Sudah terlambat ketika Ariel menyadarinya ....Panggilan video sudah tersambung, karena tidak senang, Justin tidak melihat ke arah kamera, dia mengangkat dagunya, berkata dengan arogan, "Kak Ariel, sudahlah, aku sudah memaafkanmu!""Hari ini aku juga bersalah, nggak seharusnya aku mengganggumu bekerja, kamu jadi marah dan melapor pada Kak Jason," sambungnya."Aku nggak akan begitu lagi, lain kali aku akan menemuimu setelah pulang kerja," tambahnya.Marlon mendecakkan lidah, kemudian berkata, "Bagus, Tuan Justin! Tahu Ariel paling nggak suka orang yang mengganggunya bekerja, kamu langsung merenungi kesalahan."Mendengar suara yang berbeda, Justin langsung menatap kamera, lalu berkata, "Kamu lagi, kenapa kamu mengambil ponselnya?"Sebelum Marlon menjawab, Ariel langsung merebut kembali ponselnya dan berkata, "Sudah dulu.""Kak Ariel ...."Suara Justin terpotong karena Ariel memutuskan panggilan dan mematikan ponsel.Kemudian, Ariel mendongak, menatap Marlon yang tangannya kegatalan sambi
Ah, pantas saja dia merasa peralatan yang dibawa para pembantu di belakang terlihat familier. Itu adalah peralatan yang digunakan ketika mengikuti prosedur pemeriksaan di bandara, hanya saja ...."Pak Dimas, kurasa itu nggak perlu? Mereka teman lama aku dan Bibi, bukan orang jahat!" kata Adsila.Pak Dimas bersikeras, "Nona Adsila, ini instruksi yang disampaikan Tuan sebelum berangkat, siapa pun yang datang mengunjungi Nyonya Pamela harus melalui pemeriksaan ini, kami hanya melaksanakan instruksinya."Adsila berkata tak berdaya, "Baiklah kalau begitu, aku sampaikan dulu pada kedua temanku, menanyakan ketersediaan mereka."Pak Dimas menjawab dengan penuh hormat, "Baik."Adsila merasa prosedur pemeriksaan terhadap tamu yang datang ke Kediaman Dirgantara agak keterlaluan, tidak tahu apakah Pak Marlon dan Bu Ariel bisa menerimanya.Dia menghampiri mereka, baru saja mau menjelaskan, Marlon duluan berkata, "Nggak apa-apa, kami bersedia mengikuti prosedur pemeriksaan."Adsila tercengang, lalu
Marlon membaca petunjuk dari mata Pamela, dia tersenyum, "Nona Pamela, maksudmu tanpa kepentingan, kami nggak boleh datang menjengukmu?" jawabnya.Ariel juga ikut menjawab, "Sudah lama nggak bertemu, bosan, ingin mengobrol denganmu."Mereka secara kompak tidak memanggil Pamela dengan sebutan Bos.Pamela juga setuju, "Hm, aku juga bosan, baguslah kalian datang, kita bisa main mahyong bersama untuk menghabiskan waktu."Marlon tersenyum sambil berkata, "Oke!"Adsila juga menjawab, "Oke, oke, Pak Marlon mengizinkanku cuti setengah hari, kebetulan aku ingin belajar bermain mahyong!"Saat ini, Frida keluar dari dapur bersama dua pembantu."Pamela, katanya temanmu datang, Nenek sengaja buatkan cemilan. Ayo, ajak temanmu mencicipinya," kata Frida.Pamela yang selama ini sangat menghormati Frida, kali ini tidak menghiraukan niat baiknya.Adsila bangkit, lalu berkata, "Nyonya Frida, Anda terlalu sungkan."Frida menatap senyuman manis Adsila, "Adsila, ya? Sudah lama kamu nggak datang, aku hampir
Namun, karena kedua tamu yang datang tidak pernah dia temui sebelumnya, Frida tidak tenang meninggalkan cucu menantunya sendirian di sini.Tentu saja, Frida tahu suasana menjadi dingin karena keberadaannya, tapi dia tidak berencana meninggalkan mereka, dia mengambil teh di atas meja dan menyesapnya, lalu berkata, "Tadi aku dengar kalian mau main mahyong? Aku suka sekali bermain mahyong, apa kalian keberatan kalau aku ikut bermain?"Marlon terdiam.Demikian juga Ariel.Pamela tidak berekspresi, juga tidak mengatakan apa pun.Hanya Adsila yang tersenyum sambil berkata, "Oke! Nyonya Frida bisa satu kelompok denganku, kebetulan aku nggak pandai bermain, aku bisa belajar darimu!"Frida tertawa senang, "Nggak masalah, aku jamin kamu akan menguasainya hari ini! Kalau begitu, kapan kita mulai?"Mereka saling memandang.Akhirnya Pamela buka suara, "Kita mulai setelah makan siang saja. Jarang sekali temanku datang, kita nggak boleh membiarkan mereka bermain mahyong dengan perut kosong."Frida me
Pak Dimas membungkuk sembari berkata, "Baik, Nyonya jangan marah. Aku akan membawa Tuan Revan kembali."Setelah itu, Pak Dimas segera menyusul Revan ....Pamela mengalihkan pandangannya ke Adsila, lalu berkata, "Adsila, kamu juga bantu jaga Revan, dia agak nakal."Adsila yang polos mengangguk setuju tanpa banyak berpikir, "Baik, Bibi!"Adsila juga meninggalkan mereka, di ruang tamu hanya menyisakan Pamela, Marlon dan Ariel.Ini kesempatan emas, mereka harus segera bicara.Ariel bertanya dengan suara rendah, "Bos, apa yang terjadi? Kenapa kamu nggak jawab telepon, juga nggak balas pesan?"Pamela menjawab, "Ponselku dibobol, hanya bisa menerima panggilan dari Agam, aku nggak bisa menghubungi kalian, pesan juga gagal terkirim."Marlon berkata dengan tidak senang, "Apa yang dia lakukan? Agam berencana menahanmu di rumah selama kamu hamil?"Secerca sindiran melintas di mata Pamela, kemudian berkata, "Tebakanku pasti karena aku tahu dia sudah menikah dengan wanita lain, takut aku kabur, dia
Frida tampak terkejut melihat kedatangan Pamela, "Pamela, kenapa datang ke dapur? Mengobrollah dengan temanmu, nanti Nenek panggilkan kalau hidangannya sudah siap," katanya.Pamela tersenyum sambil berkata, "Nggak apa-apa, mereka sedang makan cemilan, aku datang untuk membantu."Frida melambaikan tangan sembari berkata, "Nggak, nggak! Sudah banyak yang membantu! Dapur ini penuh asap, kamu sedang hamil, sebaiknya jangan di sini, kamu bisa sesak napas!"Pamela menunduk menatap perut bulatnya, lalu mengelusnya sembari bertanya, "Nenek begitu menyayangi anak dalam kandunganku?"Ekspresi Frida terlihat tulus ketika berkata, "Tentu saja, anak dalam kandunganmu itu cicitku, mana mungkin aku nggak menyayanginya?"Pamela menggerakkan sudut bibirnya, lalu bertanya, "Kalau begitu, setelah aku melahirkan anak ini, apa kamu akan menganggapku nggak berguna lagi?"Frida tertegun, lalu meraih salah satu tangan kecil Pamela sembari berkata, "Pamela, apa yang kamu pikirkan?"Pamela tersenyum pahit semba
Ketika Pamela kembali ke ruang tamu, hanya tersisa Ariel di sana.Dia duduk di samping Ariel, kemudian bertanya, "Mana bocah itu?"Ariel mengangkat dagunya, menunjuk ke luar jendela di ruang tamu Keluarga Dirgantara ....Pamela mengikuti arah yang ditunjukkan, terlihat Marlon menggendong Revan, berlari di taman bersama Adsila.Pamela menyipitkan mata sambil berkata, "Sejak kapan bocah itu jadi suka pada anak kecil?"Ariel menaikkan kacamata berbingkai emasnya, lalu menjawab, "Bos, menurutmu dia suka pada anak kecil?"Pamela membalas, "Lalu apa?"Di saat bersamaan, Pamela melihat Marlon mengulurkan tangan mengambil daun yang jatuh ke kepala Adsila dengan penuh perhatian.Adsila mundur selangkah tanpa sadar, mengucapkan terima kasih, lalu hanya menatap Revan, menjaga jarak dengan pria dewasa itu.Melihat adegan itu, Pamela mengerutkan kening, bertanya, "Dia ... masih belum melepaskan Adsila?"Ariel yang bisa menebak semuanya berkata, "Tebakanku dia sudah terpesona, nggak bisa dilepaskan
Adsila mengangguk, lalu berkata, "Kalau nggak suka anak kecil, kenapa kamu sesabar itu bermain dengan Revan?"Marlon menjawab, "Aku hanya melihatmu kelelahan menggendongnya, jadi datang untuk membantu."Adsila tercengang, jantungnya tiba-tiba berdetak kencang, Marlon datang karena melihatnya kelelahan ....Tunggu! Jangan salah paham, Marlon akan seperti itu kepada semua orang, tidak ada maksud apa pun!Adsila menyingkirkan pikiran-pikiran yang tak diinginkan dari kepalanya, lalu berkata, "Terima kasih. Tapi aku tetap merasa Pak Marlon suka anak kecil, kalau nggak suka pasti menggendongnya pun merasa terganggu. Mantan pacarku begitu, dia nggak suka anak kecil, dia galak sekali pada anak kecil yang mendekatinya."Mendengar Adsila menyebut mantan pacarnya, Marlon menyipitkan mata, bertanya dengan sedikit senyuman, "Lalu, kenapa kamu mau bersamanya?"Adsila menghela napas, lalu berkata, "Dia baik padaku. Dia pandai sekali menghiburku, jadi aku pikir nanti setelah kami punya anak sendiri, p
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen