Pamela membalas, "Aku 'kan sudah bilang, aku baik-baik saja! Kenapa kamu sendirian? Mana Ariel?"Berdasarkan pemahaman Pamela terhadap kedua anak muda tersebut, seharusnya mereka tidak mungkin datang sendirian di situasi seperti ini.Marlon tersenyum, "Ariel dan lainnya sedang membelikan cemilan kesukaanmu, toko cemilan itu ramai sekali, harus mengantre. Aku 'kan nggak suka mengantri, jadi datang duluan," jawabnya.Lainnya ....Selain Ariel ada yang lain?"Ariel mengantre dengan siapa?" tanya Pamela.Adsila menuangkan segelas air dan mengantarkannya pada Marlon, "Pak, silakan minum dulu," katanya."Hm, terima kasih," sahut Marlon sembari menerima gelas dengan anggun sambil menjawab pertanyaan Pamela, "Dengan pacarku!"Kata "pacar" menancap di hati Adsila bagaikan jarum, mengira dirinya salah dengar, dia mengangkat kepalanya menatap Marlon dengan rasa tak percaya ....Sementara Marlon bahkan tidak meliriknya, dia hanya tersenyum manis menatap Pamela sambil berkata, "Seharusnya sebentar
Marlon memegangi keningnya, menghela napas dengan narsis dan mengasihani dirinya sendiri, "Bos, itu sangat sulit. Kamu 'kan tahu bagaimana pesonaku! Kalau nggak membuatnya sakit hati, mana mungkin dia akan menyerah?"Pamela menjulingkan matanya sambil memarahi, "Aku 'kan sudah memperingatkanmu sejak awal, jangan main-main dengan gadis budak cinta, mereka nggak akan sanggup, mudah berpikiran bodoh, kamu nggak mau mendengarkan!"Marlon menjawab dengan cemberut, "Baiklah, aku salah! Lain kali nggak akan lagi!"Pamela mendengus, tidak ingin mengacuhkannya.Di kamar pasien, Marlon melihat ke sekeliling, lalu bertanya dengan penasaran, "Bos, mana suamimu? Kenapa nggak menemanimu di sini?"Pamela menatap ke langit di luar jendela, "Dia ada urusan, pagi-pagi sekali sudah berangkat dinas," jawabnya.Marlon mengeluh, "Kamu masih rawat inap di rumah sakit, sebagai suamimu, dia masih kepikiran mau dinas? Sebenarnya di hatinya ada kamu, nggak?Kening Pamela berkerut semakin erat, dia mengabaikan Ma
Adsila takut Olivia membuat masalah karena salah paham dengan hubungan Pamela dan Marlon, jadi dia menjawab pertanyaannya, "Dia itu Pak Marlon, Wakil Direktur Perusahaan Vasant, dia sudah lama bersahabat baik dengan Kak Pamela."Olivia mengerutkan dahi kebingungan, "Apa? Pamela dan Wakil Direktur Perusahaan Vasant bersahabat baik? Bukannya Pamela dari pedesaan? Dengan latar belakangnya, bagaimana mungkin dia bisa mengenal Wakil Direktur Perusahaan Vasant?"Adsila memutar matanya, "Memang tepat mengataimu berpikiran dangkal, pahlawan itu nggak mengenal asal usul, tahu? Kenapa kalau dia dari desa? Bukankah Paman juga jatuh cinta setengah mati padanya? Kenapa dia nggak mungkin punya teman sekelas Direktur perusahaan?"Perasaan Olivia sangat rumit, ternyata sejak awal Pamela punya teman konglomerat dengan status seperti itu, tapi tidak pernah memamerkannya, sepertinya pemahamannya terhadap Pamela kurang dalam ...."Pria tadi lumayan tampan, kenapa Pamela nggak sama dia saja, untuk apa mend
Ariel tidak menghentikan gerakan tangannya, dia memegang apel itu dengan jari rampingnya, mengupas putaran terakhir, lalu memotong apel menjadi potongan kecil, kemudian menyuapi Pamela sembari berkata, "Nggak perlu, nggak apa-apa, sebelum kalian saling mengenal, aku yang menjaga bibimu di situasi seperti ini."Adsila berkedip, dia merasa ada yang janggal ketika melihat Ariel menyuapi Pamela dengan lembut.Meskipun bekerja di Perusahaan Vasant, Adsila jarang berinteraksi dengan Ariel, karena Ariel seorang pecandu kerja, jarang berbicara, auranya dingin, membuat orang tidak berani mendekatinya.Akan tetapi, di hadapan Pamela, Ariel sepenuhnya berubah, dia tak lagi dingin, bahkan ada perasaan hangat.Dia tidak pernah melihat Ariel seperti itu terhadap siapa pun ....Saat Adsila terlarut dalam pikirannya, Olivia yang tidak bisa memendam omongan langsung mengeluh, "Saingan Kak Agam banyak sekali, bahkan wanita pun mau merebut istrinya!"Wajah Adsila berubah kusam, dia menarik Olivia, mengis
Adsila kembali tersadar, "Hm? Bibi, ada apa?" sahutnya.Pamela berkata, "Aku baik-baik saja, kamu nggak perlu menjagaku seharian, buang-buang waktumu saja, pulanglah, kalau ada waktu baru jenguk aku."Adsila menggeleng dengan tegas sambil menolak, "Nggak bisa, aku sudah janji sama Paman akan menjagamu dengan baik, nggak boleh ingkar janji."Pamela menggeleng sembari membujuk, "Nanti biar kujelaskan ke pamanmu, nggak usah dengarkan dia. Dia cuma mementingkan pekerjaannya, sebaliknya menyuruhmu menjagaku di sini dan membuat pekerjaanmu tertunda, untuk apa kamu menurut padanya?"Adsila sama sekali tidak merasa terganggu, "Bibi, pekerjaanku nggak terganggu, karena aku sudah izin cuti. Pak Marlon yang menyetujuinya, dia sudah mendelegasikan pekerjaanku ke rekan kerjaku," jelasnya.Mendengar penjelasan Adsila, Pamela langsung menjulingkan mata ke arah Marlon, tadi bocah itu baru mengatakan kalau dia tidak tahu ada Adsila di sini, tapi ternyata dia yang menyetujui pengajuan cutinya, mana mung
Olivia menjulurkan lidahnya hampir muntah, dia paling benci gadis yang pandai bersandiwara!Adsila menghela napas panjang, lalu menunjukkan senyuman sembari berkata, "Baik, Pak Marlon. Kalau begitu, aku akan reservasikan kamar di Hotel Hillman yang ada di dekat sini, bagaimana?"Marlon menjawab dengan senyuman, "Boleh, terima kasih."Adsila membalas, "Sama-sama."Setelah itu, Adsila keluar untuk reservasi kamar via telepon, dia malas mengunduh aplikasi untuk melakukan resevasi via daring, sekalian ingin keluar mencari udara segar, kalau tidak, takutnya dia akan kehilangan akal.Setelah Adsila keluar, Pamela mengambil pisau yang digunakan Ariel untuk mengupas apel, lalu melemparkannya ke arah Marlon!Marlon tidak menghindar, pisau itu melesat menyenggol telinganya, lalu menancap di dinding ....Gadis dalam pelukannya terkejut.Demikian pula Olivia, matanya terbelalak, Pamela bisa menerbangkan pisau?Marlon memeluk gadis yang ketakutan dalam pelukannya, lalu berkata dengan senyuman, "Bos
Pamela tersenyum. "Kalau aku menggunakan kekerasan padanya, itu karena dia melakukan kesalahan prinsip, jadi dia patut dipukul! Tapi, kalau dia benar-benar melakukan kesalahan prinsip, aku juga nggak akan menghabiskan tenaga untuk memukulnya, karena sudah nggak perlu lagi."Olivia tidak begitu mengerti, jadi dia mengerutkan keningnya. "Apa maksud dari nggak perlu itu?"Pamela hanya tersenyum, lalu berkata, "Yaitu aku memberinya kebebasan, dia suka buat apa ya buat apa. Aku nggak peduli lagi dan memilih untuk pergi."Olivia tercengang. "Maksudmu adalah ... kalau kakakku melakukan kesalahan, kamu akan meninggalkannya, lalu bercerai dengannya?"Pamela menoleh untuk melihat langit di luar jendela. "Ya, aku nggak mau buang waktu di pria yang nggak bisa menjaga dirinya dengan baik."Olivia tidak mengerti, jadi hanya bisa memanyunkan bibirnya. "Tapi, kamu bisa menikah dengan kakakku butuh usaha yang banyak, bahkan perlu mendapatkan persetujuan kakek dan nenekku. Apa kamu benaran rela melepask
Ketika mengungkit idolanya, wajah Olivia memerah. "Aku ... aku akui ... aku sangat berterima kasih padamu karena kamu memberiku kesempatan untuk berhubungan dekat dengan Kak Ricky, tapi ini bukan alasan utamanya! Sekarang aku benar-benar nggak membencimu lagi, orang yang aku pastikan sangat susah diubah, yang penting kamu nggak boleh selingkuh!"Pamela tertawa terbahak-bahak, lalu dia menggerakkan tubuhnya dan berbaring. "Tenang saja, aku nggak akan selingkuh. Meskipun kelak aku ada niat itu, aku pasti duluan meninggalkan kakakmu dan mencari pria lain!"Olivia langsung tidak senang. "Nggak boleh! Kamu nggak boleh meninggalkan kakakku!"Pamela sudah ngantuk, jadi berkata dengan nada ngantuk, "Sudahlah, kalau kamu nggak ada kerjaan, ambilkan sebaskom air hangat untukku. Nanti aku mau rendam kaki, kakiku sangat pegal."Olivia berkacak pinggang sambil mengerutkan alisnya dengan tak senang. Bisa-bisanya Pamela menyuruhnya mengambilkan air rendam kaki?Sudahlah. Melihat Pamela sedang hamil a