Adsila takut Olivia membuat masalah karena salah paham dengan hubungan Pamela dan Marlon, jadi dia menjawab pertanyaannya, "Dia itu Pak Marlon, Wakil Direktur Perusahaan Vasant, dia sudah lama bersahabat baik dengan Kak Pamela."Olivia mengerutkan dahi kebingungan, "Apa? Pamela dan Wakil Direktur Perusahaan Vasant bersahabat baik? Bukannya Pamela dari pedesaan? Dengan latar belakangnya, bagaimana mungkin dia bisa mengenal Wakil Direktur Perusahaan Vasant?"Adsila memutar matanya, "Memang tepat mengataimu berpikiran dangkal, pahlawan itu nggak mengenal asal usul, tahu? Kenapa kalau dia dari desa? Bukankah Paman juga jatuh cinta setengah mati padanya? Kenapa dia nggak mungkin punya teman sekelas Direktur perusahaan?"Perasaan Olivia sangat rumit, ternyata sejak awal Pamela punya teman konglomerat dengan status seperti itu, tapi tidak pernah memamerkannya, sepertinya pemahamannya terhadap Pamela kurang dalam ...."Pria tadi lumayan tampan, kenapa Pamela nggak sama dia saja, untuk apa mend
Ariel tidak menghentikan gerakan tangannya, dia memegang apel itu dengan jari rampingnya, mengupas putaran terakhir, lalu memotong apel menjadi potongan kecil, kemudian menyuapi Pamela sembari berkata, "Nggak perlu, nggak apa-apa, sebelum kalian saling mengenal, aku yang menjaga bibimu di situasi seperti ini."Adsila berkedip, dia merasa ada yang janggal ketika melihat Ariel menyuapi Pamela dengan lembut.Meskipun bekerja di Perusahaan Vasant, Adsila jarang berinteraksi dengan Ariel, karena Ariel seorang pecandu kerja, jarang berbicara, auranya dingin, membuat orang tidak berani mendekatinya.Akan tetapi, di hadapan Pamela, Ariel sepenuhnya berubah, dia tak lagi dingin, bahkan ada perasaan hangat.Dia tidak pernah melihat Ariel seperti itu terhadap siapa pun ....Saat Adsila terlarut dalam pikirannya, Olivia yang tidak bisa memendam omongan langsung mengeluh, "Saingan Kak Agam banyak sekali, bahkan wanita pun mau merebut istrinya!"Wajah Adsila berubah kusam, dia menarik Olivia, mengis
Adsila kembali tersadar, "Hm? Bibi, ada apa?" sahutnya.Pamela berkata, "Aku baik-baik saja, kamu nggak perlu menjagaku seharian, buang-buang waktumu saja, pulanglah, kalau ada waktu baru jenguk aku."Adsila menggeleng dengan tegas sambil menolak, "Nggak bisa, aku sudah janji sama Paman akan menjagamu dengan baik, nggak boleh ingkar janji."Pamela menggeleng sembari membujuk, "Nanti biar kujelaskan ke pamanmu, nggak usah dengarkan dia. Dia cuma mementingkan pekerjaannya, sebaliknya menyuruhmu menjagaku di sini dan membuat pekerjaanmu tertunda, untuk apa kamu menurut padanya?"Adsila sama sekali tidak merasa terganggu, "Bibi, pekerjaanku nggak terganggu, karena aku sudah izin cuti. Pak Marlon yang menyetujuinya, dia sudah mendelegasikan pekerjaanku ke rekan kerjaku," jelasnya.Mendengar penjelasan Adsila, Pamela langsung menjulingkan mata ke arah Marlon, tadi bocah itu baru mengatakan kalau dia tidak tahu ada Adsila di sini, tapi ternyata dia yang menyetujui pengajuan cutinya, mana mung
Olivia menjulurkan lidahnya hampir muntah, dia paling benci gadis yang pandai bersandiwara!Adsila menghela napas panjang, lalu menunjukkan senyuman sembari berkata, "Baik, Pak Marlon. Kalau begitu, aku akan reservasikan kamar di Hotel Hillman yang ada di dekat sini, bagaimana?"Marlon menjawab dengan senyuman, "Boleh, terima kasih."Adsila membalas, "Sama-sama."Setelah itu, Adsila keluar untuk reservasi kamar via telepon, dia malas mengunduh aplikasi untuk melakukan resevasi via daring, sekalian ingin keluar mencari udara segar, kalau tidak, takutnya dia akan kehilangan akal.Setelah Adsila keluar, Pamela mengambil pisau yang digunakan Ariel untuk mengupas apel, lalu melemparkannya ke arah Marlon!Marlon tidak menghindar, pisau itu melesat menyenggol telinganya, lalu menancap di dinding ....Gadis dalam pelukannya terkejut.Demikian pula Olivia, matanya terbelalak, Pamela bisa menerbangkan pisau?Marlon memeluk gadis yang ketakutan dalam pelukannya, lalu berkata dengan senyuman, "Bos
Pamela tersenyum. "Kalau aku menggunakan kekerasan padanya, itu karena dia melakukan kesalahan prinsip, jadi dia patut dipukul! Tapi, kalau dia benar-benar melakukan kesalahan prinsip, aku juga nggak akan menghabiskan tenaga untuk memukulnya, karena sudah nggak perlu lagi."Olivia tidak begitu mengerti, jadi dia mengerutkan keningnya. "Apa maksud dari nggak perlu itu?"Pamela hanya tersenyum, lalu berkata, "Yaitu aku memberinya kebebasan, dia suka buat apa ya buat apa. Aku nggak peduli lagi dan memilih untuk pergi."Olivia tercengang. "Maksudmu adalah ... kalau kakakku melakukan kesalahan, kamu akan meninggalkannya, lalu bercerai dengannya?"Pamela menoleh untuk melihat langit di luar jendela. "Ya, aku nggak mau buang waktu di pria yang nggak bisa menjaga dirinya dengan baik."Olivia tidak mengerti, jadi hanya bisa memanyunkan bibirnya. "Tapi, kamu bisa menikah dengan kakakku butuh usaha yang banyak, bahkan perlu mendapatkan persetujuan kakek dan nenekku. Apa kamu benaran rela melepask
Ketika mengungkit idolanya, wajah Olivia memerah. "Aku ... aku akui ... aku sangat berterima kasih padamu karena kamu memberiku kesempatan untuk berhubungan dekat dengan Kak Ricky, tapi ini bukan alasan utamanya! Sekarang aku benar-benar nggak membencimu lagi, orang yang aku pastikan sangat susah diubah, yang penting kamu nggak boleh selingkuh!"Pamela tertawa terbahak-bahak, lalu dia menggerakkan tubuhnya dan berbaring. "Tenang saja, aku nggak akan selingkuh. Meskipun kelak aku ada niat itu, aku pasti duluan meninggalkan kakakmu dan mencari pria lain!"Olivia langsung tidak senang. "Nggak boleh! Kamu nggak boleh meninggalkan kakakku!"Pamela sudah ngantuk, jadi berkata dengan nada ngantuk, "Sudahlah, kalau kamu nggak ada kerjaan, ambilkan sebaskom air hangat untukku. Nanti aku mau rendam kaki, kakiku sangat pegal."Olivia berkacak pinggang sambil mengerutkan alisnya dengan tak senang. Bisa-bisanya Pamela menyuruhnya mengambilkan air rendam kaki?Sudahlah. Melihat Pamela sedang hamil a
"Nggak ada yang enak dimainkan."Pamela mengerutkan alisnya untuk melihat Justin, dia tahu kalau Justin tak bersedia pergi, tapi untuk apa dia di sini?Hari ini orang yang datang sangat banyak, bahkan semua orang terus mengelilinginya, jadi kepalanya sangat sakit ....Saat ini, Ariel sudah kembali.Setelah dia masuk, dia langsung duduk di kursi samping tempat tidur sambil berkata, "Bos, nanti siang kamu mau makan apa? Aku suruh orang antar kemari."Melihat Ariel sudah kembali, Olivia baru mengangkat ketel dan keluar.Pamela belum makan sarapan karena tak ada selera makan, sekarang juga tak ingin makan siang, jadi dia melambaikan tangannya. "Nanti baru bilang saja."Ariel menganggukkan kepalanya dan tidak banyak tanya lagi.Ketika Justin melihat Ariel masuk, awalnya dia merasa sangat familier, tapi tak ingat pernah bertemu di mana ....Ketika dia melihat Ariel duduk di samping Pamela dan berbicara, dia tiba-tiba teringat sesuatu. Alisnya yang tebal pun dikerut. "Ternyata kamu!"Ariel me
Ariel menggelengkan kepala dengan tak tertarik. "Nggak ada masalah."Justin merasa dirinya diremehkan, jadi berkata dengan tak senang, "Hei! Kamu belum jawab pertanyaanku tadi! Waktu itu kalian yang buat ulah, ya? Kenapa mau menghindariku?"Suara Justin yang keras membuat Ariel mengerutkan alisnya dengan tak senang, bahkan di matanya terlintas rasa dingin dan penuh peringatan. "Apa kamu datang untuk menjenguk orang? Sekarang kondisi kehamilannya nggak stabil, perlu istirahat dengan tenang. Kalau kamu ribut lagi, jangan salahkan aku panggil satpam rumah sakit untuk mengusirmu keluar!"Justin tercengang. Melihat wajah ngantuk Pamela, dia langsung diam.Kalau dulu, Justin pasti tak mau mengalah ....Sekarang, dia hanya merasa bersalah!Bagaimanapun juga, Pamela bisa masuk rumah sakit karena perbuatan kakak dan ibunya yang licik ....Pamela memijat dahinya. "Ariel, kamu kembali ke perusahaan dulu."Ariel berkata, "Perusahaan nggak ada masalah penting, semua pekerjaan sudah kuurus beres, ja
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen