Home / Romansa / Harga Diri Seorang Wanita / Bab 5 . Apakah Kamu Keberatan?

Share

Bab 5 . Apakah Kamu Keberatan?

"Ibu kira, kamu tidak akan datang," ujar Nyonya Besar Kim, penuh ejekan. 

"Aku hanya terlambat dan kamu bukan Ibuku!" balas Leonel dingin. Ia tidak pernah akur dengan ibu tirinya itu dan tidak sudi, memanggil wanita mata duitan itu dengan sebutan ibu. 

"Cukup! Kita memiliki tamu," tegur Tuan Besar Kim tegas. 

"Ibu...." pekik seorang gadis muda yang berlari masuk ke ruang makan. 

Jenna menatap ke arah gadis muda itu, ya begitu mirip dengan Nyonya Besar. Begitu cantik dengan penampilan berkelas. 

Lulu Kim, adik tiri Leonel Kim baru pulang dari sekolah dan langsung berlari ke arah sang ibu, memeluknya erat. 

"Bagaimana ulangan hari ini?" tanya Nyonya Besar sambil mengecup pipi anak gadisnya itu. 

Menarik kursi dan duduk di samping sang ibu, Lulu menjawab, "Tidak sulit."

"Tidak sopan! Tidakkah kamu melihat kita memiliki tamu? Setidaknya ucapkan salam. Tunjukkan sedikit tata krama!" tegur Tuan Besar Kim. 

Lulu, pelajar yang masih berusia 12 tahun, masih mengenakan seragam sekolah internasional ternama di kota, menatap ke arah Jenna. Tentu dengan tatapan menghina, tetapi menyapanya, "Selamat siang, Bibi."

"Bibi? Kamu seharusnya memanggil Jenna dengan sebutan kakak ipar!" tegur Leonel dan mulai mengisi piringnya dengan makanan. 

"Kalian belum menikah," jawab Lulu santai. 

"Kami akan segera menikah!" tegas Leonel tanpa menatap Jenna, sambil memakan makanannya. 

Jenna Ren hanya menunduk dalam dan tidak berani mengatakan apa pun. 

"Jadi, kapan kalian berencana akan menikah?" tanya Tuan Besar Kim. 

"Secepatnya," jawab Leonel santai. 

"Kakak kedua, akan menyelenggarakan pesta pernikahan di mana? Lalu, akan berbulan madu ke negara mana?" tanya Lulu antusias. 

"Hanya pesta sederhana, tanpa bulan madu. Apakah kamu keberatan, Jenna?" tanya Leonel sambil menatap ke arah Jenna. 

Mengangkat wajah dan menatap ke arah Leonel Kim, atasannya selama 5 tahun belakangan ini. Hanya menatap pria itu, jantungnya berdebar kencang, ada perasaan hangat dan bahagia. Jenna tidur perlu pesta meriah, maupun berbulan madu. Yang penting, pria itu berada di sisinya dan bayinya memiliki seorang ayah. 

Jenna menggeleng kepalanya tanda setuju dan tidak keberatan sama sekali. 

"Lihatlah, Jenna penuh pengertian. Jadi, minta Yura mengatur pernikahan sederhana, segera mungkin!" balas Leonel sambil tersenyum lebar. 

Tidak salah dirinya menerima Jenna sebagai istrinya. Pernikahan, tidak pernah terbersit dalam benaknya. Namun, usianya telah memasuki usia menikah dan selalu harus menghadiri acara perjodohan yang membosankan. Setidaknya, setelah menikah, Leo tidak lagi perlu menjalani semua itu. Tidak ada yang berubah, hanya bertambah seseorang dalam daftar kartu keluarga, hanya itu. 

Di mana lagi dapat menemukan gadis lugu dan tanpa tuntutan seperti ini. Jadi, Leonel yakin keputusannya tepat. 

"Kamu mencintainya?" tanya Nyonya Besar Kim sambil menyesap kopi hitam miliknya. 

"Cinta? Entahlah. Namun, aku yakin Jenna mencintai diriku dan akan memahami, serta memaklumi semua tindakanku nantinya," jawab Leonel sambil tersenyum puas. 

Jenna menatap calon suaminya itu, mengapa perkataan pria itu amat mengganggu. 

Lalu, semua orang mulai makan siang dan tidak membahas apa pun lagi. Satu hal yang pasti, kehadirannya tidak disambut oleh semua anggota keluarga. Hanya Tuan Besar Kim dan Leonel yang ramah terhadapnya, sisanya tidak, termasuk para pelayan. 

***

Keesokan harinya, keluarga Kim mengunjungi panti jompo Kasih, untuk bertemu dengan nenek Jenna Ren. 

Di dalam kamar yang cukup luas, dengan fasilitas lengkap, sang nenek tersenyum lebar saat Jenna menyampaikan tentang rencana pernikahannya. Tentu mereka berkomunikasi dengan bahasa isyarat. 

'Apakah kamu bahagia?'

'Tentu, Nenek.'

'Nenek amat bersyukur kamu bertemu dengan pria sebaik itu.'

'Benar, Nenek. Aku pun sulit mempercayainya dan nenek akan segera menjadi buyut.'

Jenna menyentuh perut bagian bawahnya. 

Sang nenek yang terbaring lemah di ranjang, langsung menarik lengan Jenna dan memeluk cucu satu-satunya itu. Cucu dan nenek saling berpelukan dan menuangkan air mata bahagia. 

Tuan Besar Kim duduk di kursi roda menatap mereka dan tahu, tidak semua keluarga seberuntung Keluarga Kim. Leonel Kim berdiri di sudut ruangan dan sibuk dengan ponsel pintarnya. Sedangkan, Nyonya Besar Kim langsung kembali ke mobil, setelah berbasa-basi sejenak. 

'Bisakah kamu memanggil calon suamimu, mendekat?'

Jenna mengangguk dan berjalan ke arah Leonel. 

"Tuan, Nenek memanggilmu."

"Sebentar, aku kirim surel ini dulu."

Menunggu dua menit, barulah Leo menyimpan ponselnya ke saku celana dan melangkah mendekati ranjang, di mana wanita tua itu terbaring. 

"Apa yang Nenekmu katakan?" tanya Leonel yang tidak memahami membaca bahasa isyarat. 

"Nenek berterima kasih dan meminta Tuan...., meminta Tuan menjaga diriku dan hanya itu." Jenna menjelaskan, tetapi tidak melanjutkan kata berikutnya yaitu sang nenek juga meminta pria itu untuk selalu mencintainya. 

"Tentu! Katakan pada Nenekmu, aku akan menjaga dirimu sebaik mungkin."

Jenna menyampaikan ucapan Leonel kepada sang nenek. 

Sang nenek tersenyum dan mengangguk bahagia. 

'Kamu harus mendengar dan patuh akan ucapan suamimu. Jadilah istri yang berbakti. Nenek sudah dapat merasa tenang, ada seseorang yang menjaga dirimu. Setidaknya, Nenek dapat pergi tanpa ada kekhawatiran apa pun.'

'Nenek tidak boleh berkata seperti itu. Setelah menikah, aku akan mencari cara agar kita dapat tinggal bersama, seperti dulu. Dan Nenek, harus melihat anakku tumbuh dewasa. Jadi, Nenek tidak boleh pergi.'

Cucu dan Nenek saling mengutarakan perasaan dengan berlinang air mata. Sedangkan, sang calon suami sudah berpindah ke sudut ruangan yang lain dan kembali fokus ke ponsel pintarnya. 

Tuan Besar Kim, memberi instruksi kepada sang asisten untuk mendorong kursi rodanya, mendekati ranjang itu. 

"Katakan pada Nenekmu, untuk tenang dan percaya. Selama aku masih hidup, aku akan menjamin semua hak milikmu dalam Keluarga Kim," ujar Tuan Besar Kim. 

Jenna kembali menangis dan menyampaikan perkataan Tuan Besar Kim kepada sang Nenek. 

"Nenek mengatakan, terima kasih."

Begitulah pertemuan singkat dengan sang nenek. Setelah itu, hari pernikahan ditetapkan.

Satu minggu dari sekarang, mereka akan menikah di kapel sederhana kota ini. Hanya keluarga inti yang diundang dan Jenna hanya memiliki sang Nenek. 

***

Gaun pengantin putih yang sederhana membalut tubuh mungil Jenna Ren. 

Yura membantu merapikan gaun panjang itu dan menyerahkan sebuah buket bunga hidup yang begitu indah. 

Ini kali pertama Jenna berdandan dan merasa ini adalah penampilan paling cantik, selama 28 tahun kehidupannya. Ya, usianya lebih tua tiga tahun dari Leonel Kim. Beruntung, pria itu tidak mempermasalahkan hal tersebut dan saat ini, detik ini juga Jenna akan menikah. Menikah dengan atasannya, Leonel Kim, CEO King Company. 

Jantung Jenna berdebar kencang, saat harus berjalan menuju altar. Tidak memiliki ayah ataupun saudara, membuat Tuan Besar Kim yang mendampinginya saat berjalan menuju altar. 

Jenna Ren tersenyum bahagia dengan sebuah buket indah di tangannya. Kursi roda Tuan Besar Kim didorong oleh sang asisten, menyamakan dengan langkah kakinya. 

Leonel Kim tampak memukau dengan balutan tuksedo hitam yang kelihatan mahal. 

Tamu yang hadir hanyalah sang nenek yang juga duduk di kursi roda dan saat ini berlinang air mata bahagia. 

Nyonya Besar Kim dan putrinya duduk di barisan depan, menunjukkan raut wajah penuh rasa bosan. 

Logan Kim dan sang putri juga diundang. Ayah dan anak itu, kembali terbang ke negara ini untuk menghadiri acara pernikahannya. 

Kemudian ada Yura dan beberapa staff Keluarga Kim. 

Hanya itu. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status