Para perawat berdiri di samping, membiarkan beberapa dokter langsung turun tangan, memeriksa pasien istimewa itu.
"Lakukan pengecekan seluruh tubuh! Termasuk, tes kehamilan," ujar Leo santai.
Para dokter membeku sejenak, lalu melakukan perintah Leonel Kim. Pihak lain yang mendengar perintah itu langsung berlari, ya berlari. Melaporkan kepada pihak yang lebih tinggi.
Leonel menarik kursi dan duduk di samping ranjang, mengeluarkan ponsel dan mulai memeriksa surel, dengan seulas senyum di wajahnya. Sebentar lagi, ya sebentar lagi pria tua itu pasti akan segera tiba.
Di sudut kota yang lain, Bugatti hitam membelah jalanan kota dengan kawalan mobil kepolisian, lengkap dengan sirene yang menyala, meraung-raung. Ya, ini menyalahi aturan, tetapi untuk kali pertama Tuan Lucas Kim melakukannya. Setelah mendapatkan panggilan dari rumah sakit, yang menyampaikan bahwa putra bungsunya membawa seorang wanita halim ke sana. Jelas putra bungsunya ingin dirinya tahu, maka terjadilah hal ini.
Iring-iringan membuat semua kendaraan di jalan raya, menyingkir. Mobil mewah itu melesat begitu kencang, sebab itulah perintah Tuan Besar Kim, mengabaikan puluhan surat tilang yang akan segera diterima.
Kembali ke rumah sakit.
Jenna Ren masih belum sadar, tetapi warna wajahnya sudah lebih baik.
"Ehem, Tuan Muda Kim."
Seorang dokter senior menghampiri Leonel yang duduk, sambil menyilangkan kaki panjangnya.
"Katakan," perintah Leo, tanpa mengalihkan tatapan dari ponsel pintarnya.
"Ehm, Nona pingsan karena anemia pasca kehamilannya," jelas sang dokter perlahan.
Leo mengangkat wajahnya dan menatap ke arah Jenna yang terbaring di ranjang rumah sakit.
"Usia kandungan?" tanya Leo datar.
"Empat minggu. Jika Tuan Muda tidak keberatan, kami akan melakukan pemeriksaan ultrasound, guna memastikan kesehatan janin," anjur dokter senior itu.
Leo langsung berdiri dari duduknya dan menunduk, menatap dokter paruh baya yang hanya setinggi dadanya.
"Buka kamar VVIP, berikan semua pelayanan kesehatan terbaik milik rumah sakit ini!" perintah Leo tegas.
"B-Baik, Tuan Muda."
Lalu, sang dokter berlari untuk mengabarkan soal pemindahan pasien ke lantai VVIP.
Leo berjalan dan berhenti tepat di samping ranjang. Menatap sekretaris bodohnya itu. Bodoh, tetapi itu menguntungkan dirinya.
Tidak lama, para perawat datang dan memindahkan pasien ke salah satu kamar rawat paling mewah, milik rumah sakit ini.
Leonel Kim turut serta, memastikan Jenna diperlakukan dengan baik.
Tidak lama, pintu ruangan ini didorong hingga terbuka lebar dan Tuan Besar Kim yang duduk di atas kursi roda, didorong ke dalam.
BRAKKK!
Tongkat kayu yang selalu berada di dalam genggaman Tuan Besar Kim, dihantam kuat ke lantai. Beruntung, lantai tidak retak.
Dokter dan perawat menunduk dan buru-buru meninggalkan kamar rawat ini.
Sekretaris Tuan Besar Kim, pria berusia sekitar 40 tahun, mendorong kursi roda semakin mendekati Leonel Kim yang sudah bersiap menghadapi emosi ayahnya itu.
"Jenna?" gumam Tuan Besar Kim, cukup terkejut saat menatap wanita pucat yang terbaring tidak sadarkan diri.
"Kau bajingan! Begitu banyak wanita yang kamu temui, malah wanita baik itu yang kamu hamili!" raung Tuan Besar Kim marah besar. Lima tahun Jenna Ren menjadi sekretaris putranya, tentu ia pernah bertemu beberapa kali dengan wanita polos itu.
Kali pertama bertemu dengan Jenna Ren, Tuan Besar Kim tahu wanita itu adalah pekerja keras. Wanita itu menekan semua harga dirinya, agar mampu melayani putranya itu.
"Aku juga tidak menyangka!" seru Leo membela diri.
BRAKKK!
Tongkat kembali dihentakkan ke lantai dengan penuh emosi, oleh Tuan Besar Kim.
"Tidak menyangka? Kau menidurinya dan hanya itu alasan yang keluar dari mulutmu?"
"Ayolah, Ayah! Ayah selalu memintaku segera menikah dan memberikan cucu! Saat ini aku memberikan cucu kepada Ayah, bukankah seharusnya Ayah merasa senang?"
"APA?" raung Tuan Besar Kim.
"Aku akan menikahinya," ujar Leo yakin.
"Kamu mencintainya?" tanya Tuan Besar Kim sambil berusaha menenangkan emosinya.
"Cinta? Yang pasti, Jenna adalah calon istri yang tepat. Dia memahami diriku, bahkan mungkin melebihi diriku sendiri. Yang penting, Jenna akan memahami dan mengerti diriku, serta akan melahirkan anakku!" jawab Leo yakin.
BUKKK!
Kali ini tongkat Tuan Besar Kim melayang di lengan kokoh Leo dan membuat putra bungsunya itu meringis, menahan sakit.
"Kamu harus bertanggung jawab karena menghamilinya dan yang terpenting, kamu juga harus memahami dan mencintainya!" tegas Tuan Besar Kim yang berusaha menasehati putranya itu.
Lalu, sang Sekretaris mendorong kursi roda dan mereka meninggalkan ruang rawat ini.
Leo mengelus lengannya yang terkena hantaman tongkat, ayahnya itu. Kembali menghampiri ranjang dan menatap, Jenna Ren.
"Kita akan menikah," ujar Leo. Ya, dirinya tidak keberatan menikah dengan wanita itu. Seulas senyum terpatri di wajah tampannya, apakah ia mencintai Jenna? Tidak, hanya sedikit menyukainya. Apalagi, wanita itu hanya bercinta dengan dirinya seorang, jadi itu patut dihargai. Lagipula, di mana lagi dapat menemukan wanita polos dan penurut seperti ini? Setelah menikah, Leo yakin kehidupannya tidak akan berubah banyak.
***
Jenna membuka matanya perlahan, dari aroma yang memenuhi indera penciumannya, ia tahu tempat ini adalah rumah sakit.
"Anda sudah sadar?" tanya seorang perawat yang selalu berjaga di sisinya.
Jenna berusaha untuk duduk dan dibantu oleh perawat itu. Seketika kesadaran Jenna pulih sepenuhnya, saat melihat ruangan kamar yang begitu mewah. Hal pertama yang terpikirkan adalah dirinya tidak akan mampu membayar tagihan.
"Ehem, aku sudah tidak apa-apa, bisakah aku pulang sekarang?" tanya Jenna buru-buru.
"Memang tidak ada masalah serius dengan kesehatan Anda. Anda pingsan karena anemia pasca kehamilan, setelah beberapa macam vitamin dicampurkan ke dalam cairan infus, harusnya tubuh Anda baik-baik saja, begitu juga dengan janin Anda," jelas sang perawat apa adanya.
Jenna langsung menurunkan kakinya dan berkata, "Tolong lepaskan jarum infus ini, aku ingin segera pulang."
Jenna masih merahasiakan kehamilannya ini dan tidak berencana membiarkan Leonel Kim tahu. Sebab, reaksi buruk yang pasti akan didapatnya.
"Tentu, Anda dapat pulang. Namun, lebih baik kita tunggu wali Anda tiba lebih dahulu," jelas sang perawat dan menaikkan kaki Jenna kembali ke atas ranjang.
"Wali?" Jenna bingung, siapa yang akan datang menjadi walinya? Keluarganya tinggal neneknya saja. Masalahnya sang nenek yang bisu dan tuli, berada di panti jompo termahal di kota ini. Ya, Jenna bekerja keras agar dapat membayar iuran panti itu setiap tahunnya.
"Ah, beliau sudah tiba," ujar sang perawat sambil tersenyum lebar, sebelum keluar dari kamar rawat.
Wajah Jenna kembali memucat dan takut, saat melihat siapa yang melangkah masuk.
"T-Tuan...."
"Sudah lebih baik?" tanya Leo dan berdiri di sisi ranjang menatap Jenna dengan tatapan yang tidak dapat terbaca.
Mengangguk, ya Jenna hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan itu.
"Mengapa tidak bilang bahwa kamu hamil?" tanya Leo langsung.
Mulut Jenna terbuka dan tertutup, tetapi tidak ada kata-kata yang meluncur keluar.
"Ehem, aku... Aku tidak akan menggugurkannya!" ujar Jenna dan tanpa sadar langsung menyentuh perutnya.
Ha ha ha!
Leonel tertawa kecil dan menatap geli ke arah Jenna Ren.
"Tidak! Tentu itu tidak boleh terjadi! Karena, kita akan menikah!" ujar Leonel.
Jenna mengerjapkan matanya beberapa kali dan tangannya berusaha menemukan kacamata yang tergeletak di meja sisi ranjang itu. Kemudian, mengenakannya, menatap lawan bicaranya itu. Memastikan apakah sosok itu benar-benar adalah Leonel Kim.
Menelan ludah, Jenna bertanya, "Apakah ini lelucon?"
"Apa aku terlihat seperti sedang bercanda?"
"T-Tapi, mengapa?"
"Sebab kamu hamil anakku dan anggap ini sebagai penghargaan, atas menjadikan diriku yang pertama!"
Jenna terdiam dan membeku untuk sesaat. Ia cukup terkejut dan kecewa. Lucu! Sebab di dalam lubuk hatinya, Jenna berharap pria itu menyatakan cinta atau sesuatu seperti itu. Namun, itu tidaklah mungkin. Alasan yang tepat adalah karena kebodohannya yang hamil dari hubungan satu malam.
"Besok, setelah keluar dari rumah sakit, mari kita temui orang tuamu. Malam ini, istirahatlah!" ujar Leonel sebelum keluar dari kamar rawat VVIP.
Meninggalkan Jenna yang belum yakin apakah ini kenyataan atau mimpi bodohnya.
Malam itu, Leo kembali berkumpul dengan para sahabatnya dan menghabiskan malam di klub ternama kota, berpesta.
Malam itu, Jenna duduk termenung. Berpikir, apakah ini keberuntungan? Sepertinya begitu. Selama hidupnya, Jenna tidak pernah memiliki keberuntungan sebesar ini. Siapa yang menyangka, ia akan menjadi Nyonya Muda Kim? Jenna yakin, perlahan Leonel Kim akan mulai mencintainya. Ya, Jenna wanita polos yang percaya akan cinta sejati atau dongeng akan kisah Cinderella.Namun yang tidak disadari, Jenna melangkah penuh percaya diri menuju gerbang neraka.***Keesokan paginya, seorang wanita paruh baya, melangkah masuk ke dalam ruang rawat di mana Jenna berada."Perkenalkan saya Yura, asisten Tuan Besar Kim. Hari ini, aku akan menemani Nona pergi ke kediaman Kim untuk melakukan pertemuan keluarga," jelas Yura sopan.Tuan Leonel Kim tidak mengangkat panggilan telepon dari sang ayah. Seperti dugaan, karena ini hari Minggu maka Tuan Muda masih tidur, setelah kemarin malam pulang dalam kondisi mabuk berat. Mau tidak mau, Tuan Besar Kim yan
"Ibu kira, kamu tidak akan datang," ujar Nyonya Besar Kim, penuh ejekan."Aku hanya terlambat dan kamu bukan Ibuku!" balas Leonel dingin. Ia tidak pernah akur dengan ibu tirinya itu dan tidak sudi, memanggil wanita mata duitan itu dengan sebutan ibu."Cukup! Kita memiliki tamu," tegur Tuan Besar Kim tegas."Ibu...." pekik seorang gadis muda yang berlari masuk ke ruang makan.Jenna menatap ke arah gadis muda itu, ya begitu mirip dengan Nyonya Besar. Begitu cantik dengan penampilan berkelas.Lulu Kim, adik tiri Leonel Kim baru pulang dari sekolah dan langsung berlari ke arah sang ibu, memeluknya erat."Bagaimana ulangan hari ini?" tanya Nyonya Besar sambil mengecup pipi anak gadisnya itu.Menarik kursi dan duduk di samping sang ibu, Lulu menjawab, "Tidak sulit.""Tidak sopan! Tidakkah kamu melihat kita memiliki tamu? Setidaknya ucapkan salam. Tunjukkan sedikit tata krama!" tegur Tuan Besa
Janji suci diucapkan oleh Leonel tanpa ada keraguan sedikitpun. Sebab, ia yakin tidak ada yang berubah walau statusnya berubah, sebab Jenna Ren yang menjadi istrinya.Lima tahun, ya Jenna menjadi sekretarisnya yang paling lama. Sebelum Jenna, sekretaris sebelumnya hanya bertahan selama beberapa bulan saja. Tidak ada yang tahan dengan perangai dan tuntutan kerjanya yang tidak masuk akal. Hanya Jenna yang mampu bertahan, walau sudah dicaci maki karena kesalahan kerja yang sepele.Namun, hal itu membuat Jenna menjadi sekretaris yang sempurna. Menyelesaikan pekerjaan dengan sempurna dan mengerti apa yang harus dilakukan, tanpa harus diberitahu.Malam itu, malam di mana mereka bercinta, Leonel masih sadar akan apa yang terjadi. Awalnya, ia hanya penasaran apakah wanita polos itu pernah berciuman? Jadi, saat Jenna mendaratkan bibirnya dalam keadaan mabuk, Leo diam dan merasakan. Ternyata, bibir wanita itu begitu lembut dan hangat, mampu membangunkan
Seorang gadis belia di lantai dansa, membalas tatapan Leonel dengan terang-terangan.Leo mengambil gelas berisi wiski dan menenggaknya, sebelum berdiri dari duduk, berjalan ke lantai dansa, menghampiri gadis itu.Wanita seperti itu akan menakjubkan saat dikencani, tetapi tidak akan tepat jika dinikahi. Jadi, ini hanya akan menjadi percintaan satu malam, tentu Leo akan memastikan tidak menghamili wanita seperti ini.Kembali ke kediaman besar Kim, tepatnya di kamar pengantin.Semua berkumpul di meja makan, untuk makan malam bersama.Jenna duduk berhadapan dengan Nyonya Besar Kim dan putrinya, Lulu Kim. Tuan Besar Kim duduk di kursi utama. Para pelayan, mulai menyajikan begitu banyak makanan lezat dan terlihat mewah."Di mana Leo?" tanya Tuan Besar Kim kepada Jenna.Jenna tidak tahu ke mana suaminya dan berkata, "Kata Leo, ada janji yang harus ditepati.""Dasar anak kurang ajar!" gerutu Tuan Bes
Duduk di kursi taman, Jenna menatap nanar. Mengapa pernikahan ini tidak seperti yang dibayangkan? Ia tidak berharap kehidupan mewah, Jenna hanya berpikir akan berbeda saat memiliki seorang suami di sisinya. Namun, itu tidak terjadi. Kedua tangan yang diletakkan di atas pangkuan, meremas kain celana yang dikenakannya.Entah berapa lama, ia duduk termenung. Sampai pada seorang pelayang datang menghampiri dan membuat lamunan Jenna terhenti."Nyonya, sudah saatnya sarapan," ujar sang pelayan sopan."Ah, terima kasih."Setelah mengucapkan terima kasih, Jenna mengikuti pelayan itu masuk ke dalam kediaman.Di ruang makan, Tuan dan Nyonya Besar Kim, beserta adik iparnya, sudah duduk di kursi masing-masing, mengitari meja makan.Jenna menyapa sopan dan hanya ayah mertua yang membalas. Menarik kursi dan duduk."Di mana Leo?" tanya Nyonya Besar sambil mengaduk kopi miliknya. Dulu, ia sama sekali tidak peduli d
Tiba di rumah sakit, Jenna langsung duduk di ruang tunggu. Ia tidak perlu melakukan pendaftaran apapun, sebab semua telah diatur oleh Yura."Nyonya, tunggulah di sini. Nanti, saat tiba giliran Nyonya, perawat akan memanggil," ujar Yura, yang berdiri di sampingnya.Jenna mengangguk.Yura pun meninggalkan ruang tunggu rumah sakit. Tinggallah, Jenna sendirian di ruang tunggu yang begitu ramai dengan pasangan suami istri. Mereka semua terlihat begitu bahagia. Tentu saja, pasangan yang datang ke rumah sakit ini, pasti akan sangat bahagia. Sebab, mereka menunggu kehadiran buah hati.Tanpa sadar, Jenna menyentuh perutnya dan menatap penuh rasa iri, kepada pasangan lain yang ada di sana. Ia satu-satunya yang menunggu di ruang tunggu ini sendirian, tanpa ditemani oleh pasangannya.Sambil menunggu, Jenna lebih banyak menundukkan kepala. Sebab, ia dapat merasakan tatapan orang-orang yang tertuju padanya.Tidak perlu
"Apa katamu?" tanya Nyonya Besar Kim dan melangkah mendekati Jenna. Apakah telinganya salah dengar, atau menantunya itu yang sudah tidak waras."Aku ingin meminta, agar nenek diizinkan tinggal di sini, bersama diriku," ulang Jenna dengan penuh keberanian.Ha ha ha!Tawa mengejek, membahana dan membuat bulu kuduk Jenna, meremang."Kamu! Kamu makan dan tinggal gratis di sini. Sekarang, kamu bahkan ingin membawa nenekmu yang cacat masuk ke kediaman ini! Apakah kamu mengira, tempat ini adalah panti sosial?" raung Nyonya Besar Kim, yang begitu marah terhadap menantu tidak tahu malu itu.Jenna menelan ludah, ia tidak menyangka akan mendapatkan tanggapan pedas, seperti itu."Kami hanya berdua dan tidak memiliki sanak saudara yang lain. Jika nenek tinggal di sini, maka aku akan mengurus dan membiayainya–""Membiayainya? Dengan apa? Dengan uang suamimu?" cecar Nyonya Besar Kim, memotong ucapan Jenna.&n
Jenna langsung memundurkan kepalanya. Sentuhan ringan itu, cukup membuat rasa sakit memarnya itu, kembali berdenyut."A-Aku tidak hati-hati saat berjalan," jelas Jenna asal.Logan menurunkan tangannya dan mundur satu langkah. Untuk sesaat hanya diam dan menatap ke arah Jenna."Kamu baik-baik saja?" tanya Logan.Jenna mengangguk.Logan Kim mengenal Jenna, sejak 5 tahun yang lalu. Sejak Jenna mulai bekerja di King Company. Pertemuan mereka hanya beberapa kali dalam satu tahun, saat ia kembali ke negara ini. Namun selama pertemuan itu, Logan tahu Jenna adalah wanita dengan kepribadian yang baik. Hanya saja, siapa sangka wanita itu berakhir menjadi menantu saudara angkatnya."Apakah Tuan hendak ke rumah sakit?" tanya Jenna langsung. Ia benar-benar cemas akan keadaan ayah mertuanya."Kamu ingin pergi menjenguk?" tanya Logan. Ia baru saja kembali dari rumah sakit, untuk menyimpan berkas yang telah d
Minggu demi minggu, berlalu. Lima bulan kembali dilewati, setelah mereka berpisah.Jenna, membuka toko bunga kecil di daerah puncak, di mana ia memilih untuk memulai kehidupan barunya. Hidup sederhana, dengan para tetangga yang penuh perhatian, membuatnya mulai dapat tersenyum. Walaupun, dalam hatinya seakan ada lubang yang tidak mampu ditutup sampai sekarang ini.Pagi ini, banyak jenis bunga yang masuk ke toko. Daerah puncak, juga merupakan tempat wisata. Bunga-bunga indah ini, selalu menarik minat wisatawan yang datang dan penginapan, serta restoran di daerah ini. Awalnya, Jenna tidak yakin apakah dapat hidup dengan mengandalkan dari bunga-bunga yang dijualnya. Namun, kenyataannya bisa, bahkan ia memiliki tabungan saat ini.Yang tidak diketahui Jenna adalah Leo, selalu memperhatikan dan menjaganya, dari jauh. Hotel dan restoran besar di daerah puncak ini telah dibeli olehnya dan semua keperluan bunga, diperintahkan untuk dibeli pada toko mili
Tidak lama, wanita itu tiba dengan dikawal oleh beberapa orang polisi. Wajah itu masih terlihat begitu angkuh, bahkan tidak ada tersirat rasa bersalah sama sekali."Ah, pasangan suami istri yang harmonis," ejek Anya, saat melihat keberadaan Leo dan Jenna."Pembunuh!" seru Jenna."Pembunuh? Apakah kamu memiliki bukti?" ejek Anya kembali."Kau–""Aku tidak akan menjawab pertanyaan apa pun! Tunggu pengacara keluargaku tiba dan beliau yang akan berbicara, mewakili diriku!" ujar Anya, memotong ucapan Leo.Ya, Anya yakin ia akan terbebas dari masalah ini. Keluarganya kaya dan tidak ada rencana pembunuhan yang diperintahkan olehnya. Tidak ada!Jenna yang berang, mulai melangkah dan melepaskan tangan Leo, yang berusaha menghentikannya.Tiba di hadapan Anya, Jenna pun berkata, "Mengapa kamu melakukan semua itu? Apakah aku memiliki kesalahan pada dirimu?""Ck ck ck! Pengacara ku berp
"Kamu sudah bangun?" tanya Leo, pelan.Jenna yang baru terbangun, melihat ke sekeliling ruangan dan tatapannya kembali tertuju pada Leo yang duduk di sisi ranjang, tepat di sampingnya."Di mana ini?" tanyanya dengan suara tercekat.Leo tidak menjawab, ia membantu Jenna untuk duduk dan bersandar di sandaran ranjang.Menggeser duduknya lebih dekat, tangan Leo menyelipkan rambut Jenna ke belakang telinga."Kita menginap di penginapan terbagus di daerah perkemahan Bukit Utara. Besok, kita harus menghadiri upacara pemakaman untuk Yura dan putrinya," jelas Leo, singkat. Padahal, begitu banyak hal yang harus diurus, terkait penemuan jenazah itu.Jenna menatap ke arah jendela dan langit sudah gelap."Istirahatlah," pinta Leo. Ia tahu, Jenna pasti ingin kembali ke tempat itu."Biarkan pihak kepolisian bekerja. Kita tidak dapat melakukan apapun, jika berada di sana. Lagipula, setiap ada kab
Leo menutup layar laptop dan menggenggam tangan Jenna, seraya berkata, "Untuk kali ini, izinkan aku melakukan segalanya. Kamu cukup tetap berada di sisiku dan melihat."Lalu, Leo menarik tangan Jenna dan mereka berdua berjalan keluar dari ruang kerja. Di depan, Rosa dan Lulu masih menunggu dengan penasaran."Jangan berani masuk ke ruang kerja!" tegas Leo, ditujukan pada ibu tirinya itu. Kemudian lanjut melangkah dengan Jenna berada dalam gandengannya.Di depan kediaman, Leo membukakan pintu mobil untuk Jenna.Jenna melangkah masuk dan duduk. Leo membungkuk dan membantu memasangkan sabuk pengaman."Apakah kamu akan baik-baik saja duduk di sini?" tanya Leo, menatap wajah Jenna yang berada begitu dekat. Ia bertanya, sebab teringat akan kejadian terakhir kali saat menemani istrinya itu ke rumah sakit.Jenna mengangguk dan berkata, "Bisakah kita segera menemukan Yura?""Kita akan menemukannya. Aku berjanji!" j
Kembali ke ruang kerja, Jenna mulai mengerjapkan mata berulang kali. Walaupun sudah dapat melihat, tetapi terkadang pandangannya akan kabur, jika terlalu lelah.Ah, mengapa begitu bodoh? Bukankah ia hanya perlu menemukan file terbaru. Mengedit penyimpanan berdasarkan tanggal, maka file terbaru semua berada pada bagian paling atas.Jenna, membeku saat melihat file teratas, di sana tertera tanggal di saat ia terbangun di hotel dan saat Yura pergi. Selain itu, waktu yang tertera adalah pukul 10 malam.Memberanikan diri, Jenna membuka file itu, tepatnya rekaman video.Yura, terlihat di rekaman video itu. Wajahnya menunjukkan rasa takut dan penyesalan.[Nyonya, maafkan aku. Tapi, tapi aku melakukan ini, karena mereka menahan putriku. Setelah aku berhasil mendapatkannya putriku kembali, maka aku akan menjelaskan dan membersihkan nama Nyonya. Aku bersumpah!][Pria itu, nama aslinya adalah George Smith dan, dan ia beker
Jenna, membuka pintu kamar dengan perlahan. Kediaman sudah sepi, sebab para pelayan sudah beristirahat.Dengan jantung yang terus berdebar tidak menentu, Jenna melangkah ke arah ruang kerja. Perlahan, membuka pintu ruangan itu dan melangkah masuk, tidak lupa untuk segera menutup pintu.Ruangan gelap, hanya sinar rembulan lembut yang menerobos kaca jendela, menerangi remang ruangan itu. Namun, itu cukup dan Jenna segera berjalan ke arah meja kerja besar, yang diatasnya terdapat sebuah laptop.Menarik dan membuang napas beberapa kali, barulah Jenna mendekati perangkat itu. Mungkin saja, flashdisk ini tidak berisi hal penting, tetapi insting mengatakan berbeda. Ia yakin, ada sesuatu yang penting di dalamnya.Pintu ruang kerja terbuka, tepat di saat Jenna hendak menyambungkan flashdisk ke perangkat itu. Spontan, Jenna menarik tangannya menjauh dan menyembunyikan flashdisk itu dalam genggamannya.Leo, baru saja tiba di kedi
Suasana hati yang buruk, membuat Leo segera kehilangan kesabaran. Dengan kasar, Leo menepis tangan Logan yang mencengkeram kerah kemeja dan melayangkan satu tinju, tepat ke wajah sang paman.BUKKK!Leo tidak lagi peduli dengan status Logan, yang adalah pamannya sendiri. Pukulan itu, membuat tubuh Logan terpental ke belakang dan terjatuh di atas lantai.Leo tidak berhenti di sana, ia pun langsung melompat ke atas tubuh Logan dan kembali meluncurkan satu pukulan tepat ke wajah pamannya itu. Tentu, Logan membalas.Keributan langsung terjadi dan itu menarik perhatian seluruh tamu yang ada di dalam pub, termasuk dengan para karyawan.Tidak butuh waktu yang lama beberapa petugas keamanan berbadan kekar, langsung melerai mereka. Tidak peduli dengan status mereka, para petugas keamanan langsung melemparkan mereka berdua keluar dari pub.Baik Leo maupun Logan, tubuh mereka berdua terjatuh di atas aspal dengan cukup keras. Seti
"Selamat tinggal."Itulah ucapan Paman Bong yang didengar Jenna, sebelum ia terbangun dari mimpi.Napas memburu dan wajah basah, karena air mata yang masih mengalir deras. Memeluk dirinya sendiri begitu erat, Jenna berusaha menenangkan diri. Ia tahu itu adalah mimpi dan semua, masih terasa begitu nyata.Kesedihan, melanda jiwa. Butuh waktu cukup lama, untuk menghentikan tangisan dan menenangkan diri. Jenna yang mulai tenang, membalikkan tubuh dan tidur telentang. Napasnya sudah kembali normal, hanya saja perasaannya masih begitu kacau.Membuka mata dan seperti biasa, disambut oleh kegelapan. Hanya saja, ini terasa lain. Ia dapat melihat cahaya rembulan yang lembut. Cahaya yang menerobos masuk, dari celah-celah tirai dan membuat Jenna dapat melihat langit-langit kamar.Apakah ia mendapatkan keajaiban? batin Jenna. Rasa takut dan antusias, menggantikan rasa sedih yang dirasakan tadi. Perlahan, ia bangkit dan turun dari ranjang
Setelah itu, tidak ada lagi yang berbicara. Jenna, memastikan tidak akan melakukan hal bodoh itu lagi. Entah perlakuan Leo tulus, atau hanya pura-pura, ia tidak lagi memikirkan hal tersebut. Kebahagiaan, bukanlah sesuatu yang pantas dimiliki. Itulah yang diyakini oleh Jenna.Kembali ke kediaman, Jenna melakukan aktivitas seperti biasanya.Leo, mendatangkan seorang perawat profesional untuk mendampingi, tetapi Jenna langsung menolak. Ia yakin, perawat itu hanya akan memata-matai dan melaporkan segala sesuatu kepada Leo, sama seperti Maya, perawat yang diperkerjakan oleh ibu mertuanya.Dengan berat hati, Leo menyetujui penolakan Jenna dan meminta sang perawat untuk pergi.Jenna semakin menutup diri. Ia hanya akan berbicara saat ditanya, itu pun hanya satu atau dua kata yang diucapkan.***Hari demi hari, kembali berlalu. Leo semakin kesulitan, mendekati Jenna. Wanita itu akan memintanya pergi, jika ia datang mengh