Keluar dari lobi, Jenna masuk ke dalam taksi dan minta diantar ke Hotel King. Jalanan macet, karena waktunya pulang kerja. Jenna merasa perutnya kembung dan sedikit mual, apalagi saat menghirup aroma pengharum di dalam taksi ini. Membuka kaca jendela mobil, barulah Jenna dapat bernapas lega.
Perjalanan cukup lama, karena terjebak macet. Saat dapat melihat gedung Hotel King yang menjulang tinggi, Jenna membayar biaya taksi dan turun. Berlari di trotoar untuk menuju ke gedung hotel. Berlari bahkan lebih cepat dari barisan kendaraan yang merayap lambat.
Seperti inilah Jenna, melakukan apa pun untuk menyenangkan bos yang tidak suka menunggu. Selalu lupa akan dirinya sendiri, apalagi saat ini dalam tubuhnya sudah ada jiwa yang lain.
Akhirnya setelah berlari beberapa menit, Jenna tiba di depan pintu lobi hotel itu. Para penjaga keamanan sudah mengenalnya sebagai sekretaris hantu sang CEO. Ya, sebutan untuk dirinya selain budak, juga sebagai sekretaris hantu. Sebab, dirinya akan muncul di mana saja dan kapan saja, lalu menghilang saat tidak lagi dibutuhkan. Jenna hanya tertawa saat mendengar julukan itu, yang nyatanya benar, memang dirinya seperti itu.
Berlari kecil ke arah restoran Eropa yang mewah dan terkenal mahal, untuk menyerahkan dokumen ini.
Menyebutkan nama bosnya itu kepada pelayan, Jenna langsung diantar ke ruangan VIP restoran itu.
Tok tok tok!
Pintu ganda yang terbuat dari kayu kokoh dengan ukiran elegan, diketuk perlahan sebelum dibuka oleh pelayan itu.
Jenna melangkah masuk dan mendapati, perwakilan A&T adalah seorang wanita muda yang begitu jelita. Langkah Jenna terhenti, saat melihat sang bos tampak begitu serasi dengan wanita itu.
"Mengapa hanya diam di sana?" tegur Leo, membuyarkan lamunan Jenna.
Mengerjapkan mata beberapa kali, Jenna akhirnya mengangguk dan berlari kecil ke arah Leo, menyerahkan dokumen yang diminta.
Menerima dengan cukup kesal, Leo mengeluarkan dokumen itu dan membacanya.
"Leo, dia sekretarismu?" tanya Anya manja. Anya Lu, putri tunggal dari A&T Company, juga ditunjuk sebagai CEO perusahaan itu. Anya dan Leo adalah sahabat masa kecil dan lulus dari
universitas yang sama.Leonel mengangguk, sambil memeriksa setiap lembar kontrak itu. Dirinya tidak mau mengambil resiko, sekretarisnya kembali melakukan kesalahan.
"Aku tidak mengira, kamu akan membiarkan seseorang dengan penampilan seperti itu, menjadi sekretarismu!" ujar Anya merendahkan.
Jenna sudah terbiasa diperlakukan seperti itu, tetapi lama kelamaan kehadirannya tidak lagi diperhatikan.
"Dia bisa bekerja!" jawab Leo santai.
Jenna mengangkat wajah dan menatap bosnya itu. Ini kali pertama, kali pertama Leonel Kim membuka suara untuk membela dirinya. Hal itu, membuat perasaan Jenna berbunga-bunga. Seulas senyum muncul di wajah Jenna dan lesung pipinya terlihat.
Anya Lu, terang-terangan menilai penampilan Jenna dari atas kepala sampai ujung kaki. Anya sudah mengenal Leo sejak mereka masih kecil dan sangat jarang bagi pria itu membela seseorang, bahkan dirinya. Jadi, wanita kampungan itu cukup menarik perhatiannya.
"Periksalah!" ujar Leo sambil menyodorkan kontrak kepada Anya.
"Aku percaya padamu," balas Anya manja, sambil menerima kontrak itu. Lalu, dengan anggun mengeluarkan stempel perusahaan dari dalam tas tangan yang harganya selangit.
Saat itu barisan pelayan masuk dengan piring berisi makanan yang mewah.
"Ini Foie Gras pesanan, Nona."
Pelayan menyebutkan nama pesanan, bersamaan dengan meletakkan piring keramik putih yang indah.
Foie Gras? Seketika, Jenna merasa mual. Ia tahu jelas itu adalah menu mewah, yang terbuat dari hati angsa. Namun, kenyataan akan bagaimana hati itu bisa begitu lezat, membuat Jenna seumur hidup tidak akan makan makanan itu, walaupun memiliki banyak uang. Aroma masakan itu, membuat Jenna semakin mual.
"Oeiighhh!"
Jenna menutup mulut dengan kedua tangan, saat hendak muntah. Buru-buru meminta maaf dan berlari keluar dari ruang VIP itu. Lari sekencang-kencangnya menuju toilet dan muntah di wastafel pertama yang dilihatnya.
Muntahan hanya cairan kekuningan. Namun, itu membuat seluruh tubuh Jenna berkeringat dingin dan dunianya berputar. Memejamkan mata, Jenna meraba keran air dan membukanya, mencuci mulut serta wajahnya. Setelah rasa mualnya berkurang, Jenna membuka mata, tetapi langsung dipejamkan kembali. Seakan dunia disekitarnya sedang terjadi gempa hebat.
Kedua tangan yang basah karena keringat, mencengkeram sisi batu alam meja wastafel. Menahan tubuhnya agar tidak terjatuh dan Jenna perlahan duduk di lantai, bersandar di dinding yang dingin.
Kembali ke ruang VIP restoran di hotel berbintang.
Leonel Kim, merasa ada yang salah dengan sang sekretaris. Tidak biasanya, Jenna melakukan kesalahan seperti. Apalagi, sampai muntah di hadapannya. Apakah wanita itu hamil, setelah percintaan satu malam mereka?
Mengingat kejadian malam itu, membuat Leonel tersenyum. Bagaimana tidak, sekretaris yang tidak berani menatap matanya selama 5 tahun, berani menciumnya. Namun, yang paling mengejutkan adalah rasa bibir itu begitu lembut dan nikmat. Walaupun mabuk, Leo masih ingat sebagian besar percintaan mereka, sebab itu begitu memuaskan. Apalagi, Jenna Ren menyerahkan keperawanan kepadanya.
"Apa yang membuatmu tersenyum seperti itu?" tanya Anya yang mulai memotong Foie Gras pesanannya.
"Begitu banyak menu yang enak, mengapa kamu memilih menu itu?" tanya Leo, mengabaikan pertanyaan wanita itu.
"Untuk menjadi cantik, tentu ada tahap menyakitkan yang harus dilewati. Seperti makanan ini, tentu ada alasan istimewa yang membuatnya begitu lezat," jawab Anya ringan.
Itulah mengapa Leo tidak akan pernah jatuh cinta dengan sahabat masa kecilnya itu. Anya Lu sangat cantik, tetapi tanpa empati. Sikap mereka berdua hampir sama, jadi tidak akan cocok.
Leo tidak lagi bertanya dan melihat ke arah jam tangan mewah yang melingkari pergelangan tangannya. Sudah hampir setengah jam dan Jenna belum kembali.
Mengambil serbet dan membersihkan bibirnya, Leo berdiri dari duduknya, merapikan jas dan melangkah keluar.
"Mau kemana?" tanya Anya. Dan kembali, ia diabaikan.
Keluar dari ruang VIP, Leo berjalan ke arah toilet yang paling dekat, masuk ke toilet wanita dan menemukan Jenna terduduk di lantai.
Khawatir, Leo langsung berlutut di samping Jenna yang entah masih sadar atau pingsan.
"Jenna! Jenna!" panggil Leo.
"T-Tuan!" seru Jenna dengan suara yang lemah, kedua tangannya yang kurus berusaha menggapai.
Leo menangkap tangan mungil itu dan menggenggamnya erat.
"Kamu sakit?"
"T-Tidak! Hanya saja, semua yang ada didekatku terus bergoyang," jawab Jenna apa adanya.
"Buka matamu!"
Jenna membuka mata, walaupun begitu ketakutan. Namun, saat tahu Leonel Kim ada di sampingnya, semua ketakutan Jenna sirna.
Tatapannya menangkap wajah tampan bosnya itu. Bahkan, Jenna dapat melihat kekhawatiran di mata pria itu, kembali hatinya berbunga-bunga. Namun, wajah pria itu berbayang-bayang dan mengapa mendadak semuanya menjadi agak gelap.
"T-Tuan... "
"Ada apa?"
"Sepertinya aku akan pingsan."
Tepat setelah mengucapkan kalimat itu, Jenna pingsan di dalam pelukan hangat Leonel Kim.
Leo menggendong tubuh mungil itu, bahkan begitu ringan. Keluar dari toilet dan mengabaikan tatapan penasaran orang-orang. Melangkah keluar, menuju lobi hotel, melewati pintu putar.
"Tuan!" panggil sang supir yang hendak membantu.
"Antar Nona Anya Lu pulang!" perintah Leo dan sang supir mengerti, langsung membukakan pintu mobil Rolls Royce berwarna hitam mengkilap.
Leo meletakkan Jenna di kursi samping kemudi dan menurunkan sandaran kursi, lalu dengan langkah lebar berjalan ke arah pintu kemudi dan masuk. Menyalakan mesin dan melajukan mobil, menuju rumah sakit swasta terbesar dan ternama, yang juga merupakan milik Keluarga Kim.
Saat mobil mewah itu masuk ke area rumah sakit, semua staff keamanan sibuk mengatur. Siapa yang tidak tahu, pemilik mobil mewah itu.
Mobil mewah itu, berhenti tepat di depan pintu besar IGD. Staff keamanan buru-buru membukakan pintu mobil dan beberapa dokter senior sudah menunggu di depan pintu.
Leo turun dari mobil dan mengabaikan semua sapaan penuh hormat, lalu dengan langkah lebar berjalan ke arah pintu penumpang. Membuka pintu dan menggendong Jenna keluar.
Para dokter dan perawat sibuk, hendak mengambil alih orang sakit itu dari gendongan Tuan Muda Kim. Namun, Leo mengacuhkan mereka dan berjalan ke salah satu ranjang kosong yang ada di ruangan IGD. Dengan lembut, meletakkan tubuh kurus Jenna di atas ranjang itu.
Para perawat berdiri di samping, membiarkan beberapa dokter langsung turun tangan, memeriksa pasien istimewa itu."Lakukan pengecekan seluruh tubuh! Termasuk, tes kehamilan," ujar Leo santai.Para dokter membeku sejenak, lalu melakukan perintah Leonel Kim. Pihak lain yang mendengar perintah itu langsung berlari, ya berlari. Melaporkan kepada pihak yang lebih tinggi.Leonel menarik kursi dan duduk di samping ranjang, mengeluarkan ponsel dan mulai memeriksa surel, dengan seulas senyum di wajahnya. Sebentar lagi, ya sebentar lagi pria tua itu pasti akan segera tiba.Di sudut kota yang lain, Bugatti hitam membelah jalanan kota dengan kawalan mobil kepolisian, lengkap dengan sirene yang menyala, meraung-raung. Ya, ini menyalahi aturan, tetapi untuk kali pertama Tuan Lucas Kim melakukannya. Setelah mendapatkan panggilan dari rumah sakit, yang menyampaikan bahwa putra bungsunya membawa seorang wanita halim ke sana. Jelas putra bungsunya i
Malam itu, Jenna duduk termenung. Berpikir, apakah ini keberuntungan? Sepertinya begitu. Selama hidupnya, Jenna tidak pernah memiliki keberuntungan sebesar ini. Siapa yang menyangka, ia akan menjadi Nyonya Muda Kim? Jenna yakin, perlahan Leonel Kim akan mulai mencintainya. Ya, Jenna wanita polos yang percaya akan cinta sejati atau dongeng akan kisah Cinderella.Namun yang tidak disadari, Jenna melangkah penuh percaya diri menuju gerbang neraka.***Keesokan paginya, seorang wanita paruh baya, melangkah masuk ke dalam ruang rawat di mana Jenna berada."Perkenalkan saya Yura, asisten Tuan Besar Kim. Hari ini, aku akan menemani Nona pergi ke kediaman Kim untuk melakukan pertemuan keluarga," jelas Yura sopan.Tuan Leonel Kim tidak mengangkat panggilan telepon dari sang ayah. Seperti dugaan, karena ini hari Minggu maka Tuan Muda masih tidur, setelah kemarin malam pulang dalam kondisi mabuk berat. Mau tidak mau, Tuan Besar Kim yan
"Ibu kira, kamu tidak akan datang," ujar Nyonya Besar Kim, penuh ejekan."Aku hanya terlambat dan kamu bukan Ibuku!" balas Leonel dingin. Ia tidak pernah akur dengan ibu tirinya itu dan tidak sudi, memanggil wanita mata duitan itu dengan sebutan ibu."Cukup! Kita memiliki tamu," tegur Tuan Besar Kim tegas."Ibu...." pekik seorang gadis muda yang berlari masuk ke ruang makan.Jenna menatap ke arah gadis muda itu, ya begitu mirip dengan Nyonya Besar. Begitu cantik dengan penampilan berkelas.Lulu Kim, adik tiri Leonel Kim baru pulang dari sekolah dan langsung berlari ke arah sang ibu, memeluknya erat."Bagaimana ulangan hari ini?" tanya Nyonya Besar sambil mengecup pipi anak gadisnya itu.Menarik kursi dan duduk di samping sang ibu, Lulu menjawab, "Tidak sulit.""Tidak sopan! Tidakkah kamu melihat kita memiliki tamu? Setidaknya ucapkan salam. Tunjukkan sedikit tata krama!" tegur Tuan Besa
Janji suci diucapkan oleh Leonel tanpa ada keraguan sedikitpun. Sebab, ia yakin tidak ada yang berubah walau statusnya berubah, sebab Jenna Ren yang menjadi istrinya.Lima tahun, ya Jenna menjadi sekretarisnya yang paling lama. Sebelum Jenna, sekretaris sebelumnya hanya bertahan selama beberapa bulan saja. Tidak ada yang tahan dengan perangai dan tuntutan kerjanya yang tidak masuk akal. Hanya Jenna yang mampu bertahan, walau sudah dicaci maki karena kesalahan kerja yang sepele.Namun, hal itu membuat Jenna menjadi sekretaris yang sempurna. Menyelesaikan pekerjaan dengan sempurna dan mengerti apa yang harus dilakukan, tanpa harus diberitahu.Malam itu, malam di mana mereka bercinta, Leonel masih sadar akan apa yang terjadi. Awalnya, ia hanya penasaran apakah wanita polos itu pernah berciuman? Jadi, saat Jenna mendaratkan bibirnya dalam keadaan mabuk, Leo diam dan merasakan. Ternyata, bibir wanita itu begitu lembut dan hangat, mampu membangunkan
Seorang gadis belia di lantai dansa, membalas tatapan Leonel dengan terang-terangan.Leo mengambil gelas berisi wiski dan menenggaknya, sebelum berdiri dari duduk, berjalan ke lantai dansa, menghampiri gadis itu.Wanita seperti itu akan menakjubkan saat dikencani, tetapi tidak akan tepat jika dinikahi. Jadi, ini hanya akan menjadi percintaan satu malam, tentu Leo akan memastikan tidak menghamili wanita seperti ini.Kembali ke kediaman besar Kim, tepatnya di kamar pengantin.Semua berkumpul di meja makan, untuk makan malam bersama.Jenna duduk berhadapan dengan Nyonya Besar Kim dan putrinya, Lulu Kim. Tuan Besar Kim duduk di kursi utama. Para pelayan, mulai menyajikan begitu banyak makanan lezat dan terlihat mewah."Di mana Leo?" tanya Tuan Besar Kim kepada Jenna.Jenna tidak tahu ke mana suaminya dan berkata, "Kata Leo, ada janji yang harus ditepati.""Dasar anak kurang ajar!" gerutu Tuan Bes
Duduk di kursi taman, Jenna menatap nanar. Mengapa pernikahan ini tidak seperti yang dibayangkan? Ia tidak berharap kehidupan mewah, Jenna hanya berpikir akan berbeda saat memiliki seorang suami di sisinya. Namun, itu tidak terjadi. Kedua tangan yang diletakkan di atas pangkuan, meremas kain celana yang dikenakannya.Entah berapa lama, ia duduk termenung. Sampai pada seorang pelayang datang menghampiri dan membuat lamunan Jenna terhenti."Nyonya, sudah saatnya sarapan," ujar sang pelayan sopan."Ah, terima kasih."Setelah mengucapkan terima kasih, Jenna mengikuti pelayan itu masuk ke dalam kediaman.Di ruang makan, Tuan dan Nyonya Besar Kim, beserta adik iparnya, sudah duduk di kursi masing-masing, mengitari meja makan.Jenna menyapa sopan dan hanya ayah mertua yang membalas. Menarik kursi dan duduk."Di mana Leo?" tanya Nyonya Besar sambil mengaduk kopi miliknya. Dulu, ia sama sekali tidak peduli d
Tiba di rumah sakit, Jenna langsung duduk di ruang tunggu. Ia tidak perlu melakukan pendaftaran apapun, sebab semua telah diatur oleh Yura."Nyonya, tunggulah di sini. Nanti, saat tiba giliran Nyonya, perawat akan memanggil," ujar Yura, yang berdiri di sampingnya.Jenna mengangguk.Yura pun meninggalkan ruang tunggu rumah sakit. Tinggallah, Jenna sendirian di ruang tunggu yang begitu ramai dengan pasangan suami istri. Mereka semua terlihat begitu bahagia. Tentu saja, pasangan yang datang ke rumah sakit ini, pasti akan sangat bahagia. Sebab, mereka menunggu kehadiran buah hati.Tanpa sadar, Jenna menyentuh perutnya dan menatap penuh rasa iri, kepada pasangan lain yang ada di sana. Ia satu-satunya yang menunggu di ruang tunggu ini sendirian, tanpa ditemani oleh pasangannya.Sambil menunggu, Jenna lebih banyak menundukkan kepala. Sebab, ia dapat merasakan tatapan orang-orang yang tertuju padanya.Tidak perlu
"Apa katamu?" tanya Nyonya Besar Kim dan melangkah mendekati Jenna. Apakah telinganya salah dengar, atau menantunya itu yang sudah tidak waras."Aku ingin meminta, agar nenek diizinkan tinggal di sini, bersama diriku," ulang Jenna dengan penuh keberanian.Ha ha ha!Tawa mengejek, membahana dan membuat bulu kuduk Jenna, meremang."Kamu! Kamu makan dan tinggal gratis di sini. Sekarang, kamu bahkan ingin membawa nenekmu yang cacat masuk ke kediaman ini! Apakah kamu mengira, tempat ini adalah panti sosial?" raung Nyonya Besar Kim, yang begitu marah terhadap menantu tidak tahu malu itu.Jenna menelan ludah, ia tidak menyangka akan mendapatkan tanggapan pedas, seperti itu."Kami hanya berdua dan tidak memiliki sanak saudara yang lain. Jika nenek tinggal di sini, maka aku akan mengurus dan membiayainya–""Membiayainya? Dengan apa? Dengan uang suamimu?" cecar Nyonya Besar Kim, memotong ucapan Jenna.&n
Minggu demi minggu, berlalu. Lima bulan kembali dilewati, setelah mereka berpisah.Jenna, membuka toko bunga kecil di daerah puncak, di mana ia memilih untuk memulai kehidupan barunya. Hidup sederhana, dengan para tetangga yang penuh perhatian, membuatnya mulai dapat tersenyum. Walaupun, dalam hatinya seakan ada lubang yang tidak mampu ditutup sampai sekarang ini.Pagi ini, banyak jenis bunga yang masuk ke toko. Daerah puncak, juga merupakan tempat wisata. Bunga-bunga indah ini, selalu menarik minat wisatawan yang datang dan penginapan, serta restoran di daerah ini. Awalnya, Jenna tidak yakin apakah dapat hidup dengan mengandalkan dari bunga-bunga yang dijualnya. Namun, kenyataannya bisa, bahkan ia memiliki tabungan saat ini.Yang tidak diketahui Jenna adalah Leo, selalu memperhatikan dan menjaganya, dari jauh. Hotel dan restoran besar di daerah puncak ini telah dibeli olehnya dan semua keperluan bunga, diperintahkan untuk dibeli pada toko mili
Tidak lama, wanita itu tiba dengan dikawal oleh beberapa orang polisi. Wajah itu masih terlihat begitu angkuh, bahkan tidak ada tersirat rasa bersalah sama sekali."Ah, pasangan suami istri yang harmonis," ejek Anya, saat melihat keberadaan Leo dan Jenna."Pembunuh!" seru Jenna."Pembunuh? Apakah kamu memiliki bukti?" ejek Anya kembali."Kau–""Aku tidak akan menjawab pertanyaan apa pun! Tunggu pengacara keluargaku tiba dan beliau yang akan berbicara, mewakili diriku!" ujar Anya, memotong ucapan Leo.Ya, Anya yakin ia akan terbebas dari masalah ini. Keluarganya kaya dan tidak ada rencana pembunuhan yang diperintahkan olehnya. Tidak ada!Jenna yang berang, mulai melangkah dan melepaskan tangan Leo, yang berusaha menghentikannya.Tiba di hadapan Anya, Jenna pun berkata, "Mengapa kamu melakukan semua itu? Apakah aku memiliki kesalahan pada dirimu?""Ck ck ck! Pengacara ku berp
"Kamu sudah bangun?" tanya Leo, pelan.Jenna yang baru terbangun, melihat ke sekeliling ruangan dan tatapannya kembali tertuju pada Leo yang duduk di sisi ranjang, tepat di sampingnya."Di mana ini?" tanyanya dengan suara tercekat.Leo tidak menjawab, ia membantu Jenna untuk duduk dan bersandar di sandaran ranjang.Menggeser duduknya lebih dekat, tangan Leo menyelipkan rambut Jenna ke belakang telinga."Kita menginap di penginapan terbagus di daerah perkemahan Bukit Utara. Besok, kita harus menghadiri upacara pemakaman untuk Yura dan putrinya," jelas Leo, singkat. Padahal, begitu banyak hal yang harus diurus, terkait penemuan jenazah itu.Jenna menatap ke arah jendela dan langit sudah gelap."Istirahatlah," pinta Leo. Ia tahu, Jenna pasti ingin kembali ke tempat itu."Biarkan pihak kepolisian bekerja. Kita tidak dapat melakukan apapun, jika berada di sana. Lagipula, setiap ada kab
Leo menutup layar laptop dan menggenggam tangan Jenna, seraya berkata, "Untuk kali ini, izinkan aku melakukan segalanya. Kamu cukup tetap berada di sisiku dan melihat."Lalu, Leo menarik tangan Jenna dan mereka berdua berjalan keluar dari ruang kerja. Di depan, Rosa dan Lulu masih menunggu dengan penasaran."Jangan berani masuk ke ruang kerja!" tegas Leo, ditujukan pada ibu tirinya itu. Kemudian lanjut melangkah dengan Jenna berada dalam gandengannya.Di depan kediaman, Leo membukakan pintu mobil untuk Jenna.Jenna melangkah masuk dan duduk. Leo membungkuk dan membantu memasangkan sabuk pengaman."Apakah kamu akan baik-baik saja duduk di sini?" tanya Leo, menatap wajah Jenna yang berada begitu dekat. Ia bertanya, sebab teringat akan kejadian terakhir kali saat menemani istrinya itu ke rumah sakit.Jenna mengangguk dan berkata, "Bisakah kita segera menemukan Yura?""Kita akan menemukannya. Aku berjanji!" j
Kembali ke ruang kerja, Jenna mulai mengerjapkan mata berulang kali. Walaupun sudah dapat melihat, tetapi terkadang pandangannya akan kabur, jika terlalu lelah.Ah, mengapa begitu bodoh? Bukankah ia hanya perlu menemukan file terbaru. Mengedit penyimpanan berdasarkan tanggal, maka file terbaru semua berada pada bagian paling atas.Jenna, membeku saat melihat file teratas, di sana tertera tanggal di saat ia terbangun di hotel dan saat Yura pergi. Selain itu, waktu yang tertera adalah pukul 10 malam.Memberanikan diri, Jenna membuka file itu, tepatnya rekaman video.Yura, terlihat di rekaman video itu. Wajahnya menunjukkan rasa takut dan penyesalan.[Nyonya, maafkan aku. Tapi, tapi aku melakukan ini, karena mereka menahan putriku. Setelah aku berhasil mendapatkannya putriku kembali, maka aku akan menjelaskan dan membersihkan nama Nyonya. Aku bersumpah!][Pria itu, nama aslinya adalah George Smith dan, dan ia beker
Jenna, membuka pintu kamar dengan perlahan. Kediaman sudah sepi, sebab para pelayan sudah beristirahat.Dengan jantung yang terus berdebar tidak menentu, Jenna melangkah ke arah ruang kerja. Perlahan, membuka pintu ruangan itu dan melangkah masuk, tidak lupa untuk segera menutup pintu.Ruangan gelap, hanya sinar rembulan lembut yang menerobos kaca jendela, menerangi remang ruangan itu. Namun, itu cukup dan Jenna segera berjalan ke arah meja kerja besar, yang diatasnya terdapat sebuah laptop.Menarik dan membuang napas beberapa kali, barulah Jenna mendekati perangkat itu. Mungkin saja, flashdisk ini tidak berisi hal penting, tetapi insting mengatakan berbeda. Ia yakin, ada sesuatu yang penting di dalamnya.Pintu ruang kerja terbuka, tepat di saat Jenna hendak menyambungkan flashdisk ke perangkat itu. Spontan, Jenna menarik tangannya menjauh dan menyembunyikan flashdisk itu dalam genggamannya.Leo, baru saja tiba di kedi
Suasana hati yang buruk, membuat Leo segera kehilangan kesabaran. Dengan kasar, Leo menepis tangan Logan yang mencengkeram kerah kemeja dan melayangkan satu tinju, tepat ke wajah sang paman.BUKKK!Leo tidak lagi peduli dengan status Logan, yang adalah pamannya sendiri. Pukulan itu, membuat tubuh Logan terpental ke belakang dan terjatuh di atas lantai.Leo tidak berhenti di sana, ia pun langsung melompat ke atas tubuh Logan dan kembali meluncurkan satu pukulan tepat ke wajah pamannya itu. Tentu, Logan membalas.Keributan langsung terjadi dan itu menarik perhatian seluruh tamu yang ada di dalam pub, termasuk dengan para karyawan.Tidak butuh waktu yang lama beberapa petugas keamanan berbadan kekar, langsung melerai mereka. Tidak peduli dengan status mereka, para petugas keamanan langsung melemparkan mereka berdua keluar dari pub.Baik Leo maupun Logan, tubuh mereka berdua terjatuh di atas aspal dengan cukup keras. Seti
"Selamat tinggal."Itulah ucapan Paman Bong yang didengar Jenna, sebelum ia terbangun dari mimpi.Napas memburu dan wajah basah, karena air mata yang masih mengalir deras. Memeluk dirinya sendiri begitu erat, Jenna berusaha menenangkan diri. Ia tahu itu adalah mimpi dan semua, masih terasa begitu nyata.Kesedihan, melanda jiwa. Butuh waktu cukup lama, untuk menghentikan tangisan dan menenangkan diri. Jenna yang mulai tenang, membalikkan tubuh dan tidur telentang. Napasnya sudah kembali normal, hanya saja perasaannya masih begitu kacau.Membuka mata dan seperti biasa, disambut oleh kegelapan. Hanya saja, ini terasa lain. Ia dapat melihat cahaya rembulan yang lembut. Cahaya yang menerobos masuk, dari celah-celah tirai dan membuat Jenna dapat melihat langit-langit kamar.Apakah ia mendapatkan keajaiban? batin Jenna. Rasa takut dan antusias, menggantikan rasa sedih yang dirasakan tadi. Perlahan, ia bangkit dan turun dari ranjang
Setelah itu, tidak ada lagi yang berbicara. Jenna, memastikan tidak akan melakukan hal bodoh itu lagi. Entah perlakuan Leo tulus, atau hanya pura-pura, ia tidak lagi memikirkan hal tersebut. Kebahagiaan, bukanlah sesuatu yang pantas dimiliki. Itulah yang diyakini oleh Jenna.Kembali ke kediaman, Jenna melakukan aktivitas seperti biasanya.Leo, mendatangkan seorang perawat profesional untuk mendampingi, tetapi Jenna langsung menolak. Ia yakin, perawat itu hanya akan memata-matai dan melaporkan segala sesuatu kepada Leo, sama seperti Maya, perawat yang diperkerjakan oleh ibu mertuanya.Dengan berat hati, Leo menyetujui penolakan Jenna dan meminta sang perawat untuk pergi.Jenna semakin menutup diri. Ia hanya akan berbicara saat ditanya, itu pun hanya satu atau dua kata yang diucapkan.***Hari demi hari, kembali berlalu. Leo semakin kesulitan, mendekati Jenna. Wanita itu akan memintanya pergi, jika ia datang mengh