Rosa mengangkat wajah, menengadah menatap Logan Kim. Pria tampan yang mampu menggetarkan hati, serta tubuhnya. Dengan berlinang air mata, Rosa menggigit bibir bawahnya, menggoda.
"A-Aku amat sedih. Aku tidak tahu, apakah suamiku dapat bertahan atau tidak. Tidak dapat dibayangkan jika ia pergi meninggalkan diriku, sendirian di usia masih begitu muda," ujar Rosa di sela isak tangisan palsunya. Ia berharap, Logan akan menghiburnya, dengan mengatakan bahwa ia akan menemukan pria baik lainnya.
Namun, jawaban Logan langsung membuat tangisan palsu Rosa, berhenti.
"Operasinya berhasil! Lagipula, ini bukan pertama kali bagi saudaraku itu melakukan operasi jantung. Apakah kamu berharap ia segera mati?" ujar Logan dingin.
Tangisannya berhenti dan Rosa langsung menegakkan punggung, belum melepaskan pelukannya pada tubuh kekar dan hangat itu. Walaupun kesal, Rosa tidak ingin momen ini segera berlalu.
"Tidakkah kamu terlalu kasar?" t
Turun ke lantai bawah untuk sarapan, walaupun sama sekali tidak merasa lapar. Namun, ia harus makan demi bayi dalam kandungannya.Melangkah masuk ke ruang makan, Jenna disambut oleh tatapan menghina dari sang ibu mertua dan iparnya."Selamat pagi," sapa Jenna, sebagai bentuk sopan santun.Rosa menatap menantunya itu dengan mendelik. Ia tidak suka melihat wanita kampungan itu, sebab membuat selera makannya menguap."Bagaimana kamu bisa meminta Logan membawamu ke rumah sakit, kemarin malam?" tanya Rosa, cemburu. Ia mengira semua wanita sama seperti dirinya, yang selalu mencoba segala cara untuk menarik perhatian lawan jenis.Jenna yang baru duduk di kursi, mengangkat wajah dan menatap ibu mertuanya itu."Aku hanya memintanya saja," jawab Jenna, apa adanya.Pelayan mulai menyajikan sarapan sehat untuk Jenna, sebab ia sedang hamil. Jenna yakin, menu sehat ini adalah ide Yura. Sebab, dalam keluarga ini y
"Bukankah kamu terlalu kasar?" tanya Rosa, pura-pura prihatin. Padahal, di dalam hati Rosa bersorak gembira.Leonel tidak menjawab dan meneguk kopi panas yang telah disajikan.Lulu tersenyum puas, ia bangga dengan kelakuan kurang ajarnya itu. Ia merasa berhak, dengan status sosial yang lebih tinggi dari istri abang tirinya itu. Belum lagi, Leonel sama sekali tidak keberatan, seakan memberikan izin bagi mereka untuk bertindak kasar terhadap Jenna.Jenna kembali ke kamar dan duduk di sisi ranjang, tempat yang paling sering ditempatinya, semenjak masuk ke dalam kediaman Keluarga Kim. Kedua tangannya diletakkan di atas pangkuan, terkepal erat.Menarik dan membuang napas, beberapa kali. Berharap, tindakan itu dapat menenangkan perasannya yang hancur.Semua baik-baik saja. Semua baik-baik saja. Kata-kata tersebut, terulang terus di benaknya, itu yang dilakukan Jenna untuk menghibur dirinya sendiri. Selama ini, tempat untuk m
Jenna menengadah dan menatap ke arah tukang kebun Keluarga Kim, Paman Bong."Ya, Paman," jawab Jenna, yang langsung berdiri dari duduknya. Sedari kecil sang nenek selalu menekankan, agar memperhatikan sopan santun."Duduklah, Nyonya," ujar Paman Bong yang merasa segan, melihat Jenna berdiri hanya untuk berbicara dengannya."Tidak apa-apa, Paman. Aku sudah terlalu lama duduk. Jadi, berdiri sebentar akan membuat tubuhku tidak kaku," balas Jenna, yang tahu Paman Bong merasa segan terhadapnya."Ada apa, Paman?" tanya Jenna kembali."Ehm, Paman ingin meminta bantuan Nyonya," jawab Paman Bong, sambil menundukkan kepala, berpikir apakah tindakannya ini tepat atau tidak."Katakan, Paman. Jika aku bisa, maka pasti akan membantu," jawab Jenna. Ya, ia akan dengan senang hati membantu pria tua itu."Hari ini banyak bibit bunga yang harus ditanam. Namun, punggung Paman keseleo dan sulit untuk membungkuk. Bisakah
Kembali ke kediaman Kim. Jenna tidak lagi berencana bertemu dengan ibu mertua, maupun iparnya itu. Jadi, ia lebih memilih melewati jam makan, baru kemudian turun ke lantai bawah, setelah semua orang selesai makan. Turun perlahan, layaknya seorang pencuri. Waktu makan siang sudah berlalu sekitar satu jam, barulah Jenna pergi ke ruang makan. Namun, tidak lagi ada makanan di atas meja makan. Jenna kemudian berjalan ke arah dapur dan bertanya kepada pelayan yang ada di sana. "Apakah masih ada lauk? Aku hendak makan siang," tanya Jenna. Pelayan itu berbalik dan menatap Jenna dengan wajah enggan. Tidak ada pelayan waras, yang ingin terlibat dengan Nyonya baru itu. Nyonya baru itu dibenci oleh Nyonya Besar mereka dan mereka tentu tidak ingin terlibat masalah, karena wanita hamil itu. "Nyonya Besar, memerintahkan untuk membuang semua lauk sisa," jawab pelayan itu, kemudian segera berbalik dan meninggalkan dapur.&n
Perusahaan Logan Company, berada di tengah kota dengan gedung yang cukup besar dan tinggi. Ruang kerjanya sendiri berada di lantai paling atas, yaitu lantai 18.Walau masih kalah megah dari gedung perusahaan King Company, milik sang kakak, tetapi Logan sama sekali tidak merasa berkecil hati. Sebab, semua ini diperoleh dari jerih payahnya sendiri.Logan tidak sendirian di ruang kerja, putrinya, Anastasya berada dalam gendongan.Gadis kecil berusia 3 tahun, dengan tubuh yang sedikit berisi, terlelap di dalam gendongan sang ayah yang begitu hangat.Wajah bulat dan merona, bersandar pada bahu bidang, Logan.Logan sendiri menatap jauh ke depan dinding kaca, tetapi dengan pikiran yang melayang jauh. Perjuangannya untuk mencapai titik ini, tidaklah mudah. Segala intimidasi dari para tetua Keluarga Kim, pernah didapatnya dan beruntung, amarah yang timbul, memacunya agar menjadi orang sukses. Bekerja tanpa mengenal waktu dan dengan i
"Aku akan memastikan kamu diceraikan Leonel dan didepak keluar dari rumah ini! Aku muak melihat wajahmu!" maki Rosa, tepat di depan wajah Jenna.Kemudian, ibu mertuanya berbalik dan meninggalkan Jenna sendirian, di koridor.Jenna bersandar di dinding dan menyentuh wajahnya. Memejamkan mata dan berusaha mengendalikan diri. Saat itulah, ada rasa sakit pada bagian bawah perutnya. Perutnya kram. Mengabaikan perasaannya yang begitu buruk, Jenna berjalan dan masuk ke dalam kamar. Kemudian, merebahkan tubuhnya di atas ranjang, memejamkan mata dan mengatur napasnya. Jenna yakin keram perut yang dirasakan karena suasana hatinya begitu buruk.Tidak tahu merebahkan diri berapa lama, akhirnya rasa sakit itu menghilang dan Jenna pun, turun dari ranjang.Hari-hari kembali berlalu dengan lambat. Jenna sudah tidak berbicara apa pun dengan Leonel. Pria itu juga tidak bertanya apa pun mengenai kehamilannya. Tidak ada yang bertanya, kecuali Tuan Besa
Mobil kembali melaju, tetapi putar balik dan menuju ke panti.Jenna hanya bisa menangis. Hatinya begitu hancur, jika saja ia sering menjenguk sang nenek maka tidak ada penyesalan seperti ini. Tiga bulan, ya Jenna memiliki waktu tiga bulan untuk bertemu dengan sang nenek, tetapi ia memilih menghindar, hanya karena masalah tinggal bersama. Ia yakin jika dijelaskan kepada sang nenek, maka beliau akan mengerti. Andai saja. Andai saja.Tiba di panti, Jenna langsung berlari ke dalam. Yura sibuk menelepon, ia tidak dapat menghubungi Tuan Besar Kim, karena beliau sedang dalam perawatan intensif. Jadi, Yura menghubungi Leonel Kim, suami dari Nyonya nya itu."Halo, Tuan."[Ada apa?]"Nenek dari Nyonya Jenna, meninggal dunia. Saat ini, kami berada di panti."Leonel diam sesaat.[Urus, apa yang perlu diurus!]Lalu, panggilan diputus.Di dalam kamar.Jenna berlutut di samping ranjang, tempat
Keesokan harinya.Logan dan putrinya, tiba di kediaman Kim. Ia mendapat kabar tentang meninggalnya nenek Jenna dari Yura dan alasan kedatangannya adalah untuk menyampaikan belasungkawa. Kali ini, ia memutuskan untuk tinggal selama 3 hari, karena itulah ia mengajak putrinya turut serta."Logan," panggil Rosa bahagia. Kejutan apa ini, dapat melihat Logan di kediamannya. Anastasya bersembunyi di balik kaki sang ayah. Gadis kecil itu begitu takut dengan Rosa.Logan hanya mengangguk dan berkata, "Aku hendak bertemu dengan Jenna.""Mari saya antar, Tuan," ujar Yura segera. Ya, Yura yang mengabarkan tentang kepergian Nenek Jenna."Aku yang akan mengantar mereka! Kamu lanjutkan kesibukanmu!" sela Rosa dan berusaha untuk menjaga wajahnya tetap tersenyum. Ia kesal dan marah, saat tahu alasan kedatangan Logan adalah Jenna.Mereka naik ke lantai atas dan berjalan ke arah kamar Jenna.Tok tok tok."
Minggu demi minggu, berlalu. Lima bulan kembali dilewati, setelah mereka berpisah.Jenna, membuka toko bunga kecil di daerah puncak, di mana ia memilih untuk memulai kehidupan barunya. Hidup sederhana, dengan para tetangga yang penuh perhatian, membuatnya mulai dapat tersenyum. Walaupun, dalam hatinya seakan ada lubang yang tidak mampu ditutup sampai sekarang ini.Pagi ini, banyak jenis bunga yang masuk ke toko. Daerah puncak, juga merupakan tempat wisata. Bunga-bunga indah ini, selalu menarik minat wisatawan yang datang dan penginapan, serta restoran di daerah ini. Awalnya, Jenna tidak yakin apakah dapat hidup dengan mengandalkan dari bunga-bunga yang dijualnya. Namun, kenyataannya bisa, bahkan ia memiliki tabungan saat ini.Yang tidak diketahui Jenna adalah Leo, selalu memperhatikan dan menjaganya, dari jauh. Hotel dan restoran besar di daerah puncak ini telah dibeli olehnya dan semua keperluan bunga, diperintahkan untuk dibeli pada toko mili
Tidak lama, wanita itu tiba dengan dikawal oleh beberapa orang polisi. Wajah itu masih terlihat begitu angkuh, bahkan tidak ada tersirat rasa bersalah sama sekali."Ah, pasangan suami istri yang harmonis," ejek Anya, saat melihat keberadaan Leo dan Jenna."Pembunuh!" seru Jenna."Pembunuh? Apakah kamu memiliki bukti?" ejek Anya kembali."Kau–""Aku tidak akan menjawab pertanyaan apa pun! Tunggu pengacara keluargaku tiba dan beliau yang akan berbicara, mewakili diriku!" ujar Anya, memotong ucapan Leo.Ya, Anya yakin ia akan terbebas dari masalah ini. Keluarganya kaya dan tidak ada rencana pembunuhan yang diperintahkan olehnya. Tidak ada!Jenna yang berang, mulai melangkah dan melepaskan tangan Leo, yang berusaha menghentikannya.Tiba di hadapan Anya, Jenna pun berkata, "Mengapa kamu melakukan semua itu? Apakah aku memiliki kesalahan pada dirimu?""Ck ck ck! Pengacara ku berp
"Kamu sudah bangun?" tanya Leo, pelan.Jenna yang baru terbangun, melihat ke sekeliling ruangan dan tatapannya kembali tertuju pada Leo yang duduk di sisi ranjang, tepat di sampingnya."Di mana ini?" tanyanya dengan suara tercekat.Leo tidak menjawab, ia membantu Jenna untuk duduk dan bersandar di sandaran ranjang.Menggeser duduknya lebih dekat, tangan Leo menyelipkan rambut Jenna ke belakang telinga."Kita menginap di penginapan terbagus di daerah perkemahan Bukit Utara. Besok, kita harus menghadiri upacara pemakaman untuk Yura dan putrinya," jelas Leo, singkat. Padahal, begitu banyak hal yang harus diurus, terkait penemuan jenazah itu.Jenna menatap ke arah jendela dan langit sudah gelap."Istirahatlah," pinta Leo. Ia tahu, Jenna pasti ingin kembali ke tempat itu."Biarkan pihak kepolisian bekerja. Kita tidak dapat melakukan apapun, jika berada di sana. Lagipula, setiap ada kab
Leo menutup layar laptop dan menggenggam tangan Jenna, seraya berkata, "Untuk kali ini, izinkan aku melakukan segalanya. Kamu cukup tetap berada di sisiku dan melihat."Lalu, Leo menarik tangan Jenna dan mereka berdua berjalan keluar dari ruang kerja. Di depan, Rosa dan Lulu masih menunggu dengan penasaran."Jangan berani masuk ke ruang kerja!" tegas Leo, ditujukan pada ibu tirinya itu. Kemudian lanjut melangkah dengan Jenna berada dalam gandengannya.Di depan kediaman, Leo membukakan pintu mobil untuk Jenna.Jenna melangkah masuk dan duduk. Leo membungkuk dan membantu memasangkan sabuk pengaman."Apakah kamu akan baik-baik saja duduk di sini?" tanya Leo, menatap wajah Jenna yang berada begitu dekat. Ia bertanya, sebab teringat akan kejadian terakhir kali saat menemani istrinya itu ke rumah sakit.Jenna mengangguk dan berkata, "Bisakah kita segera menemukan Yura?""Kita akan menemukannya. Aku berjanji!" j
Kembali ke ruang kerja, Jenna mulai mengerjapkan mata berulang kali. Walaupun sudah dapat melihat, tetapi terkadang pandangannya akan kabur, jika terlalu lelah.Ah, mengapa begitu bodoh? Bukankah ia hanya perlu menemukan file terbaru. Mengedit penyimpanan berdasarkan tanggal, maka file terbaru semua berada pada bagian paling atas.Jenna, membeku saat melihat file teratas, di sana tertera tanggal di saat ia terbangun di hotel dan saat Yura pergi. Selain itu, waktu yang tertera adalah pukul 10 malam.Memberanikan diri, Jenna membuka file itu, tepatnya rekaman video.Yura, terlihat di rekaman video itu. Wajahnya menunjukkan rasa takut dan penyesalan.[Nyonya, maafkan aku. Tapi, tapi aku melakukan ini, karena mereka menahan putriku. Setelah aku berhasil mendapatkannya putriku kembali, maka aku akan menjelaskan dan membersihkan nama Nyonya. Aku bersumpah!][Pria itu, nama aslinya adalah George Smith dan, dan ia beker
Jenna, membuka pintu kamar dengan perlahan. Kediaman sudah sepi, sebab para pelayan sudah beristirahat.Dengan jantung yang terus berdebar tidak menentu, Jenna melangkah ke arah ruang kerja. Perlahan, membuka pintu ruangan itu dan melangkah masuk, tidak lupa untuk segera menutup pintu.Ruangan gelap, hanya sinar rembulan lembut yang menerobos kaca jendela, menerangi remang ruangan itu. Namun, itu cukup dan Jenna segera berjalan ke arah meja kerja besar, yang diatasnya terdapat sebuah laptop.Menarik dan membuang napas beberapa kali, barulah Jenna mendekati perangkat itu. Mungkin saja, flashdisk ini tidak berisi hal penting, tetapi insting mengatakan berbeda. Ia yakin, ada sesuatu yang penting di dalamnya.Pintu ruang kerja terbuka, tepat di saat Jenna hendak menyambungkan flashdisk ke perangkat itu. Spontan, Jenna menarik tangannya menjauh dan menyembunyikan flashdisk itu dalam genggamannya.Leo, baru saja tiba di kedi
Suasana hati yang buruk, membuat Leo segera kehilangan kesabaran. Dengan kasar, Leo menepis tangan Logan yang mencengkeram kerah kemeja dan melayangkan satu tinju, tepat ke wajah sang paman.BUKKK!Leo tidak lagi peduli dengan status Logan, yang adalah pamannya sendiri. Pukulan itu, membuat tubuh Logan terpental ke belakang dan terjatuh di atas lantai.Leo tidak berhenti di sana, ia pun langsung melompat ke atas tubuh Logan dan kembali meluncurkan satu pukulan tepat ke wajah pamannya itu. Tentu, Logan membalas.Keributan langsung terjadi dan itu menarik perhatian seluruh tamu yang ada di dalam pub, termasuk dengan para karyawan.Tidak butuh waktu yang lama beberapa petugas keamanan berbadan kekar, langsung melerai mereka. Tidak peduli dengan status mereka, para petugas keamanan langsung melemparkan mereka berdua keluar dari pub.Baik Leo maupun Logan, tubuh mereka berdua terjatuh di atas aspal dengan cukup keras. Seti
"Selamat tinggal."Itulah ucapan Paman Bong yang didengar Jenna, sebelum ia terbangun dari mimpi.Napas memburu dan wajah basah, karena air mata yang masih mengalir deras. Memeluk dirinya sendiri begitu erat, Jenna berusaha menenangkan diri. Ia tahu itu adalah mimpi dan semua, masih terasa begitu nyata.Kesedihan, melanda jiwa. Butuh waktu cukup lama, untuk menghentikan tangisan dan menenangkan diri. Jenna yang mulai tenang, membalikkan tubuh dan tidur telentang. Napasnya sudah kembali normal, hanya saja perasaannya masih begitu kacau.Membuka mata dan seperti biasa, disambut oleh kegelapan. Hanya saja, ini terasa lain. Ia dapat melihat cahaya rembulan yang lembut. Cahaya yang menerobos masuk, dari celah-celah tirai dan membuat Jenna dapat melihat langit-langit kamar.Apakah ia mendapatkan keajaiban? batin Jenna. Rasa takut dan antusias, menggantikan rasa sedih yang dirasakan tadi. Perlahan, ia bangkit dan turun dari ranjang
Setelah itu, tidak ada lagi yang berbicara. Jenna, memastikan tidak akan melakukan hal bodoh itu lagi. Entah perlakuan Leo tulus, atau hanya pura-pura, ia tidak lagi memikirkan hal tersebut. Kebahagiaan, bukanlah sesuatu yang pantas dimiliki. Itulah yang diyakini oleh Jenna.Kembali ke kediaman, Jenna melakukan aktivitas seperti biasanya.Leo, mendatangkan seorang perawat profesional untuk mendampingi, tetapi Jenna langsung menolak. Ia yakin, perawat itu hanya akan memata-matai dan melaporkan segala sesuatu kepada Leo, sama seperti Maya, perawat yang diperkerjakan oleh ibu mertuanya.Dengan berat hati, Leo menyetujui penolakan Jenna dan meminta sang perawat untuk pergi.Jenna semakin menutup diri. Ia hanya akan berbicara saat ditanya, itu pun hanya satu atau dua kata yang diucapkan.***Hari demi hari, kembali berlalu. Leo semakin kesulitan, mendekati Jenna. Wanita itu akan memintanya pergi, jika ia datang mengh