Ketika mengungkit idolanya, wajah Olivia memerah. "Aku ... aku akui ... aku sangat berterima kasih padamu karena kamu memberiku kesempatan untuk berhubungan dekat dengan Kak Ricky, tapi ini bukan alasan utamanya! Sekarang aku benar-benar nggak membencimu lagi, orang yang aku pastikan sangat susah diubah, yang penting kamu nggak boleh selingkuh!"Pamela tertawa terbahak-bahak, lalu dia menggerakkan tubuhnya dan berbaring. "Tenang saja, aku nggak akan selingkuh. Meskipun kelak aku ada niat itu, aku pasti duluan meninggalkan kakakmu dan mencari pria lain!"Olivia langsung tidak senang. "Nggak boleh! Kamu nggak boleh meninggalkan kakakku!"Pamela sudah ngantuk, jadi berkata dengan nada ngantuk, "Sudahlah, kalau kamu nggak ada kerjaan, ambilkan sebaskom air hangat untukku. Nanti aku mau rendam kaki, kakiku sangat pegal."Olivia berkacak pinggang sambil mengerutkan alisnya dengan tak senang. Bisa-bisanya Pamela menyuruhnya mengambilkan air rendam kaki?Sudahlah. Melihat Pamela sedang hamil a
"Nggak ada yang enak dimainkan."Pamela mengerutkan alisnya untuk melihat Justin, dia tahu kalau Justin tak bersedia pergi, tapi untuk apa dia di sini?Hari ini orang yang datang sangat banyak, bahkan semua orang terus mengelilinginya, jadi kepalanya sangat sakit ....Saat ini, Ariel sudah kembali.Setelah dia masuk, dia langsung duduk di kursi samping tempat tidur sambil berkata, "Bos, nanti siang kamu mau makan apa? Aku suruh orang antar kemari."Melihat Ariel sudah kembali, Olivia baru mengangkat ketel dan keluar.Pamela belum makan sarapan karena tak ada selera makan, sekarang juga tak ingin makan siang, jadi dia melambaikan tangannya. "Nanti baru bilang saja."Ariel menganggukkan kepalanya dan tidak banyak tanya lagi.Ketika Justin melihat Ariel masuk, awalnya dia merasa sangat familier, tapi tak ingat pernah bertemu di mana ....Ketika dia melihat Ariel duduk di samping Pamela dan berbicara, dia tiba-tiba teringat sesuatu. Alisnya yang tebal pun dikerut. "Ternyata kamu!"Ariel me
Ariel menggelengkan kepala dengan tak tertarik. "Nggak ada masalah."Justin merasa dirinya diremehkan, jadi berkata dengan tak senang, "Hei! Kamu belum jawab pertanyaanku tadi! Waktu itu kalian yang buat ulah, ya? Kenapa mau menghindariku?"Suara Justin yang keras membuat Ariel mengerutkan alisnya dengan tak senang, bahkan di matanya terlintas rasa dingin dan penuh peringatan. "Apa kamu datang untuk menjenguk orang? Sekarang kondisi kehamilannya nggak stabil, perlu istirahat dengan tenang. Kalau kamu ribut lagi, jangan salahkan aku panggil satpam rumah sakit untuk mengusirmu keluar!"Justin tercengang. Melihat wajah ngantuk Pamela, dia langsung diam.Kalau dulu, Justin pasti tak mau mengalah ....Sekarang, dia hanya merasa bersalah!Bagaimanapun juga, Pamela bisa masuk rumah sakit karena perbuatan kakak dan ibunya yang licik ....Pamela memijat dahinya. "Ariel, kamu kembali ke perusahaan dulu."Ariel berkata, "Perusahaan nggak ada masalah penting, semua pekerjaan sudah kuurus beres, ja
Ariel melihat wajah tampan dan muda Justin sambil mengerutkan alis. Lalu, dia tersenyum acuh tak acuh. "Oh ya, aku sudah ingat kalau kepala Tuan Muda Justin sungguh keras sampai pintu kaca rumah sakit pun pecah karena tabrakanmu."Ekspresi Justin menjadi masam. "Aku bilang A, kamu malah ungkit B!"Begitu marah, suaranya pun menjadi keras!Ariel membuat tanda diam agar dia jangan membangunkan Pamela yang sudah tidur.Justin baru menyadari kalau suaranya keras lagi, jadi dia merapatkan bibir untuk diam.Ariel hanya mengabaikannya. Melihat Pamela sudah tidur lelap, dia pun berdiri untuk menyelimutkan Pamela, baru duduk di sofa yang agak jauh sambil main game untuk membuat waktu.Kalau dia duduk di samping tempat tidur Pamela, Tuan Muda Justin itu pasti terus bertanya, dengan begitu nanti akan membangunkan Pamela ....Melihat Ariel bermain game, Justin pun melihat, baru menyadari kalau levelnya sudah tinggi. ID-nya bernama "Xixi". Kok tidak asing, ya?"Apa kamu juga main game ini? Aku juga
"Terima kasih." Ariel menyunggingkan senyuman dan mengulurkan tangan untuk mengangkat dagunya. Dia melihat wajah kecil anak ini, "Apa ini adalah pria polos yang dikatakan orang? Dikit-dikit wajahnya merah tersipu, benar-benar sangat imut!"Wajahnya diangkat secara tidak jelas, telinga Justin pun merah dan menyingkirkan tangan Ariel. "Apa ... apa yang kamu lakukan?"Ariel tersenyum tipis, lalu mengenakan kacamata berbingkai emas dan duduk dengan tegap. "Kenapa? Apa aku salah omong? Apa Tuan Muda Justin nggak polos? Kalau begitu, kenapa wajahmu merah?"Raut wajah Justin merah dan muram, tampak malu. "Kamu ... adalah seorang gadis, kenapa suka berbicara seperti ini? Apa kamu nggak merasa malu?"Ariel tersenyum. "Kakak, kalau nggak pernah alami, kenapa merasa malu? Sejak awal sudah nggak tahu kenapa harus malu! Kalau nggak mau ditindas, menjauh dariku!"Justin mengerutkan kening dan memelototinya dengan ekspresi yang sulit dimengerti.Tidak pernah bertemu dengan gadis bajingan seperti ini.
"Kak Andra, biar aku mengantarmu!" Justin ikut Andra keluar dari ruangan dan sepertinya ingin mengatakan sesuatu.Setelah melihat Andra dan Justin keluar, Ariel mengalihkan pandangan pada tubuh Pamela yang berbaring di ranjang dan berkata dengan suara kecil, "Bos, apa kamu benar-benar nggak mau melihat orang itu?"Pamela membuka mata dengan tenang. "Ya, orang itu sangat menjengkelkan."Mata Ariel berbinar. "Dia sepertinya menyukaimu."Pamela duduk dengan ekspresi datar. "Dia nggak berniat baik."Ariel mengangkat alis mata. "Bos, kenapa menyukaimu berarti nggak berniat baik?"Pamela tersenyum. "Kalau orang biasa, seandainya benar-benar suka, juga nggak bakal menyampaikan perasaan pada wanita yang sudah bersuami. Apalagi pria itu dan Agam adalah teman lama. Orang yang nggak ada batas seperti itu, apa kamu merasa dia berniat baik?"Ariel sangat setuju dengan itu dan mengangguk.Semua pria di dunia ini memiliki niat buruk yang sulit dijelaskan.Saat ini, Adsila masuk dengan kepala tertundu
Ariel membujuk Pamela sambil mengangguk, "Ya, orang itu benar-benar kurang ajar. Bos nggak perlu turun tangan, nanti aku bakal membereskannya. Bos, sekarang kamu istirahat dengan tenang dan jangan bergerak! Semua ini juga demi janin di perutmu."Padahal suasana hati Pamela hari ini sangat baik, tetapi dia menjadi murka setelah Marlon berbuat seperti ini.Adsila mengangkat kepala ke arah Pamela dan sepertinya karena Pamela ingin mencari Marlon, sehingga segera berdiri. Dia menyeka air mata dan menasihati, "Bibi, aku nggak apa-apa, kamu jangan marah dan berakhir melukai tubuh sendiri. Kalau ketahuan Paman, aku bakal dimarahi ...."Pamela mengerutkan kening dengan erat sambil menatap Adsila dan merasa sengsara karena tidak bisa melampiaskan amarah.Tentu saja Ariel memahami sifat bosnya. Dia tahu bahwa jika sekarang dia tidak memberi pengajaran pada Marlon, bosnya pasti tidak bisa tenang, sehingga dia berkata, "Nona Adsila, kamu tolong bantu aku merawatnya, aku ada urusan harus pergi sebe
Adsila tertegun, lalu bertanya, "Bibi, apa maksudmu? Apa kamu menyesal telah mengandung anak Paman?"Pamela mengerutkan sudut bibir, lalu berkata dengan tenang, "Meskipun anak ini datang secara nggak sengaja, aku nggak pernah menyesal. Sekarang aku sedang mengingatkanmu, agar kelak jangan terobsesi pada cinta. Masih belum mulai sudah membayangkan bagaimana menghabiskan seumur hidup dengan pria, terburu-buru menyerahkan diri dan melahirkan anak untuknya!"Adsila mengerti maksud bibinya dan mengangguk dengan malu. "Ya, aku tahu! Bibi, sebenarnya sejak awal aku harus mendengarkan kata-katamu, nggak seharusnya berpikir untuk mengubah seorang pengembara .... Sekarang dipikirkan kembali, aku merasa diriku sangat lucu dan nggak sadar akan kemampuan diri ...."Pamela agak menyipitkan mata dengan tatapan yang penuh rasa sakit hati, serta kasihan. "Bukan masalahmu, melainkan Marlon sama sekali nggak cocok untuk menikah. Sekarang masih belum terlambat bagimu untuk menyadarinya. Kelak kamu carilah