paduan suara di sekolah. Katanya juara pertama bisa maju ke lomba internasional. Jadi, semua orang sangat antusias."Veren bisa mengakses ponsel Viona sesuka hati. Lalu, Veren mencari tahu seperti apa SMA swasta yang dikembangkan secara komprehensif itu.Bukankah pria di tengah baris paling belakang dalam grup paduan suara adalah pria yang menghiburnya hari itu?"Ah ...."Teriakan itu membuat Viona yang sedang membedaki wajah menoleh ke belakang dan bertanya, "Kenapa? Ada yang kirim video usil?""Ini ... yang ikut grup paduan suara itu teman kelas Kakak?"Viona mengangguk. "Tent
"Hah? Oh, Kakak ada urusan nggak nanti sore? Kalau nggak ada urusan lagi, aku balik ke kamar dulu. Soal latihanku belum selesai."Sambil berbicara, Veren beranjak dari tempatnya dan ingin pergi.Viona kebingungan. "Sebelumnya kamu bilang mau ajak Kakak nonton bioskop, 'kan?""Tadi Kakak lagi siap-siap, nggak sempat. Sekarang sudah selesai, kenapa kamu balik dan kerjakan soal latihan?"Veren merasa mual dan ingin menyeringai sinis di depan Viona. Dia enggan duduk bersama Viona dan menonton film di bioskop.Sebagai kakak, Viona tidak pernah memberinya sesuatu, malah selalu mengambil sesuatu darinya.Apa salahnya? Mengapa dia memiliki kakak seperti ini?Veren ingin menyendiri. Dia harus mencari cara, jangan sampai Viona merebut pria pujaannya.Veren langsung pergi dan membanting pintu tanpa memberi penjelasan pada Viona.Viona mengembuskan napas. Dia sudah terbiasa dengan adiknya yang semena-mena.Namun, Viona berbeda dengan gadis seumurannya. Dia tahu betul apa yang dia inginkan.Priorit
Viona bergegas menghentikan ayahnya. "Ya sudah kalau Veren nggak mau makan. Kalau dia lapar nanti, aku akan buatkan sandwich.""Sekarang dia sangat terbebani untuk belajar, mungkin nggak punya selera makan."Melihat Viona berhasil mencegat Anton, Veren tahu Anton tidak akan mencecarnya lagi.Veren meninggalkan meja makan dan kembali ke kamar dengan lesu. Dia bisa mendengar Anton berceloteh dari belakang."Kamu juga, 'kan?""Kenapa kamu nggak terbebani?""Kamu selalu habiskan makanan yang Ayah buat setiap hari, nggak pilih-pilih makan seperti Veren.""Sudah, Ayah, jangan cerewet. Nggak mudah Ayah merawat kami, Ayah harus makan yang banyak.""Kalau Veren bisa pengertian sepertimu, Ayah nggak perlu susah-susah ...."Veren meletakkan buku di atas meja, tetapi sama sekali tidak bisa membacanya.Pikiran Veren dipenuhi oleh Jason. Nama Jason sangat bagus, seperti yang dia bayangkan.Hanya nama itu yang cocok dengan Jason yang angkuh dan elegan.'Jason, bagaimana aku bisa bertemu denganmu lagi
Veren bersembunyi di pojok, dengan sabar mengamati setiap orang yang memasuki aula.Benar saja, tak lama kemudian, seorang pria jangkung yang familier muncul dalam pandangan Veren. Itu adalah pria yang telah dipikirkannya selama berhari-hari.Tanpa berpikir panjang, Veren langsung berlari ke sana dan berdiri di depan Jason.Jason berjalan ke dalam dengan langkah besar. Dia sangat kesal karena jadwal latihan yang telah ditentukan tiba-tiba diubah dan semua murid dipanggil ke sekolah.Alhasil, ada orang yang menghalangi jalan. Jason mengernyit saat menatap gadis yang terbengong di depannya."Ada apa?"Ekspresi yang sombong membuat Jason tampak lebih tampan di mata Veren. "Sudah lama aku cari kamu. Aku ingin sekali bertemu denganmu, nggak nyangka lama sekali baru bisa ketemu kamu lagi!""Maaf, sekolah kita agak jauh, aku baru bisa ketemu kamu sekarang."Veren tersenyum malu-malu kepada Jason. Sementara itu, Jason lebih mengernyit lagi. Apakah gadis ini salah mengenal orang?Gadis ini hany
Jason melirik gadis itu dengan tatapan dingin. Gadis itu langsung menundukkan kepala dengan wajah merah tersipu.Namun, Jason tidak berniat untuk membela Veren."Kalau nggak ada urusan lain, tolong minggir. Aku mau pergi.""Kamu benaran nggak ingat aku? Di bawah pohon beringin, kamu lihat aku menangis, lalu kamu beri aku saputangan dan suruh aku jangan sedih.""Kamu sama sekali sudah nggak ingat?"Veren berlinang air mata. Jason diam saja, tetapi jawabannya sudah jelas.Orang-orang di sekitar sibuk berkomentar. Veren langsung kabur dari kerumunan.Viona berjongkok di pojok. Dari sana, dia tetap bisa melihat sosok Jason yang jangkung. Jason berjalan menuju aula, kebetulan berpapasan dengan Viona yang keluar dari aula.Viona berjalan keluar dengan senang karena guru mengizinkannya untuk membawa keluarga. Namun, sampai di luar, dia tidak melihat Veren, malah berpapasan dengan Jason."Jason, apa kamu lihat gadis yang mirip aku?"Veren dengan peka menyadari perbedaan sikap Viona saat berbic
Walau dimarahi oleh ayahnya, Viona sama sekali tidak membantah.Dia sudah mencari ke semua tempat di sekolah. Tubuhnya juga lengket karena bermandikan keringat, sangat tidak nyaman.Bagaimana mungkin Veren menunggunya di perpustakaan?"Kalau terjadi apa-apa dengan Veren, Ayah benaran malu untuk bertemu dengan ibu kalian lagi.""Kamu sudah besar dan biasanya nggak perlu Ayah khawatirkan. Kenapa kamu tiba-tiba ceroboh begini soal adikmu?""Anak Ayah hanya kalian. Setelah Ayah tua, kalian harus menjaga satu sama lain. Kalau kamu ceroboh begini, bagaimana bisa Ayah percaya padamu?"Viona diam saja. Anton melepaskan celemek, lalu mereka berlari ke luar. Tepat saat itu, Veren datang dari arah tangga dengan lesu."Veren!"Mereka bergegas berlari menuju Veren. Anton memeluk Veren dan memeriksakan seluruh tubuhnya. "Apa kamu baik-baik saja?""Kamu bikin Ayah kaget saja. Bukannya kamu pulang dengan kakakmu? Kenapa kamu sendirian di belakang?"Detik berikutnya, Veren meneteskan air mata tanpa hen
"Sebelum latihan, aku suruh beri tahu dia. Aku suruh dia tunggu aku di depan aula, lalu aku pergi tanya guru.""Tapi begitu aku keluar, dia sudah hilang. Semua guru menungguku di dalam aula, aku ... aku nggak bisa tunda waktu teman yang lain dan guru-guru, lalu pergi begitu saja!"Veren menangis sembari menjelaskan, "Kakak, aku nggak lari sembarangan. Di luar aula terlalu terik, jadi aku cari tempat untuk berteduh.""Aku nggak lihat Kakak keluar. Kalau tahu aku bisa masuk, mana mungkin aku lari sembarangan?""Aku juga tahu nggak boleh pergi sembarangan di tempat asing. Ayah, aku benaran nggak sengaja!""Jangan marahi Kakak lagi, semua ini salahku. Aku nggak akan pergi ke sekolah Kakak lagi."Viona menggigit bibir dan diam. Anton kehilangan akal sehatnya ketika melihat Veren menangis tersedu-sedu."Kamu terlalu ceroboh dan selalu merasa bisa melakukan semuanya dengan baik.""Bagaimana nyatanya?""Kamu meninggalkan adikmu sendirian di tempat asing. Sekarang Veren sudah pulang, tapi kamu
"Kakakmu hanya terbawa emosi tadi, jangan kamu simpan omongannya dalam hati.""Tunggu sampai kakakmu sudah nggak marah, Ayah akan bicarakan lagi dengannya.""Tapi seperti yang kamu bilang, kakakmu juga punya tekanan.""Lain kali, kamu jangan ikut ke sekolahnya lagi di hari Minggu."Anton mengembuskan napas. Dia tidak melihat bahwa gadis yang menangis tersedu-sedu dalam pelukannya sedang tersenyum licik.Veren tidak makan malam."Ayah makan saja, aku nggak punya selera makan. Aku balik ke kamar dulu."Anton melambaikan tangan. Dia duduk sendirian di depan meja makan dan merasa letih.Terlalu susah untuk membesarkan dua anak sendirian.Sekembalinya ke kamar, Veren melompat ke ranjang dengan girang. Senyuman tidak pernah hilang dari wajahnya."Huh, ranjang sendiri yang paling nyaman."Tentu saja Veren tidak ingin makan. Dia sudah berkeliling di luar dan pulang setelah makan.Semua itu sesuai dengan rencananya.Viona, bagaimana rasanya diabaikan oleh Ayah?'Apakah enak dituduh?'Sudah wakt
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen