Jason sedang menunggu sopir dan kebetulan melihat seorang teman sekolah. Dia mengira Veren adalah Viona.Viona sekelas dengannya. Melihat gadis itu berdiri sendirian di sana dan menangis, Jason memberikan saputangan padanya.Jason memiliki kesan yang baik terhadap Viona yang giat. Jarang Jason bisa begitu sabar."Kamu harus berusaha kalau mau jadi yang terbaik.""Kalau nggak bisa dan nggak mau, nggak usah pedulikan.""Hidup ini hidup kita, nggak usah pedulikan pandangan orang lain."Veren terbengong dan bergumam, "Ya, hidup ini hidup kita."Tepat saat ini, sopir sudah sampai. Jason mengangguk padanya. "Aku pulang dulu, kamu juga cepat pulang."Veren dengan enggan melihat Jason pergi. Saat ini, Jason tidak tahu kebaikan sesaatnya akan membawakan perubahan besar pada kehidupan orang lain.Ketika Jason hilang dari pandangan, jantung Veren berdetak dengan kencang. Inikah perasaan jatuh cinta?Veren memegang dadanya dan meremas saputangan dengan erat.Veren buru-buru mengejar, tetapi mobil
"Ayah, jangan khawatir. Di sekolah nanti, aku akan putus dengan mereka.""Ke depannya, aku akan belajar dengan giat dan baca semua materi pembelajaran yang Kakak carikan untukku. Ayah, jangan marah lagi."Ini pertama kalinya Veren mengaku kesalahan di depan Anton.Dulu, tidak peduli betapa besar kesalahan Veren dan betapa semena-mena, Veren selalu angkuh ketika pulang ke rumah.Veren tidak sudi untuk meminta maaf. Dia selalu merasa ayah memaksanya minta maaf karena Viona.Jika Viona melakukan kesalahan, ayah pasti tidak tega untuk menegur Viona. Ayah hanya cuek padanya.Anton tidak tahu apa yang terjadi dengan putri bungsunya. Veren yang tiba-tiba menjadi dewasa setelah lari sepanjang sore menimbulkan kecurigaan Anton.Namun, terhadap permintaan maaf Veren, Anton tentu harus memotivasi dan menghiburnya."Ya, Ayah senang sekali kalau kamu bisa berpikir begini.""Didikan Ayah dan kakakmu selama ini nggak sia-sia.""Ayah sudah introspeksi diri, Ayah terlalu gegabah tadi sore.""Apapun kes
Namun, tidak seperti sekolah Veren yang hanya fokus pada pembelajaran, sama sekali tidak memberi waktu istirahat pada murid-murid.Andaikan dia belajar dengan giat dan masuk ke SMA yang sama dengan Viona.Sayangnya, semua itu sudah terlambat.Viona tidak mungkin tidak bisa memahami keluhan Veren. Dia menepuk kepalanya. "Kalau kamu belajar dengan giat, kita bisa kuliah sama-sama, oke?""Tapi sudah lama ada lomba paduan suara di sekolah. Katanya juara pertama bisa maju ke lomba internasional. Jadi, semua orang sangat antusias."Veren bisa mengakses ponsel Viona sesuka hati. Lalu, Veren mencari tahu seperti apa SMA swasta yang dikembangkan secara komprehensif itu.Bukankah pria di tengah baris paling belakang dalam grup paduan suara adalah pria yang menghiburnya hari itu?"Ah ...."Teriakan itu membuat Viona yang sedang membedaki wajah menoleh ke belakang dan bertanya, "Kenapa? Ada yang kirim video usil?""Ini ... yang ikut grup paduan suara itu teman kelas Kakak?"Viona mengangguk. "Tent
"Hah? Oh, Kakak ada urusan nggak nanti sore? Kalau nggak ada urusan lagi, aku balik ke kamar dulu. Soal latihanku belum selesai."Sambil berbicara, Veren beranjak dari tempatnya dan ingin pergi.Viona kebingungan. "Sebelumnya kamu bilang mau ajak Kakak nonton bioskop, 'kan?""Tadi Kakak lagi siap-siap, nggak sempat. Sekarang sudah selesai, kenapa kamu balik dan kerjakan soal latihan?"Veren merasa mual dan ingin menyeringai sinis di depan Viona. Dia enggan duduk bersama Viona dan menonton film di bioskop.Sebagai kakak, Viona tidak pernah memberinya sesuatu, malah selalu mengambil sesuatu darinya.Apa salahnya? Mengapa dia memiliki kakak seperti ini?Veren ingin menyendiri. Dia harus mencari cara, jangan sampai Viona merebut pria pujaannya.Veren langsung pergi dan membanting pintu tanpa memberi penjelasan pada Viona.Viona mengembuskan napas. Dia sudah terbiasa dengan adiknya yang semena-mena.Namun, Viona berbeda dengan gadis seumurannya. Dia tahu betul apa yang dia inginkan.Priorit
Viona bergegas menghentikan ayahnya. "Ya sudah kalau Veren nggak mau makan. Kalau dia lapar nanti, aku akan buatkan sandwich.""Sekarang dia sangat terbebani untuk belajar, mungkin nggak punya selera makan."Melihat Viona berhasil mencegat Anton, Veren tahu Anton tidak akan mencecarnya lagi.Veren meninggalkan meja makan dan kembali ke kamar dengan lesu. Dia bisa mendengar Anton berceloteh dari belakang."Kamu juga, 'kan?""Kenapa kamu nggak terbebani?""Kamu selalu habiskan makanan yang Ayah buat setiap hari, nggak pilih-pilih makan seperti Veren.""Sudah, Ayah, jangan cerewet. Nggak mudah Ayah merawat kami, Ayah harus makan yang banyak.""Kalau Veren bisa pengertian sepertimu, Ayah nggak perlu susah-susah ...."Veren meletakkan buku di atas meja, tetapi sama sekali tidak bisa membacanya.Pikiran Veren dipenuhi oleh Jason. Nama Jason sangat bagus, seperti yang dia bayangkan.Hanya nama itu yang cocok dengan Jason yang angkuh dan elegan.'Jason, bagaimana aku bisa bertemu denganmu lagi
Veren bersembunyi di pojok, dengan sabar mengamati setiap orang yang memasuki aula.Benar saja, tak lama kemudian, seorang pria jangkung yang familier muncul dalam pandangan Veren. Itu adalah pria yang telah dipikirkannya selama berhari-hari.Tanpa berpikir panjang, Veren langsung berlari ke sana dan berdiri di depan Jason.Jason berjalan ke dalam dengan langkah besar. Dia sangat kesal karena jadwal latihan yang telah ditentukan tiba-tiba diubah dan semua murid dipanggil ke sekolah.Alhasil, ada orang yang menghalangi jalan. Jason mengernyit saat menatap gadis yang terbengong di depannya."Ada apa?"Ekspresi yang sombong membuat Jason tampak lebih tampan di mata Veren. "Sudah lama aku cari kamu. Aku ingin sekali bertemu denganmu, nggak nyangka lama sekali baru bisa ketemu kamu lagi!""Maaf, sekolah kita agak jauh, aku baru bisa ketemu kamu sekarang."Veren tersenyum malu-malu kepada Jason. Sementara itu, Jason lebih mengernyit lagi. Apakah gadis ini salah mengenal orang?Gadis ini hany
Jason melirik gadis itu dengan tatapan dingin. Gadis itu langsung menundukkan kepala dengan wajah merah tersipu.Namun, Jason tidak berniat untuk membela Veren."Kalau nggak ada urusan lain, tolong minggir. Aku mau pergi.""Kamu benaran nggak ingat aku? Di bawah pohon beringin, kamu lihat aku menangis, lalu kamu beri aku saputangan dan suruh aku jangan sedih.""Kamu sama sekali sudah nggak ingat?"Veren berlinang air mata. Jason diam saja, tetapi jawabannya sudah jelas.Orang-orang di sekitar sibuk berkomentar. Veren langsung kabur dari kerumunan.Viona berjongkok di pojok. Dari sana, dia tetap bisa melihat sosok Jason yang jangkung. Jason berjalan menuju aula, kebetulan berpapasan dengan Viona yang keluar dari aula.Viona berjalan keluar dengan senang karena guru mengizinkannya untuk membawa keluarga. Namun, sampai di luar, dia tidak melihat Veren, malah berpapasan dengan Jason."Jason, apa kamu lihat gadis yang mirip aku?"Veren dengan peka menyadari perbedaan sikap Viona saat berbic
Walau dimarahi oleh ayahnya, Viona sama sekali tidak membantah.Dia sudah mencari ke semua tempat di sekolah. Tubuhnya juga lengket karena bermandikan keringat, sangat tidak nyaman.Bagaimana mungkin Veren menunggunya di perpustakaan?"Kalau terjadi apa-apa dengan Veren, Ayah benaran malu untuk bertemu dengan ibu kalian lagi.""Kamu sudah besar dan biasanya nggak perlu Ayah khawatirkan. Kenapa kamu tiba-tiba ceroboh begini soal adikmu?""Anak Ayah hanya kalian. Setelah Ayah tua, kalian harus menjaga satu sama lain. Kalau kamu ceroboh begini, bagaimana bisa Ayah percaya padamu?"Viona diam saja. Anton melepaskan celemek, lalu mereka berlari ke luar. Tepat saat itu, Veren datang dari arah tangga dengan lesu."Veren!"Mereka bergegas berlari menuju Veren. Anton memeluk Veren dan memeriksakan seluruh tubuhnya. "Apa kamu baik-baik saja?""Kamu bikin Ayah kaget saja. Bukannya kamu pulang dengan kakakmu? Kenapa kamu sendirian di belakang?"Detik berikutnya, Veren meneteskan air mata tanpa hen