"Hah? Oh, Kakak ada urusan nggak nanti sore? Kalau nggak ada urusan lagi, aku balik ke kamar dulu. Soal latihanku belum selesai."Sambil berbicara, Veren beranjak dari tempatnya dan ingin pergi.Viona kebingungan. "Sebelumnya kamu bilang mau ajak Kakak nonton bioskop, 'kan?""Tadi Kakak lagi siap-siap, nggak sempat. Sekarang sudah selesai, kenapa kamu balik dan kerjakan soal latihan?"Veren merasa mual dan ingin menyeringai sinis di depan Viona. Dia enggan duduk bersama Viona dan menonton film di bioskop.Sebagai kakak, Viona tidak pernah memberinya sesuatu, malah selalu mengambil sesuatu darinya.Apa salahnya? Mengapa dia memiliki kakak seperti ini?Veren ingin menyendiri. Dia harus mencari cara, jangan sampai Viona merebut pria pujaannya.Veren langsung pergi dan membanting pintu tanpa memberi penjelasan pada Viona.Viona mengembuskan napas. Dia sudah terbiasa dengan adiknya yang semena-mena.Namun, Viona berbeda dengan gadis seumurannya. Dia tahu betul apa yang dia inginkan.Priorit
Viona bergegas menghentikan ayahnya. "Ya sudah kalau Veren nggak mau makan. Kalau dia lapar nanti, aku akan buatkan sandwich.""Sekarang dia sangat terbebani untuk belajar, mungkin nggak punya selera makan."Melihat Viona berhasil mencegat Anton, Veren tahu Anton tidak akan mencecarnya lagi.Veren meninggalkan meja makan dan kembali ke kamar dengan lesu. Dia bisa mendengar Anton berceloteh dari belakang."Kamu juga, 'kan?""Kenapa kamu nggak terbebani?""Kamu selalu habiskan makanan yang Ayah buat setiap hari, nggak pilih-pilih makan seperti Veren.""Sudah, Ayah, jangan cerewet. Nggak mudah Ayah merawat kami, Ayah harus makan yang banyak.""Kalau Veren bisa pengertian sepertimu, Ayah nggak perlu susah-susah ...."Veren meletakkan buku di atas meja, tetapi sama sekali tidak bisa membacanya.Pikiran Veren dipenuhi oleh Jason. Nama Jason sangat bagus, seperti yang dia bayangkan.Hanya nama itu yang cocok dengan Jason yang angkuh dan elegan.'Jason, bagaimana aku bisa bertemu denganmu lagi
Veren bersembunyi di pojok, dengan sabar mengamati setiap orang yang memasuki aula.Benar saja, tak lama kemudian, seorang pria jangkung yang familier muncul dalam pandangan Veren. Itu adalah pria yang telah dipikirkannya selama berhari-hari.Tanpa berpikir panjang, Veren langsung berlari ke sana dan berdiri di depan Jason.Jason berjalan ke dalam dengan langkah besar. Dia sangat kesal karena jadwal latihan yang telah ditentukan tiba-tiba diubah dan semua murid dipanggil ke sekolah.Alhasil, ada orang yang menghalangi jalan. Jason mengernyit saat menatap gadis yang terbengong di depannya."Ada apa?"Ekspresi yang sombong membuat Jason tampak lebih tampan di mata Veren. "Sudah lama aku cari kamu. Aku ingin sekali bertemu denganmu, nggak nyangka lama sekali baru bisa ketemu kamu lagi!""Maaf, sekolah kita agak jauh, aku baru bisa ketemu kamu sekarang."Veren tersenyum malu-malu kepada Jason. Sementara itu, Jason lebih mengernyit lagi. Apakah gadis ini salah mengenal orang?Gadis ini hany
Jason melirik gadis itu dengan tatapan dingin. Gadis itu langsung menundukkan kepala dengan wajah merah tersipu.Namun, Jason tidak berniat untuk membela Veren."Kalau nggak ada urusan lain, tolong minggir. Aku mau pergi.""Kamu benaran nggak ingat aku? Di bawah pohon beringin, kamu lihat aku menangis, lalu kamu beri aku saputangan dan suruh aku jangan sedih.""Kamu sama sekali sudah nggak ingat?"Veren berlinang air mata. Jason diam saja, tetapi jawabannya sudah jelas.Orang-orang di sekitar sibuk berkomentar. Veren langsung kabur dari kerumunan.Viona berjongkok di pojok. Dari sana, dia tetap bisa melihat sosok Jason yang jangkung. Jason berjalan menuju aula, kebetulan berpapasan dengan Viona yang keluar dari aula.Viona berjalan keluar dengan senang karena guru mengizinkannya untuk membawa keluarga. Namun, sampai di luar, dia tidak melihat Veren, malah berpapasan dengan Jason."Jason, apa kamu lihat gadis yang mirip aku?"Veren dengan peka menyadari perbedaan sikap Viona saat berbic
Walau dimarahi oleh ayahnya, Viona sama sekali tidak membantah.Dia sudah mencari ke semua tempat di sekolah. Tubuhnya juga lengket karena bermandikan keringat, sangat tidak nyaman.Bagaimana mungkin Veren menunggunya di perpustakaan?"Kalau terjadi apa-apa dengan Veren, Ayah benaran malu untuk bertemu dengan ibu kalian lagi.""Kamu sudah besar dan biasanya nggak perlu Ayah khawatirkan. Kenapa kamu tiba-tiba ceroboh begini soal adikmu?""Anak Ayah hanya kalian. Setelah Ayah tua, kalian harus menjaga satu sama lain. Kalau kamu ceroboh begini, bagaimana bisa Ayah percaya padamu?"Viona diam saja. Anton melepaskan celemek, lalu mereka berlari ke luar. Tepat saat itu, Veren datang dari arah tangga dengan lesu."Veren!"Mereka bergegas berlari menuju Veren. Anton memeluk Veren dan memeriksakan seluruh tubuhnya. "Apa kamu baik-baik saja?""Kamu bikin Ayah kaget saja. Bukannya kamu pulang dengan kakakmu? Kenapa kamu sendirian di belakang?"Detik berikutnya, Veren meneteskan air mata tanpa hen
"Sebelum latihan, aku suruh beri tahu dia. Aku suruh dia tunggu aku di depan aula, lalu aku pergi tanya guru.""Tapi begitu aku keluar, dia sudah hilang. Semua guru menungguku di dalam aula, aku ... aku nggak bisa tunda waktu teman yang lain dan guru-guru, lalu pergi begitu saja!"Veren menangis sembari menjelaskan, "Kakak, aku nggak lari sembarangan. Di luar aula terlalu terik, jadi aku cari tempat untuk berteduh.""Aku nggak lihat Kakak keluar. Kalau tahu aku bisa masuk, mana mungkin aku lari sembarangan?""Aku juga tahu nggak boleh pergi sembarangan di tempat asing. Ayah, aku benaran nggak sengaja!""Jangan marahi Kakak lagi, semua ini salahku. Aku nggak akan pergi ke sekolah Kakak lagi."Viona menggigit bibir dan diam. Anton kehilangan akal sehatnya ketika melihat Veren menangis tersedu-sedu."Kamu terlalu ceroboh dan selalu merasa bisa melakukan semuanya dengan baik.""Bagaimana nyatanya?""Kamu meninggalkan adikmu sendirian di tempat asing. Sekarang Veren sudah pulang, tapi kamu
"Kakakmu hanya terbawa emosi tadi, jangan kamu simpan omongannya dalam hati.""Tunggu sampai kakakmu sudah nggak marah, Ayah akan bicarakan lagi dengannya.""Tapi seperti yang kamu bilang, kakakmu juga punya tekanan.""Lain kali, kamu jangan ikut ke sekolahnya lagi di hari Minggu."Anton mengembuskan napas. Dia tidak melihat bahwa gadis yang menangis tersedu-sedu dalam pelukannya sedang tersenyum licik.Veren tidak makan malam."Ayah makan saja, aku nggak punya selera makan. Aku balik ke kamar dulu."Anton melambaikan tangan. Dia duduk sendirian di depan meja makan dan merasa letih.Terlalu susah untuk membesarkan dua anak sendirian.Sekembalinya ke kamar, Veren melompat ke ranjang dengan girang. Senyuman tidak pernah hilang dari wajahnya."Huh, ranjang sendiri yang paling nyaman."Tentu saja Veren tidak ingin makan. Dia sudah berkeliling di luar dan pulang setelah makan.Semua itu sesuai dengan rencananya.Viona, bagaimana rasanya diabaikan oleh Ayah?'Apakah enak dituduh?'Sudah wakt
Sejak Veren mengikutinya ke sekolah, Viona berulang kali mengingatkan Veren untuk jangan lari sembarangan. Bagaimanapun, itu tempat asing bagi Veren. Bagaimana kalau Veren tersesat?Sebelum masuk ke sekolah, Veren berjanji akan patuh. Namun, Veren membangkang ketika sampai di dalam."Sudahlah, mungkin aku salah paham."Ketika Viona sedang galau, temannya tiba-tiba mengirimkan sebuah tangkapan layar."Coba lihat, ini adikmu bukan? Kenapa dia ada di forum kita?"Orang di foto itu tidak terlalu jelas, tetapi Viona mengenalinya dengan sekilas pandang karena itu pakaian yang dikenakan Veren hari ini.Jason berdiri di depan Veren dan judul artikel itu sangat ironis."Gadis luar mengungkapkan cinta dengan percaya diri, bagaimana menurutmu?"Sebagian besar komentar di bawah ikut mentertawakan gadis di foto itu. Viona sangat tidak nyaman ketika membacanya.Jadi, Viona memberi tahu temannya itu bukan Veren.Namun, sejak kapan Veren mengenal Jason?Jika tidak kenal, mengapa Veren menghalangi Jaso