Malam itu, Jenna duduk termenung. Berpikir, apakah ini keberuntungan? Sepertinya begitu. Selama hidupnya, Jenna tidak pernah memiliki keberuntungan sebesar ini. Siapa yang menyangka, ia akan menjadi Nyonya Muda Kim? Jenna yakin, perlahan Leonel Kim akan mulai mencintainya. Ya, Jenna wanita polos yang percaya akan cinta sejati atau dongeng akan kisah Cinderella.
Namun yang tidak disadari, Jenna melangkah penuh percaya diri menuju gerbang neraka.
***
Keesokan paginya, seorang wanita paruh baya, melangkah masuk ke dalam ruang rawat di mana Jenna berada.
"Perkenalkan saya Yura, asisten Tuan Besar Kim. Hari ini, aku akan menemani Nona pergi ke kediaman Kim untuk melakukan pertemuan keluarga," jelas Yura sopan.
Tuan Leonel Kim tidak mengangkat panggilan telepon dari sang ayah. Seperti dugaan, karena ini hari Minggu maka Tuan Muda masih tidur, setelah kemarin malam pulang dalam kondisi mabuk berat. Mau tidak mau, Tuan Besar Kim yang akan mengurus calon menantunya itu.
Yura mengurus semua administrasi rumah sakit dan mengantar Jenna kembali ke apartemen mungilnya yang berada di pinggir kota.
"Aku akan menunggu di mobil. Keluargamu dapat ikut serta, sebab kediaman besar Kim berada di daerah puncak," jelas Yura sebelum Jenna turun dari mobil mewah ini.
"Aku tinggal sendiri," ujar Jenna dengan tangan yang berhenti menahan pintu mobil.
"Kamu tidak memiliki keluarga?" tanya Yura kembali.
"Ada nenek, tetapi beliau tinggal di panti jompo," jelas Jenna jujur apa adanya.
"Baiklah, jika begitu kamu dapat pergi sendiri ke kediaman besar dan aku akan mengatur waktu agar Keluarga Kim dapat pergi menemui nenekmu," jelas Yura yang merasa iba dengan wanita itu.
"Terima kasih."
Jenna turun dari mobil, setelah berterima kasih.
Lalu, buru-buru mandi dan bertukar pakaian. Mengenakan gaun putih, yang merupakan pakaian paling indah yang dimilikinya.
Tidak mampu menekan rasa senang yang membuat bibirnya selalu tersenyum. Bagaimana tidak, kemarin Jenna baru khawatir akan kehamilannya. Namun, pria itu langsung bertanggung jawab dan bersedia menikahinya.
Apakah ini awal dari perubahan hidupnya? Jenna Ren yatim piatu, yang diasuh oleh sang nenek. Nenek sendiri, bisu dan tuli, yang cukup sulit membesarkan dirinya, tetapi nenek berhasil. Mereka saling bergantung, sebab tidak lagi memiliki anggota keluarga yang lain.
Jenna tidak sabar ingin segera mengabarkan tentang kabar bahagia ini.
Mengenakan terusan putih, bahan brukat selutut, Jenna mengeringkan rambut panjangnya asal. Setelah kering, rambut panjang itu diikat model ekor kuda, memoleskan pelembab bibir, selesai. Penampilannya sederhana, uang yang didapat sebagian besar disisihkan untuk sang nenek. Jenna tidak dapat merawat sang nenek, karena harus bekerja mencari nafkah, maka memutuskan untuk menempatkan nenek pada panti jompo terbaik di kota ini. Jenna berharap setelah menikah, ia dapat mengajak sang nenek tinggal bersama.
Harapan itu membuat Jenna bahagia dan buru-buru kembali ke mobil, di mana Yura berada.
"Sangat cepat," ujar Yura apa adanya.
Jenna hanya tersenyum menanggapi komentar wanita itu. Mereka tidak lagi berbicara dan mobil melaju pergi, meninggalkan apartemennya.
Mobil berbelok masuk ke gerbang yang besar dan Jenna tertegun. Halaman rumah begitu luas dan ada beberapa staff keamanan yang berjaga. Seketika, Jenna merasa berkecil hati, saat sadar akan kesenjangan sosial antara dirinya dengan Leonel Kim.
Mobil berhenti tepat di depan rumah, lebih tepatnya disebut gedung bergaya Eropa, amat indah dan megah.
Yura turun dan Jenna mengikutinya. Beberapa pelayan membukakan pintu dan menyambut kedatangan mereka.
"Ayo," ajak Yura saat mereka tiba di depan pintu ganda kayu yang kokoh berukiran rumit.
Tok tok tok!
Yura mengetuk pelan, sebelum membuka pintu dan melangkah masuk, diikuti oleh Jenna Ren.
"Selamat siang Tuan dan Nyonya Besar Kim. Selamat siang Tuan Logan," sapa Yura sopan, sebelum meninggalkan ruangan itu. Meninggalkan Jenna yang berdiri kaku, di tengah ruangan.
"S-Selamat siang, Tuan–"
Ucapan Jenna terhenti saat Nyonya Besar Kim berbicara.
"Di mana Leonel?" tanya Nyonya Besar Kim kepada suaminya itu. Mengabaikan keberadaan Jenna.
Nyonya Besar Kim adalah istri kedua dari Tuan Besar Kim, ibu tiri dari dua bersaudara Kim. Leonel Kim sang bungsu dan Marco Kim sang putra sulung. Marco telah menikah dan tinggal di negara tetangga sebagai seorang seniman. Hidup jauh dari kata mewah dan melepaskan semua tanggung jawab pewaris kepada sang adik.
Leonel Kim sendiri tidak keberatan, ia terlahir dengan jiwa seorang pebisnis. Namun, dibalik kesuksesannya itu ada campur tangan dari sang Paman, Logan Kim. Pria berusia 40 tahun dan seorang ayah tunggal dari seorang putri yang amat menggemaskan. Jenna beberapa kali bertemu dengan sang paman dan menyukai putri kecilnya yang baru berusia 3 tahun.
"Aku sudah menyuruh seseorang menyeretnya kemari!" jawab Tuan Besar Kim dingin.
"Baiklah! Aku harus mengejar pesawat dan selamat Jenna, selamat bergabung menjadi anggota Keluarga Kim," ujar Logan Kim dan tersenyum penuh simpati. Ia tahu ini semua akan sulit bagi gadis lugu itu. Logan sendiri adalah anak angkat dalam Keluarga Kim dan cukup sulit baginya untuk bertahan selama ini. Beruntung insting tajam milikinya, mampu menempatkan dirinya sebagai pengusaha tersukses. Logan memilih tinggal di negara tetangga dan mengurus perusahaan cabang itu. Ia enggan berada dalam satu cabang yang sama, sebab itu hanya akan memicu pertengkaran.
Setahun sekali, ia akan kembali bersama dengan putrinya, untuk memperingati hari kematian orang tua angkatnya. Setelah itu, ia akan pergi lagi.
"T-Terima kasih Tuan Logan," balas Jenna pelan, sambil mengedarkan pandangan mencari putri kecil pria itu.
"Anastasya tidak ada di sini, dia sedang bermain di halaman belakang," jelas Logan kembali, yang tahu Jenna mencari putri kecilnya.
Lalu, tanpa mengatakan apa pun lagi, Logan melangkah keluar, meninggalkan ruang kerja ini dan rumah besar Keluarga Kim.
Di ruangan itu, tinggal Jenna bersama Tuan dan Nyonya Besar Kim.
Nyonya Besar Kim, hampir seumuran dengan Logan. Wanita itu melahirkan seorang anak perempuan yang sudah berusia 12 tahun dan Jenna tidak pernah menyukai saudari tiri Leonel itu. Ibu dan anak itu amat arogan dan selalu merendahkan dirinya.
"Di mana orang tuamu?" tanya sang Nyonya dingin, sambil berdiri dari duduknya dan mendekati Jenna.
Wanita itu mengenakan gaun merah yang terlihat mahal dan sepatu heels yang amat tinggi.
Jenna harus menengadah untuk menatap wanita itu.
"Orang tuaku sudah meninggal sejak aku kecil. Hanya ada nenek dan–"
"Di mana nenekmu?" tanya sang Nyonya memotong ucapan Jenna.
"Nenek, berada di panti jompo, beliau–"
Ha ha ha!
"Panti jompo? Cucu seperti apa yang memasukkan neneknya ke panti jompo?" ejek sang Nyonya setelah berhenti tertawa.
"Cukup!" tegur Tuan Besar Kim dan memajukan kursi rodanya.
Sang Nyonya diam dan mematuhi ucapan suaminya itu, tetapi tatapan penuh hina ditujukan pada Jenna.
"Tidak masalah, kita akan mengatur satu waktu untuk menemui nenekmu. Yura akan mengurus semuanya. Aku yakin kamu memiliki alasan melakukan hal tersebut," ujar Tuan Besar Kim.
"Nenek berada di panti jompo Kasih. Aku harus bekerja dan tidak dapat menjaga nenek. Jadi, aku memutuskan menempatkan nenek di panti terbaik di kota ini dan rutin mengunjunginya," jelas Jenna. Ya, ia bekerja segila ini agar mampu membayar iuran yang harganya selangit itu.
"Gadis yang baik," puji Tuan Besar Kim tulus.
"Baik? Baik apanya? Gadis baik-baik tidak akan hamil sebelum menikah," hina sang Nyonya.
BRAKKK!
Tongkat kayu dihentak kuat, tanda Tuan Besar Kim marah.
Sang Nyonya langsung diam dan memalingkan wajahnya, melihat ke arah lain. Tepat saat itu, pintu ruang kerja dibuka dan seorang pelayan senior melangkah masuk.
"Tuan dan Nyonya, makan siang sudah tersedia," ujar sang pelayan sopan.
"Baik, mari kita pergi ke ruang makan," ujar Tuan Besar Kim.
Seorang staff pria melangkah masuk dan mendorong kursi roda Tuan Besar Kim.
"Apakah Leo sudah tiba?" tanya Tuan Besar Kim kepada asistennya.
"Sudah dalam perjalanan dan akan segera tiba, Tuan," jawab sang asisten.
Mereka tidak lagi berbicara dan keluar dari ruang kerja, menuju ke ruang makan.
Tuan Besar Kim berada di bagian kursi utama dengan sang istri, duduk di sisi kanannya. Jenna dipersilakan duduk di sisi kiri dan tepat berhadapan dengan sang Nyonya.
Meja berbentuk persegi panjang dari batu alam dan begitu besar. Hidangan lezat sudah tertata rapi dan Jenna dibuat bingung, dengan begitu banyak peralatan makan yang ada di hadapannya.
"Selamat siang, Ayah," sapa Leonel yang baru saja tiba dan langsung menuju ruang makan.
Tuan Besar Kim hanya mengangguk dan Jenna seketika merasa sedikit tenang, apalagi saat Leonel menarik kursi dan duduk di sampingnya.
"Ibu kira, kamu tidak akan datang," ujar Nyonya Besar Kim, penuh ejekan."Aku hanya terlambat dan kamu bukan Ibuku!" balas Leonel dingin. Ia tidak pernah akur dengan ibu tirinya itu dan tidak sudi, memanggil wanita mata duitan itu dengan sebutan ibu."Cukup! Kita memiliki tamu," tegur Tuan Besar Kim tegas."Ibu...." pekik seorang gadis muda yang berlari masuk ke ruang makan.Jenna menatap ke arah gadis muda itu, ya begitu mirip dengan Nyonya Besar. Begitu cantik dengan penampilan berkelas.Lulu Kim, adik tiri Leonel Kim baru pulang dari sekolah dan langsung berlari ke arah sang ibu, memeluknya erat."Bagaimana ulangan hari ini?" tanya Nyonya Besar sambil mengecup pipi anak gadisnya itu.Menarik kursi dan duduk di samping sang ibu, Lulu menjawab, "Tidak sulit.""Tidak sopan! Tidakkah kamu melihat kita memiliki tamu? Setidaknya ucapkan salam. Tunjukkan sedikit tata krama!" tegur Tuan Besa
Janji suci diucapkan oleh Leonel tanpa ada keraguan sedikitpun. Sebab, ia yakin tidak ada yang berubah walau statusnya berubah, sebab Jenna Ren yang menjadi istrinya.Lima tahun, ya Jenna menjadi sekretarisnya yang paling lama. Sebelum Jenna, sekretaris sebelumnya hanya bertahan selama beberapa bulan saja. Tidak ada yang tahan dengan perangai dan tuntutan kerjanya yang tidak masuk akal. Hanya Jenna yang mampu bertahan, walau sudah dicaci maki karena kesalahan kerja yang sepele.Namun, hal itu membuat Jenna menjadi sekretaris yang sempurna. Menyelesaikan pekerjaan dengan sempurna dan mengerti apa yang harus dilakukan, tanpa harus diberitahu.Malam itu, malam di mana mereka bercinta, Leonel masih sadar akan apa yang terjadi. Awalnya, ia hanya penasaran apakah wanita polos itu pernah berciuman? Jadi, saat Jenna mendaratkan bibirnya dalam keadaan mabuk, Leo diam dan merasakan. Ternyata, bibir wanita itu begitu lembut dan hangat, mampu membangunkan
Seorang gadis belia di lantai dansa, membalas tatapan Leonel dengan terang-terangan.Leo mengambil gelas berisi wiski dan menenggaknya, sebelum berdiri dari duduk, berjalan ke lantai dansa, menghampiri gadis itu.Wanita seperti itu akan menakjubkan saat dikencani, tetapi tidak akan tepat jika dinikahi. Jadi, ini hanya akan menjadi percintaan satu malam, tentu Leo akan memastikan tidak menghamili wanita seperti ini.Kembali ke kediaman besar Kim, tepatnya di kamar pengantin.Semua berkumpul di meja makan, untuk makan malam bersama.Jenna duduk berhadapan dengan Nyonya Besar Kim dan putrinya, Lulu Kim. Tuan Besar Kim duduk di kursi utama. Para pelayan, mulai menyajikan begitu banyak makanan lezat dan terlihat mewah."Di mana Leo?" tanya Tuan Besar Kim kepada Jenna.Jenna tidak tahu ke mana suaminya dan berkata, "Kata Leo, ada janji yang harus ditepati.""Dasar anak kurang ajar!" gerutu Tuan Bes
Duduk di kursi taman, Jenna menatap nanar. Mengapa pernikahan ini tidak seperti yang dibayangkan? Ia tidak berharap kehidupan mewah, Jenna hanya berpikir akan berbeda saat memiliki seorang suami di sisinya. Namun, itu tidak terjadi. Kedua tangan yang diletakkan di atas pangkuan, meremas kain celana yang dikenakannya.Entah berapa lama, ia duduk termenung. Sampai pada seorang pelayang datang menghampiri dan membuat lamunan Jenna terhenti."Nyonya, sudah saatnya sarapan," ujar sang pelayan sopan."Ah, terima kasih."Setelah mengucapkan terima kasih, Jenna mengikuti pelayan itu masuk ke dalam kediaman.Di ruang makan, Tuan dan Nyonya Besar Kim, beserta adik iparnya, sudah duduk di kursi masing-masing, mengitari meja makan.Jenna menyapa sopan dan hanya ayah mertua yang membalas. Menarik kursi dan duduk."Di mana Leo?" tanya Nyonya Besar sambil mengaduk kopi miliknya. Dulu, ia sama sekali tidak peduli d
Tiba di rumah sakit, Jenna langsung duduk di ruang tunggu. Ia tidak perlu melakukan pendaftaran apapun, sebab semua telah diatur oleh Yura."Nyonya, tunggulah di sini. Nanti, saat tiba giliran Nyonya, perawat akan memanggil," ujar Yura, yang berdiri di sampingnya.Jenna mengangguk.Yura pun meninggalkan ruang tunggu rumah sakit. Tinggallah, Jenna sendirian di ruang tunggu yang begitu ramai dengan pasangan suami istri. Mereka semua terlihat begitu bahagia. Tentu saja, pasangan yang datang ke rumah sakit ini, pasti akan sangat bahagia. Sebab, mereka menunggu kehadiran buah hati.Tanpa sadar, Jenna menyentuh perutnya dan menatap penuh rasa iri, kepada pasangan lain yang ada di sana. Ia satu-satunya yang menunggu di ruang tunggu ini sendirian, tanpa ditemani oleh pasangannya.Sambil menunggu, Jenna lebih banyak menundukkan kepala. Sebab, ia dapat merasakan tatapan orang-orang yang tertuju padanya.Tidak perlu
"Apa katamu?" tanya Nyonya Besar Kim dan melangkah mendekati Jenna. Apakah telinganya salah dengar, atau menantunya itu yang sudah tidak waras."Aku ingin meminta, agar nenek diizinkan tinggal di sini, bersama diriku," ulang Jenna dengan penuh keberanian.Ha ha ha!Tawa mengejek, membahana dan membuat bulu kuduk Jenna, meremang."Kamu! Kamu makan dan tinggal gratis di sini. Sekarang, kamu bahkan ingin membawa nenekmu yang cacat masuk ke kediaman ini! Apakah kamu mengira, tempat ini adalah panti sosial?" raung Nyonya Besar Kim, yang begitu marah terhadap menantu tidak tahu malu itu.Jenna menelan ludah, ia tidak menyangka akan mendapatkan tanggapan pedas, seperti itu."Kami hanya berdua dan tidak memiliki sanak saudara yang lain. Jika nenek tinggal di sini, maka aku akan mengurus dan membiayainya–""Membiayainya? Dengan apa? Dengan uang suamimu?" cecar Nyonya Besar Kim, memotong ucapan Jenna.&n
Jenna langsung memundurkan kepalanya. Sentuhan ringan itu, cukup membuat rasa sakit memarnya itu, kembali berdenyut."A-Aku tidak hati-hati saat berjalan," jelas Jenna asal.Logan menurunkan tangannya dan mundur satu langkah. Untuk sesaat hanya diam dan menatap ke arah Jenna."Kamu baik-baik saja?" tanya Logan.Jenna mengangguk.Logan Kim mengenal Jenna, sejak 5 tahun yang lalu. Sejak Jenna mulai bekerja di King Company. Pertemuan mereka hanya beberapa kali dalam satu tahun, saat ia kembali ke negara ini. Namun selama pertemuan itu, Logan tahu Jenna adalah wanita dengan kepribadian yang baik. Hanya saja, siapa sangka wanita itu berakhir menjadi menantu saudara angkatnya."Apakah Tuan hendak ke rumah sakit?" tanya Jenna langsung. Ia benar-benar cemas akan keadaan ayah mertuanya."Kamu ingin pergi menjenguk?" tanya Logan. Ia baru saja kembali dari rumah sakit, untuk menyimpan berkas yang telah d
Jenna kembali menatap wajah pucat, ayah mertuanya itu. Kembali mengucapkan doa, di dalam hati. Ia amat berharap Tuan Besar Kim segera pulih."Pulanglah! Supir keluarga akan mengantar dirimu. Ada yang perlu aku bahas dengan Logan," ujar Nyonya Besar Kim, yang tidak ingin Logan kembali berduaan dengan menantu kampungan itu."Aku lelah. Aku akan kembali ke hotel, setelah mengantar Jenna kembali ke kediaman. Kamu bisa mengirim pesan, jika ada yang ingin dibicarakan," ujar Logan dingin.Raut wajah Nyonya Besar Kim, langsung berubah begitu buruk. Namun, ia sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun."Aku yang akan mengantar istriku!" tegas Leonel dan menggandeng tangan Jenna, menariknya cukup kasar dan berjalan keluar dari ruang rawat.Jenna harus berlari kecil, untuk menyamakan langkahnya dengan Leonel. Beruntung di depan kamar rawat, sahabat suaminya tidak lagi berada di sana.Leonel berjalan menyusuri kor