"Ibu kira, kamu tidak akan datang," ujar Nyonya Besar Kim, penuh ejekan.
"Aku hanya terlambat dan kamu bukan Ibuku!" balas Leonel dingin. Ia tidak pernah akur dengan ibu tirinya itu dan tidak sudi, memanggil wanita mata duitan itu dengan sebutan ibu.
"Cukup! Kita memiliki tamu," tegur Tuan Besar Kim tegas.
"Ibu...." pekik seorang gadis muda yang berlari masuk ke ruang makan.
Jenna menatap ke arah gadis muda itu, ya begitu mirip dengan Nyonya Besar. Begitu cantik dengan penampilan berkelas.
Lulu Kim, adik tiri Leonel Kim baru pulang dari sekolah dan langsung berlari ke arah sang ibu, memeluknya erat.
"Bagaimana ulangan hari ini?" tanya Nyonya Besar sambil mengecup pipi anak gadisnya itu.
Menarik kursi dan duduk di samping sang ibu, Lulu menjawab, "Tidak sulit."
"Tidak sopan! Tidakkah kamu melihat kita memiliki tamu? Setidaknya ucapkan salam. Tunjukkan sedikit tata krama!" tegur Tuan Besar Kim.
Lulu, pelajar yang masih berusia 12 tahun, masih mengenakan seragam sekolah internasional ternama di kota, menatap ke arah Jenna. Tentu dengan tatapan menghina, tetapi menyapanya, "Selamat siang, Bibi."
"Bibi? Kamu seharusnya memanggil Jenna dengan sebutan kakak ipar!" tegur Leonel dan mulai mengisi piringnya dengan makanan.
"Kalian belum menikah," jawab Lulu santai.
"Kami akan segera menikah!" tegas Leonel tanpa menatap Jenna, sambil memakan makanannya.
Jenna Ren hanya menunduk dalam dan tidak berani mengatakan apa pun.
"Jadi, kapan kalian berencana akan menikah?" tanya Tuan Besar Kim.
"Secepatnya," jawab Leonel santai.
"Kakak kedua, akan menyelenggarakan pesta pernikahan di mana? Lalu, akan berbulan madu ke negara mana?" tanya Lulu antusias.
"Hanya pesta sederhana, tanpa bulan madu. Apakah kamu keberatan, Jenna?" tanya Leonel sambil menatap ke arah Jenna.
Mengangkat wajah dan menatap ke arah Leonel Kim, atasannya selama 5 tahun belakangan ini. Hanya menatap pria itu, jantungnya berdebar kencang, ada perasaan hangat dan bahagia. Jenna tidur perlu pesta meriah, maupun berbulan madu. Yang penting, pria itu berada di sisinya dan bayinya memiliki seorang ayah.
Jenna menggeleng kepalanya tanda setuju dan tidak keberatan sama sekali.
"Lihatlah, Jenna penuh pengertian. Jadi, minta Yura mengatur pernikahan sederhana, segera mungkin!" balas Leonel sambil tersenyum lebar.
Tidak salah dirinya menerima Jenna sebagai istrinya. Pernikahan, tidak pernah terbersit dalam benaknya. Namun, usianya telah memasuki usia menikah dan selalu harus menghadiri acara perjodohan yang membosankan. Setidaknya, setelah menikah, Leo tidak lagi perlu menjalani semua itu. Tidak ada yang berubah, hanya bertambah seseorang dalam daftar kartu keluarga, hanya itu.
Di mana lagi dapat menemukan gadis lugu dan tanpa tuntutan seperti ini. Jadi, Leonel yakin keputusannya tepat.
"Kamu mencintainya?" tanya Nyonya Besar Kim sambil menyesap kopi hitam miliknya.
"Cinta? Entahlah. Namun, aku yakin Jenna mencintai diriku dan akan memahami, serta memaklumi semua tindakanku nantinya," jawab Leonel sambil tersenyum puas.
Jenna menatap calon suaminya itu, mengapa perkataan pria itu amat mengganggu.
Lalu, semua orang mulai makan siang dan tidak membahas apa pun lagi. Satu hal yang pasti, kehadirannya tidak disambut oleh semua anggota keluarga. Hanya Tuan Besar Kim dan Leonel yang ramah terhadapnya, sisanya tidak, termasuk para pelayan.
***
Keesokan harinya, keluarga Kim mengunjungi panti jompo Kasih, untuk bertemu dengan nenek Jenna Ren.
Di dalam kamar yang cukup luas, dengan fasilitas lengkap, sang nenek tersenyum lebar saat Jenna menyampaikan tentang rencana pernikahannya. Tentu mereka berkomunikasi dengan bahasa isyarat.
'Apakah kamu bahagia?'
'Tentu, Nenek.'
'Nenek amat bersyukur kamu bertemu dengan pria sebaik itu.'
'Benar, Nenek. Aku pun sulit mempercayainya dan nenek akan segera menjadi buyut.'
Jenna menyentuh perut bagian bawahnya.
Sang nenek yang terbaring lemah di ranjang, langsung menarik lengan Jenna dan memeluk cucu satu-satunya itu. Cucu dan nenek saling berpelukan dan menuangkan air mata bahagia.
Tuan Besar Kim duduk di kursi roda menatap mereka dan tahu, tidak semua keluarga seberuntung Keluarga Kim. Leonel Kim berdiri di sudut ruangan dan sibuk dengan ponsel pintarnya. Sedangkan, Nyonya Besar Kim langsung kembali ke mobil, setelah berbasa-basi sejenak.
'Bisakah kamu memanggil calon suamimu, mendekat?'
Jenna mengangguk dan berjalan ke arah Leonel.
"Tuan, Nenek memanggilmu."
"Sebentar, aku kirim surel ini dulu."
Menunggu dua menit, barulah Leo menyimpan ponselnya ke saku celana dan melangkah mendekati ranjang, di mana wanita tua itu terbaring.
"Apa yang Nenekmu katakan?" tanya Leonel yang tidak memahami membaca bahasa isyarat.
"Nenek berterima kasih dan meminta Tuan...., meminta Tuan menjaga diriku dan hanya itu." Jenna menjelaskan, tetapi tidak melanjutkan kata berikutnya yaitu sang nenek juga meminta pria itu untuk selalu mencintainya.
"Tentu! Katakan pada Nenekmu, aku akan menjaga dirimu sebaik mungkin."
Jenna menyampaikan ucapan Leonel kepada sang nenek.
Sang nenek tersenyum dan mengangguk bahagia.
'Kamu harus mendengar dan patuh akan ucapan suamimu. Jadilah istri yang berbakti. Nenek sudah dapat merasa tenang, ada seseorang yang menjaga dirimu. Setidaknya, Nenek dapat pergi tanpa ada kekhawatiran apa pun.'
'Nenek tidak boleh berkata seperti itu. Setelah menikah, aku akan mencari cara agar kita dapat tinggal bersama, seperti dulu. Dan Nenek, harus melihat anakku tumbuh dewasa. Jadi, Nenek tidak boleh pergi.'
Cucu dan Nenek saling mengutarakan perasaan dengan berlinang air mata. Sedangkan, sang calon suami sudah berpindah ke sudut ruangan yang lain dan kembali fokus ke ponsel pintarnya.
Tuan Besar Kim, memberi instruksi kepada sang asisten untuk mendorong kursi rodanya, mendekati ranjang itu.
"Katakan pada Nenekmu, untuk tenang dan percaya. Selama aku masih hidup, aku akan menjamin semua hak milikmu dalam Keluarga Kim," ujar Tuan Besar Kim.
Jenna kembali menangis dan menyampaikan perkataan Tuan Besar Kim kepada sang Nenek.
"Nenek mengatakan, terima kasih."
Begitulah pertemuan singkat dengan sang nenek. Setelah itu, hari pernikahan ditetapkan.
Satu minggu dari sekarang, mereka akan menikah di kapel sederhana kota ini. Hanya keluarga inti yang diundang dan Jenna hanya memiliki sang Nenek.
***
Gaun pengantin putih yang sederhana membalut tubuh mungil Jenna Ren.
Yura membantu merapikan gaun panjang itu dan menyerahkan sebuah buket bunga hidup yang begitu indah.
Ini kali pertama Jenna berdandan dan merasa ini adalah penampilan paling cantik, selama 28 tahun kehidupannya. Ya, usianya lebih tua tiga tahun dari Leonel Kim. Beruntung, pria itu tidak mempermasalahkan hal tersebut dan saat ini, detik ini juga Jenna akan menikah. Menikah dengan atasannya, Leonel Kim, CEO King Company.
Jantung Jenna berdebar kencang, saat harus berjalan menuju altar. Tidak memiliki ayah ataupun saudara, membuat Tuan Besar Kim yang mendampinginya saat berjalan menuju altar.
Jenna Ren tersenyum bahagia dengan sebuah buket indah di tangannya. Kursi roda Tuan Besar Kim didorong oleh sang asisten, menyamakan dengan langkah kakinya.
Leonel Kim tampak memukau dengan balutan tuksedo hitam yang kelihatan mahal.
Tamu yang hadir hanyalah sang nenek yang juga duduk di kursi roda dan saat ini berlinang air mata bahagia.
Nyonya Besar Kim dan putrinya duduk di barisan depan, menunjukkan raut wajah penuh rasa bosan.
Logan Kim dan sang putri juga diundang. Ayah dan anak itu, kembali terbang ke negara ini untuk menghadiri acara pernikahannya.
Kemudian ada Yura dan beberapa staff Keluarga Kim.
Hanya itu.
Janji suci diucapkan oleh Leonel tanpa ada keraguan sedikitpun. Sebab, ia yakin tidak ada yang berubah walau statusnya berubah, sebab Jenna Ren yang menjadi istrinya.Lima tahun, ya Jenna menjadi sekretarisnya yang paling lama. Sebelum Jenna, sekretaris sebelumnya hanya bertahan selama beberapa bulan saja. Tidak ada yang tahan dengan perangai dan tuntutan kerjanya yang tidak masuk akal. Hanya Jenna yang mampu bertahan, walau sudah dicaci maki karena kesalahan kerja yang sepele.Namun, hal itu membuat Jenna menjadi sekretaris yang sempurna. Menyelesaikan pekerjaan dengan sempurna dan mengerti apa yang harus dilakukan, tanpa harus diberitahu.Malam itu, malam di mana mereka bercinta, Leonel masih sadar akan apa yang terjadi. Awalnya, ia hanya penasaran apakah wanita polos itu pernah berciuman? Jadi, saat Jenna mendaratkan bibirnya dalam keadaan mabuk, Leo diam dan merasakan. Ternyata, bibir wanita itu begitu lembut dan hangat, mampu membangunkan
Seorang gadis belia di lantai dansa, membalas tatapan Leonel dengan terang-terangan.Leo mengambil gelas berisi wiski dan menenggaknya, sebelum berdiri dari duduk, berjalan ke lantai dansa, menghampiri gadis itu.Wanita seperti itu akan menakjubkan saat dikencani, tetapi tidak akan tepat jika dinikahi. Jadi, ini hanya akan menjadi percintaan satu malam, tentu Leo akan memastikan tidak menghamili wanita seperti ini.Kembali ke kediaman besar Kim, tepatnya di kamar pengantin.Semua berkumpul di meja makan, untuk makan malam bersama.Jenna duduk berhadapan dengan Nyonya Besar Kim dan putrinya, Lulu Kim. Tuan Besar Kim duduk di kursi utama. Para pelayan, mulai menyajikan begitu banyak makanan lezat dan terlihat mewah."Di mana Leo?" tanya Tuan Besar Kim kepada Jenna.Jenna tidak tahu ke mana suaminya dan berkata, "Kata Leo, ada janji yang harus ditepati.""Dasar anak kurang ajar!" gerutu Tuan Bes
Duduk di kursi taman, Jenna menatap nanar. Mengapa pernikahan ini tidak seperti yang dibayangkan? Ia tidak berharap kehidupan mewah, Jenna hanya berpikir akan berbeda saat memiliki seorang suami di sisinya. Namun, itu tidak terjadi. Kedua tangan yang diletakkan di atas pangkuan, meremas kain celana yang dikenakannya.Entah berapa lama, ia duduk termenung. Sampai pada seorang pelayang datang menghampiri dan membuat lamunan Jenna terhenti."Nyonya, sudah saatnya sarapan," ujar sang pelayan sopan."Ah, terima kasih."Setelah mengucapkan terima kasih, Jenna mengikuti pelayan itu masuk ke dalam kediaman.Di ruang makan, Tuan dan Nyonya Besar Kim, beserta adik iparnya, sudah duduk di kursi masing-masing, mengitari meja makan.Jenna menyapa sopan dan hanya ayah mertua yang membalas. Menarik kursi dan duduk."Di mana Leo?" tanya Nyonya Besar sambil mengaduk kopi miliknya. Dulu, ia sama sekali tidak peduli d
Tiba di rumah sakit, Jenna langsung duduk di ruang tunggu. Ia tidak perlu melakukan pendaftaran apapun, sebab semua telah diatur oleh Yura."Nyonya, tunggulah di sini. Nanti, saat tiba giliran Nyonya, perawat akan memanggil," ujar Yura, yang berdiri di sampingnya.Jenna mengangguk.Yura pun meninggalkan ruang tunggu rumah sakit. Tinggallah, Jenna sendirian di ruang tunggu yang begitu ramai dengan pasangan suami istri. Mereka semua terlihat begitu bahagia. Tentu saja, pasangan yang datang ke rumah sakit ini, pasti akan sangat bahagia. Sebab, mereka menunggu kehadiran buah hati.Tanpa sadar, Jenna menyentuh perutnya dan menatap penuh rasa iri, kepada pasangan lain yang ada di sana. Ia satu-satunya yang menunggu di ruang tunggu ini sendirian, tanpa ditemani oleh pasangannya.Sambil menunggu, Jenna lebih banyak menundukkan kepala. Sebab, ia dapat merasakan tatapan orang-orang yang tertuju padanya.Tidak perlu
"Apa katamu?" tanya Nyonya Besar Kim dan melangkah mendekati Jenna. Apakah telinganya salah dengar, atau menantunya itu yang sudah tidak waras."Aku ingin meminta, agar nenek diizinkan tinggal di sini, bersama diriku," ulang Jenna dengan penuh keberanian.Ha ha ha!Tawa mengejek, membahana dan membuat bulu kuduk Jenna, meremang."Kamu! Kamu makan dan tinggal gratis di sini. Sekarang, kamu bahkan ingin membawa nenekmu yang cacat masuk ke kediaman ini! Apakah kamu mengira, tempat ini adalah panti sosial?" raung Nyonya Besar Kim, yang begitu marah terhadap menantu tidak tahu malu itu.Jenna menelan ludah, ia tidak menyangka akan mendapatkan tanggapan pedas, seperti itu."Kami hanya berdua dan tidak memiliki sanak saudara yang lain. Jika nenek tinggal di sini, maka aku akan mengurus dan membiayainya–""Membiayainya? Dengan apa? Dengan uang suamimu?" cecar Nyonya Besar Kim, memotong ucapan Jenna.&n
Jenna langsung memundurkan kepalanya. Sentuhan ringan itu, cukup membuat rasa sakit memarnya itu, kembali berdenyut."A-Aku tidak hati-hati saat berjalan," jelas Jenna asal.Logan menurunkan tangannya dan mundur satu langkah. Untuk sesaat hanya diam dan menatap ke arah Jenna."Kamu baik-baik saja?" tanya Logan.Jenna mengangguk.Logan Kim mengenal Jenna, sejak 5 tahun yang lalu. Sejak Jenna mulai bekerja di King Company. Pertemuan mereka hanya beberapa kali dalam satu tahun, saat ia kembali ke negara ini. Namun selama pertemuan itu, Logan tahu Jenna adalah wanita dengan kepribadian yang baik. Hanya saja, siapa sangka wanita itu berakhir menjadi menantu saudara angkatnya."Apakah Tuan hendak ke rumah sakit?" tanya Jenna langsung. Ia benar-benar cemas akan keadaan ayah mertuanya."Kamu ingin pergi menjenguk?" tanya Logan. Ia baru saja kembali dari rumah sakit, untuk menyimpan berkas yang telah d
Jenna kembali menatap wajah pucat, ayah mertuanya itu. Kembali mengucapkan doa, di dalam hati. Ia amat berharap Tuan Besar Kim segera pulih."Pulanglah! Supir keluarga akan mengantar dirimu. Ada yang perlu aku bahas dengan Logan," ujar Nyonya Besar Kim, yang tidak ingin Logan kembali berduaan dengan menantu kampungan itu."Aku lelah. Aku akan kembali ke hotel, setelah mengantar Jenna kembali ke kediaman. Kamu bisa mengirim pesan, jika ada yang ingin dibicarakan," ujar Logan dingin.Raut wajah Nyonya Besar Kim, langsung berubah begitu buruk. Namun, ia sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun."Aku yang akan mengantar istriku!" tegas Leonel dan menggandeng tangan Jenna, menariknya cukup kasar dan berjalan keluar dari ruang rawat.Jenna harus berlari kecil, untuk menyamakan langkahnya dengan Leonel. Beruntung di depan kamar rawat, sahabat suaminya tidak lagi berada di sana.Leonel berjalan menyusuri kor
Rosa mengangkat wajah, menengadah menatap Logan Kim. Pria tampan yang mampu menggetarkan hati, serta tubuhnya. Dengan berlinang air mata, Rosa menggigit bibir bawahnya, menggoda. "A-Aku amat sedih. Aku tidak tahu, apakah suamiku dapat bertahan atau tidak. Tidak dapat dibayangkan jika ia pergi meninggalkan diriku, sendirian di usia masih begitu muda," ujar Rosa di sela isak tangisan palsunya. Ia berharap, Logan akan menghiburnya, dengan mengatakan bahwa ia akan menemukan pria baik lainnya. Namun, jawaban Logan langsung membuat tangisan palsu Rosa, berhenti. "Operasinya berhasil! Lagipula, ini bukan pertama kali bagi saudaraku itu melakukan operasi jantung. Apakah kamu berharap ia segera mati?" ujar Logan dingin. Tangisannya berhenti dan Rosa langsung menegakkan punggung, belum melepaskan pelukannya pada tubuh kekar dan hangat itu. Walaupun kesal, Rosa tidak ingin momen ini segera berlalu. "Tidakkah kamu terlalu kasar?" t