Pamela berkata tanpa minat, "Aku sangat berterima kasih karena telah datang menemuiku, tapi aku nggak mau membicarakan hal ini denganmu."Andra tersenyum. "Aku cuma ingin bertanya, kalau kamu ingin berdamai dengan Agam, bagaimana denganku?"Pamela mengangkat bulu matanya yang tebal dan menatapnya dengan tatapan yang tulus sebelum berkata, "Andra, aku menganggapmu sebagai teman dan kita akan selalu menjadi teman."Raut wajah Andra menjadi muram. Setelah beberapa saat, dia tersenyum sinis. "Selamanya? Lala, kamu nggak pernah memikirkanku!""Aku jelas nggak punya perasaan untukmu dan masih ingin memintaku memberikan perasaanku padamu. Itu namanya genit, tapi aku nggak seperti itu!" Setelah mengatakan itu, Pamela menguap dan berdiri. "Kalian nikmatilah makanannya. Aku pergi mandi dan tidur dulu!"Adsila juga berdiri. "Bibi, biarkan aku membantumu naik ke atas untuk beristirahat!"Pamela tidak menolak Adsila dan mengizinkannya membantunya naik ke atas bersama.Wajah muram Andra terlihat aga
Adsila mengerucutkan bibirnya. "Nggak, aku nggak mau pergi! Bibi, sekarang sudah hampir fajar. Aku akan menemanimu sampai fajar, lalu pulang naik taksi!"Albert baru saja marah karena Marlon dan Adsila sendiri tidak memahami pikirannya dengan jelas saat menelepon, jadi dia menghindari kontak dengan Marlon lagi.Kalau sekarang dia turun, Marlon pasti tidak akan membiarkannya pulang sendirian, jadi lebih baik tidak pergi.Setelah Marlon pergi saat fajar, Adsila bisa pergi sendiri."Oh ya, Bibi! Aku sudah mengetahui semua tentang Sophia! Mau dengar?" Adsila mengedipkan mata dengan misterius.Pamela setengah bersandar di samping kasur dan melihat ponselnya. Raut wajahnya agak membeku setelah mendengar ini dan menegakkan kepala untuk melihat ke arah Adsila. "Katakan."Melihat bibinya tertarik, Adsila berbaring di tepi kasur dan memegang dagunya dengan tangan sambil memberitahunya."Bibi, kamu juga tahu Paman sengaja menjaga jarak dari Kalana yang salah mengira dia telah menyelamatkan Paman,
"Kamu memang layak disebut keponakan pamanmu, cukup pandai membelanya juga." Pamela mengerutkan bibirnya dengan sinis. "Dalam kasusku, menyembunyikan masalah dan berbohong adalah kejahatan yang sama. Terlebih lagi, aku bertanya padanya apakah ada yang dia sembunyikan sesuatu dariku, tapi dia nggak beri tahu aku apa pun."Adsila menghela napas. "Aku juga seorang wanita. Tentu saja aku mengerti betapa nggak enaknya disembunyikan dan ditipu oleh seseorang yang kamu percayai! Tapi Bibi, bukankah menurutmu sebenarnya Paman agak takut padamu? Memikirkan konsekuensi dari kemarahanmu, dia pasti nggak akan berani mengatakannya!"Pamela menganggapnya lucu. "Oh, kenapa dia takut padaku? Kamu nggak lihat saat dia marah dan menyerangku!?"Adsila merentangkan tangannya dan berkata, "Sama seperti hari ini, sebenarnya Paman sama sekali nggak peduli dengan Keluarga Yanuar. Karena kamu ada di sini, dia nggak berani masuk karena takut membuatmu marah."Pamela, "..."Adsila melanjutkan, "Selain itu, alasa
Ternyata pengalaman Agam agak mirip dengan pengalamannya. Ibunya menghilang saat masih kecil, tidak diketahui keberadaannya dan hidup atau matinya tidak pasti."Lalu sekarang di mana ayahnya?"Adsila menghela napas. "Setelah ibunya Paman kabur dari rumah, ayahnya Paman nggak pernah keluar untuk bersenang-senang lagi. Nggak lama kemudian, dia pergi ke kuil di Gunung Manawi untuk menjadi biksu!""Tuan Tomi mengutus orang ke Gunung Manawi beberapa kali untuk mencarinya, tapi ayahnya Paman menolak turun gunung dan Tuan Tomi jatuh sakit karenanya.""Setelah itu, Kakek Tomi mengetahui cucunya dan putra sebelumnya adalah dua orang yang bertolak belakang. Saat putranya masih muda, dia nggak melakukan pekerjaan serius dan hidup dalam pesta pora. Cucunya yang hampir berusia 30 tahun cuma tahu cara bekerja dan nggak mau menyentuh seorang wanita. Lambat laun, ada rumor di dunia luar kalau tuan muda Keluarga Dirgantara suka pria ....""Kakek Tomi cemas dan memaksa paman untuk menikah, bilang wanita
Meskipun Pamela agak tersentuh oleh masa lalu Agam, dia tidak akan mengabaikan masalah lain karena hal ini.Dia terdiam selama dua detik, lalu berkata, "Kalau begitu, itu tergantung apakah pamanmu bisa menangani masalah pribadinya. Aku nggak akan melanggar prinsipku untuk siapa pun."Adsila senang saat mendengar ini. "Jangan khawatir, Bibi. Paman pasti bisa mengatasinya. Dia sangat mencintaimu! Sebenarnya aku sangat senang Paman bertemu denganmu. Karena kamu, dia menjadi lebih hidup seperti manusia sungguhan!"Benarkah itu?Pamela agak lelah, jadi dia menggerakkan tubuhnya dan berbaring dengan kepala di atas bantal. Setelah mendengarkan Adsila berbicara tentang masa lalu Agam, dia merasa sangat getir.Dia mengambil ponselnya dan membuka ruang obrolan dengan Agam. Dia mengetik tiga kata dengan jari rampingnya dan mengirimkannya pada Agam: "Selamat malam, Paman."Beberapa detik kemudian, dia menerima balasan dari pria itu.Yang juga terdiri dari tiga kata: "Selamat malam, Nak."Setelah m
Seusai pembicaraan, Agam segera menutup teleponnya, tidak ingin mendengarkan ocehan orang tua lagi, lalu mengalihkan tatapannya kepada Ervin untuk menyampaikan pesannya."Kamu pulang sebentar, ambilkan masakan sup ayam Nenek."Ervin mengangguk mengerti. "Baik, Tuan Muda! Apa saya harus antarkan ke Nyonya Pamela?"Agam berkata, "Nggak perlu, bawakan saja kemari. Aku yang makan!"Ervin bingung. "Tapi, bukankah itu sup yang Nyonya Frida buatkan untuk Nyonya Pamela, Tuan Muda ingin minum?"Agam mengusap-usap pelipisnya. "Nenek memanjakan Pamela dengan terlalu berlebihan. Dengan tambahan berbagai nutrisi ke dalam sup itu, belum tentu baik untuk tubuhnya."Ervin mengangguk. "Paham."Begitu selesai memberi perintah kepada bawahannya, Agam mengeluarkan ponselnya dan membuka percakapan dengan si gadis belia yang biasa diajak bicara. Tampak olehnya tampilan pesan "selamat malam" yang dikirim gadis itu sebelum tidur. Tanpa disadari, air mukanya menjadi lebih lembut.Dia lalu mengetik beberapa kat
Pamela agak penasaran. "Oh? Kamu nggak akan sungkan padaku?"Sophia berkata dengan nada menantang, "Coba tebak?!Pamela mengangkat pundak dengan cuek, lalu mengambil susu untuk diminum. "Aku nggak ingin tebak-tebakan. Kalau kamu mau lakukan, lakukan saja, nggak perlu menelepon secara khusus untuk kasih peringatan."Sophia tidak mendapatkan reaksi yang diharapkan dari lawan bicaranya. Bagaikan pukulan tinju di atas kapas, tidak ada umpan balik yang memuaskan. "Pamela! Tahukah kamu, ayahku terkenal sebagai ...."Sebelum nama ayahnya diungkapkan, sambungan telepon diputuskan Pamela. Yang terdengar hanyalah nada tut tut tut sebagai respons ....Ekspresi wajah Sophia menjadi suram. Dirinya marah, lalu mengempaskan ponselnya ke lantai. Semenjak kecil hingga sekarang, tidak ada yang berani membuatnya merasa gagal seperti ini!Pelayan pribadinya memungut ponsel yang terjatuh dari lantai, membersihkannya, lalu mengembalikan kepadanya. "Nona, tolong jangan terlalu marah. Nanti kalau Tuan lihat N
"Sejak awal, kamu seharusnya mendengarkan ayahmu, bicara langsung dengan Tuan Muda Keluarga Dirgantara itu. Kalau bisa ya bagus, kalau nggak, maka lupakan saja! Jangan mulai dengan berteman, telah membuang-buang masa muda yang baik ini selama bertahun-tahun!"Sampai sekarang, Sophia masih tidak setuju dengan pendirian ayahnya. "Ayah! Ayah sama sekali nggak mengerti, Agam berbeda dari pria lainnya! Kalau aku langsung utarakan perasaanku padanya, kami pasti nggak bisa berteman lagi. Dia sudah pasti nggak akan lagi peduli padaku!"Theo mendesah, bersikeras dengan tegas. "Kalau dirinya tidak peduli, ya biarkan saja! Di dunia ini banyak pria pilihan. Nggak perlu kamu andalkan satu orang pria! Apa putri Theo bisa kekurangan pria? Nanti ayah akan perkenalkan kamu kepada beberapa pria yang lebih tampan dari Agam!"Sophia bersikeras berkata, "Nggak ada pria lain yang bisa dibandingkan dengan Agam! Ayah, aku nggak peduli. Selain Agam, aku nggak punya minat dengan siapa pun! Ayah harus lakukan se