Marlon menjawab, "Buat menjenguk bibimu, bukankah dia hamil? Kami berencana mengunjunginya sekalian membelikan suplemen."Adsila tidak mengerti, dia berkata, "Kalau mau menjenguk Bibi, kalian tinggal menjelaskan tujuan kedatangan kalian, Keluarga Dirgantara pasti mengizinkan kalian masuk, nggak perlu aku yang membawa kalian juga pasti boleh!"Marlon menggerakkan alisnya sambil berkata, "Lebih terjamin kalau kamu yang membawa kami, kalau sampai kami nggak diizinkan masuk 'kan ada kamu, jadi kedatangan kami nggak sia-sia. Ya, 'kan?"Adsila merasa ada yang aneh, tapi ucapan Marlon masuk akal juga, dia pun tidak mendesak lagi dan mengangguk sambil berkata, "Baiklah! Apa kita berangkat sepulang kerja?"Marlon menjawab, "Nggak usah, kalau kamu ada waktu, sekarang juga kita berangkat!""Buru-buru sekali?" tanya Adsila sambil berkedip, lalu melihat jam di ponselnya, "Hari ini aku nggak ada urusan! Baiklah, ayo kita berangkat sekarang," sambungnya.Adsila mengambil tasnya, memasukkan ponselnya
"Apa Pak Marlon orang yang senang bergosip? Kalaupun aku merasa dia baik, terus kenapa? Kamu mau membantu kami?" tanya Adsila.Marlon mengernyitkan bibir, berkata, "Bukannya nggak bisa, setelah urusan ini beres, aku akan mengaturnya."Adsila terdiam.Dia merasa jengkel karena tak menyangka Marlon akan menyetujuinya.Adsila menjawab dengan ketus, "Pak Marlon nggak perlu repot-repot, aku bisa menanganinya sendiri."Marlon mengerutkan kening sambil menyindir, "Jadi maksudnya, kamu mau berinisiatif mengejarnya lagi?"Adsila mengerutkan kening, berbalik menatap dan berkata dengan serius, "Pak Marlon, aku memang pernah mengejarmu dan memang nggak berhasil, tapi bukan berarti setiap pria perlu aku yang mengejarnya, aku nggak seburuk itu!"Marlon tersenyum sambil berkata, "Benar juga! Dengan kondisi Adsila, seharusnya kamu cukup laku!"Adsila tidak ingin menghiraukannya lagi, dulu dia mengira pria ini lembut dan humoris, selalu berbicara dengan tenang dan tersenyum, sekarang dia merasa pria in
Sudah terlambat ketika Ariel menyadarinya ....Panggilan video sudah tersambung, karena tidak senang, Justin tidak melihat ke arah kamera, dia mengangkat dagunya, berkata dengan arogan, "Kak Ariel, sudahlah, aku sudah memaafkanmu!""Hari ini aku juga bersalah, nggak seharusnya aku mengganggumu bekerja, kamu jadi marah dan melapor pada Kak Jason," sambungnya."Aku nggak akan begitu lagi, lain kali aku akan menemuimu setelah pulang kerja," tambahnya.Marlon mendecakkan lidah, kemudian berkata, "Bagus, Tuan Justin! Tahu Ariel paling nggak suka orang yang mengganggunya bekerja, kamu langsung merenungi kesalahan."Mendengar suara yang berbeda, Justin langsung menatap kamera, lalu berkata, "Kamu lagi, kenapa kamu mengambil ponselnya?"Sebelum Marlon menjawab, Ariel langsung merebut kembali ponselnya dan berkata, "Sudah dulu.""Kak Ariel ...."Suara Justin terpotong karena Ariel memutuskan panggilan dan mematikan ponsel.Kemudian, Ariel mendongak, menatap Marlon yang tangannya kegatalan sambi
Ah, pantas saja dia merasa peralatan yang dibawa para pembantu di belakang terlihat familier. Itu adalah peralatan yang digunakan ketika mengikuti prosedur pemeriksaan di bandara, hanya saja ...."Pak Dimas, kurasa itu nggak perlu? Mereka teman lama aku dan Bibi, bukan orang jahat!" kata Adsila.Pak Dimas bersikeras, "Nona Adsila, ini instruksi yang disampaikan Tuan sebelum berangkat, siapa pun yang datang mengunjungi Nyonya Pamela harus melalui pemeriksaan ini, kami hanya melaksanakan instruksinya."Adsila berkata tak berdaya, "Baiklah kalau begitu, aku sampaikan dulu pada kedua temanku, menanyakan ketersediaan mereka."Pak Dimas menjawab dengan penuh hormat, "Baik."Adsila merasa prosedur pemeriksaan terhadap tamu yang datang ke Kediaman Dirgantara agak keterlaluan, tidak tahu apakah Pak Marlon dan Bu Ariel bisa menerimanya.Dia menghampiri mereka, baru saja mau menjelaskan, Marlon duluan berkata, "Nggak apa-apa, kami bersedia mengikuti prosedur pemeriksaan."Adsila tercengang, lalu
Marlon membaca petunjuk dari mata Pamela, dia tersenyum, "Nona Pamela, maksudmu tanpa kepentingan, kami nggak boleh datang menjengukmu?" jawabnya.Ariel juga ikut menjawab, "Sudah lama nggak bertemu, bosan, ingin mengobrol denganmu."Mereka secara kompak tidak memanggil Pamela dengan sebutan Bos.Pamela juga setuju, "Hm, aku juga bosan, baguslah kalian datang, kita bisa main mahyong bersama untuk menghabiskan waktu."Marlon tersenyum sambil berkata, "Oke!"Adsila juga menjawab, "Oke, oke, Pak Marlon mengizinkanku cuti setengah hari, kebetulan aku ingin belajar bermain mahyong!"Saat ini, Frida keluar dari dapur bersama dua pembantu."Pamela, katanya temanmu datang, Nenek sengaja buatkan cemilan. Ayo, ajak temanmu mencicipinya," kata Frida.Pamela yang selama ini sangat menghormati Frida, kali ini tidak menghiraukan niat baiknya.Adsila bangkit, lalu berkata, "Nyonya Frida, Anda terlalu sungkan."Frida menatap senyuman manis Adsila, "Adsila, ya? Sudah lama kamu nggak datang, aku hampir
Namun, karena kedua tamu yang datang tidak pernah dia temui sebelumnya, Frida tidak tenang meninggalkan cucu menantunya sendirian di sini.Tentu saja, Frida tahu suasana menjadi dingin karena keberadaannya, tapi dia tidak berencana meninggalkan mereka, dia mengambil teh di atas meja dan menyesapnya, lalu berkata, "Tadi aku dengar kalian mau main mahyong? Aku suka sekali bermain mahyong, apa kalian keberatan kalau aku ikut bermain?"Marlon terdiam.Demikian juga Ariel.Pamela tidak berekspresi, juga tidak mengatakan apa pun.Hanya Adsila yang tersenyum sambil berkata, "Oke! Nyonya Frida bisa satu kelompok denganku, kebetulan aku nggak pandai bermain, aku bisa belajar darimu!"Frida tertawa senang, "Nggak masalah, aku jamin kamu akan menguasainya hari ini! Kalau begitu, kapan kita mulai?"Mereka saling memandang.Akhirnya Pamela buka suara, "Kita mulai setelah makan siang saja. Jarang sekali temanku datang, kita nggak boleh membiarkan mereka bermain mahyong dengan perut kosong."Frida me
Pak Dimas membungkuk sembari berkata, "Baik, Nyonya jangan marah. Aku akan membawa Tuan Revan kembali."Setelah itu, Pak Dimas segera menyusul Revan ....Pamela mengalihkan pandangannya ke Adsila, lalu berkata, "Adsila, kamu juga bantu jaga Revan, dia agak nakal."Adsila yang polos mengangguk setuju tanpa banyak berpikir, "Baik, Bibi!"Adsila juga meninggalkan mereka, di ruang tamu hanya menyisakan Pamela, Marlon dan Ariel.Ini kesempatan emas, mereka harus segera bicara.Ariel bertanya dengan suara rendah, "Bos, apa yang terjadi? Kenapa kamu nggak jawab telepon, juga nggak balas pesan?"Pamela menjawab, "Ponselku dibobol, hanya bisa menerima panggilan dari Agam, aku nggak bisa menghubungi kalian, pesan juga gagal terkirim."Marlon berkata dengan tidak senang, "Apa yang dia lakukan? Agam berencana menahanmu di rumah selama kamu hamil?"Secerca sindiran melintas di mata Pamela, kemudian berkata, "Tebakanku pasti karena aku tahu dia sudah menikah dengan wanita lain, takut aku kabur, dia
Frida tampak terkejut melihat kedatangan Pamela, "Pamela, kenapa datang ke dapur? Mengobrollah dengan temanmu, nanti Nenek panggilkan kalau hidangannya sudah siap," katanya.Pamela tersenyum sambil berkata, "Nggak apa-apa, mereka sedang makan cemilan, aku datang untuk membantu."Frida melambaikan tangan sembari berkata, "Nggak, nggak! Sudah banyak yang membantu! Dapur ini penuh asap, kamu sedang hamil, sebaiknya jangan di sini, kamu bisa sesak napas!"Pamela menunduk menatap perut bulatnya, lalu mengelusnya sembari bertanya, "Nenek begitu menyayangi anak dalam kandunganku?"Ekspresi Frida terlihat tulus ketika berkata, "Tentu saja, anak dalam kandunganmu itu cicitku, mana mungkin aku nggak menyayanginya?"Pamela menggerakkan sudut bibirnya, lalu bertanya, "Kalau begitu, setelah aku melahirkan anak ini, apa kamu akan menganggapku nggak berguna lagi?"Frida tertegun, lalu meraih salah satu tangan kecil Pamela sembari berkata, "Pamela, apa yang kamu pikirkan?"Pamela tersenyum pahit semba