Janji suci diucapkan oleh Leonel tanpa ada keraguan sedikitpun. Sebab, ia yakin tidak ada yang berubah walau statusnya berubah, sebab Jenna Ren yang menjadi istrinya.
Lima tahun, ya Jenna menjadi sekretarisnya yang paling lama. Sebelum Jenna, sekretaris sebelumnya hanya bertahan selama beberapa bulan saja. Tidak ada yang tahan dengan perangai dan tuntutan kerjanya yang tidak masuk akal. Hanya Jenna yang mampu bertahan, walau sudah dicaci maki karena kesalahan kerja yang sepele.
Namun, hal itu membuat Jenna menjadi sekretaris yang sempurna. Menyelesaikan pekerjaan dengan sempurna dan mengerti apa yang harus dilakukan, tanpa harus diberitahu.
Malam itu, malam di mana mereka bercinta, Leonel masih sadar akan apa yang terjadi. Awalnya, ia hanya penasaran apakah wanita polos itu pernah berciuman? Jadi, saat Jenna mendaratkan bibirnya dalam keadaan mabuk, Leo diam dan merasakan. Ternyata, bibir wanita itu begitu lembut dan hangat, mampu membangunkan hasratnya.
Semuanya menjadi sempurna, dengan kondisi Jenna yang masih perawan. Perawan di zaman ini amatlah langka. Hanya mereka yang benar-benar beruntung dapat mendapatkan kehormatan itu, kecuali memang ingin membelinya. Tentu tidak, Leo tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut dengan deretan kekasihnya. Namun siapa sangka, ada wanita langka seperti itu tepat di sampingnya.
Hubungan seks tanpa pengaman, tentu beresiko menimbulkan kehamilan. Leo risau? Tidak, karena wanita itu bersih, belum pernah disentuh pria lain. Jadi, jika suatu hari Jenna datang ke hadapannya karena hamil, maka ia akan menikahinya. Apakah karena cinta? Tidak, Leo hanya tidak lagi tahan dengan desakan keluarga yang ingin dirinya segera menikah.
"Silakan mempelai pria mencium mempelai wanita."
Ucapan itu menyadarkan Leo dari lamunannya dan dengan senyum lebar, mendaratkan ciuman di bibir Jenna Ren.
Ciuman sekilas tanpa rasa apa pun. Untuk sesaat Jenna membeku, apakah seperti ini? Apakah memang seperti ini ciuman pernikahan? Belum sempat mencerna, upacara pernikahan telah selesai dan mereka berdua kembali ke ruang ganti yang ada di kapel tersebut.
Jenna masih berdiri dengan memegang buket bunga indah itu. Menatap ke arah suaminya, ya pria yang baru saja menikah dengannya, mengucapkan janji suci bersamanya.
Leonel melepaskan jas hitam dan dasi kupu-kupu. Menggantikannya dengan jas denim yang lebih santai.
"Kamu ikut Yura kembali ke kediaman besar. Mulai sekarang kamu tinggal di sana. Aku ada janji yang harus ditepati!" ujar Leo ringan dan hendak melangkah pergi.
"Tunggu!" seru Jenna menghentikan langkah kaki Leonel Kim.
"Ada apa?" tanya Leo sedikit kesal. Ia memiliki janji untuk pesta bujangan yang sedikit terlambat. Ya, pernikahannya terburu-buru, jadi baru hari ini memiliki waktu untuk berpesta dengan para sahabatnya.
"Ehem, apakah, apakah aku akan tetap bekerja?" tanya Jenna. Sebenarnya bukan itu yang ingin ditanyakan, Jenna ingin bertanya mengapa Leo tidak ikut dengannya. Ke mana pria itu hendak pergi? Namun, ia tidak memiliki keberanian itu.
"Tidak! Tidak mungkin Nyonya Muda Kim bekerja di perusahaan sebagai sekretaris! Yura yang akan menggantikan posisimu, sampai kita menemukan pengganti yang sehebat dirimu!" balas Leo dan melangkah pergi.
Wajah Jenna merona saat mendengar pria itu menyebutnya sebagai Nyonya Muda Kim. Hatinya terasa hangat dan begitu bahagia, bahkan tidak menyadari bahwa ia ditinggalkan pada hari pernikahan. Begitulah Jenna, giat bekerja, tetapi sedikit lambat jika terkait soal hubungan pria dan wanita.
Masih mengenakan gaun pengantin yang sederhana itu, Jenna bersama Yura kembali ke kediaman besar Kim.
Tiba di sana dan segera turun. Jenna sama sekali tidak membawa apa pun dari apartemen kecilnya itu. Sebab, Yura yang memintanya seperti itu. Semua yang dibutuhkan sudah tersedia di kamar pengantin mereka.
Masuk ke dalam kediaman, langkah Jenna terhenti saat suara yang dikenal, memanggilnya.
"Bibi Jenna! Bibi Jenna!" panggil suara gadis kecil yang begitu menggemaskan.
Jenna berbalik dan berlutut, sambil melebarkan kedua tangannya, menyambut sepupu suaminya. Ya, Anastasya Kim, gadis kecil berusia tiga tahun yang begitu cantik dan menggemaskan. Mereka bertemu setahun sekali, saat gadis kecil itu bersama ayahnya datang ke negara ini, untuk memperingati hari kematian kakek dan neneknya. Hubungannya dengan Anastasya baik, sebab Jenna akan membiarkan gadis kecil itu melakukan apa saja terhadap dirinya. Apa saja!
"Nona kecil, apa kabar?" tanya Jenna saat Anastasya mendarat dalam pelukannya.
"Baik, Bibi. Selamat ya, Bi, sekarang kita adalah keluarga," ujar Anastasya dengan ucapan cadelnya.
"Terima kasih, Nona kecil," balas Jenna yang tidak mampu menyembunyikan kegembiraannya.
"Selamat, Jenna."
Jenna menengadah dan melihat Logan Kim berdiri di hadapannya. Jenna berdiri dengan Anastasya berada dalam gendongannya.
"Ah, terima kasih, Tuan."
Jenna berterima kasih dengan tulus. Ia selalu menghormati Logan Kim. Walaupun, anak angkat tetapi pria itu menunjukkan kemampuan berbisnis yang membuat orang-orang tidak lagi mempermasalahkan statusnya. Itu tidak mudah, Jenna tahu jelas.
"Ayo, Anastasya. Pamit dengan Bibi Jenna, kita harus segera pergi ke bandara," ujar Logan Kim.
Anastasya memeluk leher Jenna erat dan mengecup pipinya, sebelum menyambut gendongan sang ayah.
"Sampai jumpa," ujar Logan dengan Anastasya berada dalam gendongannya. Nona kecil itu melambaikan tangan kepada Jenna, saat ayahnya melangkah pergi.
Jenna menatap ke arah Anastasya, Nona kecil malang yang kehilangan sang ibu saat terlahir ke dunia. Sejak saat itu, Logan Kim sendiri yang mengasuh putri semata wayangnya itu. Namun, menjadi duda di usia matang seperti itu, membuat Logan sering terlibat skandal dengan wanita cantik.
Jenna menghela napas dan berharap ayah serta anak itu, akan baik-baik saja.
"Nyonya, mari aku antar ke kamar," ujar Yura, membuyarkan lamunan Jenna.
Jenna mengikuti Yura naik ke lantai atas. Mereka menaiki tangga putar yang dilapisi karpet tebal, dengan pegangan kayu yang indah.
Rumah ini begitu luas dengan langit-langit yang begitu tinggi, membuat Jenna terkagum-kagum.
Mereka melangkah menuju ke pintu yang ada di ujung koridor. Kemudian, Yura membuka pintu kamar ganda itu dan melangkah masuk.
Yura menunjukkan kamar mandi dan ruang pakaian milik Jenna. Ruang pakaian milik sang suami terpisah dengan miliknya. Kamar ini begitu luas, tiga kali ukuran apartemen mungilnya. Lantai kamar terbuat dari kayu mengkilap, memberikan rasa hangat. Jendela besar dengan tirai putih yang terpasang tinggi, membiarkan sinar mentari leluasa menyinari kamar ini. Ada satu set sofa indah di sudut ruangan dengan televisi layar datar begitu besar, yang tergantung di dinding.
Tatapan Jenna tertuju ke ranjang dengan empat buah pilar yang menyangga kelambu indah, membuat wajahnya merona. Memikirkan apa yang akan terjadi di sana.
"Istirahatlah, saat waktu makan malam tiba, aku akan memanggil Nyonya," ujar Yura sopan, sebelum keluar dari kamar.
Nyonya! Ya, Jenna dipanggil Nyonya dan itu terasa cukup asing. Namun, ia bahagia.
Duduk di sudut ranjang, sambil menyentuh perutnya yang masih belum membuncit. Menatap sekeliling kamar dan berharap kehidupannya akan baik-baik saja. Berharap, dapat segera menjemput sang nenek kemari. Tadi, ia bahkan tidak sempat pamit dengan nenek saat upacara pernikahan. Malam ini, Jenna akan coba membicarakannya dengan suaminya. Ya, suaminya.
Di sudut kota yang lain, tepatnya di salah satu klub malam ternama.
Meja dipenuhi berbotol-botol minuman beralkohol yang mahal dengan sekelompok pria duduk di sofa, yang mengelilingi meja.
"Selamat, Leo!"
"Ya, akhirnya kamu menikah!"
"Kapan pesta pernikahan? Jangan lupa, mengundang kami!"
Para sahabatnya yang juga berasal dari keluarga kaya, mencecarnya dengan begitu banyak pertanyaan.
Leo mengabaikan pertanyaan mereka, sebab saat ini tatapannya tertuju pada lantai dansa klub.
Seorang gadis belia di lantai dansa, membalas tatapan Leonel dengan terang-terangan.Leo mengambil gelas berisi wiski dan menenggaknya, sebelum berdiri dari duduk, berjalan ke lantai dansa, menghampiri gadis itu.Wanita seperti itu akan menakjubkan saat dikencani, tetapi tidak akan tepat jika dinikahi. Jadi, ini hanya akan menjadi percintaan satu malam, tentu Leo akan memastikan tidak menghamili wanita seperti ini.Kembali ke kediaman besar Kim, tepatnya di kamar pengantin.Semua berkumpul di meja makan, untuk makan malam bersama.Jenna duduk berhadapan dengan Nyonya Besar Kim dan putrinya, Lulu Kim. Tuan Besar Kim duduk di kursi utama. Para pelayan, mulai menyajikan begitu banyak makanan lezat dan terlihat mewah."Di mana Leo?" tanya Tuan Besar Kim kepada Jenna.Jenna tidak tahu ke mana suaminya dan berkata, "Kata Leo, ada janji yang harus ditepati.""Dasar anak kurang ajar!" gerutu Tuan Bes
Duduk di kursi taman, Jenna menatap nanar. Mengapa pernikahan ini tidak seperti yang dibayangkan? Ia tidak berharap kehidupan mewah, Jenna hanya berpikir akan berbeda saat memiliki seorang suami di sisinya. Namun, itu tidak terjadi. Kedua tangan yang diletakkan di atas pangkuan, meremas kain celana yang dikenakannya.Entah berapa lama, ia duduk termenung. Sampai pada seorang pelayang datang menghampiri dan membuat lamunan Jenna terhenti."Nyonya, sudah saatnya sarapan," ujar sang pelayan sopan."Ah, terima kasih."Setelah mengucapkan terima kasih, Jenna mengikuti pelayan itu masuk ke dalam kediaman.Di ruang makan, Tuan dan Nyonya Besar Kim, beserta adik iparnya, sudah duduk di kursi masing-masing, mengitari meja makan.Jenna menyapa sopan dan hanya ayah mertua yang membalas. Menarik kursi dan duduk."Di mana Leo?" tanya Nyonya Besar sambil mengaduk kopi miliknya. Dulu, ia sama sekali tidak peduli d
Tiba di rumah sakit, Jenna langsung duduk di ruang tunggu. Ia tidak perlu melakukan pendaftaran apapun, sebab semua telah diatur oleh Yura."Nyonya, tunggulah di sini. Nanti, saat tiba giliran Nyonya, perawat akan memanggil," ujar Yura, yang berdiri di sampingnya.Jenna mengangguk.Yura pun meninggalkan ruang tunggu rumah sakit. Tinggallah, Jenna sendirian di ruang tunggu yang begitu ramai dengan pasangan suami istri. Mereka semua terlihat begitu bahagia. Tentu saja, pasangan yang datang ke rumah sakit ini, pasti akan sangat bahagia. Sebab, mereka menunggu kehadiran buah hati.Tanpa sadar, Jenna menyentuh perutnya dan menatap penuh rasa iri, kepada pasangan lain yang ada di sana. Ia satu-satunya yang menunggu di ruang tunggu ini sendirian, tanpa ditemani oleh pasangannya.Sambil menunggu, Jenna lebih banyak menundukkan kepala. Sebab, ia dapat merasakan tatapan orang-orang yang tertuju padanya.Tidak perlu
"Apa katamu?" tanya Nyonya Besar Kim dan melangkah mendekati Jenna. Apakah telinganya salah dengar, atau menantunya itu yang sudah tidak waras."Aku ingin meminta, agar nenek diizinkan tinggal di sini, bersama diriku," ulang Jenna dengan penuh keberanian.Ha ha ha!Tawa mengejek, membahana dan membuat bulu kuduk Jenna, meremang."Kamu! Kamu makan dan tinggal gratis di sini. Sekarang, kamu bahkan ingin membawa nenekmu yang cacat masuk ke kediaman ini! Apakah kamu mengira, tempat ini adalah panti sosial?" raung Nyonya Besar Kim, yang begitu marah terhadap menantu tidak tahu malu itu.Jenna menelan ludah, ia tidak menyangka akan mendapatkan tanggapan pedas, seperti itu."Kami hanya berdua dan tidak memiliki sanak saudara yang lain. Jika nenek tinggal di sini, maka aku akan mengurus dan membiayainya–""Membiayainya? Dengan apa? Dengan uang suamimu?" cecar Nyonya Besar Kim, memotong ucapan Jenna.&n
Jenna langsung memundurkan kepalanya. Sentuhan ringan itu, cukup membuat rasa sakit memarnya itu, kembali berdenyut."A-Aku tidak hati-hati saat berjalan," jelas Jenna asal.Logan menurunkan tangannya dan mundur satu langkah. Untuk sesaat hanya diam dan menatap ke arah Jenna."Kamu baik-baik saja?" tanya Logan.Jenna mengangguk.Logan Kim mengenal Jenna, sejak 5 tahun yang lalu. Sejak Jenna mulai bekerja di King Company. Pertemuan mereka hanya beberapa kali dalam satu tahun, saat ia kembali ke negara ini. Namun selama pertemuan itu, Logan tahu Jenna adalah wanita dengan kepribadian yang baik. Hanya saja, siapa sangka wanita itu berakhir menjadi menantu saudara angkatnya."Apakah Tuan hendak ke rumah sakit?" tanya Jenna langsung. Ia benar-benar cemas akan keadaan ayah mertuanya."Kamu ingin pergi menjenguk?" tanya Logan. Ia baru saja kembali dari rumah sakit, untuk menyimpan berkas yang telah d
Jenna kembali menatap wajah pucat, ayah mertuanya itu. Kembali mengucapkan doa, di dalam hati. Ia amat berharap Tuan Besar Kim segera pulih."Pulanglah! Supir keluarga akan mengantar dirimu. Ada yang perlu aku bahas dengan Logan," ujar Nyonya Besar Kim, yang tidak ingin Logan kembali berduaan dengan menantu kampungan itu."Aku lelah. Aku akan kembali ke hotel, setelah mengantar Jenna kembali ke kediaman. Kamu bisa mengirim pesan, jika ada yang ingin dibicarakan," ujar Logan dingin.Raut wajah Nyonya Besar Kim, langsung berubah begitu buruk. Namun, ia sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun."Aku yang akan mengantar istriku!" tegas Leonel dan menggandeng tangan Jenna, menariknya cukup kasar dan berjalan keluar dari ruang rawat.Jenna harus berlari kecil, untuk menyamakan langkahnya dengan Leonel. Beruntung di depan kamar rawat, sahabat suaminya tidak lagi berada di sana.Leonel berjalan menyusuri kor
Rosa mengangkat wajah, menengadah menatap Logan Kim. Pria tampan yang mampu menggetarkan hati, serta tubuhnya. Dengan berlinang air mata, Rosa menggigit bibir bawahnya, menggoda. "A-Aku amat sedih. Aku tidak tahu, apakah suamiku dapat bertahan atau tidak. Tidak dapat dibayangkan jika ia pergi meninggalkan diriku, sendirian di usia masih begitu muda," ujar Rosa di sela isak tangisan palsunya. Ia berharap, Logan akan menghiburnya, dengan mengatakan bahwa ia akan menemukan pria baik lainnya. Namun, jawaban Logan langsung membuat tangisan palsu Rosa, berhenti. "Operasinya berhasil! Lagipula, ini bukan pertama kali bagi saudaraku itu melakukan operasi jantung. Apakah kamu berharap ia segera mati?" ujar Logan dingin. Tangisannya berhenti dan Rosa langsung menegakkan punggung, belum melepaskan pelukannya pada tubuh kekar dan hangat itu. Walaupun kesal, Rosa tidak ingin momen ini segera berlalu. "Tidakkah kamu terlalu kasar?" t
Turun ke lantai bawah untuk sarapan, walaupun sama sekali tidak merasa lapar. Namun, ia harus makan demi bayi dalam kandungannya.Melangkah masuk ke ruang makan, Jenna disambut oleh tatapan menghina dari sang ibu mertua dan iparnya."Selamat pagi," sapa Jenna, sebagai bentuk sopan santun.Rosa menatap menantunya itu dengan mendelik. Ia tidak suka melihat wanita kampungan itu, sebab membuat selera makannya menguap."Bagaimana kamu bisa meminta Logan membawamu ke rumah sakit, kemarin malam?" tanya Rosa, cemburu. Ia mengira semua wanita sama seperti dirinya, yang selalu mencoba segala cara untuk menarik perhatian lawan jenis.Jenna yang baru duduk di kursi, mengangkat wajah dan menatap ibu mertuanya itu."Aku hanya memintanya saja," jawab Jenna, apa adanya.Pelayan mulai menyajikan sarapan sehat untuk Jenna, sebab ia sedang hamil. Jenna yakin, menu sehat ini adalah ide Yura. Sebab, dalam keluarga ini y