Share

Bab 5 Status Wa

Author: Yuni Masrifah
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Di sepanjang jalan menuju rumah Bi Ratmi. Orang-orang menatapku dan ada pula yang tersenyum ramah.

Aku senang, jika tetangga Bi Ratmi semuanya baik dan ramah.

Mulai hari ini, aku akan memulai hidupku yang baru dengan Bi Ratmi. Di tempat ini, di kampung ini, hari ini, jam ini, aku bertekad ingin menghapus semua kenanganku bersama Mas Andi.

'Mas Andi, terima kasih karena kamu sudah membuatku benci kepadamu. Aku sudah tak percaya cinta. Aku sudah muak dengan kamu. Lihat saja, aku akan bangkit. Tunggu saja tanggal mainnya.' batinku.

Aku terus berjalan berbarengan dengan Bi Ratmi.

"Nah, itu rumah Bibi! Maaf rumah Bibi seperti ini. Tapi lumayan daripada Non tidak ada tempat tujuan," tunjuk Bi Ratmi ke sebuah rumah berdinding bilik bambu.

"Tidak apa-apa, Bi. Ini nyaman kok, yang penting kita bisa sama-sama," sahutku.

Bi Ratmi mengajakku untuk masuk ke dalam rumahnya.

Terlebih dahulu Bi Ratmi membuka kuncinya. 

Ceklek

"Silahkan masuk, Non. Maaf rumahnya kotor, karena baru hari ini Bibi pulang. Ya sudah, sebelum Non istirahat, Bibi mau bersihkan dulu rumahnya. Non duduk saja dulu disini," imbuh Bi Ratmi.

"Aku mau bantu, Bi. Mana sapunya?" timpalku.

"Jangan, Non kan capek habis perjalanan jauh," cegah Bi Ratmi.

"Tidak apa-apa kok, Bi. Aku mau bantu Bibi beres-beres. Oh iya, mulai sekarang, Bibi nggak usah panggil aku, Non. Cukup Indri saja," pungkasku.

"Ta-tapi …."

"Tidak apa-apa, aku sudah bukan majikan Bibi lagi. Aku mau Bibi anggap aku sebagai anak Bibi. Bibi mau kan?" tanyaku.

Mata Bi Ratmi berkaca-kaca mendengar ucapanku. Perlahan Bi Ratmi mendekatiku dan dengan cepat memelukku.

"Terima kasih, Non. Bibi juga sudah anggap Non anak Bibi sendiri. Non baik, Bibi sangat menyayangi Non. Bibi harap, suatu hari nanti Hana kembali dan Bibi akan mempunyai dua putri yang cantik-cantik," tukas Bi Ratmi dengan menangis sesenggukan.

"Terima kasih, Bi. Kita doakan semoga Hana menyadari semua kesalahannya. Yang sabar ya, Bi!" sahutku membalas pelukannya.

"Iya, Non!" 

Aku mengurai pelukanku, dan sedikit menjauh dari Bi Ratmi.

"Lepasin, Bi!" selorohku.

Bi Ratmi mengernyitkan dahinya. Dia tampak keheranan. Ya, aku sangat kesal dengan Bi Ratmi.

"Non Indri kenapa?" tanya Bi Ratmi terlihat bingung.

"Aku marah sama Bibi, aku kesal. Kenapa masih panggil aku, Non? Bukannya aku ini Putri Bibi?" pungkasku sambil melipat kedua tangan di atas dada. Bibirku pun sengaja aku buat mengerucut.

"Hehehe … maaf, Bibi lupa." Bi Ratmi kembali memelukku.

Pelukan hangat Bi Ratmi sungguh membuatku merasa nyaman. Aku seperti menemukan sosok Ibu, yang selama ini aku rindukan.

"Ya sudah, ayo cepetan kita beres-beres. Habis ini aku mau mandi, gerah banget, Bi," pungkasku.

Aku dan Bi Ratmi mulai membereskan dan membersihkan seluruh sudut rumah. Banyak debu yang menempel di lantai, karena Bibi jarang pulang kesini.

Setelah lama kami beres-beres dan bersih-bersih rumah. Aku lanjut berniat untuk mandi.

"Kamar mandinya mana, Bi?" tanyaku.

"Ada di belakang, di bawah pohon nangka. Kamu bisa nggak, nimba air? Soalnya disini masih menggunakan sumur," jawab Bi Ratmi.

"Sumur, ya? Em … jangan panggil Indri, kalau aku nggak bisa nimba," imbuhku menyombongkan diri.

Bi Ratmi hanya tertawa kecil melihat tingkahku.

Aku keluar lewat pintu belakang. Lanjut mencari kamar mandi yang dimaksud oleh Bi Ratmi.

'Itu kali ya, apakah disitu akan aman?' batinku.

Aku melihat kesana kemari, guna memastikan keadaan aman. Ketakutan ku jika aku tidak tahu disaat aku sedang mandi, ada yang sengaja mengintip. Jangan sampai ….

Aku menaruh perlengkapan mandiku di dalam kamar mandi. Kemudian lanjut aku meraih ember yang terikat di ujung tali yang menjuntai pada alat untuk menimba air.

"Dalam sekali sumurnya," gumamku.

Perlahan aku mulai menurunkan ember itu sampai ke dasar sumur. Kemudian menariknya setelah ember itu terisi penuh oleh air sumur itu.

"Huh … berat sekali, tapi aku harus bisa. Aku nggak boleh ngeluh," ucapku seorang diri.

Setelah beberapa menit, aku pun berhasil menimba air hingga bak yang ada di dalam kamar mandi terisi penuh. Aku kegirangan melihat ini semua. Ternyata aku bisa melakukan ini, padahal dari kecil aku belum pernah menyentuh apa itu sumur dan alat timba.

Lanjut aku mandi dengan begitu segarnya.

Sore hari

Setelah aku berganti pakaian, aku menemui Bi Ratmi di dapur.

"Sedang apa, Bi?" tanyaku.

"Ini, Bibi mau masak air. Kebetulan tabung gas punya Bibi hilang. Nggak tahu siapa yang ngambil. Jadi Bibi masak di tungku saja," jawab Bi Ratmi.

"Apakah ada bahan makanan, Bi? Kalau nggak ada, biar aku beli di warung. Kebetulan, tadi di rumahku aku menyelinap masuk ke dalam kamar waktu Bibi, Hana dan Mas Andi sedang berdebat. Maafin aku ya, Bi, sempat ninggalin Bibi. Tapi kalau nggak gitu, aku tidak akan punya uang sama sekali. Aku tadi mengambil sejumlah uang cash dan ATM. Aku juga membawa ponselku serta ijazah," ungkapku.

"Tidak apa-apa, justru Bibi sangat mendukung tindakan kamu. Sudah, simpan saja uang itu untuk kamu, Indri. Biar Bibi saja yang beli bahan makanan," tolak Bi Ratmi secara halus.

"Nggak, Bi, pokoknya pakai saja uangku." Aku bersikukuh ingin membelikan bahan makanan memakai uangku sendiri.

"Ya sudah kalau begitu, tapi tidak usah banyak-banyak. Kasihan kamunya," ujar Bi Ratmi.

Aku pun mengangguk, lalu mengambil uangku di dalam tas yang aku letakkan di dalam kamar Hana.

Aku mencari-cari warung terdekat.

Aku melihat sebuah warung yang terdapat beberapa Ibu-ibu yang sedang duduk sambil mengobrol.

Aku tersenyum ramah saat aku melewati mereka.

"Bu, aku mau beli beras, telur, dan mie instan," imbuhku, saat aku sudah berada di warung.

"Iya, sebentar saya bungkusin ya, Neng," sahut pemilik warung.

"Eh Ibu-ibu … udah lihat status wa si Hana, belum?"

"Belum, memangnya kenapa, Bu Rima?"

"Ini loh, si Hana memposting fotonya di depan mobil. Bagus banget, Ibu-ibu mobilnya. Terus aku tanya aja, itu mobil siapa? Terus dia jawab begini, 'ya mobil aku lah,' gitu katanya."

"Wah, masa iya? Si Hana punya mobil? Ibunya aja bekerja sebagai art. Mana mungkin si Hana bisa kebeli mobil bagus. Tapi kalau iya, hebat juga sih si Hana. Saya nggak nyangka aja. Dulu dia suka banget ngutang disini. Tapi sekarang, ck ck ck …." timpal pemilik warung sambil membungkus pesanan belanjaanku.

"Mana coba? Saya jadi penasaran," sahut salah satu Ibu-ibu berkacamata bulat.

Aku tidak sengaja menguping pembicaraan Ibu-ibu itu. Aku menduga, Hana yang dimaksud adalah Hana anaknya Bi Ratmi.

"Nah ini dia fotonya."

Aku sedikit melirik ke arah ponsel yang memperlihatkan foto yang di maksud ibu-ibu tadi.

Wajahku memerah menahan amarah. Mobil yang berada di dalam foto itu adalah mobil kesayangan Ayah. Itu adalah mobil kesayangan Ayah.

Related chapters

  • Hari Pertamaku Setelah Menikah, Hari Pertamaku Menjadi Janda   Bab 6 Terlilit Hutang

    POV Andi"Tenang, Bu, aku baik-baik saja disini. Aku pastikan, aku akan segera pulang membawa kebahagiaan buat Ibu dan Bapak. Kalian jaga kesehatan, jangan pikirin aku yang tidak-tidak. Pokoknya jangan khawatir, aku bisa jaga diri baik-baik. Aku ini cerdas, Bu, Pak. Kalian juga tahu itu! Tidak seperti anak culun itu, yang sama sekali nggak ada gunanya. Cuma nasib saja yang belum membuatku mujur. Tapi sekarang, kalian berdua pasti akan terkejut. Tapi aku tidak bisa memberitahunya sekarang. Ini bakalan menjadi kejutan besar buat kalian berdua. Sudah ya, Bu, Pak. Aku mau istirahat dulu." Aku memutuskan sambungan telepon setelah melakukan panggilan telepon dengan kedua orang tuaku di kampung.Sebentar lagi aku akan memberikan kejutan besar untuk kedua orang tuaku. Aku yakin, mereka pasti akan bangga dan bahagia melihat anaknya bisa sesukses ini. Aku akan memboyong kedua orang tuaku untuk tinggal di rumah baruku ini.Aku menghempaskan tubuhku di atas sofa."Indri … Indri. Haih … senang se

  • Hari Pertamaku Setelah Menikah, Hari Pertamaku Menjadi Janda   Bab 7 Si Cerdas, si Licik dan si Bodoh

    POV Andi"Ya, ada apa lagi, Mas?" tanya Hana.Aku mendekati Hana dan memperhatikan sebelah kakinya."Berdarah, kenapa kamu nggak bilang kalau kaki kamu berdarah? Pasti rasanya sakit kan?" tanyaku."Nggak apa-apa, Mas, ini cuma luka kecil. Dipasang plester sudah cukup, nanti juga sembuh," jawab Hana."Ayo ikut aku," ajakku.Aku menarik tangan Hana, dan menyuruhnya naik ke atas motorku. Tak ada penolakan sama sekali dari Hana. Dia hanya berjalan menurutiku."Kita mau kemana, Mas?" tanya Hana, saat dirinya sudah berada di atas motorku. Posisi kami saat ini sedang berboncengan."Ke suatu tempat," jawabku simpel.Aku melakukan motorku ke jalan raya. Hana hanya diam menatap jalanan tanpa banyak bicara.Beberapa menit kemudian, aku menghentikan motorku di depan sebuah apotek."Kita mau ngapain kesini, Mas?" tanya Hana."Aku mau beli obat, kasihan kamu. Kalau dibiarkan, takutnya infeksi," jawabku.Aku dan Hana turun dari motor. Aku menyuruh Hana menunggu di dekat motorku.Setelah obat didapat

  • Hari Pertamaku Setelah Menikah, Hari Pertamaku Menjadi Janda   Bab 8 Dua Drama

    POV Indri "Bi, rencana Bibi sekarang apa? Apakah Bibi mau mencari kerja lagi?" tanyaku saat kami berdua duduk di belakang rumah."Bibi belum tahu, sepertinya iya, Bibi akan mencari pekerjaan lagi, demi kelangsungan hidup," jawab Bi Ratmi.Aku langsung merangkul Bi Ratmi dari samping."Sebenarnya aku ada rencana, semoga Bibi suka dan tidak keberatan," ujarku."Rencana apa? Dan keberatan kenapa?" tanya Bi Ratmi."Aku punya rencana, bagaimana kalau kita buka usaha kecil-kecilan? Aku ingin memanfaatkan uangku dengan sebaik-baiknya. Aku ingin aku dan Bibi bisa mengelola uang yang aku bawa dari rumah. Kita jualan jajanan makanan anak-anak. Gimana, Bi, ide aku?" imbuhku."Menurut Bibi sih itu pemikiran yang bagus. Boleh, kamu buka warung disini. Bibi sangat mendukung niatan kamu," sahut Bi Ratmi."Tapi aku mau Bibi temani aku jualan. Sekalian ajari aku membuat makanan enak seperti yang suka Bibi masakin makanan buat aku," pintaku penuh harap."Em … mau nggak ya?" imbuh Bi Ratmi."Mau dong …

  • Hari Pertamaku Setelah Menikah, Hari Pertamaku Menjadi Janda   Bab 9 Puzzle

    POV Indri "Siapa? Siapa itu?"Aku mengedarkan pandangan, mencari siapa yang baru saja memanggil namaku."Aku … aku ada dimana?" Aku melihat sekeliling. Tempat yang kupijak begitu asing, aku tidak tahu aku sedang dimana. Aku seperti berada di tengah-tengah hutan yang sepi. Langit berwarnakan jingga, menandakan waktu sudah sangat sore dan akan beranjak malam."Indri!"Sekali lagi aku mendengar seseorang tengah memanggil namaku.Aku berjalan menyusuri tanah yang ditumbuhi oleh rumput liar."Indri, kesini, Nak!"Lagi-lagi suara itu menggema di telingaku. Tapi setelah didengar secara seksama. Aku baru sadar, bahwa itu adalah suara ayahku."Ayah! Ayahkah itu?" tanyaku.Air mataku berlinang, aku akan bertemu dengan ayah. Benarkah itu?Aku terus berjalan mencari keberadaan ayahku.Lama aku berjalan, sampai langkahku terhenti di sebuah bangunan seperti sebuah rumah. Terlihat bagus tapi terlihat suram dan sepi."Di tengah hutan ada rumah?" batinku berbicara.Aku berjalan mendekati rumah itu. P

  • Hari Pertamaku Setelah Menikah, Hari Pertamaku Menjadi Janda   Bab 10 Setan Lewat

    POV HanaCetrek brus!Kobaran api melahap semua benda yang ada di dalam tong kecil, tempat membakar sampah."Habis kau Indri, sekalian mati saja kau!" gumamku.Aku membakar semua benda-benda kesayangan Indri. Seperti foto-foto dirinya, dan foto kebersamaannya dengan Pak Yudha.Aku puas melakukan semua ini. Entah kenapa, ada rasa bangga pada diriku sendiri, setelah mendapatkan segalanya yang aku mau. Mas Andi, dan harta kekayaan Indri. Aku bangga akan pencapaian terbesarku ini. Tapi sayang, ibuku tidak mendukung keberhasilanku ini. Ibu memilih pergi meninggalkanku. Aku sangat menyesalkan keputusan ibu."Sayang, lagi apa?" Aku menoleh dan mendapati Mas Andi sedang berdiri di belakangku."Aku habis membakar semua kenangan mantan istri kamu," jawabku santai.Mas Andi mendekatiku dan memelukku dari belakang."Aku bersyukur Tuhan mempertemukan kita. Andai aku tidak pernah bertemu kamu, mungkin sekarang aku masih menjadi karyawan biasa di pabrik itu. Atau lebih parahnya lagi, mungkin aku sa

  • Hari Pertamaku Setelah Menikah, Hari Pertamaku Menjadi Janda   Bab 11 Ziarah

    POV IndriSebulan sudah aku menempati rumah bi Ratmi. Aku mulai merasa nyaman, perlahan aku bisa bangkit lagi.Hampir sebulan juga aku dan bi Ratmi berjualan jajanan makanan anak-anak. Alhamdulillah … anak-anak di kampung sini suka sama makanan buatanku. Tepatnya buatan Bi Ratmi. Aku hanya membantu mengiris dan menyiapkan wadahnya saja. Bahkan orang dewasa pun tak jarang mampir kesini, sekedar untuk membeli cemilan."Alhamdulillah ya, Bi. Uang kita sudah terkumpul lumayan banyak. Kalau begini terus, bisa-bisa kita punya warung beneran, Bi. Aku senang sekali, bisa usaha seperti ini bersama Bibi," ujarku, sambil menghitung sejumlah uang hasil berjualan kami."Iya, Bibi juga senang. Dengan begitu, Bibi tidak perlu jadi art lagi. Ini semua karena kamu yang sudah memberi semangat Bibi. Bahwa menjadi pengusaha sekecil apapun, lebih enak daripada kerja di tempat orang," sahut Bi Ratmi."Oh iya, tadi Bibi berpapasan sama lelaki warga kampung sini, namanya Yusuf. Dia titip salam buat kamu. Dia

  • Hari Pertamaku Setelah Menikah, Hari Pertamaku Menjadi Janda   Bab 12 Rendang Terakhir

    POV IndriBruk!Tubuhku ambruk terlempar ke pinggir jalan. Badanku terasa sakit, dan aku mulai membuka mataku."Sakit," gumamku.Aku mencoba bangun walaupun punggungku terasa sakit."Bibi," panggilku.Tak ada sahutan sama sekali dari Bi Ratmi.Aku menoleh ke belakang dan mendapati tubuh yang terbaring dengan kepala berlumuran darah."Bibiiii!" teriakku histeris.Aku bangkit dan berlari tergopoh-gopoh ke arah Bibi. Terlebih dahulu aku melihat satu mobil yang melaju kencang, yang sempat hampir menabrakku.Aku melihat pita panjang melambai-lambai terbawa angin, di depan mobil yang sudah menjauh. Tapi aku tidak bisa membaca nomor polisi mobil itu, karena mobil itu melaju sangat kencang dan sudah menjauh."Bibi, apa yang terjadi, Bi? Kenapa Bibi bisa seperti ini?" tanyaku dengan perasaan panik."Indri, kamu selamat. Syukurlah …." lirih Bi Ratmi dengan suara yang hampir hilang."Apa maksud Bibi? Jangan bilang yang mendorongku itu adalah Bibi. Kenapa Bi? Kenapa Bibi mengorbankan diri Bibi un

  • Hari Pertamaku Setelah Menikah, Hari Pertamaku Menjadi Janda   Bab 13 Takdir Berkata Lain

    POV IndriWiuwiuwiu ….Suara ambulance menggema di sepanjang jalan. Aku sengaja menyewa ambulance dari rumah sakit untuk mengantar kami pulang ke kampung halaman bi Ratmi, supaya bi Ratmi tidak kepanasan ataupun kehujanan.Bahkan sopir pick up tadi, mengikuti mobil ambulans yang kamu tumpangi, dari belakang. Walaupun mereka berdua belum kenal dan baru bertemu dengan kami mungkin sekitar kurang lebih satu jam setengah, tapi kepedulian mereka begitu besar. Mereka orang baik, walaupun kami orang asing."Bibi, ternyata kebersamaan kita harus sesingkat ini. Bibi adalah sosok Ibu yang baik buatku. Ya Tuhan, kenapa orang-orang baik selalu lebih dulu Engkau panggil? Kenalan bukan aku saja yang kay ambil ya Tuhan?" batinku menahan sesak di dada.Aku menatap Bi Ratmi yang sudah terbujur kaku, yang tertutup kain dari ujung kepala sampai ujung kaki. Di rumah sakit, aku hanya menyewa ambulans saja. Untuk prosesi mengurus jenazah, aku akan meminta bantuan kepada warga kampung bibi. Aku melakukan in

Latest chapter

  • Hari Pertamaku Setelah Menikah, Hari Pertamaku Menjadi Janda   Bab 60 Sah

    (Double POV)POV AndiDua Minggu kemudian, hari yang sangat aku tunggu-tunggu yang rasanya lama sekali menuju hari ini.Dari pagi aku sudah mempersiapkan diri untuk acara pernikahan aku dengan Indri.Rencana pernikahan yang diadakan secara sederhana, tanpa mengundang siapa pun. Bahkan ibu dan bapak pun tak tahu jika aku akan menikah lagi dengan Indri. Karena jika mereka tahu, bisa kacau semuanya. Bisa saja mereka akan memberitahu Hana dan Hana akan membuat pernikahanku dengan Indri hancur."Mas, kamu wangi sekali. Mau kemana?" tanya Hana sambil memomong anaknya."Mau kerja, nggak usah interogasi aku. Aku mau kerja, jelas?" pungkasku."Aku cuma nanya saja, Mas. Kamu jawabnya terlalu ketus. Kamu kenapa, Mas? Sikap kamu benar-benar berubah seperti itu? Apa ini gara-gara perempuan itu? Kamu jadi seperti ini sama aku?" tanya Hana.Aku berbalik badan dan menghadap ke arah Hana."Nggak usah sangkut pautkan itu dengan Indri. Kamu pikir sendiri, kenapa aku bisa seberubah ini sama kamu!" Aku me

  • Hari Pertamaku Setelah Menikah, Hari Pertamaku Menjadi Janda   Bab 59 Lamaran

    POV IndriAku berada di dalam mobil Andi. Andi ingin mengantarkanku pulang, karena dia sudah mengetahui rumahku. Namun aku mengiyakan saja, padahal dalam hati aku tertawa, dia tidak tahu saja kalau aku sudah pindah ke kontrakan yang jauh dari rumahku."Kenapa kamu senyum-senyum? Bahagia banget kayaknya?" tanya Andi."Nggak apa-apa, aku cuma senang karena sebentar lagi kita akan menikah," jawabku.Rencanaku beberapa langkah lagi akan berhasil, semoga saja.Aku akan mendiskusikan lagi rencanaku dengan Leo alias Adit, setelah Andi pulang nanti.Awalnya aku takut rencanaku gagal setelah aku bertemu dengan kedua orang tua angkat Leo. Pasalnya beberapa bulan lalu ibu angkat Leo pernah memergoki aku yang sedang menyelinap di rumahku yang dulu. Tapi syukurlah, sepertinya dia tidak mengenali aku. Karena waktu itu aku tidak menampakkan wajahku karena memakai masker.Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam.Mobil yang dikemudikan Andi sudah berada di depan rumahku. Aku buru-buru keluar dan hen

  • Hari Pertamaku Setelah Menikah, Hari Pertamaku Menjadi Janda   Bab 58 Rencana Menikah

    POV AndiAku tak menyangka anakku lahir seperti itu. Aku kembalikan anak itu ke gendongan Hana."Kenapa, Mas?" tanya Hana. Sepertinya Hana bisa membaca pikiranku."Tidak, tidak mungkin. Ini bukan anakku, tidak!" sanggahku."Mas, ini anak kita, darah daging kamu." Hana berusaha membujukku supaya aku mau mengakui anak itu."Tidak, anakku tidak mungkin seperti itu. Tidak!"Aku mundur beberapa langkah hingga ujung pintu.Blag!Aku keluar dan menutup pintu dengan cukup keras."Andi, kenapa kamu? Apakah bayinya baik-baik saja?" tanya Ibu dan Bapak, yang belum tahu keadaan anak itu.Aku tidak menjawab, aku melewati mereka dan pergi secepat mungkin dari rumah sakit."Ya Tuhan, bagaimana kalau orang-orang tahu, kalau aku mempunyai anak seperti itu. Tidak, ini tidak boleh dibiarkan. Mereka tidak boleh tahu," batinku.Aku memutuskan untuk menemui Indri di rumahnya saja. Aku memacu mobilku menuju kediaman Indri.Sampai disana, aku langsung mengetuk pintunya.Tok! Tok! Tok!Aku menunggu Indri memb

  • Hari Pertamaku Setelah Menikah, Hari Pertamaku Menjadi Janda   Bab 57 Melahirkan

    POV AndiProk! Prok! Prok!"Bagus, Mas, bagus sekali. Ternyata kecurigaanku benar dan semuanya terbukti," imbuh Hana.Hana yang ditemani oleh Fina, berdiri dengan menatapku nyalang."Ha-Hana, sejak kapan kamu disini?" tanyaku tergugup."Sejak kamu memberikan cincin itu kepada wanita sial*n itu. Maaf Mas, aku bukan orang bodoh yang dengan seenaknya kamu bohongi. Kamu teledor, Mas, aku sempat melihat cincin itu yang bertuliskan nama perempuan itu. Hebat kamu, Mas, sungguh kamu pemain yang hebat. Omongan kamu selama ini hanya omongan kosong. Mengaku membenci Indri, tapi pada kenyataannya kamu melamarnya hari ini.Oke, nikmatilah kebahagiaan kamu yang sementara ini, Mas. Karena ini bisa menjadi bom waktu buat kamu. Cepat atau lambat, semuanya akan terbongkar." Hana mengeluarkan semua unek-uneknya yang justru membuatku ketar-ketir.Hana mendekati Indri, dan berdiri menatapnya dengan tatapan sinis. Aku khawatir jika Hana akan melakukan sesuatu kepada Indri.Plak!Aku terperanjat saat Hana m

  • Hari Pertamaku Setelah Menikah, Hari Pertamaku Menjadi Janda   Bab 56 Artis Dadakan

    POV AndiAku berdiri sambil mengetuk pintu rumah yang ditempati Indri. Lumayan lama aku berdiri disitu, tapi tidak ada tanda-tanda Indri membukakan pintu untukku."Kemana Indri? Apakah dia marah karena aku mengetahui alamat rumahnya? Tapi apa masalahnya? Kenapa juga Indri marah padaku jika aku mengetahui rumahnya? Bukankah aku dan dia akan segera menikah?" batinku.Aku mencoba menghubunginya untuk memastikan apakah dia ada di dalam rumah ini atau tidak.Setelah tersambung dan Indri mengangkat telepon dariku, akhirnya perasaanku merasa lega, tatkala Indri memberitahuku dia sedang berada di luar kota, di tempat kerabat jauhnya. Dia juga berpesan kepadaku, agar aku menjaga hatiku untuknya, selama dia jauh dariku. Entahlah, hanya mendengar kata-kata itu saja membuat hatiku berbunga-bunga.Aku pun pulang ke rumah, karena percuma saja aku tetap disini, karena Indri tidak ada.Aku menaiki mobilku, dan keluar dari gang rumah Indri. Sebelum aku pulang, aku mampir ke toko mas, untuk mengambil c

  • Hari Pertamaku Setelah Menikah, Hari Pertamaku Menjadi Janda   Bab 55 Sekian Lama Terpisah

    POV Pak Samsudin "Iya betul, Adit adalah anak saya. Dia anak bungsu kami," jawab pak Edi.Mendengar jawabannya, sama sekali tak membuatku puas."Tolong jawab yang jujur, Pak Edi. Saya mohon, sekali lagi saya tanya sama Bapak, apakah benar Adit adalah anak Bapak?" Aku mengulang pertanyaan."Saya serius, Pak. Ini Adit anak saya! Ini sebenarnya ada apa, Pak Sam? Kenapa Bapak bisa bertanya demikian kepada saya?" tanya Pak Edi.Aku kemudian mengambil dompetku dan mengeluarkan sesuatu dari dalamnya."Coba Bapak lihat ini," tunjukku. Aku memperlihatkan sebuah foto berukuran kecil yang selalu aku bawa kepada pak Edi dan istrinya. Foto anakku yang masih sangat kecil sebelum tragedi hilangnya anakku terjadi."Adit," lirih pak Edi.Aku menatap pak Edi dengan intens. Melihat ekspresinya aku yakin, dia memang terkejut setelah melihat foto itu."Bapak dapat dari mana foto anak saya?" tanya pak Edi.Dari pertanyaannya saja sudah membuatku yakin jika Adit adalah anakku yang hilang."Satu lagi!" Aku

  • Hari Pertamaku Setelah Menikah, Hari Pertamaku Menjadi Janda   Bab 54 Tanda Lahir

    POV IndriAku buru-buru menghampiri Adit, dan bertanya ada apa."Adit, ada apa ini? Kok Bapak ini marahin kamu?" tanyaku.Aku menoleh ke arah pria paruh baya itu."Ajarin pacar kamu, untuk lebih sopan terhadap orang yang lebih tua. Gara-gara dia, tangan saya tersiram kuah sup panas. Ponsel saya juga terjatuh, untung saja tidak sampai pecah. Bukan hanya itu, pacar kamu juga pernah menyerempet mobil saya hingga lecet," ujar pria paruh baya itu dengan menatap bengis."Tapi ini bukan salah saya, Pak! Bapak sendiri yang jalannya tidak hati-hati. Berjalan menunduk sambil main ponsel. Kenapa malah nyalahin saya? Soal mobil itu, saya minta maaf. Saja akan ganti rugi, hitung saja berapa kerugian yang Bapak alami," timpal Adit penuh emosi."Jangan sombong kamu, cuma sopir angkot saja lagaknya seperti orang kaya. Contoh kakak kamu, bukan pecicilan seperti ini," cetus pria itu."Maaf, Pak! Tidak usah membanding-bandingkan saya dengan kakak saya. Anda tidak tahu saja seperti apa kakak saya." Adit

  • Hari Pertamaku Setelah Menikah, Hari Pertamaku Menjadi Janda   Bab 53 ODGJ

    POV Indri Setengah perjalanan kembali, perutku terasa lapar. Tadi pagi aku dan Adit belum sempat sarapan, karena kami berdua terlalu fokus dengan tujuan kami."Aku lapar," imbuhku sambil memegangi perut."Oke, kita makan dulu. Itu ada pedagang nasi uduk, lebih baik kita makan disana," ajak Adit.Kami berdua turun dari dalam mobil. Kemudian menghampiri penjual nasi uduk.Kring! Kring! Kring!Aku mengabaikan telepon darinya. Rasanya aku malas untuk mengangkatnya."Kenapa nggak diangkat?" tanya Adit."Nggak ah malas, ini telepon dari Andi. Pasti dia ngajak ketemuan lagi. Ah … terlalu sering membuat aku bt," jawabku.Adit mengangguk sambil memakan nasi uduk pesanan kami.Aku pun berinisiatif mengirim pesan kepada Andi, supaya dia tidak menelponku lagi."Maaf, Mas, aku sedang berada di luar kota. Aku sedang menjenguk kerabat jauhku. Aku kangen sama mereka. Jaga hatimu untuk aku, ya selama aku jauh dari kamu." (Send).Aku mendelik dan bergidik saat mengirim pesan itu."Sudah selesai sarapa

  • Hari Pertamaku Setelah Menikah, Hari Pertamaku Menjadi Janda   Bab 52 Aku Kaya

    POV Adit"Apa? Kamu serius?" tanyaku memastikan."Ya beneran, secepatnya kita mesti menggalinya. Aku masih ingat betul dimana tempat aku waktu itu mengubur baju bi Ratmi," jawab Indri."Oke kalau begitu, besok subuh kita ke tempat bi Ratmi. Supaya kita bisa cepat-cepat menyelesaikan permasalahan ini," ajakku."Oke, baiklah! Semoga keadaan disana masih sama. Karena rumah bi Ratmi sudah dijual oleh Hana," sahut Indri."Ya sudah, lebih baik kita istirahat dulu. Supaya besok subuh kita nggak telat. Nanti aku jemput kamu. Jangan lupa, pas aku jemput kamu, kamu sudah bersiap," ucapku."Oke, see you!" sahut Indri.Aku mematikan sambungan telepon. Bergegas aku tidur supaya besok aku tidak telat.Tak membutuhkan waktu lama, ternyata mataku sudah mulai berat dan aku tertidur dengan cepatnya.Kumandang adzan sudah terdengar dari masjid di area tempatku tinggal. Aku memaksakan diri untuk bangun, walaupun aku masih sangat mengantuk.Secepatnya aku mandi dan tidak sarapan terlebih dahulu. Biarlah,

DMCA.com Protection Status